Anda di halaman 1dari 14

TUGAS

DIETETIKA LANJUT

PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK (PPOK)

Dosen Pembimbing :

Agatha Widiawati, S.ST, M.Gizi

Disusun oleh :

Nama : Mutiatul Masruroh

NIM : G42151674

Golongan : E

PROGRAM STUDI D-IV GIZI KLINIK

JURUSAN KESEHATAN

POLITEKNIK NEGERI JEMBER

2017
1. Pengertian PPOK
The Global Initiative for Chronic Obstructive Pulmonary Disease (GOLD) tahun
2014 mendefinisikan Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) sebagai penyakit
respirasi kronis yang dapat dicegah dan dapat diobati, ditandai adanya hambatan aliran
udara yang persisten dan biasanya bersifat progresif serta berhubungan dengan
peningkatan respons inflamasi kronis saluran napas yang disebabkan oleh gas atau
partikel iritan tertentu. Eksaserbasi dan komorbid berperan pada keseluruhan beratnya
penyakit pada seorang pasien.1 Pada definisi ini tidak lagi dimasukan terminologi
bronkhitis kronik dan emfisema dan secara khusus dikemukakan pentingnya
eksaserbasi dan komorbid pada definis GOLD 2014 sehingga dipandang perlu untuk
dicantumkan pada definisi. Hambatan aliran napas kronik pada PPOK adalah
merupakan gabungan dari penyakit saluran napas kecil dan destruksi parenkhim
dengan kontribusi yang berbeda antar pasien ke pasien. Pada kenyataannya, PPOK
merupakan sebuah kelompok penyakit dengan gejala klinis yang hampir serupa
dengan bronkitis kronis, emfisema, asma, bronkiektasis, dan bronkiolitis. Hambatan
jalan napas yang terjadi pada penderita PPOK disebabkan oleh penyakit pada saluran
napas dan rusaknya parenkim paru.
PPOK merupakan suatu istilah digunakan untuk sekelompok penyakit paru
yang berlangsung lama dan ditandai dengan peningkatan resistensi terhadap aliran
udara sebagai patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu
kesatuan yang dikenal dengan PPOK adalah bronkitis kronis, emfisema paru, dan
asma bronkial. Bronkitis kronis adalah suatu gangguan klinis yang ditandai dengan
pembentukan mukus yang berlebihan dalam bronkus dimanifestasikan sebagai batuk
kronis dan pembentukan mukus mukoid ataupun mukopurulen sedikitnya 3 bulan
dalam setahun, sekurang-kurangnya 2 tahun berturut-turut. Emfisema paru merupakan
suatu perubahan anatomi parenkim paru yang ditandai pembesaran alveolus dan
duktus alveolaris, serta destruksi dinding alveolar. Sedangkan asma merupakan suatu
penyakit dicirikan oleh hipersensitifitas cabang-cabang trakeobronkial terhadap
berbagai jenis rangsangan. Keadaan ini bermanifestasi sebagai penyempitan saluran-
saluran napas secara periodik dan reversible akibat bronkospasme, oedem mukosa,
dan hipersekresi mukus.
Menurut WHO, PPOK didefinisikan sebagai suatu penyakit paru yang ditandai
dengan adanya hambatan yang persisten aliran udara nafas dari paru di saluran
pernafasan. PPOK merupakan suatu penyakit yang sering tidak terdiagnosa dan
mengancam jiwa, yang mempengaruhi pernafasan normal dan tidak sepenuhnya
reversibel. Gambaran yang lebih dikenal sebelumnya berupa bronkhitis kronis dan
emfisema sudah tidak lagi digunakan, kini keduanya termasuk dalam diagnosis PPOK
(WHO, 2012).

2. Patofisiologi PPOK
Hambatan aliran udara merupakan perubahan fisiologi utama pada PPOK
yangdiakibatkan oleh adanya perubahan yang khas pada saluran nafas bagian
proksimal, perifer, parenkim dan vaskularisasi paru yang dikarenakan adanya suatu
inflamasi yang kronik dan perubahan struktural pada paru. Terjadinya
peningkatan penebalan pada saluran nafas kecil dengan peningkatan
formasi folikel limfoid dan deposisi kolagen dalam dinding luar salurannafas
mengakibatkan restriksi pembukaan jalan nafas. Lumen saluran nafas kecil
berkurangakibat penebalan mukosa yang mengandung eksudat inflamasi, yang
meningkat sesuai beratsakit.
Dalam keadaan normal radikal bebas dan antioksidan berada dalam keadaan
seimbang.Apabila terjadi gangguan keseimbangan maka akan terjadi kerusakan di
paru. Radikal bebas mempunyai peranan besar menimbulkan kerusakan sel dan
menjadi dasar dari berbagai macam penyakit paru.
Pengaruh gas polutan dapat menyebabkan stress oksidan, selanjutnya akan
menyebabkan terjadinya peroksidasi lipid. Peroksidasi lipid selanjutnya akan
menimbulkan kerusakan sel dan inflamasi. Proses inflamasi akan mengaktifkan sel
makrofag alveolar, aktivasi sel tersebut akan menyebabkan dilepaskannya faktor
kemotataktik neutrofil seperti interleukin 8 dan leukotriene B4, tumuor necrosis
factor (TNF), monocyte chemotactic peptide (MCP)-1 dan reactive oxygen
species (ROS). Faktor-faktor tersebut akan merangsang neutrofil melepaskan
protease yang akan merusak jaringan ikat parenkim paru sehingga timbul kerusakan
dinding alveolar dan hipersekresi mukus. Rangsangan sel epitel akan menyebabkan
dilepaskannya limfosit CD8,selanjutnya terjadi kerusakan seperti proses inflamasi.
Pada keadaan normal terdapat keseimbangan antara oksidan dan antioksidan. Enzim
NADPH yang ada dipermukaan makrofagdan neutrofil akan mentransfer satu
elektron ke molekul oksigen menjadi anion superoksida dengan bantuan enzim
superoksid dismutase.
Zat hidrogen peroksida (H2O2) yang toksik akan diubah menjadi OH dengan
menerima elektron dari ion feri menjadi ion fero, ion fero denganhalida akan diubah
menjadi anion hipohalida (HOCl).
Pengaruh radikal bebas yang berasal dari polusi udara dapat menginduksi batuk
kronissehingga percabangan bronkus lebih mudah terinfeksi.Penurunan fungsi paru
terjadi sekunder setelah perubahan struktur saluran napas. Kerusakan struktur
berupa destruksi alveol yangmenuju ke arah emfisema karena produksi radikal
bebas yang berlebihan oleh leukosit dan polusidan asap rokok.

3. Penyebab PPOK
Faktor-faktor resiko pada PPOK meliputi :
a. Genetik
b. Partikel
1. Asap tembakau, atau asap rokok
Derajat pencatatan riwayat merokok dilhat dari apakah pasien perokok
aktif, pasif atau bekas perokok. Kemudian derajat berat merokok
berdasarkan indeks Brinkman, yaitu perkalian jumlah rata-rata batang
rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun diinterpretasikan :
- Ringan : 0 200
- Sedang : 200 600
- Berat : > 600
2. Debu dan bahan kimia
3. Polusi di dalam rumah
4. Polusi di luar rumah
c. Pertumbuhan dan perkembangan paru
d. Stress Oksidasi
e. Gender
f. Infeksi
g. Status Sosial Ekonomi
h. Nutrisi

4. Tanda dan Gejala


Terdapat beberapa tanda dan gejala dari PPOK, antara lain :
a. Dispnea
Gejala yang dominan pada PPOK adalah sesak nafas yang seringkali dimulai
saat aktivitas. Terdapat batuk, yang mungkin produktif menghasilkan sputum dan
mengi.
Gejala umum bersifat progresif dengan sesak nafas yang semakin berat dan
berkurangnya toleransi latihan (Gleadle, 2007). Pada pemeriksaan sporometri
FEV1 dibawah predicted, FEV1/FVC dibawah predicted, perbaikan pada tes
provokasi setelah pemberian bronkodilator <12% (Djojodibroto, 2012)
b. Batuk
c. Pink Puffer, atau timbulnya dispneu tanpa disertai batuk dan produksi
sputum berarti. Biasanya dispneu timbul antara usia 30 40 tahun dan semakin
lama semakin berat. Pada penyakit yang sudah lanjut pasien akan kehabisan napas
sehingga tidak lagi dapat makan dan tubuhnya bertambah kurus.
d. Blue Blater, atau kondisi batuk produktif dan berulang kali mengalami infeksi
pernapasan yang dapat berlangsung selama bertahun-tahun sebelum tampak
gangguan fungsi paru, Tampak gejala berkurangnya napas sehingga mengalami
hipoventilasi menjadi hipoksia dan hiperkapnia yang merangsang ginjal untuk
eritropoietin meningkatkan produksi sel darah merah sehingga terjadi polisitemia
sekunder. Pasien tampak gemuk sianosis, terdapat oedem tungkai, dan ronki basah
di basal paru.
e. Produksi sputum
f. Wheezing dan sesak dada
g. Barrel chest, yaitu diafragma terletak lebih rendah dan bergerak tidak lancar,
kifosis, diameter antero- posterior bertambah, jarak tulang rawan krikotiroid dengan
lekukan suprasternal kurang dari 3 jari, iga lebih horizontal dan sudut
subkostal bertambah.

5. Syarat dan Prinsip Diet


Beberapa faktor diet, terutama antioksidan, mempengaruhi kesehatan dan berperan
kunci dalam memproteksi PPOK. Penelitian prospektif telah membuktikan bahwa diet
kaya buah, sayur, dan ikan dapat menurunkan insiden PPOK. Sebaliknya, diet kaya
karbohidrat sederhana, daging merah dan olahan, desserts, dan kentang goreng dapat
meningkatkan risiko PPOK. Banyak penelitian menunjukkan bahwa perokok
mempunyai asupan vitamin antioksidan yang rendah, terutama vitamin C, A, dan E,
serta b-karoten. Individu dengan PPOK mengalami kerusakan oksidatif, baik selama
masa eksaserbasi maupun masa stabil. Selama masa eksaserbasi, konsentrasi vitamin
A dan E serum menurun.
Meskipun demikian suplementasi vitamin E tidak berhubungan dengan kenaikan
fungsi paru. Demikian juga dengan asam lemak omega-3, tidak memproteksi terhadap
penurunan FEV1 pada pasien PPOK (Bergman & Hawk, 2010).
Pada penderita PPOK dapat ditemukan peningkatan CO2 dalam arteri yang dapat
menyebakan kerusakan lanjut dan gagal nafas. Pemberian nutrisi dapat mempengaruhi
kadar CO2 dalam darah.
Tinggi karbohidrat lebih meningkatkan kadar CO2 dalam darah. Lemak cukup atau
tinggi lemak lebih baik dari tinggi karbohidrat dalam mempengaruhi kadar CO2
karena dapat mengurangi produksi CO2. Pemberian diet tinggi karbohidrat dengan
cara nutrisi parenteral totol dilaporkan menyebabkan peningkatan produksi C02 yang
bermakna dan mencetuskan gagal nafas. Pemberian diet tinggi karbohidrat tidak
dianjurkan pada penderita PPOK.
Lemak menghasilkan energi lebih banyak dibandingkan protein dan karbohidrat,
konsumsi lemak sebesar 30% untuk kebutuhan kolori setiap harinya, yang terdiri dari
10% asam lemak jenuh, 10% asam lemak tak jenuh dan 10% untuk asam lemak tak
jenuh ganda. Pemberian asam lemak omega 3 mempunyai potensi sebagai modulator
pada penyakit respirasi yang meliputi inflamasi kronik. Pemberian omega 3 dengan
bentuk diet tinggi minyak ikan, magnesium dan antioksidan menurunkan inflamasi
saluran nafas. Tambahan omega 3 pada minyak ikan dengan gamma asam linoleat
dapat menjadi modulator respon imun dan menurunkan reaksi berlebihan otot
pulmoner terhadap rangsangan stimulus. Penambahan kalori yang berasal dari lemak
lebih dianjurkan daripada kalori yang berasal dari karbohidrat.
Keseimbangan rasio protein (15%-20% dari kalori) dengan lemak (30%-45% dari
kalori) dan karbohidrat (40% -55% dari kalori) penting untuk menjaga Respiratory
Quotient (RQ) yang cukup dari utilisasi substrat. Replesi, bukan overfeeding, adalah
prinsip penting dari rumatan nutrisi.
Kebutuhan vitamin dan mineral, sebagaimana makronutrien, kebutuhan vitamin dan
mineral pasien PPOK stabil tergantung patofisiologi penyakit paru yang mendasari,
penyakit lain yang terjadi bersamaan, terapi medis, status gizi, dan BMD. Untuk
perokok, tambahan vitamin C mungkin diperlukan.
Kebutuhan cairan, status hidrasi merupakan komponen yang penting pada asesmen
awal dan lanjutan pada semua usia. Kebutuhan cairan dipengaruhi oleh banyak variasi
pada aktivitas fisik, IWL (insensible water loss), obatobatan, dan urin. PDGKI (2008)
menyebutkan kebutuhan cairan pada dewasa sekitar 25-40 ml/kgBB/ hari. Dengan
bertambahnya usia, jumlah cairan total menurun. Pada lansia sekitar 50% dari berat
badan atau menurun 10% dibandingkan pada dewasa muda. Penurunan ini
berhubungan dengan penurunan lean body mass.
Penderita sesak nafas, dianjurkan makan dengan porsi sedikit dan sering,
meningkatkan kalori makanan tanpa harus meningkatkan jumlah makanan. Penderita
nafas pendek selama makan dianjurkan makanan direncanakan pada saat pasien
merasa senag, menghindari porsi besar dan dimakan perlahan, makanan yang mudah
dicerna. Penderita dengan hilangnya nafsu makan, diberikan susu untuk mengurangi
rasa mual.
LAMPIRAN

1. Penyakit Paru Obstruktif Kronik


2. Penatalaksanaan Penyakit Paru Obstruktif Kronis Pada Lansia Pekerja
Konstruksi
3. Terapi Gizi pada Lanjut Usia dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
4. PPOK

Anda mungkin juga menyukai