Disusun oleh :
Asisten :
1. Yayan Priyo Handoko
2. Seno Dwi Pratama Putra
3. Safira Cahya Rosjadi
4. Debra Nastasya Ulfha
5. Herinda Putri Septianti
1. 1 Latar Belakang
Karet alam merupakan salah satu komoditi pertanian yang sangat baik untuk
lingkup internasional dan terutama di Indonesia. Di Indonesia karet merupakan
salah satu hasil pertanian terkemuka karena banyak menunjang perekonomian
negara. (Sadjad, 1993) Ekspor karet merupakan penghasil devisa kedua setelah
kelapa sawit. Nilai ekspor karet alam pada tahun 2010 berdasarkan data Gapindo
(2011) mencapai US$ 7.326.605.391. porsi ekspor terbesar adalah karet
spesifikasi teknis (Technically Spesified Rubber, TSR). Ekspor TSR dengan
kodifikasi Standar Indonesian Rubber (SIR) jenis SIR 20 mencapai 2.165.148 ton
atau sekitar dari total ekspor karet alam (Direktorat Jendral Kerjasama
Perdagangan Internasional, 2006).
Indonesia sebagai negara dengan perkebunan terluas di dunia memiliki
potensi sebagai penghasil karet terbesar di dunia. Pada tahun 2009 total luas
perkebunan karet indonesia sebesar 3.435.270 hektar dengan produksi total karet
alam sebanyak 2.440.347 ton. Total luas kebun dan produksi karet alam
meningkat pada tahun 2010 menjadi 3.445.121 hektar dengan total produksi karet
alam sebesar 2.591.935 ton (Ditjenbun, 2012). Diantaranya 85% merupakan
perkebunan karet milik rakyat dan hanya 7% perkebunan besar negara serta 8%
perkebunan milik swasta. Kriteria mutu dari komoditi perkebunan karet sangat
ditentukan oleh perlakuan pada setiap tahapan proses produksinya. Dimana
tahapan proses pengolahan dan spesifikasi alat dan mesin yang digunakan yang
menjamin kepastian mutu harus didefinisikan secara jelas. (Maryadi, 2005)
Pada umunya mutu karet alam yang dihasilkan perkebunan rakyat masih
rendah karena alat dan pengolahannya yang sangat sederhana. Karet alam
menunjukkan harga yang tidak stabil karena makin meningkat produksi karet
sintetis misal butty rubber (BR), styrene butadin rubber (SBR) dan lain-lain. Jenis
karet sintetis ini mempunyai sifat-sifat khusus yang labih baik dibandingkan
dengan karet alam. (Sri, 1995) Oleh karena itu, perlu dipelajari sifat-sifat karet
alam dan cara pengolahannya yang baik dan benar sehingga dapat menghasilkan
karet yang berkualitas dan petani perkebunan karet dapat menghasilkan karet alam
yang mampu bersaing dengan karet sintetis
Dengan adanya praktikum kunjungan lapang disalah satu pabrik karet yaitu
PTPN XII Renteng ini diharapkan mahasiswa mengerti kondisi karet alam saat ini
dan mengetahui pengolahan karet yang secara tepat dalam meningkatkan
perbaikan mutu karet alam nantinya. Kompetensi mahasiswa dinilai sangat kurang
jika tidak mengetahui secara langsung gambaran teknologi pengolahan hulu karet.
Notabene teori yang diberikan selama kegiatan perkuliahan belum tentu seperti
apa yang ada dilapang
1. 2 Tujuan
Adapun tujuan dilakukan kunjungan lapang yaitu:
1. Mahasiswa dapat mengetahui proses pengolahan karet
2. Mahasiswa dapat membandingkan antara teori dalam kuliah dan kenyataan
dalam lapang tentang proses pengolahan karet.
1. 3 Luaran
Adapun luaran yang kami harapkan yaitu kunjungan yang dilakukan oleh
mahasiswa mendapat ilmu tentang lateks sehingga bias di sebar luaskan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Penyadapan Karet
Ada tiga komoditas yang dihasilkan dari kebun renteng antara lain yaitu:
Karet, Kopi dan Kakao. Sedangkan yang diproses di PTPN XII Kebun Renteng
sendiri yaitu komoditas lateks sebagai ribbed smoked sheet (RSS) atau lembaran
yang diasapi. Lateks merupakan lokoid atau beberapa butiran telur yang
dihasilkan dari proses penyadapan getah karet
Perkebunan karet PTPN XII Renteng Kabupaten Jember memiliki luas 800
hektar dengan investasi per tahunnya sebesar 633 ton. Lateks yang dihasilkan dari
tanaman karet Perkebunan Renteng Kabupaten Jember merupakan produk lateks
terbaik di wilayah Propinsi Jawa Timur. Jenis karet yang dihasilkan adalah karet
sheet.
Kualitas lateks hasil sadap dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya
sistem sadap. Jika sistem yang dilakukan baik atau sesuai, maka lateks yang
dihasilkan mempunyai mutu yang baik. Penyadapan yang baik dilakukan pada
waktu dini hari. Waktu penyadapan sebaiknya dilakukan jam 5.00 7.30 pagi.
Pada jam-jam tersebut, keadaan tanaman dalam tekanan turgor tinggi sehingga
lateks yang keluar maksimal. (Lukman, 1985) Jika penyadapan dilakukan
menjelang siang hari, adanya panas berdampak terjadinya penguapan dan lateks
yang dihasilkan sedikit Perkebunan renteng melakukan penyadapan tepatnya
pukul 03.00-05.00 WIB dan sampai dipabrik pada pukul 07.00 WIB.. Setelah
dilakukan penyadapan, sesegera mungkin lateks diangkut menuju pabrik untuk
diolah agar tidak menggumpal. Lateks yang menggumpal sebelum proses
pengolahan memberikan mutu yang rendah.
Getah karet hasil sadapan yang telah dikumpulkan di batok atau mangkok
dimasukkan ke dalam tong plastik (bull) hingga kapasitas tong memenuhi syarat.
Bull penyimpanan karet mempunyai daya tampung sekitar 33 Liter. Di dalam Bull
terdapat sebuah saringan yang berfungsi menghambat kotoran saat penyadapan.
Ammonia ditambahkan pada saat proses penyadapan dengan tujuan untuk
mencegah pembekuan (penggumpalan) getah lateks, sehingga penambahan
ammonia disini berperan sebagai zat antikoagulan.
Terdapat 3 tipe penyadapan yaitu penyadapan tipe D1, D2 dan D3. D1 yaitu
proses penyadapan yang dilakukan setiap hari, D2 yaitu proses penyadapan yang
dilakukan 2 hari sekali sehingga getah karet yang dihasilkan lebih encer.
Sedangkan tipe yang lain yaitu tipe penyadapan D3 yaitu proses penyadapan
dilakukan 3 hari sekali, hasil getah karet yang dihasilkan lebih kental. (Goutara,
dkk, 1985) Di Perkebunan Renteng menggunakan tipe penyadapan D2 dan D3.
2.2 Pengiriman ke Pabrik
Karet yang sudah disadap dikirim ke pabrik jam 7 pagi dengan menggunakan
kendaraan. Lateks diangkut dari TPH ke pabrik dilakukan secara cepat, tanpa
penundaan waktu lama karna mikroba dapat menyesuaikan diri dalam lingkungan
lateks mengandung amoniak sehingga semakin lama aktivitas mikroba dapat
meningkat untuk merusak lateks dan akibatnya mutunya menjadi turun.
Diharapkan 9-10 jam sejak penyadapan lateks kebun sudah tiba di pabrik
pengolahan lateks pekat.
Sesampainya di pabrik, lateks pada tong dibedakan menjadi 2 tipe yaitu tipe
lateks labil dan lateks baik. Untuk mengetahui tipe lateks ini dapat dilakukan
dengan cara manual yaitu dengan menggunakan tangan. Tangan dalam keadaam
bersih dimasukkan ke dalam bull yang berisi lateks kemudian dikeluarkan, apabila
pada tangan terdapat lateks yang berbintik-bintik maka tergolong tipe lateks labil
(biasa disebut Lem).
Karet labil akan dikirim ke pabrik Perkebunan Blater sedangkan lateks baik
akan dilanjutkan prosesnya hingga akhir. Lateks dimasukkan kedalam bak
penampung melalui saluran pemasukkan hingga bull bersih dari lateks. Apabila
masih terdapat sisa-sisa lateks pada bull, maka bull diletakkan pada alat pencuci
bul. Mekanisme alat pencuci bull yaitu terdapat sprinkle dengan 4 saluran
pengeluaran (3 kesamping, 1 ke atas) yang dapat mengeluarkan air dalam
kapasitas maksimum dan daya yang mampu membersihkan sisa-sisa lateks pada
bull. Pada bagian bawah alat pencuci bul terdapat selang yang gunanya untuk
menyalurkan lateks ke bak penampungan.
2.3 Uji Kadar Karet Kering
Kadar karet kering dapat dihitung dengan cara diambil contoh lateks
sebanyak 100cc kemudian dicampurkan dengan asam semut sebanyak 2-3 tetes,
larutan tersebut diaduk dibiarkan dan dibiarkan beberapa saat. Setelah terjadi
pembekuan pada getah karet maka dilakukan penggilingan sebanyak kurang lebih
20 putaran. (Suwarti, 1989) Pengolahan selanjutnya yaitu mencari faktor
pengering dari perhitungan berat basah diurangi berat awal lateks yang kemudian
diambil 75%.
Kadar karet kering (K3) dihitung untuk mengetahui banyaknya pencampuran
yang harus dilakukan pada 1 bak koagulasi total antara lateks dan air. Hasil
perhitungan yang dilakukan menggunakan contoh berat 100cc. Perhitungan ini
kemudian dapat dipakai untuk selanjutnya pada sejumlah lateks yang terdapat di
bak penampung dan jumlah campuran lateks dan air pada bak koagulasi.
2.4 Pengenceran Lateks
Pengenceran lateks atau memperlemah kadar karet adalah menurunkan kadar
karet yang terkandung dalam lateks sampai diperoleh kadar karet yang terkandung
dalam lateks sampai diperoleh kadar karet baku sesuai dengan yang diperlukan
dalam pembuatan sheet, yaitu sebesar 13%, 15%, 16%, atau 20% sesuai dengan
kondisi dan peralatan setempat. (Rizal dkk, 1988) Pengenceran ini dilakukan
untuk menyeragamkan lateks yang diperoleh dari petani. Lateks yang didapatkan
mempunyai KKK yang berbeda, selain itu untuk memudahkan proses penyaringan
dan meminimalisir gelembung udara atau gas.
Sebelum dilakukan pengenceran terlebih dahulu menentukan penggunaan air
yang dipakai untuk pengenceran lateks. Setelah penggunaan air ditentukan dan
dimasukkan dalam bak koagulasi maka lateks dari bak penampung dialirkan ke
dalam bak koagulasi sehingga terjadi proses pengenceran, setelah itu diaduk 3
kali. Perbandingan antara lateks dan air harus tepat. Cara pengenceran pada
Perkebunan Renteng sama dengan pabrik lateks pada umumnya yaitu:
a. bak pembekuan di isi air bersih yang banyaknya sesuai dengan keperluan,
sehingga tercapai kadar karet baku yang telah ditentukan
b. lateks dialirkan dari bak pencampur ke dalam bak pengencer melalui talang.
Sebelum masuk ke dalam bak, lateks harus melalui saringan untuk mencegah
masuknya bekuan/lump atau kotoran lainnya ke dalam bak pembekuan.
Saringan harus selalu bersih agar lateks selalu mengalir dengan lancer
c. Setelah latek masuk ke dalam bak pengencer/pembukaan yang telah terisi air
tersebut, kemudian diaduk perlahan - lahan dengan alat pengaduk. Buih - buih
yang terjadi diambil dan ditempatkan dalam wadah yang tersedia untuk
diolah lebih lanjut
2.5 Pembekuan Lateks
Pembekuan atau koagulasi bertujuan untuk mempersatukan butir butir karet
yang terdapat dalam cairan lateks, supaya menjadi satu gumpalan atau koagulum.
Untuk membuat koagulum ini lateks pelu dibubuhi obat pembeku (koagulan)
seperti asam semut atau asam cuka. (Nazaruddin dkk, 1998) Pada Perkebunan
Renteng menggunakan asam format dan asam cuka juga. Menurut penelitian,
terjadinya poses koagulasi adalah karena terjadinya penurunan pH. Lateks segar
yang diperoleh dari hasil sadapan mempunyai pH 6,5. supaya tidak terjadi
pengumpalan,pH yangmendekati netral tersebut harus diturunkan sampai 4,7.
Pembekuan biasanya dilakukan dengan menggunakan bahan penggumpal.
Sebelum pembekuan, dilakukan penyaringan 30-40 mesh untuk menghilangkan
benda-benda asing dan gelembung udara. Timbulnya gelembung udara
disebabkan oleh:
1. Penambahan air campuran oleh petani penyadap
2. Adanya guncangan ketika pengangkutan yang mengakibatkan partikel lutoid
pecah.
3. Jarak pengayakan terlalu tinggi dengan penampung
4. Benda asing seperti kerikil
Bahan penggumpal berupa asam semut 1% sebanyak 5 cc per 1 kg kering dengan
dilakukan pengadukan pada bak tempat pembekuan lateks. Setelah itu diberi skat-
skat dan ditutup plastik. Pembekuan dilakukan selama 2-3 jam.
Jika dalam penambahan asam semut kurang, maka tekstur lateks menjadi
lembek, pecah-pecah dalam lembaran. Jika berlebih, terjadi kekakuan dan pada
hari ke-5 pengasapan sheet menjadi paat. Begitu akan dipress sangat kaku.
2.6 Penggilingan
Setelah proses pembekuan selesai, lateks dialiri air agar tidak lengket sebelum
masuk proses penggilingan Setelah pembekuan selama 2 jam, sekat-sekat diambil.
Kemudian bak dialiri air agar tidak lengket. Mesin penggiling sheet terdiri dari
beberapa gilingan. Masing-maing gilingan memiliki kerapatan yang berbeda.
Semakin lama kerapatannya semakin sempit. Sehingga air yang terkandung pada
sheet keluar dalam jumlah maksimum. (Djoehana, 1993) Selama proses
penggilingan, mesin-mesin berjalan terus menerus.
Pada perkebunan renteng terdapat Penggilingan sejumlah 6 menggunakan
gilingan berpatron. Tujuan penggilingan adalah untuk memperluas bidang sheet
dan mengeluarkan sebagian air. Ketebalan sheet yang diharapkan hasil
penggilingan adalah 0,3 cm. Setelah dilakukan penggilingan, sheet dibilas dengan
air agar tidak ada serum yang tersisa. Adanya serum yang dapat mengakibatkan
cacat pada sheet.
2.7 Pengasapan
2.9 Pengepakan
Setelah sortasi sheet dilakukan dan menghasilkan RSS1, RSS2, dan RSS3
selanjutnya tumpukan sheet dipres menggunakan alat pengepresan mekanik
sehingga menjadi ball. Small ball dengan berat 33, 3 kg dan big ball dengan berat
113 kg. Kemudian ball yang sudah dipres, dikemas dengan plastik yang sudah
disediakan oleh pihak perkebunan. Untuk selanjutnya dapat disimpan untuk
kemudian menuggu untuk dikirim ke perusahaan-perusahaan yang membutuhkan
ribbed smoked sheet sebagai bahan baku.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari kunjungan lapang ini yaitu:
1. Proses pemanenan lateks pada kebun Getas Salatiga dilakukan sesuai
dengan standard baku mutu yang ada
2. Pengolahan lateks dimulai dari penyadapan, penerimaan lateks kebun,
pengenceran lateks, pembekuan lateks, penggilingan, pengasapan dan
pengeringan, sortasi dan pengemasan serta pengepakan.
3. Kualitas lateks dipengaruhi sistem sadap. Jika sistem sadap sesuai maka
kualitas lateks baik. Sistem sadap meliputi teknik penyadapan mulai dari
perlakuan tanaman sebelum di sadap dan penetuan spiral penyadapan atau
rumus sadap.
3.2 Saran
1. Kunjungan lapang dilakukan tepat waktu.
2. Mahasiswa dapat lebih aktif lagi dalam kuliah lapang ini, yaitu dengan
banyak bertanya, mendengarkan maupun mencatat informasi-informasi yang
diterima dalam kegiatan ini.
DAFTAR PUSTAKA