Anda di halaman 1dari 8

Anemia Megaloblastik

1) Definisi
Anemia megaloblastik adalah anemia makrositik yang ditandai adanya
peningkatan ukuran sel darah merah yang disebabkan oleh abnormalitas hematopoesis
dengan karakteristik dismaturasi nucleus dan sitoplasma sel myeloid dan eritrosit sebagai
gangguan sintesis DNA.

2) Etiologi
Hampir seluruh kasus anemia megaloblastik pada anak disebabkan oleh defisiensi
asam folat atau vitamin B12. Keduanya merupakan kofaktor yang dibutuhkan dalam
sintesis nukleoprotein, keadaan defisiensi tersebut akan menyebabkan gangguan sintesis
DNA dan selanjutnya mempengaruhi RNA dan protein.1
Penyebab anemia megaloblastik1:
A. Defisensi asam folat

Asupan yang kurang, kemiskinan, ketoidaktahuan, cara pemasakan,


pemakaian susu kambing, malnutrisi, dan pasca cangkok sumsum tulanng.

Gangguan absorbsi kongenital dan didapat

Kebutuhan meningkat (keganasan, hepatitis, pasca CST)

Gangguan metabolisme asam folat

Peningkatan eksresi; dialysis kronis, penyakit hati, penyakit jantung.

B. Defisensi vitamin B12

Asupan kurang; diet kurang mengandung vitamin B12

Gangguan absorbsi: kegagalan sekresi faktor intrinsik, kegagalan absorbsi


di usus kecil

Gangguan transport vitamin B12

Gangguan metabolisme vitamin B12

C. Lain-lain

Gangguan sintesis DNA kongenital

Gangguan sintesis DNA didapat


3) Patogenesis
Anemia megaloblastik (SDM besar) diklasifikasikan secara morfologis sebagai
anemia makrositik normokromik. Anemia megaloblastik sering disebabkan oleh
defisiensi vitamin B12, asam folat, dan faktor intriksik. Kehilangan dari salah satu faktor
tersebut yang mengakibatkan gangguan sintesis DNA, disertai kegagalan maturasi dan
pembelahan inti. Atrofi mukosa lambung, seperti yang terjadi pada anemia perinisiosa,
atau hilangnya lambung akibat gastrektomi dapat menyebabkan terjadinya anemia
megaloblastik. Pasien dengan sariawan usus, dengan ditandainya sedikitnya absorbsi
asam folat dan B12 sering kali mengalami anemia megaloblastik.3
Folat dalam makanan terdapat dalam poliglutamat yang terlebih dahulu harus
dihidrolisis menjadi bentuk monoglutamat di dalam mukosa usus halus, sebelum
ditransportaasi secara aktif ke dalam sel usus halus, pencernaan ini dilakukan oleh enzim
hidrolase dan dibanttu oleh seng. Folat di dalam sel kemudian diubah menjadi 5-metil
tetrahidrofolat dan dibawa ke hati melalui system porta untuk disimpan. Di dalam hati
metil tetrahidrofolat diubah menjadi asam tetrahidrofolat (THFA).4
Dalam lambung kobalamin dibebaskan dari ikatannya dengan protein oleh cairan
lambung dan pepsin, kemudian segera diikat oleh protein-protein khusus (faktor R) dalam
lambung. Vitamin B12 dilepas dari faktor R di dalam duodenum yang bernuansa alkali,
oleh enzim-enzim protease pankreas terutama tripsin untuk segera diikat oleh faktor
intrinsik (IF). Kompleks vitamin B12-IF ini kemudian diikat oleh reseptor khusus pada
membrane mikrovili ileum usus halus dan diabsorbsi. Di dalam sel mukosa usus halus
vitamin B12 dilepas dan dipindahkan ke protein lain TC-2 untuk dibawa ke hati.4
Anemia pernisiosa disebabkan oleh serangan autoimun pada mukosa lambung
yang menyebabkan terjadinya atrofi lambung. Sembilan puluh persen memperlihatkan
adanya antibodi sel parietal yang ditujukan terhadap H+/K+-ATPase lambung dalam
serum, dan 50 % tipe I atau antibodi penyekat terhadap IF yang menghambat pengikatan
IF pada B12. 35% persen pasien memperlihatkan adanya antibodi tipe II terhadap IF yang
menghambat lokasi pengikatannya di ileum. Malabsorbsi B12 spesifik disebabkan oleh
mutasi reseptor IF-B12.5
Anemia megaloblastik merupakan anemia dengan eritrosit di sumsum tulang
memperlihatkan adanya suatu kelainan yang khas, pematangan inti lebih lambat
dibandingkan dengan sitoplasma.5
Vitamin B12 merupakan suatu koenzim untuk dua reaksi bikomia di dalam tubuh:
yang pertama, sebagai metal B12, suatu kofaktor untuk metionin sintase, yaitu enzim
yang bertanggung jawab untuk metilasi homosistein menjadi metionin dengan
menggunakan metal tetrahidofolat (THF) sebagai donor metil; dan kedua sebagai
deoksiadenosil B12 yang membantu konversi metil malonil koenzim A (KoA) menjadi
suksinilKoA.5

Gambar 1: Jalur metabolism asam folat dan vitamin B12 dalam sintesis DNA

Metilmalonil KoA mengalami penyusunan kembali yang dependen vitamin B12


menjadi suksinil KoA yang dikatalis oleh metil malonil Koa mutase. Metilmalonil KoA
mutase dan metinonin sintase adalah enzim yang dependen pada vitamin B12.6
Tetrahidrofolat dapat membawa fragmen-fragmen satu karbon yang melekat pada
N-5 (gugus formil, formimino, atau metil), N-10 (formil), atau jembatan N-5-N-10 (gugus
metilen). Titik masuk utama untuk fragmen satu karbon ke dalam folat adalah metilen
tetrahidrofolat. Yang dibentuk oleh reaksi glisin, serin, dan kolin dengan tetrahidrofolat.6
Metilasi deoksiuridin monofosfat (dUMP) menjadi timidin monofosfat (TMP),
yang dikatalis oleh timidilat sintase, esensial untuk membentuk DNA. Fragmen satu
karbon metilen-tetrahidrofolat direduksi menjadi gugus metil disertai dengan pembebasan
dihidrofolat yang kemudian direduksi kembali menjadi tetrahidrofolat oleh dihidrofolat
reduktase.6
Defisiensi folat dianggap menyebabkan terjadinya anemia megaloblastik dengan
menghambat sintesis timidilat, yaitu suatu tahap membatasi kecepatan sintesis DNA yang
pada tahap ini disintesis timidin monofosfat, karena reaksi ini memerlukan 5,10 metilen
THF poliglutamat sebagai enzim. Gangguan metionin sintase pada defisiensi vitamin B12
menyebabkan penimbunan metil tetrahidrofolat . Oleh karena itu, terdapat defisiensi
fungsional folat sebagai efek sekunder dari defisiensi B12. Defisiensi asam folat itu
sendiri atau defisiensi vitamin B12 yang menyebabkan defisiensi fungsinal asam folat,
mempengaruhi sel yang cepat membelah karena sel ini sangat membutuhkan timidin
untuk membentuk DNA. Secara klinis defisiensi ini mempengaruhi sumsum tulang dan
menyebabkan anemia megaloblastik.5, 6

4) Gejala dan tanda


a) Gejala umum anemia
Lesu, lemah/lemas
Pucat, terutama pada konjungtiva
Takikardi, murmur ejeksi sistolik, gallop keempat (presistolik)
Excertional dispneu, takipneu
Konsentrasi menurun, pingsan
Telinga berdenging
Scotoma (edema papil)
b) Gejala khusus berkaitan dengan penyebab:
Akibat defisiensi asam folat, B12: hipertrivi gingiva, papilla
c) Akibat defisiensi B12
Neuropati perifer (fenomena sarung tangan)
Gangguan kognitif
Gangguan memori
Gangguan tidur
Depresi
Mania
Psikosis
5) Diagnosis
Guna menegakkan diagnosis anemia megaloblastik, perlu menelusuri baik
pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan laboratorium darah juga sumsum tulang.
Pemeriksaan laboratorium darah meliputi hemoglobin, hematokrit, retikulosit, leukosit,
trombosit, hitung jenis, laju endap darah, serum vitamin B12, serum folat, folat eritrosit,
MCV, dan lain-lain tes khusus yang sesuai. Didapatkan secara nyata makrositosis yaitu
MCV lebih dari 100 fl maka perlu dipikirkan adanya anemia megaloblastik. Penyebab
lain makrosistosis termasuk hemolisis, penyakit hati, alkoholisme, hipotiroidisme, dan
anemia aplastik. Bila makrositosis nyata yaitu MCV lebih dari 110 fl, maka pasien
tersebut lebih condong pengidap anemia megaloblastik. Makrositosis jarang tampak
bersamaan dengan defisiensi besi atau thalasemia. Indeks retikulosit rendah, dan jumlah
leukosit maupun trombosit mungkin pula menurun. Dari gambaran darah perifer tampak
dengan nyata adanya anisositosis dan poikilositosis, bersamaan dengan
makroovalositosis, yaitu sel darah merah dengan hemoglobinisasi penuh merupakan cirri
dari anemia megaloblastik. Pada seri leukosit, yaitu adanya neutrofil yang tampak adanya
inti dengan segmen lebih dari 5 atau 6 dan dikenal dengan istilah hipersegmen. Dari
pemeriksaan sumsum tulang ditemukan adanya hiperseluler dengan penurunan rasio
myeloid/eritroid dan berlimpah besi yang tercat.7
Nilai kobalamin normal dalam serum adalah antara 300-900 pg/ml; nilai kurang
dari 200 mg/ml menunjukkan adanya defisiensi yang nyata secara klinis. Kadar serum
normal dari asam folat berkisar antara 6-20 ng/ml; nilai sama atau dibawah 4 ng/ml secara
umum dipertimbangkan untuk diagnostic dari defisiensi folat.7
Saat defisiensi kobalamin telah dipikirkan, maka patogenesisnya dapat dilacak
dengan menggunakan tes Schilling. Pasien diberi kobalamin radioaktif oral, dan segera
diikuti setelah itu dengan penyuntikan intramuscular kobalamin tanpa label. Karena
defisiensi kobalamin hampi selalu karena malbasorbsi, tingkat pertama tes schilling harus
abnormal (jumlah kecil radioaktif dalam urin). Kemudian pasien diberi kobalamin terikat
pada faktor intrinsic yang dilabel. Absorbs dari vitamin akan mecapai normal pada pasien
yang menderita anemia pernisiosa atau beberapa lain dari defisiensi faktor intrinsic. Bila
absorbs kobalamin masih tetap rendah, maka pasien mungkin terdapat pertumbuhan
berlebihan dari bakteri atau penyakit ileum (termasuk defek ileum sekunder karena
defisiensi kobalamin itu sendiri). Malabsorbsi kobalamin karena kelebihan pertumbuhan
bakteri sering dikoreksi dengan pemberian antibiotic.7
6) Penatalaksanaan
Sediaan pilihan obat untuk kondisi defisensi vitamin B12 adalah sianokobalamin,
dan harus diberikan melalui ineksi intramuscular atau subkutan dalam. Sianokobalamin
aman untuk diberikan melalui injeksi intramuscular dan subkutan dalam, tapi tidak boleh
diberikan secara intravena. Sianokobalamin diberikan pada dosis I hingga 1000 ug.
Ambilan jaringan, penyimpanan, dan penggunaan bergantung pada ketersediaan
transkobalamin II (TC II). Kelebihan dosis 100 ug segera dibersihkan dari plasma
kedalam urin dan, pemberian vitamin B12 dalam jumlah yang lebih besar tidak akan
menyebabkan retensi vitamin yang lebih besar. Pemberian 1000 ug bermanfaat ketika
melakukan uji schilling.8
Kebanyakan sediaan multivitamin dilengkapi dengan faktor intrinsik yang
mengandung 0,5 unit oral per tablet. Meskipun kombinasi B12 dan faktor intrinsik oral
tampaknya ideal untuk pasien defisiensi faktor intrinsic, sediaan tersebut tidak dapat
diandalkan. Antibody yang bekerja terhadap faktor intrinsik manusia dapat menghalangi
absorbsi vitamin B12 secara efektif. Hidroksobolamin yang diberikan pada dosis 100 ug
secara intramuscular telah dilaporkan memiliki efek yang lebih lama daripada
sianokobalamin, karena satu dosis tunggal mampu mempertahankan konsentrasi vitamin
B12 dalam plasma sampai 3 bulan. Lebih lanjut lagi pemberiaan hidroksobalamin
menghasilkan pembentukan antibody terhadap kompleks transkobalamin II-vitamin B12.8
Pengobatan pasien yang sakit akut akibat anemia megaloblastik harus dimulai
dengan injeksi intarmuskular vitamin B12 maupun asam folat. Jika pasien mengalami
kedua defisiensi tersebut, terapi dengan hanya satu vitamin tidak akan memberikan
respon yang optimal. Sesudah eritropoesis megaloblastik dinyatakan positif dan telah
berkumpul darah yang cukup untuk pengukuran konsentrasi vitamin B12 dan asam folat
lebih lanjut, pasien harus menerima injeksi intramuscular 100 ug sianokobalamin dan 1-5
mg asam folat. Untuk 1-2 minggu berikutnya pasien harus menerima injeksi
intramuscular 100 ug sianokobalamin setiap hari bersama dengan suplemen 1-2 mg asam
folat setiap hari. Jika terjadi gagal jantung kongestf, dapat dilakukan flebotomi untuk
memindahkan sejumlah volume darah lengkap yang setara atau dapat diberikan diuretik
untuk mencegah volume berlebihan. Terapi jangka panjang untuk vitamin B12 dengan
injeksi intramuscular 100 ug sianokobalamin setiap 4 minggu sudah cukup untuk menjaga
konsentrasi vitamin B12 normal dalam plasma dan suplai yang cukup untuk jaringan.
Pasien dengan symptom dan tanda-tanda neurologis parah dapat diobati dengan dosis
vitamin B12 100 ug perhari atau beberapa kali per minggu selama beberapa bulan. Terapi
jangka panjang harus dievaluasi pada interval 6-12 bulan pada pasien yang kondisinya
baik. Penggunaan vitamin yang efektif bergantung pada akurasi diagnosis dan
pemahaman mengenai prinsip umum terapi. Vitamin harus diberikaan jika ada
kemungkinan yang beralasan adanya defisiensi. Terapi harus dilakukan sespesifik
mungkin. Peringanan relative pengobatan dengan vitamin tidak mencegah dilakukannya
penyelidikan lengkap terhadap etiologi defisiensinya.8
DAFTAR PUSTAKA

1. Permono, B (ed.). Buku ajar hematologi-onkologi anak. 2 nd edition. Jakarta:


IKAI; 2007
2. Badan POM. Naturakos. Vol. III/ no.7. POM; 2008. [Accesed 19 Mei 2011]
Available from:http://perpustakaan.pom.go.id/KoleksiLainnya/Buletin
%20Naturalkos/0108.pdf
3. Guyton, A C, & Hall, J.E. Buku ajar fisiologi kedokteran. 11th edition. Jakarta:
EGC; 2007
4. Almatsier, Sunita. Prinsip dasar ilmu gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama; 2009
5. Hoffbrand, A V, Pettit, J.E., Moss P.A.H. Kapita selekta hematologi. Edisi
Keempat. Jakarta: EGC
6. Murray, R.K., Granner, D.K., Rodwell, V.W. Biokimia harper. Edisi 27.
Jakarta: EGC; 2006
7. Sudoyo, A.W (ed.). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid dua. Edisi Kelima.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD FK UI; 2006
8. Goodman & Gillman. Dasar Farmakologi & Terapi edisi 10. Jakarta: EGC;
2007

Anda mungkin juga menyukai