Anda di halaman 1dari 3

Setelah perusahaan menerapkan sistem jaminan halal, maka perlu dilakukan

penilaian terhadap penerapan SJH pada perusahaan tersebut. hal ini bertujuan
untuk menilai apakah penerapannya sudah sesuai dengan sertifikasi halal atau
belum. Hal-hal yang masuk dalam penilaian penerapan SJH meliputi, prinsip
penilaian atas dokumentasi dan implementasi SJH di perusahaan, pelaksanaan
audit, dan kriteria perusahaan. Setelah dilakukan pemeriksaan, kemudian LPPOM
memberikan penilaian sesuai dengan kategori yang telah tersedia, misal A, B, C,
atau bahkan D. Hasil penilaian pelaksanaan SJH akan diberikan kepada
perusahaan oleh LPPOM MUI dalam bentuk Status SJH dan Sertifikat SJH.
Status SJH akan diterbitkan setelah pelaksanaan audit SJH, sedangkan sertifikat
SJH akan diterbitkan jika perusahaan telah mendapatkan Status SJH dengan
kategori A dua kali berturut-turut.
Perusahaan yang menerapkan Sistem Jaminan Halal tentu akan merasakan
manfaatnya. Manfaat yang diperoleh dengan menerapkan SJH antara lain:
1. Perusahaan memiliki pedoman dalam menjaga kesinambungan
proses produksi halal
2. Menjamin kehalalan produk selama berlakunya Sertifikat Halal MUI.
3. Memberikan Jaminan dan ketentraman batin bagi masyarakat.
4. Mencegah terjadinya kasus-kasus yang terkait dengan penyimpangan
yang menyebabkan ketidakhalalan produk terkait dengan sertifikat
halal.
5. Menghindari kasus ketidakhalalan produk bersertifikat halal yang
menyebabkan kerugian perusahaan
6. Meningkatkan kepercayaan konsumen atas kehalalan produk yang
dikonsumsinya.
7. Membangun kesadaran internal halal perusahaan untuk bersamasama
menjaga kesinambungan produksi halal
8. Reward dari lembaga eksternal (memperoleh dan mempertahankan
sertifikat halal) dan pengakuan masyarakat (customer satisfaction).
Hampir sama halnya dengan HACCP plan, pada Sistem Jaminan Halal juga
terdapat beberapa langkah seperti pembuatan HACCP plan. Jadi pada Sistem
Jaminan Halal, terdapat bahan-bahan yang dianggap kritis, maksudnya bahan
tersebut berarti memiliki risiko yang cukup besar menjadi makanan yang haram.
Sehingga hal ini dapat diatasi dengan penentuan titik kritis. Penentuan titik kritis
keharaman dapat dilakukan dengan menggunakan pohon keputusan. Pohon
keputusan untuk menentukan titik kritis dibagi menjadi 5 (lima), antara lain
identifikasi titik kritis bahan, identifikasi titik kritis penyimpanan dan lini
produksi, identifikasi titik kritis distribusi, identifikasi titik kritis pemajangan
(display), dan identifikasi titik kritis penyembelihan. Masing-masing dari pohon
keputusan tersebut terdapat pertanyaan-pertanyaan yang telah disesuaikan untuk
menentukan apakah titik kritis keharaman atau bukan. Selain pohon keputusan
penentuan titik kritis keharaman, terdapat pula pohon keputusan untuk prosedur
penentuan status bahan, jadi dengan pohon keputusan maka dapat diketahui atau
ditentukan apakah bahan dapat digunakan atau tidak dapat digunakan. Setelah
ditentukan titik kritis keharaman, selanjutnya adalah menetukan informasi kunci,
tindakan koreksi, verifikasi, dan dokumentasi pada bahan maupun proses
produksi. Langkah-langkah ini hampir sama dengan 7 prinsip dalam pembuatan
HACCP plan. Tujuannya adalah untuk mencegah adanya keharaman dalam
produk pangan. Berikut merupakan contoh penetapan pada bahan.
Nama Titik kritis Informasi Tindakan Verifikasi Dokumentasi
bahan kunci koreksi
Daging Hewan Sertifikat
Tolak Peringatkan Tindakan
Gelatin halal halal bahan jika pemasok perbaikan
Proses informasi Verifikasi
penyembeli dikemasan
han tidak
sesuai
dengan
sertifikat
halal
Dalam Sistem Jaminan Halal terdapat pula SOP (Standard Operting
Procedure). SOP halal dibuat agar perusahaan mempunyai prosedur baku untuk
mencapai tujuan penerapan Sistem Jaminan Halal yang mengacu kepada
kebijakan halal perusahaan. SOP halal terbagi menjadi 6 (enam) macam, yaitu
SOP pembelian bahan, SOP pemeriksaan dan penerimaan bahan, SOP
penggantian dan penambahan pemasok baru, SOP penggunaan bahan baru, SOP
produksi halal, dan SOP perubahan formula dan pengembangan produk baru. Jadi
setiap kegiatan pasti ada SOP halalnya. Berikut merupakan contoh dari SOP
pembelian bahan:
1. Bahan yang dibeli harus mengacu pada daftar bahan yang telah diketahui
oleh LP POM MUI.
2. Pembelian harus dapat menjamin bahwa bahan yang akan dibeli sesuai
dengan data yang tertera pada sertifikat halal atau dokumen halal (nama
dan kode bahan, nama perusahaan, nama dan lokasi pabrik).
3. Dokumen pembelian harus terdokumentasi dengan baik dan lengkap.

Anda mungkin juga menyukai