Anda di halaman 1dari 7

SURVEILANS EPIDEMIOLOGI

Mengidentifikasi dan Menganalisa Penyakit Polio

Kelas 2 D3 B

Kelompok 8

1. Nadila Yuniar P2.31.33.0.16.040


2. Rahmat Nisfiyono P2.31.33.0.16.048
3. Siti Fadhilah P2.31.33.0.16.057
4. Winda Hidayah P2.31.33.0.16.064

Jurusan Kesehatan Lingkungan

Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Jakarta II

Jln. Hang Jebat III/F3 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta
12120 Telp. (021)7395331
A. Sumber Penyakit Polio

Penyakit polio adalah penyakit infeksi paralisis yang disebabkan oleh virus. Agen
pembawa penyakit ini, sebuah virus yang dinamakan poliovirus (PV), masuk ketubuh
melalui mulut, menginfeksi saluran usus. Virus ini dapat memasuki aliran darah dan
mengalir ke sistem saraf pusat menyebabkan melemahnya otot dan kadang kelumpuhan
(QQ_Scarlet, 2008). Infeksi virus polio terjadi di dalam saluran pencernaan yang
menyebar ke kelenjar limfe regional sebagian kecil menyebar ke sistem syaraf (Chin,
2006: 482). Yuwono dalam Arifah (1998) menambahkan bahwa syaraf yang diserang
adalah syaraf motorik otak dibagian grey matter dan kadang-kadang menimbulkan
kelumpuhan.

Penyakit polio dapat menyerang semua kelompok umur, namun kelompok umur
yang paling rentan adalah 1-15 tahun dari semua kasus polio (Surya, 2007). Penelitian
Soemiatno dalam Apriyatmoko (1999) menyebutkan bahwa 33,3% dari kasus polio adalah
anak-anak di bawah 5 tahun. Infeksi oleh golongan enterovirus lebih banyak terjadi pada
laki-laki dari pada wanita (1,5-2,5 : 1). Risiko kelumpuhan meningkat pada usia yang
lebih tinggi, terutama bila menyerang individu lebih dari 15 tahun (Sardjito, 1997 dalam
Utami 2006).

Cara-cara Penularan
Penularan dapat terjadi secara langsung dan tidak langsung. Transmisi
langsung melalui droplet dan orofaring serta feses penderita yang menyebar
melalui jari yang terkontaminasi pada peralatan makan,makanan dan minuman.
Sedangkan penularan dengan tidak langsung melalui sumber air, air mandi dimana
virus berada dalam air buangan masuk ke sumber-sumber air tersebut
dikarenakan sanitasi yang rendah (Wahyuhono, 1989).

Peralatan dan barang-barang yang tercemar dapat berperan sebagai media


penularan. Belum ada bukti serangga dapat menularkan virus polio, sedangkan
air dan limbah jarang sekali dilaporkan sebagai sumber penularan. Kontaminasi
virus melalui makanan dan air yang dipakai bersama dalam suatu komunitas untuk
semua keperluan sanitasi dan makan-minum, menjadi ancaman untuk terjadinya
wabah (Surya, 2007).
Ciri-ciri dan Gejala Polio:

Gejala umum serangannya adalah pengidap mendadak lumpuh pada salah satu
anggota gerak setelah demam selama 2-5 hari. Penyakit polio dibedakan menjadi 3
jenis, maka masingmasing dari jenis penyakit polio tersebut memiliki
gejala/tandatanda sendiri.

1. Polio non-paralisis
Polio non-paralisis menyebabkan demam, muntah, sakit perut, lesu, dan
sensitif. Terjadi kram otot pada leher dan punggung, otot terasa lembek jika
disentuh.

2. Polio paralisis spinal


Poliovirus ini menyerang saraf tulang belakang, menghancurkan sel tanduk
anterior yang mengontrol pergerakan pada batang tubuh dan otot tungkai.
Pada penderita yang tidak memiliki
kekebalan atau belum divaksinasi, virus
ini biasanya akan menyerang seluruh
bagian batang saraf tulang belakang dan
batang otak. Namun penderita yang sudah
memiliki kekebalan biasanya terjadi
kelumpuhan pada kaki.

3. Polio bulbar
Polio jenis ini disebabkan oleh tidak
adanya kekebalan alami sehingga batang otak ikut terserang. Batang otak
mengandung syaraf motorik yang mengatur pernapasan dan saraf kranial,
yang mengirim sinyal ke berbagai syaraf yang mengontrol pergerakan bola
mata; saraf trigeminal dan saraf muka yang berhubungan dengan pipi,
kelenjar air mata, gusi, dan otot muka; saraf auditori yang mengatur
pendengaran; saraf glossofaringeal yang membantu proses menelan dan
berbagai fungsi di kerongkongan; pergerakan lidah dan rasa; dan saraf yang
mengirim sinyal ke jantung, usus, paru-paru, dan saraf tambahan yang
mengatur pergerakan leher. Sudah bisa dibayangkan jenis polio ini
menyebabkan kematian.

B. Identifikasi Penyakit Polio Pada Lingkungan


Di daerah dengan sanitasi lingkungan yang baik, penularan terjadi melalui
cairan (sekret) faring daripada melalui rute orofekal.
Di Indonesia sebelum PD II, penyakit polio merupakan penyakit yang sporadic
endemic, epidemic pernah terjadi di pelbagai daerah seperti Biliton (1948) sampai ke
Banda, Balikpapan. Bandung (1951), Surabaya (1952), semarang (1954), Medan
(1957), dan endemic yang terakhir terjadi di tahun 1977 di bali selatan.
Pada tahun 2005, polio kembali mewabah. Secara nasional tercatat kasus polio
sudah mencapai 295 kasus di 41 kabupaten/kota di 10 provinsi yakni Banten, Jawa
barat, Lampung, Jawa tengah, Sumatera Utara, Jawa timur, Sumatera selatan, DKI
Jakarta, Riau dan Aceh. Dalam tahun yang sama yakni 2005, kasus polio terjadi di
Sukabumi (Jawa barat) dan dinyatakan sebagai KLB (Kejadian Luar Biasa).
Tampaknya di era globalisasi dimana mobilitas penduduk antarnegara sangat
tinggi dan cepat, muncul kesulitan dalam mengendalikan penyebaran virus ini. Selain
pencegahan dengan vaksinasi polio tentu harus disertai dengan peningkatan sanitasi
lingkungan dan sanitasi perorangan. Penggunaan jamban keluarga, air bersih yang
memenuhi persyaratan kesehatan, serta memelihara kebersihan makanan merupakan
upaya pencegahan dan mengurangi risiko penularan virus polio yang kembali
mengkhawatirkan ini.

Faktor Risiko yang Dapat Meningkatkan Penularan Polio

Penyakit polio disebabkan oleh virus yang umumnya masuk melalui


makanan atau minuman yang terkontaminasi dengan tinja dan virus polio.
Sama halnya seperti cacar, polio hanya menjangkiti manusia. Dalam tubuh
manusia, virus polio menjangkiti tenggorokan dan usus. Selain melalui
kotoran, virus polio juga bisa menyebar melalui tetesan cairan yang keluar saat
penderitanya batuk atau bersin.
Imunisasi atau pemberian vaksin polio dapat meminimalisasi terjangkit
virus polio. Anak-anak, wanita hamil dan orang yang sistem kekebalan
tubuhnya lemah, sangat rentan terkena virus polio jika di daerah mereka tidak
terdapat program imunisasi atau tidak memiliki sistem sanitasi yang bersih dan
baik.

Orang-orang yang belum divaksinasi akan memiliki tingkat risiko


terjangkit polio yang tinggi jika melakukan atau mengalami hal-hal seperti
berikut ini.

Tinggal serumah dengan penderita polio


Sistem kekebalan tubuh yang menurun
Bepergian ke daerah di mana polio masih kerap terjadi
Telah melakukan operasi pengangkatan amandel.

C. Identifikasi Penyakit Polio Pada Manusia


Distribusi penyakit polio berdasarkan variable epidemiologi:
Umur
Umur yang paling rentan terinveksi virus polio adalah kelompok umur kurang
dari 5 tahun
Jenis kelamin
Laki-laki lebih banyak memnderita daripada wanita.
Fisiologis
Anak dengan kekebalan yang rendah masih berisiko terhadap polio, sekalipun
tidak menderita kelumpuhan namun dapat terinveksi dan menjadi sumber
penularan polio.
Pendidikan
Pendidikan masyarakat yang rendah mempengaruhi terhadap tingkat
pengetahuan dan pemahaman akan pentingnya imunisasi. Sehingga anak-anak
yang terinveksi disinyalir akibat ketidakpahaman orang tua akan pentingnya
imunisasi.
D. Menentukan Faktor Determinan Terjadinya Penyakit
a) Agent
Disebabkan oleh virus polio (RNA) dengan serotype I (Brunhilde), II (Lansing),
III (Leon).

b) Host
Penderita yang tidak mempunyai daya tahan tubuh
Laki-laki lebih banyak menderita daripada wanita
Stress akibat kelelahan otot (olahraga yang berlebihan) dan kedinginan
Penderita yang sebelumnya menderita penyakit seperti peprtusis, campak dan
enteritis.

c) Environment

Sanitasi yang buruk


Padatnya jumlah penduduk
Tingginya pencemaran lingkungan oleh tinja
Pengadaan air bersih yang kurang.

Pencegahan Polio

Beberapa cara yang penting dilakukan dalam upaya pencegahan penyakit polio:

1) Imunisasi polio yang biasanya dilakukan saat bayi atau anak-anak. Vaksin
polio ada 2 jenis yaitu vaksin salk (vaksin virus polio yang tidak aktif), dan
vaksin sabin (vaksin virus polio yang aktif). Pada penderita gangguan
sistem kekebalan vaksin sabin bisa menyebabkan polio.
2) Bila memasak air harus mendidih dengan sempurna. Dengan suhu yang
tinggi dapat cepat mematikan virus polio, sebaliknya bila keadaan beku
atau suhu yang rendah virus ini bisa bertahan hidup bertahun-tahun.
3) Biasakan menjalani pola hidup yang sehat
4) Sanitasi yang baik dan bersih.
DAFTAR PUSTAKA

Dwi Rahmawati (2008), Validitas penapisan AFP, FKM UI Universitas Indonesia


(http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/123434-S-5383-Validitas%20Penapisan-
Literatur.pdf)
Wordpress Surti Kusuma Dwi, 2013. Contoh Perencanaan Pencegahan Penyakit Polio
(https://srtkksmdw.wordpress.com/2013/06/19/contoh-perencanaan-pencegahan-
penyakit-polio/)
Dinkes (2015), Penyakit Poliomyelitis
(http://dinkes.inhukab.go.id/?p=3141)

Anda mungkin juga menyukai