LANDASAN TEORI
Menurut Kotler yang dikutip kembali oleh Fandy Tjijptono (2014), secara
garis besar karakteristik jasa terdiri dari intangibility, inseparability,
variability/heterogeneity, perishability dan lack of ownership.
Intangibility
Jasa berbeda dengan barang. Bila barang merupakan suatu objek, alat atau benda
maka jasa adalah suatu perbuatan, tindakan, pengalaman, proses, kinerja
(performance) atau usaha. Oleh karena itu jasa tidak dapat dilihat, dirasa, dicium,
didengar atau diraba sebelum dibeli dan dikonsumsi.
Inseparability
Heterogeneity/variability/inconsistency
Jasa bersifat sangat variabel karena merupakan non-standardized output, artinya
terdapat banyak variasi bentuk,kualitas dan jenis,tergantung pada siapa, kapan, dan
dimana jasa tersebut diproduksi.
Perishability
Perishability berarti jasa tidak dapat disimpan dan tidak tahan lama
Lack of Ownership
Merupakan perbedaan dasar antara barang dan jasa. Pada pembelian barang
konsumen memiliki hak penuh atas penggunaan dan manfaat produk yang dibelinya.
Mereka dapat mengkonsumsi, menyimpang atau menjualnya. Di lain pihak, pada
pembelian jasa, pelanggan hanya akan memiliki akses personal dan dengan jangka
waktu yang terbatas.
Dengan kata lain terdapat dua faktor utama yang mempengaruhi kualitas
pelayanan, layanan yang diharapkan (expected service) dan layanan yang
dipersepsikan (perceived service). (Parasuraman, et al dalam Fandy)
Berwujud (Tangible), yaitu berupa penampilan fisik, peralatan dan berbagai materi
yang terlihat yang dapat dinilai baik.
Menurut Gronroos dalam buku Tjiptono (2014) kualitas suatu jasa yang
dipersepsikan pelanggan terdiri dari 2, yaitu :
Menurut Kotler & Keller (2012) yang dikutip oleh Fandy ada beberapa
metode yang dipergunakan dalam mengukur kepuasan pelanggannya, antara lain :
Menurut Fandi Tjiptono dan Anastasia Diana yang dikutip oleh Zulian Yamit,
perusahaan yang telah berhasil membentuk fokus pada kepuasan pelanggan memiliki
karakteristik sebagai berikut :
Tetap setia
Konsumen yang terpuaskan cenderung akan menjadi setia atau loyal. Konsumen
yang puas terhadap produk yang dikonsumsinya akan mempunyai kecenderungan
untuk membeli ulang dari produsen yang sama.
Keinginan untuk membeli produk atau makanan lain yang ditawarkan karena adanya
keinginan untuk mengulang pengalaman yang baik dan menghindari pengalaman
yang buruk.
Merekomendasikan produk
mulut (word of mouth communication) yang bersifat positif. Hal ini dapat berupa
rekomendasi kepada calon konsumen yang lain dan mengatakan hal-hal yang baik
mengenai produk dan perusahaan yang menyediakan produk.
Memberi masukan
Walaupun kepuasan sudah tercapai, konsumen selalu menginginkan yang lebih lagi,
maka konsumen akan memberi masukan atau saran agar keinginan mereka dapat
tercapai.
Untuk dapat memuaskan kebutuhan pelanggan, perusahaan dapat melakukan
beberapa tahapan (Zulian Yamit 2013:94) :
Menurut Zeithaml & Bitner yang dikutip kembali oleh Fandy Tjiptono
(2014), ada empat faktor utama yang sering kali menjadi penyebab dalam timbulnya
masalah komunikasi dalam bidang jasa. Oleh sebab itu ia merekomendasikan empat
strategi utama komunikasi pemasaran jasa yang salah satunya adalah dengan
meningkatkan edukasi pelanggan. Bentuk dari edukasi pelanggan yang dibutuhkan
antara lain : menyiapkan pelanggan untuk proses jasa, mengkonfirmasikan kinerja
dengan standart dan ekspektasi, mengklarifikasikan ekspektasi setelah penjualan, dan
mendidik pelanggan agar menghindari periode permintaan puncak.
Menurut Cronin dan Taylor yang dikutip oleh Tjiptono (2014:295), salah
satu kemungkinan hubungan yang banyak disepakati adalah bahwa kepuasan
membantu konsumen dalam merevisi persepsinya terhadap kualitas jasa. Hoofman
dan Bateson yang dikutip oleh Tjiptono menuliskan dasar pemikirannya tentang
hubungan kualitas jasa dan kepuasan konsumen antara lain :
2.5 Jurnal
2.5.4 Analisis Kualitas Pelayanan di Restoran Saung Mirah, Bogor Oleh Agung
Gita Subakti (2014)
Restoran adalah salah satu sarana untuk melaksanakan Food Service Industry
atau bagian dari akomodasi pariwisata yang berperan memenuhi kebutuhan
wisatawan atau customer. Dalam hal ini, kualitas pelayanan yang baik sangat
menentukan perkembangan restoran selain makanan dan minuman sebagai produk
yang ditawarkan. Restoran Saung Mirah, Bogor, merupakan restoran yang memiliki
kualitas pelayanan yang belum sesuai dengan yang diharapkan, sehingga
menyebabkan banyak terjadinya keluhan dari tamu. Tujuan penelitian ini adalah
untuk melihat penerapan kualitas pelayanan dilakukan dan perbaikan apa yang bisa
diberikan kepada pihak manajemen Restoran Saung Mirah Bogor, sehingga Kualitas
pelayanan restoran tersebut dapat meningkat dan keluhan dari pelanggan dapat
menurun.
Analisa mengenai evaluasi kualitas pelayanan di Restoran Saung Mirah
Bogor dilakukan berdasarkan kuesioner yang diberikan untuk 35 tamu Restoran
Saung Mirah, Bogor. Kuesioner berisi 10 pertanyaan yang diambil dari lima dimensi
pelayanan yang terdiri dari tangible (2 pertanyaan), assurance (3 pertanyaan),
reability (1 pertanyaan), responsiveness (2 pertanyaan), empathy (2 pertanyaan). Dari
hasil kuesioner tersebut, analisa mengenai evaluasi kualitas pelayanan menyatakan
bahwa dua dimensi pelayanan yaitu empathy dan tangible memiliki hasil baik,
sedangkan tiga dimensi pelayanan yaitu assurance, reability, dan responsiviness
memiliki hasil buruk. Penulis melakukan analisa mengenai hambatan kualitas
pelayanan di Restoran Saung Mirah, Bogor berdasarkan kuesioner yang diberikan
untuk 15 staff restoran, kuesioner yang berisi enam pertanyaan yaitu kerjasama,
kualitas pelayanan, kondisi peralatan, tingkat komunikasi, sikap dan perilaku dan
cara menyelesaikan complaint, dan kuesioner tersebut mengenai analisa mengenai
hambatan kualitas pelayanan menunjukkan bahwa kerjasama, kualitas pelayanan,
sikap dan perilaku, dan kondisi peralatan menunjukkan hasil cukup, kemudian untuk
hasil tingkat komunikasi dan cara menyelesaikan complaint menunjukkan hasil
buruk. Dari dua kuesioner diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa kualitas
pelayanan di Restoran Saung Mirah Bogor, dilihat dari dua sisi konsumen dan staff,
dapat dikatakan buruk.
Oleh karena itu, beberapa hal perlu dilakukan untuk memperbaiki kualitas
pelayanan tersebut. Sebagai bahan pertimbangan bagi manajemen Restoran Saung
Mirah Bogor dalam meningkatkan kualitas pelayanan, maka penulis memberikan
beberapa saran sebagai berikut: (1) Saran berdasarkan kuesioner tamu. (a)
Sehatusnya ada system punishment and rewards terhadap staff. Staff yang memiliki
kinerja kurang baik diberikan tindakan disiplin berupa sanksi disesuaikan dengan
pelanggaran yang mereka lakukan, sebaliknya staff yang memiliki kinerja baik
diberikan rewards (penghargaan atau bonus) agar staff tersebut lebih termotivasi
dalam bekerja. (b) Pemberian pelatihan secara intensif dan berkala mengenai SOP
dan Job Description. Misalnya pemberian pendalaman kembali setiap satu minggu
sekali terhadap SOP yang sudah dibuat, agar staff di Restoran Saung Mirah Bogor
dapat lebih memahami peraturan yang sudah di tetapkan. (c) Pembenahan struktur
organisasi agar proses pelayanan dapat tercipta secara optimal. Misalnya Restoran
Saung Mirah Bogor seharusnya mencari staff baru untuk mengisi posisi yang belum
ada didalam struktur organisasi, agar terorganisir dalam melakukan pekerjaan
sehingga pekerjaan menjadi efektif dan efisien. Level captain atau supervisor akan
lebih baik jika berpendidikan D1 atau D3, karena untuk level tersebut mereka lebih
mempunyai pengalaman dan mental yang lebih baik. (2) Saran berdasarkan
kuesioner staff. (1) Harus ditingkatkan frekuensi komunikasi antara atasan dan
bawahan, bisa melalui briefing, staff meeting, team building atau acara outing yang
ditujukan untuk mempererat hubungan antara atasan dengan bawahan. (2)
Diberikan pelatihan yang intensif dan berkala mengenai cara menangani complaint
dari tamu, dengan tujuan agar staff mengerti bagaimana cara menangani complaint
yang baik.