Anda di halaman 1dari 6

ISSN: 2252-3979

http://ejournal.unesa.ac.id/index.php/lenterabio

Induksi dan Pertumbuhan Kalus Daun Tin (Ficus carica) dengan Penambahan
Berbagai Kombinasi Konsentrasi IBA dan Kinetin pada Media MS
secara In Vitro

Callus Induction and Growth of Fig (Ficus carica) Leaves


with Various Combination Concentration of IBA and Kinetin
Added in Medium MS In Vitro

Rahma Fadilah*, Evie Ratnasari, Isnawati


Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Surabaya
e-mail: rahma.fadilah19@gmail.com

ABSTRAK
Tanaman tin (Ficus carica) merupakan tanaman yang memiliki banyak manfaat. Daun tin digunakan sebagai
obat berbagai penyakit, namun budidaya tanaman tin di Indonesia banyak dijumpai kendala, sehingga diperlukan
teknik perbanyakan secara in vitro. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pengaruh pemberian berbagai
kombinasi konsentrasi zat pengatur tumbuh IBA (Indole-3-butyric acid) dan kinetin (6-fulfurylamino purine) terhadap
induksi dan pertumbuhan kalus daun tin pada media MS (Murashige dan Skoog) secara in vitro dan mengetahui
kombinasi konsentrasi IBA dan kinetin terbaik untuk induksi dan pertumbuhan kalus daun tin. Penelitian
menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan, yaitu (A) MS+0 mg/l IBA+2 mg/l kinetin, (B)
MS+0,5 mg/l IBA+1,5 mg/l kinetin, (C) MS+1 mg/l IBA+1 mg/l kinetin, (D) MS+1,5 mg/l IBA+0,5 mg/l kinetin, (E)
MS+2 mg/l IBA+0 mg/l kinetin dengan 5 ulangan pada tiap perlakuan, sehingga didapatkan 25 unit eksperimen.
Parameter yang diamati adalah kecepatan waktu induksi kalus, biomassa kalus, pembentangan eksplan, tekstur dan
warna kalus. Data biomassa kalus dianalisis dengan ANAVA satu arah, sedangkan data pembentangan, tekstur dan
warna kalus dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian berbagai kombinasi
konsentrasi IBA dan kinetin berpengaruh terhadap induksi dan pertumbuhan kalus daun tin pada media MS secara
in vitro. Kombinasi konsentrasi zat pengatur tumbuh 0,5 mg/l IBA+1,5 mg/l kinetin merupakan kombinasi
konsentrasi yang terbaik untuk induksi dan pertumbuhan kalus daun tin yang ditanam pada media MS secara in
vitro, dengan waktu induksi 20 hari, biomassa kalus (0,712 gram), tekstur kalus kompak dan berwarna hijau.

Kata kunci: Ficus carica; IBA; kinetin; induksi kalus; pertumbuhan kalus.

ABSTRACT
Fig (Ficus carica) is a useful plant. Its leaves can be used as medicine for healing various diseases, but in Indonesia
traditional techniques of fig propagation gets many obstacles. Therefore, in vitro technique is needed. This study aimed to
determine the effect of various combination concentration of IBA (Indole-3-butyric acid) and kinetin (6-fulfurylamino purine) on
the callus induction and growth of Ficus carica leaves in medium MS (Murashige and Skoog) in vitro and to determine the
proper combination of IBA and kinetin to produce the best callus. This research used Completely Randomized Design (CRD)
with 5 treatments, it is (A) MS+0 mg/l IBA+2 mg/l kinetin, (B) MS+0.5 mg/l IBA+1.5 mg/l kinetin, (C) MS+1 mg/l IBA+1
mg/l kinetin, (D) MS+1.5 mg/l IBA+0.5 mg/l kinetin, (E) MS+2 mg/l IBA+0 mg/l kinetin with 5 repetitions for each treatment,
so there are 25 units of experiment. The parameters observed that were the speed of callus induction time, enlargement, callus
texture, and callus colour. Biomass were analyzed by using one-way ANOVA whereas the speed of callus induction time,
enlargement, callus texture and callus colour were analyzed descriptively. The result showed that combination concentration of
0.5 mg/l IBA+1.5 mg/l kinetin is the best combination for callus induction and growth of Ficus carica leaves in medium MS in
vitro, that is the speed of callus induction time at day 20, biomass (0.712 gram), compact texture and green coloured callus.

Key words: Ficus carica; IBA; Kinetin; callus induction; callus growth

PENDAHULUAN karena mengandung banyak senyawa kimia,


Tanaman tin (Ficus carica) merupakan antara lain bergapten, 4,5-dihydropsoralen, rutin,
tanaman yang memiliki banyak manfaat, salah 24-methylene cycloartenol umbelliferone, marmesin,
satunya adalah daunnya yang secara tradisional stigmasterol, -sitosterol, ficusogeninlupeol, taraxsterol
digunakan untuk mengobati berbagai penyakit ester, dan tyrosine moisture (Ahmad dkk., 2013).
142 LenteraBio Vol. 3 No. 3, September 2014: 141146

Pada dasarnya tanaman tin diperbanyak Prosedur penelitian meliputi persiapan,


dengan biji, stek, atau cangkok, namun masih sterilisasi alat dan bahan, pembuatan media MS,
banyak ditemukan berbagai kendala, antara lain inokulasi eksplan dan pengamatan, sebagai
perbanyakan biji sulit tumbuh, cangkok yang berikut:
sangat lambat dan terbatas, serta kualitas bibit Menyiapkan alat-alat yang terbuat dari kaca
yang kurang baik (Dhage dkk., 2012). Oleh karena dan logam yang akan disterilisasi meliputi botol
itu, dibutuhkan metode perbanyakan dengan kultur, cawan petri, gelas ukur, gelas piala, scalpel,
kultur jaringan. Teknik kultur jaringan tanaman dan pinset. Alat-alat gelas dan logam (pinset,
dapat pula digunakan untuk memproduksi scalpel) dibungkus kertas kemudian disterilkan
senyawa-senyawa kimia dari tumbuhan tertentu menggunakan autoklaf dengan suhu 121C
dengan menghasilkan kalus dari bagian tanaman dengan tekanan 1,2-1,3 kg/cm2 selama 20 menit.
tertentu yang nantinya diekstrak senyawanya Media MS dibuat sebanyak satu liter
(Sjahril dkk., 2011). kemudian dibagi lima bagian sama banyak sesuai
Zat pengatur tumbuh yang banyak dengan perlakuan, ditutup dengan plastik PP, dan
digunakan dalam kultur jaringan adalah auksin disterilkan dengan autoklaf dengan suhu 121C
dan sitokinin. IBA merupakan salah satu zat selama 15 menit, kemudian dituang ke dalam
pengatur tumbuh golongan auksin. Peran auksin botol kultur steril masing-masing sebanyak 10 ml,
yang ditambahkan pada media antara lain, ditutup dengan plastik PP dan diikat dengan
merangsang pertumbuhan kalus, merangsang karet gelang. Diberi label A, B, C, D, E untuk
pembentangan sel dan mengatur morfogenesis. membedakan sesuai dengan perlakuan, yakni: (A)
Kinetin merupakan salah satu sitokinin yang 0 mg/l IBA+2 mg/l kinetin, (B) 0,5 mg/l IBA+1,5
sering digunakan dalam kultur jaringan, mg/l kinetin, (C) 1 mg/l IBA+1 mg/l kinetin
berfungsi untuk mempercepat sintesis protein, Inokulasi eksplan dilakukan dalam Laminar
sehingga mendorong pembelahan dan Air Flow Cabinet (LAF) yang telah disterilkan
pembesaran sel (Santoso dan Nursandi, 2002). dengan UV selama 2 jam. Ekplan daun tin
Penelitian yang dilakukan Kim dkk. (2007), diletakkan pada cawan petri steril dan dipotong-
menunjukkan induksi kalus daun tin terbaik potong ukuran 1 cm menggunakan pinset dan
adalah dengan penambahan kombinasi scalpel. Potongan eksplan daun tin dimasukkan
konsentrasi 0,5 mg/l IBA dan 1 mg/l TDZ. dalam botol-botol kultur berisi media MS steril.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya Pengamatan dilakukan mulai dari hari
pengaruh pemberian berbagai kombinasi pertama setelah inokulasi hingga 60 hari.
konsentrasi zat pengatur tumbuh IBA dan kinetin Penelitian ini menggunakan rancangan acak
terhadap induksi dan pertumbuhan kalus daun lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 5
tin pada media MS secara in vitro . Penelitian ini pengulangan, sehingga jumlah total unit
diharapkan bermanfaat untuk memberikan eksperimen sebanyak 25 kali, dimana tiap unit
informasi kepada pembaca tentang produksi atau botol diisi dengan 2 buah eksplan.
kalus dari eksplan daun tin yang nantinya dapat Parameter pertumbuhan kalus yang diukur
dilanjutkan untuk memproduksi senyawa kimia antara lain kecepatan waktu induksi kalus,
melalui teknik kultur jaringan. biomassa kalus, pembentangan eksplan, tekstur
dan warna kalus yang dukur dan diamati pada
BAHAN DAN METODE hari ke-60 setelah inokulasi. Analisis data berupa
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan biomassa kalus dilakukan dengan menggunakan
Januari s.d April 2014, di Laboratorium Kultur uji One Way ANAVA dengan taraf 5% dan apabila
Jaringan UPTD Balai Pembibitan dan Pemuliaan terdapat beda nyata dilanjutkan dengan uji BNT
Tanaman Dinas Pertanian Kota Surabaya. dengan taraf 5%, sedangkan data berupa
Bahan yang diperlukan meliputi tanaman kecepatan waktu induksi, pembentangan eksplan,
eksplan daun tin muda, hara untuk media tekstur dan warna kalus dianalisis secara
Murashige dan Skoog (MS), zat pengatur tumbuh deskriptif.
auksin (IBA) dan sitokinin (kinetin), alkohol 70%
dan 96%, larutan tween 5% dan 10%, antiseptik HASIL
detol, sabun cair, KOH 1M, HCl 1M, kertas saring, Penelitian tentang induksi kalus daun tin
kertas label, plastik wrap, dan plastik PP 0,3 mm. dengan penambahan berbagai konsentrasi IBA
Adapun alat-alat yang digunakan meliputi dan kinetin pada media MS secara in vitro
timbangan analitik, alat-alat gelas, autoklaf, memberikan pengaruh terhadap kecepatan waktu
Laminar Air Flow Cabinet, pinset, scalpel, pisau induksi kalus, pembentangan eksplan dan kalus,
scalpel, serta lampu TL 20 watt. biomassa, serta warna kalus daun tin.
Fadilah dkk.: Induksi dan pertumbuhan kalus daun tin 143

Hasil terbaik yang dapat dilihat dari berupa panjang pada sumbu (x) dan lebar pada
kecepatan waktu induksi adalah pada perlakuan sumbu (y), dengan posisi ibu tulang daun sejajar
B dengan rerata kecepatan induksi kalus terjadi sumbu (y). Hasil pengukuran kemudian
pada hari ke-20. Rata-rata semakin meningkat dikurangi dengan ukuran awal eksplan setelah
yaitu pada perlakuan C dengan rerata kecepatan inokulasi (hari ke-0), yakni 1x1 cm, sehingga
induksi kalus terjadi pada hari ke-22, perlakuan D didapat nilai pembentangan dari dua sisi.
dengan rerata kecepatan induksi kalus terjadi Perlakuan B memiliki biomassa kalus yang
pada hari ke-24, perlakuan A pada hari ke-24 dan terberat, yaitu 0,712 gram dengan rerata
perlakuan E memiliki rerata kecepatan induksi pembentangan eksplan sepanjang 0,68 cm.
kalus terlama yaitu terjadi pada hari ke-26 setelah Perlakuan C seberat 0,662 gram dengan rerata
inokulasi eksplan. pembentangan sepanjang 0,82 cm. Perlakuan A
Biomassa kalus daun eksplan daun tanaman memiliki biomassa seberat 0,345 gram dengan
tin yang terbentuk diamati secara kuantitatif yaitu nilai rerata pembentangan terpanjang, yakni 1,30
dengan cara menimbang kalus yang dihasilkan. cm dan perlakuan E memiliki biomassa 0,08 gram
Pembentangan eksplan diukur pada hari terakhir dan pembentangan 0,80 cm (Tabel 1).
pengamatan (hari ke-60). Data yang diperoleh

Tabel 1. Rerata kecepatan waktu induksi kalus, biomassa kalus, pembentangan eksplan dan kalus, tekstur dan
warna kalus daun tin (Ficus carica) pada penambahan berbagai kombinasi konsentrasi IBA dan kinetin pada media
MS secara in vitro
Hasil
Rerata
Perlakuan Rerata Rerata
Kecepatan Tekstur &
(IBA+Kinetin) Biomassa Pembentangan Gambar Kalus
Induksi Warna
(gram) (cm)
(hari)

Kompak &
A (0 mg/l+2
25 0,345a 1,30 Hijau-
mg/l)
cokelat

B (0,5 mg/l+1,5 Kompak &


20 0,712b 0,68
mg/l) Hijau

Kompak &
C (1 mg/l+1
22 0,662b 0,82 Hijau-
mg/l)
cokelat

Kompak &
D (1,5 mg/l+0,5
24 0,564b 0,63 Hijau-
mg/l)
kehitaman

E (2 mg/l+0 Kompak &


26 0,108a 0.80
mg/l) hijau-cokelat

Keterangan: a,b adalah notasi yang didapatkan dari hasil uji BNT dengan taraf 5%

PEMBAHASAN eksplan dan terbentuknya massa sel yang tak


Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data beraturan, disebut kalus. Menurut Hendaryono
diketahui bahwa pemberian kombinasi zat dan Wijayani (1994), massa sel terbentuk pada
pengatur tumbuh IBA dan kinetin pada media MS seluruh permukaan irisan eksplan, kalus biasanya
memberikan pengaruh terhadap induksi kalus muncul pada sepanjang tulang daun atau di
daun tin (Ficus carica). Eksplan daun tin yang antara tulang daun.
kompeten akan merespon penambahan zat Dalam kultur jaringan induksi kalus
pengatur tumbuh IBA dan kinetin pada media disebabkan oleh luka atau irisan eksplan sebagai
tanam MS ditandai dengan pembentangan respon terhadap hormon baik secara eksogen
144 LenteraBio Vol. 3 No. 3, September 2014: 141146

maupun endogen. Eksplan daun tin yang ditanam dan sifat kompeten dari setiap eksplan (Santoso
pada media MS secara in vitro mengalami dan Nursandi, 2002). Induksi kalus tercepat
pembentangan sebelum membentuk kalus. terjadi pada perlakuan B (0,5 mg/l IBA+1,5 mg/l
Menurut Santoso dan Nursandi (2002), hal kinetin), yakni 20 hari, kemudian perlakuan C, D,
tersebut dikarenakan auksin (IBA) mempunyai A, dan E (lihat Tabel 1).
efek membentangkan sel. Berdasarkan data biomassa pada Tabel 1,
Mekanisme auksin dalam memengaruhi perlakuan B memiliki biomassa kalus yang
pembentangan sel dikenal dengan hipotesis terberat, yaitu 0,712 gram dengan rerata
pertumbuhan asam. IBA mengaktifkan pompa pembentangan eksplan sepanjang 0,68 cm.
proton pada dinding sel dan menginduksi sekresi Perlakuan C seberat 0,662 gram dengan rerata
ion H+ keluar sel. Sekresi ion H+ ini mengaktifkan pembentangan sepanjang 0,82 cm. Perlakuan A
enzim tertentu seperti selulase, hemiselulase, dan memiliki biomassa seberat 0,345 gram dengan
pektinase yang berperan dalam pemutusan nilai rerata pembentangan terpanjang, yakni 1,30
beberapa ikatan hidrogen pada rantai molekul cm dan perlakuan E memiliki biomassa 0,08 gram
selulosa yang menyusun dinding sel, sehingga dan pembentangan 0,80 cm. Hasil Analisis Beda
dinding sel menjadi melentur dan meregang, Nyata Terkecil pengaruh kombinasi penambahan
selain itu keluarnya ion H+ menyebabkan dinding zat pengatur tumbuh IBA dan kinetin pada media
sel menjadi asam. Pengasaman dinding sel MS terhadap pertumbuhan biomassa kalus daun
tersebut menyebabkan ion K+ diambil dari dalam tin. Perlakuan A dan E memiliki notasi yang sama
sel dan pengambilan ini membuat potensial air (notasi a) sehingga kedua perlakuan tersebut
dalam sel berkurang, sehingga air masuk ke tidak berbeda nyata. Perlakuan B, C dan D
dalam sel secara osmosis dan menyebabkan sel memiliki notasi yang sama (notasi b) sehingga
mengalami pembentangan (Salisbury dan Ross, ketiga perlakuan tersebut tidak berbeda nyata,
1995). namun berbeda nyata dengan perlakuan A dan E.
Penambahan sitokinin berupa kinetin juga Hal ini menunjukkan bahwa pemberian berbagai
memberikan respon pada eksplan daun tin. kombinasi konsentrasi IBA dan kinetin
Dalam kegiatan kultur jaringan, sitokinin berpengaruh terhadap biomassa kalus eksplan
berperan dalam menstimulasi terjadinnya daun tin. Hanya dengan penambahan salah satu
pembelahan sel dan proliferasi kalus. Kinetin zat pengatur tumbuh, IBA saja (perlakuan E) atau
yang ditambahkan pada media kultur akan kinetin saja (perlakuan A) hasil keduanya tidak
menaikkan laju sintesis protein sehingga berbeda nyata. Begitu pula dengan pemberian
mendorong pembesaran dan pembelahan sel keduanya, IBA dan kinetin (perlakuan B, C dan D)
(mitosis). Sitokinin berperan terutama dalam hasil antara ketiganya juga tidak berbeda nyata.
pembentukan benang gelendong dalam tahap Pada perlakuan A dan E, selain mengalami
metafase (Watimena, 1992). Sitokinin mendorong waktu induksi kalus yang lama, biomassa kalus
pembelahan sel dalam biakan jaringan dengan yang dihasilkan juga rendah dan tidak semua
cara meningkatkan peralihan dari G2 (sesudah eksplan mengalami induksi kalus. Eksplan pada
replikasi DNA) ke mitosis, karena sitokinin tiap ulangan mengalami pembentangan, namun
menaikkan laju sintesis protein. Sintesis protein nilai pembentangan pada perlakuan E lebih
dapat ditingkatkan dengan cara memacu rendah daripada nilai pembentangan pada
pembentukan RNA-messenger dan menjaga perlakuan C dimana seluruh eksplan daun tin
kestabilannya, sehingga mempercepat translasi mengalami induksi kalus di seluruh permukaan
pesan genetik menjadi protein (Salisbury dan eksplan, begitu pula pada perlakuan B yang
Ross, 1995). Adanya interaksi antara peran auksin menghasilkan biomassa paling berat, namun nilai
dan peran sitokinin yang sama-sama pembentangannya lebih rendah dibanding
ditambahkan pada media dengan kombinasi yang perlakuan A, C dan E. Hal ini dikarenakan
tepat akan menyebabkan eksplan daun tin eksplan pada perlakaun B memiliki sifat yang
mengalami induksi kalus. kompeten dan determinan yang tinggi, sehingga
Kecepatan induksi kalus yang terjadi pada segera setelah membentang eksplan membelah
eksplan daun tin berbeda pada setiap perlakuan, dan membentuk kalus yang terus tumbuh dan
bahkan dari hasil penelitian, terdapat eksplan memadat, berbeda dengan perlakuan C yang
yang tidak mengalami induksi kalus sama sekali. pertumbuhan kalusnya menyebar ke samping
Hal ini bergantung dari respons setiap eksplan, (sisi-sisi eksplan). Sugiyama (1999), mengatakan
karena selain penambahan zat pengatur tumbuh bahwa, sel pada jaringan eksplan harus memiliki
berupa auksin dan sitokinin pada media, respon sifat kompeten. Sifat kompeten merupakan
sel-sel eksplan juga dipengaruhi hormon endogen kemampuan dari sel atau jaringan untuk
Fadilah dkk.: Induksi dan pertumbuhan kalus daun tin 145

merespon sinyal dari zat pengatur tumbuh yang senyawa fenol. Jika fenol yang terbentuk
ditambahkan, sehingga sel atau jaringan dapat mengalami oksidasi, maka dapat menyebabkan
berkembang. Pada perlakuan D memiliki nilai kalus berwarna cokelat (Pierik 1987 dalam Hayati,
pembentangan paling rendah, karena eksplan 2010).
pada perlakuan D juga memiliki sifat determinan Warna kalus yang dianggap baik adalah
(kemampuan untuk terus tumbuh) yang cukup warna kalus yang hijau, karena masih banyak
tinggi dan menyebabkan kalus tumbuh memadat. mengandung klorofil (Yelnititis, 2012). Warna
Hal tersebut menunjukkan bahwa induksi kalus yang kecoklatan akibat browning dianggap
kalus pada tiap perlakuan bergantung dari tidak bagus karena hal tersebut menunjukkan
kombinasi konsentrasi antara auksin (IBA) dan kemunduran kualitas suatu kalus yang nantinya
sitokinin (kinetin) yang ditambahkan dalam akan berakibat pada kematian eksplan atau kalus
media serta tingkat kemampuan sel dari masing- (Katuuk, 1989).
masing eksplan. Pada perlakuan Adan E, sel-sel Berdasarkan hasil dan pembahasan
dari eksplan daun tin hanya membentang saja, penelitian mengenai induksi kalus daun tanaman
tidak mampu hingga ke tahap pembelahan tin dengan penambahan berbagai kombinasi
(dediferensiasi) dengan baik dan merata ada tiap konsentrasi IBA dan kinetin secara in vitro, jenis
ulangan, sedang pada perlakuan C, B dan D sel- dan konsentrasi zat pengatur tumbuh yang
sel dari eksplan daun tin mengalami ditambahkan pada media MS merupakan faktor
pembentangan dan mampu hingga ke tahap penting dalam mengontrol pembentukan kalus.
pembelahan sel (dediferensiasi) dengan baik Jenis dan konsentrasi yang dibutuhkan untuk
sehingga banyak terbentuk kalus. Sifat kompeten menginduksi kalus dapat berbeda sesuai dengan
dari tiap eksplan juga menentukan kecepatan jenis atau spesies tanaman yang digunakan
waktu induksi dan biomassa kalus yang sebagai eksplan. Sifat totipotensi dan kompeten
dihasilkan. Smith (2012), mengatakan bahwa, sel pada eksplan juga berperan penting dalam
tidak terbentuknya kalus pada eksplan daun pembentukan dan perkembangan kalus. Hanya
dapat dikarenakan sel-sel pada eksplan tersebut sel-sel yang kompeten untuk mengekspresikan
tidak memiliki kompetensi dalam totipotensi yang mampu merespon sinyal berupa
mengekspresikan sifat totipotensi. zat pengatur tumbuh yang ditambahkan pada
Tekstur kalus yang dihasilkan pada media, sehingga dalam pelaksanaannya, tidak
penelitian ini bertipe kompak dengan warna kalus semua eksplan mampu menghasilkan kalus.
yang bervariasi. Secara keseluruhan, warna kalus Dilihat dari waktu induksi kalus tercepat,
yang dihasilkan pada penelitian ini didominasi biomassa kalus terberat, dan warna kalus terbaik
warna hijau-cokelat. Penambahan IBA dan adalah pada perlakuan B, yakni media MS dengan
kinetin dalam media juga berpengaruh pada penambahan kombinasi konsentrasi 0,5 mg/l IBA
warna kalus yang terbentuk. IBA sebagai auksin dan 1,5 mg/l kinetin.
berperan dalam menghambat pembentukan
klorofil, sedang kinetin berperan dalam SIMPULAN
mendorong pembentukan klorofil (Santoso dan Pemberian berbagai kombinasi konsentrasi
Nursandi, 2002). Berdasarkan hasil penelitian, IBA dan kinetin berpengaruh terhadap induksi
warna kalus yang dihasilkan perlakuan B (0,5 dan pertumbuhan kalus daun tin (Ficus carica)
mg/l IBA+1,5 mg/l kinetin) masih terlihat warna pada media MS secara in vitro. Penambahan zat
hijau yang lebih banyak dibanding perlakuan C (1 pengatur tumbuh 0,5 mg/l IBA dan 1,5 mg/l
mg/l IBA+1 mg/l kinetin), sedang warna kalus kinetin merupakan kombinasi konsentrasi yang
yang dihasilkan perlakuan C masih terlihat warna terbaik untuk kecepatan waktu induksi (20 hari),
kuning yang lebih banyak dibanding perlakuan D biomassa (0,712 gram) dan warna kalus daun tin
(1,5 mg/l IBA+0,5 mg/l kinetin). Hal ini (hijau) yang ditanam pada media MS secara in
menunjukkan bahwa konsentrasi auksin yang vitro.
semakin tinggi dan sitokinin yang makin rendah, UCAPAN TERIMA KASIH
menyebabkan kalus mengalami reduksi klorofil Kami mengucapkan terima kasih kepada
dan warna menjadi lebih kuning atau cokelat. Laboratorium Kultur Jaringan UPTD Balai
Menurut Santoso dan Nursandi (2002), Pembibitan dan Pemuliaan Tanaman Dinas
pencokelatan (browning) merupakan suatu proses Pertanian Kota Surabaya atas penyediaan tempat
perubahan adaptif bagian tanaman akibat adanya penelitian.
pengaruh fisik atau biokimia seperti, memar,
pengupasan, atau pemotongan. Respon eksplan
terhadap luka adalah dengan mengeluarkan
146 LenteraBio Vol. 3 No. 3, September 2014: 141146

DAFTAR PUSTAKA Multiple Shoot and Plant Regeneration from


Ahmad J, Khan I, Khan S, Iqbal D, 2013. Leaves Segment of Fig Tree (Ficus carica L.).
Evaluation of Antioxidant and Antimicrobial Korea: Journal of Plant Biology, August 2007,
Activity of Ficus carica Leaves an In Vitro 50(4): 440-446.
Approach. India: An open access journal of Santoso U dan Nursandi F. 2002. Kultur Jaringan
Plant Pathology & Microbiology, ISSN: 2157- Tanaman. Malang: UMM Press.
7471, JPPM. Salisbury BF dan Ross WC. 1995. Fisiologi
Dhage SS, Pawar BD, Chimote VP, Jadhav AS, and Tumbuhan Jilid 3. Bandung: Penerbit ITB.
Kale AA. 2012. In Vitro Callus Induction and Sjahril R, Sengin EL, Musa Y, Dachlan A, Mantja
Plantlet Regeneration in Fig (Ficus carica L.). K, Feranita, 2011. Pembiakan In Vitro. Bahan
India: Journal of Cell and Tissue Research Vol. Ajar. http://www.unhas.ac.id/lkpp.
12(3) 3395-3400 (2012). Diunduh tanggal 13 Maret 2013.
Hayati K, Surya, Nurchayati Y, Setiari N. 2010. Smith R. 2012. Plant Tissue Culture.
Induksi Kalus dari Hipokotil Alfalfa (Mediago http://elsevier/books/plant-tissue-
sativa I.) secara in vitro dengan Penambahan culture/smith. Diunduh tanggal 17 Juni 2014.
Benzyl Amino Purin (BAP) dan -Naphtalene Sugiyama M. 1999. Organogenesis In Vitro
Acetic Acid (NAA). Jurnal BIOMA, 12 (1): 6-12. Current Opinion in Plant Biology 2:6164
Hendaryono DPS dan Wijayani A. 1994. Teknik Wattimena GA 1992. Bioteknologi Tanaman.
Kultur Jaringan. Yogyakarta: Kanisius. Departemen P dan K. Dirjen Pendidikan
Katuuk JRP, 1989. Tekhnik Kultur Jaringan dalam Tinggi. PAU Bioteknologi Bogor.
Mikropropagasi Tanaman. Jakarta: Departemen Yelnititis. 2012. Pembentukan Kalus Remah Dari
Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Eksplan Daun Ramin (Gonystylus bancanus
Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek (Miq) Kurz.) Friable callus induction from
Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga leaves explant of ramin (Gonystylus bancanus
Kependidikan. (Miq) Kurz.). Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan
Kim KM, Kim YM, Yun PY, Chandrasekhar T, Lee Vol 6 : 181 194.
HY, and Song PS. 2007. Production of

Anda mungkin juga menyukai