Anda di halaman 1dari 7

Teknik bayi tabung atau Fertilisasi in Vitro (FIV) dikembangkan untuk menangani pasien suami

istri infertil yang gagal memperoleh keturunan (Syarief Thaufik., 2013).

Hiperstimulasi Ovarium Terkendali (HOT) adalah salah satu prosedur pemberian regimen
stimulator ovarium yang banyak digunakan pada penanganan pasien yang mengikuti program bayi
tabung. Tujuannya ini adalah untuk merangsang pertumbuhan dan pematangan banyak folikel
pada saat bersamaan (Handbook of In Vitro Fertilization, Fourth Edition. 2017).

Pada siklus haid yang dirangsang dengan prosedur HOT terjadi peningkatan kadar hormon steroid
(estrogen dan progesteron) sebagai dampak dari pertumbuhan dan perkembangan multi folikel
ovarium (Handbook of In Vitro Fertilization, Fourth Edition. 2017).

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menentukan kadar hormon estrogen dalam sampel
darah (Ian A., 2010; Anthony N., et al. 2012; Bo Sun., et al. 2010)

Terdapat pula beberapa penelitian yang dilakukan untuk menentukan kadar estrogen dalam
sampel urin (Leon, Brandlow., et al. 1998; Cher, Dallal., et al. 2010; Gertraud, Maskarinec., et al.
2012)

Belum terdapat penelitian yang menetukan adanya korelasi peningkatan kadar estrogen pada
darah terhadap kadar estrogen dalam urin pada pasien dengan terapi HOT

Analisis kuantitatif penentuan kadar estrogen pada darah wanita yang diterapi HOT dan
membandingkan dengan kadar estrogen pada urin wanita yang diterapi HOT menggunakan ELISA

1
2
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Fertilisasi in vitro (FIV) merupakan salah satu cara bagi pasangan infertil
untuk memperoleh keturunan. Kebanyakan ahli sepakat, bahwa teknik Bayi
Tabung pada prinsipnya hanya digunakan bagi pasutri yang dengan cara alami,
atau dengan kata lain, terdapat beberapa keadaan yang tidak memungkinkan
pasutri tersebut mendapatkan anak secara alami, seperti kelainan pada tuba,
gangguan ovulasi, faktor infertilitas suami, endometriosis berat dan unexplained
infertility (Baziad, A., 2007).
Salah satu tahapan dalam teknik FIV adalah calon ibu akan diberi obat-
obatan hormonal sebagai pemicu ovulasi agar menghasilkan banyak sel telur.
Perangsangan dilakukan 5-6 minggu, sampai sel telur matang dan cukup untuk
dibuahi. Tahapan tersebut disebut juga Hiperstimulasi Ovarium Terkendali (HOT)
atau dalam dunia kedokteran disebut Controlled Ovarian Hyperstimulation
(COH). Prinsip stimulasi ovarium adalah untuk mengendalikan agen yang
meningkatkan konsentrasi serum Follicle Stimulating Hormone (FSH), melebihi
ambang FSH dimana peningkatan atau pematangan folikel terjadi (jika induksi
ovulasi) atau memperpanjang periode atau jendela di mana ambang batas FSH
terlampaui. Melebihi tingkat FSH fisiologis dan pola akan menyebabkan
pertumbuhan folikel multipel yang dominan (Handbook of In Vitro Fertilization,
Fourth Edition. 2017).
Konsep stimulasi ovarium pada FIV adalah untuk menginduksi
pertumbuhan folikel yang dominan untuk mendapatkan beberapa oosit matang
dan berkualitas baik untuk FIV. Hal ini menyebabkan oosit yang lebih banyak
dibuahi untuk kultur embrio dan seleksi akhir untuk transfer dan
cryopreservation. Hal ini memungkinkan pasien untuk mendapatkan peluang
kehamilan berikutnya tanpa kebutuhan akan stimulasi ovarium berulang dan
pengambilan oosit, yang memakan waktu dan beban pada pasien (Handbook of In
Vitro Fertilization, Fourth Edition. 2017). FSH sendiri berperan merangsang
perbesaran folikel ovarium dan bersama-sama Lutheinizing Hormone (LH) akan
merangsang sekresi estrogen dan ovarium. Selama siklus menstruasi yang normal,
konsentrast FSH dan LH akan mulai meningkat pada hari-hari pertama. Kadar

1
FSH akan lebih cepat meningkan dibandingkan LH dan akan mencapai puncak
pada fase folikular, tetapi akan menurun sampai kadar yang yang terendah pada
fase preovulasi karena pengaruh peningkatan kadar estrogen lalu akan meningkat
kembali pada fase ovulasi (Anwar, Ruswana., 2005). Selain itu, pada siklus haid
yang dirangsang dengan prosedur HOT terjadi peningkatan kadar hormon steroid
(estrogen dan progesteron) sebagai dampak dari pertumbuhan dan perkembangan
multi folikel ovarium (Handbook of In Vitro Fertilization, Fourth Edition., 2017).
Dari penjabaran tersebut dapat disimpulkan bahwa hormon steroid (estrogen)
dapat digunakan untuk mendeteksi kematanagn ovum agar siap dibuahi oleh sel
sperma. Oleh karena hal tersebut maka hormon estrogen dapat dijadikan penanda
atau marker untuk menunjukkan kematangan dari ovum.
Estrogen sendiri dieliminasi dari tubuh melalui konversi metabolik menjadi
metabolit tidak aktif secara estrogenik yang diekskresikan urin dan / atau kotoran.
Langkah pertama dalam metabolisme estrogen adalah hidroksilasi yang dikatalisis
oleh enzim sitokrom P450 (CYP). Karena kebanyakan isoform CYP banyak
diekspresikan di hati, metabolisme estrogen terutama terjadi di hati. Metabolit
estradiol, 2-hydroxyestradiol, dikatalisis oleh CYP1A2 dan CYP3A4 di hati, dan
oleh CYP1A1 dalam jaringan ekstrahepatik. Namun, CYP1B1 yang sangat
diekspresikan pada jaringan target estrogen termasuk mammae, ovarium, dan
uterus, secara khusus mengkatalisis 4-hidroksilasi estradiol (Tsuchiya, Yuki.
2004)
Sebelumnya telah ada beberapa penelitian telah dilakukan untuk
menentukan kadar hormon estrogen dalam sampel darah seperti pada penelitian
yang dilakukan oleh Blair, Ian A., 2010; Anthony N., et al. 2012; Bo Sun., et al.
2010. Penelitian tersebut dilakukan untuk mengukur konsentrasi hormon estrogen
(estradiol) dalam serum maupun darah pasien wanita setelah menepouse, juga
menentukan kadar hormon selama masa HOT. Terdapat pula beberapa penelitian
yang dilakukan untuk menentukan kadar estrogen dalam sampel urin (Brandlow,
Leon., et al. 1998; Dallal ,Cher., et al. 2010; Maskarinec, Gertraud., et al. 2012),
namun dalam penelitian tersebut tidak dikaitkan dengan pengaruh terapi HOT
pada pasien FIV.

2
Selain itu, belum terdapat penelitian yang menetukan adanya korelasi
peningkatan kadar estrogen pada darah terhadap kadar estrogen dalam urin pada
pasien dengan terapi HOT.
Metode analisa kadar estrogen pada penelitian ini akan dilakukan
menggunakan metode Enzym Linked Immuno Sorbent Assay (ELISA). Penetuan
estrogen dalam urin pada penelitian sebelumnya dapat dilakukan dengan
menggunakan beberapa metode, diantaranya ELISA, Radioimmunoassay (RIA),
GC-MS (Dallal ,Cher., et al. 2010). Dari beberapa penelitian penentuan kadar
estrogen dalam urin dengan menggunakan metode analisis tersebut belum terdapat
penelitian yang dilakukan untuk menemukan adanya korelasi antara kadar
estrogen dalam darah dengan kadar estrogen dalam urin dengan adanya pengaruh
terapi HOT pada pasien FIV. Penerapan metode ELISA dalam praktik klinis atau
untuk proyek penelitian diharapkan menjadi metode yang murah, cepat dan akurat
sehingga akan lebih mudah dalam pelaksaan dan pengambilan keputusan klinis
terhadap penyakit tertentu. Selain itu, ELISA merupakan metode yang dapat
digunakan karna dinilai sangat sensitif, mempunyai reprodusibilitas yang baik
untuk mendeteksi konsentrasi estrogen yang rendah (Brandlow, H Leon., et al.,
1998).
Penelitian ini memiliki tujuan untuk mendapatkan adanya korelas dan
informasi antara konsentrasi estrogen dalam urin dengan konsentrasi estrogen
dalam darah pasien dengan terapi HOT sehingga mampu memberikan kontribusi
penegakan keputusan masa kematangan folikel pada pasien FIV yang diterapi
HOT selain menggunakan data dari sampel darah. Selain itu, adanya penelitian
ini diharapkan menjadi informasi penting bahwa metode ELISA dapat digunakan
untuk membantu mendeteksi kadar estrogen dalam urin secara tepat dan akurat.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut :
a. Apakah terdapat hubungan yang linier antara konsentrasi estrogen dalam
darah dengan konsentrasi estrogen dalam urin pada pasien yang menjalani

3
teknik Fertilisasi in vitro (FIV) dengan terapi hiperstimulasi ovarium
terkendali (HOT) menggunakan metode ELISA?
1.3 Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian sebagai berikut :

a. Mengetahui adanya hubungan yang linier antara konsentrasi estrogen


dalam darah dengan konsentrasi estrogen dalam urin pada pasien yang
menjalani teknik Fertilisasi in vitro (FIV) dengan terapi hiperstimulasi
ovarium terkendali (HOT) menggunakan metode ELISA.
1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki manfaat sebagai berikut :


a. Mendapatkan informasi hubungan yang linier antara konsentrasi estrogen
dalam darah dengan konsentrasi estrogen dalam urin pada pasien yang
menjalani teknik Fertilisasi in vitro (FIV) dengan terapi hiperstimulasi
ovarium terkendali (HOT) menggunakan metode ELISA
b. Penelitian ini diharapkan menjadi informasi penting bahwa metode ELISA
dapat digunakan untuk membantu mendeteksi kadar estrogen dalam urin
secara tepat dan akurat.

4
Hormon estrogen merupakan salah satu hormon steroid kelamin, karena
mempunyaistruktur kimia berintikan steroid yang secara fisiologik
sebagian besar diproduksi olehkelenjar endokrin sistem produksi wanita. Pria
juga memproduksi estrogen tetapi
dalam jumlah jauh lebih sedikit, fungsi utamanya berhubungan erat dengan fung
si alat kelamin primer dan sekunder wanita

Estogen alamiah yang terpenting adalah estradiol (E


2
), estron (E
1
), dan estriol (E
3
).Secara biologis, estradiol adalah yang paling aktif. Perbandingan khasiat
biologis dariketiga hormon tersebut E
2
:E
1
:E
3
= 10 : 5 : 1.

Induksi ovulasi bertujuan untuk menciptakan kondisi ovulasi dengan cara memproduksi
satu folikel matur yang nantinya akan berovulasi. Induksi ovulasi akan memperbaiki
gangguan ovulasi yang berguna mendapatkan ovulasi dan kehamilan. Stimulasi ovarium
diberikan baik pada wanita normal dengan ovulasi teratur ataupun pada wanita dengan
gangguan ovulasi, bertujuan untuk mendapatkan folikel yang banyak sehingga akan
meningkatkan angka kehamilan. Pada fertilisasi in vitro, prosedur stimulasi ovarium akan
menghasilkan lebih dari satu komplek oosit cumulus sehingga setelah dilakukan
fertilisasi akan menghasilkan lebih banyak embrio untuk ditransfer dan disimpan beku
(Macklon et al., 2006).

Anda mungkin juga menyukai