Aset keuangan yang diukur pada nilai wajar melalui laporan laba rugi.
Yang termasuk dalam kelompok ini adalah aset keuangan yang memenuhi
salah satu kondisi berikut ini ;
Diklasifikasikan dalam kelompok diperdagangkan, yaitu jika
diperoleh atau dimiliki terutama untuk tujuan dijual atau dibeli
kembali dalam waktu dekat, merupakan bagian dari
portofolio instrumen keuangan tertentu yang dikelola
bersama dan terdapat bukti mengenai pola ambil untung dalam
jangka pendek yang terkini, atau merupakan derivatif.
Pada saat pengakuan awal telah ditetapkan oleh Emiten atau
Perusahaan Publik untuk diukur pada nilai wajar melalui laporan
laba rugi.
Setelah pengakuan awal, Emiten atau Perusahaan Publik
mengukur aset tersebut pada nilai wajarnya, tanpa harus
dikurangi biaya transaksi yang mungkin timbul saat
penjualan, atau pelepasan lain.
Investasi yang dimiliki hingga jatuh tempo.
Yang termasuk dalam kelompok ini adalah aset keuangan non derivatif dengan
pembayaran tetap atau telah ditentukan dan jatuh temponya telah ditetapkan,
serta Emiten atau Perusahaan Publik mempunyai intensi positif dan
kemampuan untuk memiliki aset keuangan tersebut hingga jatuh tempo.
Setelah pengakuan awal, Emiten atau Perusahaan Publik mengukur aset
tersebut pada biaya perolehan diamortisasi dengan menggunakan metode suku
bunga efektif.
Pinjaman yang diberikan atau piutang
Yang termasuk dalam kelompok ini adalah aset keuangan non derivatif dengan
pembayaran tetap atau telah ditentukan dan tidak mempunyai kuotasi di pasar
aktif.
Aset keuangan tersebut dicatat pada biaya perolehan yang diamortisasi
menggunakan metode tingkat bunga efektif. Laba atau rugi diakui dalam
laporan laba rugi konsolidasi pada saat pinjaman dan piutang dihentikan
pengakuannya atau mengalami penurunan nilai, serta melalui proses
amortisasi.
Setelah pengakuan awal, Emiten atau Perusahaan Publik mengukur aset
tersebut pada biaya perolehan diamortisasi dengan menggunakan metode suku
bunga efektif.
Aset keuangan yang tersedia untuk dijual.
Yang termasuk dalam kelompok ini adalah aset keuangan non derivatif
yang ditetapkan sebagai tersedia untuk dijual atau yang tidak
diklasifikasikan sebagai pinjaman yang diberikan atau piutang,
investasi yang diklasifikasikan dalam kelompok dimiliki hingga jatuh
tempo, atau aset keuangan yang diukur pada nilai wajar melalui laporan
laba rugi.
Setelah pengakuan awal, Emiten atau Perusahaan Publik mengukur
aset tersebut pada nilai wajarnya, tanpa harus dikurangi biaya transaksi
yang mungkin timbul saat penjualan, atau pelepasan lain.
Untuk investasi dalam instrumen ekuitas yang tidak memiliki kuotasi
harga di pasar aktif dan nilai wajarnya tidak dapat diukur secara andal,
serta derivatif yang terkait dengan dan diselesaikan melalui penyerahan
instrumen ekuitas yang tidak memiliki kuotasi harga di pasar aktif
tersebut, maka diukur pada biaya perolehan.
Jika terjadi penjualan atau reklasifikasi dalam waktu maksimal 2 (dua)
tahun terakhir atas investasi dalam kelompok dimiliki hingga jatuh
tempo dalam jumlah yang lebih dari jumlah yang tidak signifikan dan
tidak memenuhi kriteria yang diatur oleh SAK, maka sisa investasi
dalam kelompok dimiliki hingga jatuh tempo harus direklasifikasi
menjadi investasi dalam kelompok tersedia untuk dijual (tainting rule).
Aset keuangan diukur pada nilai wajar melalui laba rugi dan tersedia
untuk dijual dapat diklasifikasi ke pinjaman yang diberikan dan piutang
jika memenuhi ketentuan sebagai pinjaman dan piutang dan terdapat
intensi dan kemampuan untuk memiliki untuk masa mendatang yang
dapat diperkirakan atau sampai jatuh tempo.
Aset keuangan dan liabilitas keuangan saling hapus dan nilai netonya
disajikan dalam Laporan Posisi Keuangan jika, dan hanya jika, terdapat
hak yang berkekuatan hukum untuk melakukan saling hapus atas
jumlah yang telah diakui dari aset keuangan dan liabilitas keuangan
tersebut dan terdapat intensi untuk menyelesaikan dengan
menggunakan dasar neto, atau untuk merealisasikan aset dan
menyelesaikan liabilitasnya secara bersamaan.
Pada setiap tanggal periode pelaporan, Emiten atau Perusahaan Publik
mengevaluasi apakah terdapat bukti yang obyektif bahwa aset
keuangan atau kelompok aset keuangan yang dicatat pada biaya
perolehan yang diamortisasi, biaya perolehan atau tersedia untuk dijual,
mengalami penurunan nilai. Jumlah kerugian sesuai metode yang diatur
dalam SAK diakui dalam laporan laba rugi. Untuk setiap kategori aset
keuangan, pembelian dan penjualan aset keuangan secara reguler
dicatat pada tanggal transaksi.
Efek Nonmarketable adalah biasanya efek utang, yang sulit untuk membeli atau
menjual karena fakta bahwa mereka tidak diperdagangkan di setiap normal, bursa pasar
sekunder utama. sekuritas, jika diperdagangkan dalam pasar sekunder, biasanya hanya
dibeli dan dijual melalui transaksi pribadi atau dalam (OTC) pasar over-the-counter.
Untuk pemegang keamanan nonmarketable, menemukan pembeli bisa sulit, dan
beberapa surat berharga nonmarketable tidak dapat dijual kembali sama sekali karena
peraturan pemerintah melarang penjualan kembali apapun.
investasi kemitraan terbatas adalah contoh dari keamanan swasta yang mungkin
nonmarketable karena kesulitan menjual kembali. Contoh lain adalah saham swasta
yang dimiliki oleh pemilik perusahaan yang tidak diperdagangkan secara publik. Fakta
bahwa saham ini nonmarketable biasanya tidak menjadi kendala bagi pemilik kecuali
ia ingin melepaskan kepemilikan atau kendali perusahaan.
Kebutuhan akan adanya pasar uang dilatar belakangi adanya kebutuhan untuk
mendapatkan sejumlah dana dalam jangka pendek atau sifatnya harus segera
dipenuhi. Dengan demikian pasar uang merupakan sarana alternatif khususnya
bagi lembaga-lembaga keuangan, perusahaan-perusahaan non keuangan, dan
peserta-peserta lainnya, baik dalam memenuhi kebutuhan dana jangka
pendeknya maupun dalam rangka melakukan penempatan dana atas kelebihan
likuiditasnya.
Pasar uang juga merupakan sarana pengendali moneter (secara tidak langsung)
oleh otoritas moneter dalam melaksanakan operasi terbuka, karena di Indonesia
pelaksanaan operasi pasar terbuka oleh Bank Sentral yaitu BankIndonesia
dilakukan melalui pasar uang dengan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Surat
Berharga Pasar Uang (SBPU) sebagai instrumennya.
Resiko Pasar (interest rate risk), yaitu resiko yang berkaitan dengan turunnya
harga surat berharga (dan tingkat bunga naik) mengakibatkan investor
mengalami capital loss.
Resiko Reinvestment, yaitu resiko terhadap penghasilan-penghasilan suatu
aset finansial yang harus di re-invest dalam aset yang berpendapatan rendah
(resiko yang memaksa investor menempatkan pendapatan yang diperoleh dari
bunga kredit atau surat-surat berharga ke investasi yang berpendapatan rendah
akibat turunnya tingkat bunga.
Resiko Gagal Bayar (default risk atau credit risk), yaitu resiko yang terjadi
akibat peminjam (debitur) tidak mampu memenuhi kewajibannya sesuai
dengan yang diperjanjikan.
Resiko Inflasi (resiko daya beli atau purchasing power risk). Untuk
menghadapi hal tersebut kreditur biasanya berusaha mengimbangi proyeksi
inflasi dengan mengenakan tingkat bunga yang lebih tinggi.
Resiko Valuta (currency risk atau exchange rate risk).
Resiko Politik, ini berkaitan dengan kemungkinan adanya perubahan
ketentuan perundangan yang berakibat turunnya pendapatan yang diperkirakan
dari suatu investasi atau bahkan akan terjadi kerugian total dari modal yang
diinvestasikan.
Marketability atau Liquidity Risk, ini dapat terjadi apabila instrument pasar
uang yang dimiliki sulit untuk dijual kembali sebelum jatuh tempo. Sulitnya
menjual kembali surat berharga tersebut memberi resiko untuk tidak dapat
mencairkan kembali instrument pasar uang dalam bentuk uang tunai pada saat
membutuhkan likuiditas sebelum jatuh tempo
9. Instrumen pasar uang
Interbank call money
Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
Sertifikat Deposito
Surat Berharga Pasar Uang (SBPU)
Bankers Acceptance
Commercial Paper
Treasury Bills
Repuchase Agreement
Bond
Untuk mengenal beberapa istilah di dalam bond, kita lihat contoh di atas. Yang membeli
bond yaitu investor yang meminjamkan uangnya kepada yang menerbitkan bond. Dari
contoh di atas, A adalah investor yang membeli bond, dan B adalah perusahaan atau
negara yang menerbitkan bond atau meminjam uang. Par value atau disebut juga
dengan Face Value atau Maturity Value adalah jumlah yang akan dibayarkan oleh
penerbit bond kepada bondholder pada saat jatuh tempo. Coupon yaitu bunga pinjaman
yang dibayarkan kepada investor setiap periode, dan coupon rate adalah tingkat suku
bunga yang akan dibayarkan. Pembayaran bunga obligasi bisa dilakukan secara:
Dalam topik Fixed Income Securities ini, kita akan membahas bond dari sudut pandang
investor (yang membeli bond), bukan dari sudut pandang perusahaan atau negara yang
menerbitkan bond. Yang dapat menerbitkan bond atau obligasi adalah:
1. Pemerintah (sovereign bond)
Apabila di terbitkan dengan mata uang negara penerbit, maka bond tersebut
akan memiliki credit rating yang lebih tinggi (lebih bagus), karena pemerintah di negara
tersebut melalui bank sentral nya dapat mencetak uang negara itu sendiri (monetary
policy), namun apabila di terbitkan dengan mata uang negara asing, akan memiliki
credit rating yang lebih rendah karena negara tersebut misalnya Indonesia tidak bisa
mencetak USD, sehingga kemungkinan mengalami default relatif lebih besar. Obligasi
pemerintah jangka pendek di Indonesia adalah Surat Perbendaharaan Negara (SPN),
dan untuk jangka panjang yaitu Surat Utang Negara (SUN).Municipal bond adalah
obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah federal (di Amerika), kalau di Indonesia
misalnya kalau pemprov DKI menerbitkan obligasi, maka disebut dengan municipal
bond. Municipal bond di Amerika bebas dari federal tax, tetapi di kenakan state tax.
2. Perusahaan (corporate bond)
Credit rating daripada corporate bond akan di tentukan oleh berbagai faktor di
antaranya rekam jejak perusahaan dalam melunasi utang yang sebelumnya, kualitas
manajemen (kemampuan untuk beradaptasi terhadap perubahan), industry outlook dan
strategi perusahaan, jumlah total utang perusahaan, sumber likuiditas, manajemen
keuangan perusahaan, kualitas asset yang dijadikan sebagai jaminan utang, garansi dari
induk perusahaan, dan lain sebagainya. Obligasi perusahaan jangka pendek adalah
Commercial Paper (CP), untuk jangka panjang adalah obligasi korporasi.
Bond pertama kali di terbitkan di primary bond market, dan dapat ditawarkan kepada
publik atau disebut dengan public offering, atau bisa juga di tawarkan kepada
perusahaan investasi atau hedge fund companies (disebut private placement). Public
bond di terbitkan dengan bantuan investment bank yang membantu di antaranya:
1. Membuat prospektus awal.
2. Mengurus atau mendaftarkan kepada regulator (OJK/Bapepam), ke BEI, KSEI, dan
perusahaan credit rating (Pefindo).
3. Menyusun bond indenture.
4. Menganalisa market demand dan nilai atau harga dari bond, dan sebagainya
Jenis-Jenis Bond
Zero-coupon bond
Bond yang tidak membayar bunga (no coupon payment). Surat hutang
pemerintah untuk jangka waktu yang pendek adalah zero-coupon bond. Sertifikat Bank
Indonesia (SBI) dan T-Bill merupakan contoh zero-coupon bonds. Contoh: T-bill 6
bulan di beli di harga $ 950, kemudian di tebus di harga $1,000 saat jatuh tempo setelah
6 bulan. Tidak ada pembayaran coupon di antara waktu tersebut.
Accrual bond
Bond yang pembayaran bunganya di accrue atau di tunda lalu kemudian
dibayarkan pada saat jatuh tempo, dan bunganya di compound. Contoh: misalnya ada
sebuah accrual bond pada saat diterbitkan $1 juta par value nya. Kemudian pada saat
jatuh tempo, issuer membayarkan $1,5 juta kepada investor, di mana $1 juta adalah par
value, dan $500,000 merupakan accrued interest dari bond tersebut.
Step-up bond
Bond yang coupon rate nya naik dari waktu ke waktu. Biasanya diterbitkan oleh
perusahaan sesudah krisis, di karenakan perusahaan kesulitan likuiditas, maka
perusahaan menerbitkan bond yang suku bunganya naik dari waktu ke waktu, dan
interest rate rendah di awal. Contoh: Misalnya ada sebuah bond dengan tenor 5 tahun
dan pembayaran coupon di lakukan setiap 1 tahun sekali. Pembayaran coupon yang
pertama C1 = 5%, kemudian tahun berikutnya naik 1% sampai dengan jatuh tempo,
sehingga pembayaran coupon pada tahun ke dua adalah C2 = 6%, tahun ke 3 C3 = 7%
dan seterusnya.
Deferred coupon bond
Tidak ada pembayaran coupon pada saat awal. Contoh: sebuah bond dengan
tenor 5 tahun, coupon pada tahun ke-1 dan tahun ke-2 tidak dibayarkan. Namun
bunganya di accrued dan dibayarkan mulai dari tahun ke-3.
Floating-rate bond
Bond yang coupon rate nya mengacu kepada suku bunga floating misalnya
LIBOR, JIBOR, ATD +3%, dan sebagainya. Contoh: sebuah bond dengan face value
atau par value nya = $100 juta, coupon rate = LIBOR + 1%. Untuk pembayaran coupon
pada periode T = 1 menggunakan coupon rate pada saat T = 0. Misalnya saat T = 0,
LIBOR rate = 5%, maka coupon payment pada T = 1 menggunakan coupon rate = 5%
+ 1% = 6%. Pada floating-rate bond terdapat:
Cap : maksimum coupon rate, misalnya cap = 7.5%, maka jika LIBOR + 1% >
7.5% maka penerbit bond akan membayar coupon sejumlah 7.5% saja.
Floor : minimum coupon rate. Floor yang tinggi bagus bagi investor, karena
floor menentukan minimum coupon rate yang harus dibayarkan oleh penerbit
bond. Misalnya floor = 7.5%, maka meskipun LIBOR + 1% < 7.5%, bond issuer
tetap harus membayar kepada investor sejumlah 7.5%.
Collar: kombinasi dari cap dan floor.
Istilah cap, floor, dan collar di sini berbeda dengan istilah cap, floor, dan collar
pada interest rate options di topik Options Contract. Di mana pada options
contract, cap berarti serangkaian interest rate call option, floor berarti
serangkaian interest rate put option, dan collar adalah kombinasi dari ke dua
nya.
Inverse floater
Pada saat interest rate naik, coupon payment yang harus dibayarkan berkurang. Contoh:
coupon rate = 15% LIBOR. Misalnya saat LIBOR = 5%, maka coupon rate = 10%,
saat LIBOR rate naik misalnya menjadi 7%, maka coupon rate turun menjadi 8%, dan
sebaliknya misalnya LIBOR turun menjadi 4%, maka coupon rate naik menjadi 11%.
Inflation adjusted bond
Pembayaran coupon mengacu kepada inflasi. Di US disebut dengan TIPS (Treasury
Inflation Protection Securities). Pada TIPS, par value di adjust setiap periode
berdasarkan inflation rate, sementara pembayaran coupon rate adalah fixed misalnya
5% setiap tahun. Namun, par value nya mengikuti pergerakkan inflasi, sehingga nilai
uang yang di investasikan terlindungi dari kenaikkan inflasi.
e. Equity Securities
Nah jenis investasi ini mencerminkan kepemilikan investor atas suatu perusahaan,
tergantung dari berapa besar persentase saham yang dimiliki si investor. Menurut
Kieso, investasi jenis ini diklasifikasikan menjadi 3 jenis, tergantung dari besaran
persentase saham yang dimiliki investor, yaitu:
Kepemilikan < 20 %, dikatakan hanya memiliki pengaruh yang kecil atau bisa juga
dikatakan passive interest. Untuk metode penilaiannya menggunakanTrading dan
AFS di Investment in Debt Securities, yaitu Fair Value Method;
Kepemilikan antara 20% dan 50%, dikatakan memiliki pengaruh yang signifikan.
Metode penilaian yang digunakan untuk klasifikasi yang ini menggunakan Equity
Method;
Terakhir, kepemilikan > 50%, investor memiliki kontrol atas perusahaannya,
makanya metode penilaiannya pun menggunakan Consolidated Statements.
f. Derivative Securities
Forward commitment yaitu kontrak derivatives antara pihak long dengan short yang
disepakati pada hari ini, namun transaksi akan diselesaikan pada suatu waktu di masa
yang akan datang (pada saat kontrak berakhir), dengan term yang disepakati di depan
berupa:
Asset apa yang akan di transaksikan, dengan jumlah berapa banyak per kontrak.
Bagaimana kontrak akan di eksekusi dan bagaimana transaksi akan di settle pada
saat selesai masa kontrak.
Fixed price dari pada underlying tersebut berapa (harga ini disebut
dengan forward price).
Contingent claim yaitu kontrak derivatives di mana seorang investor pemegang
contingent claim memiliki hak, namun bukan kewajiban, untuk melakukan
pembayaran untuk menebus suatu underlying asset. (Akan di bahas lebih lanjut di
bawah)
Forward Contract
Customized private contract (tidak standardized) di antara ke dua belah pihak (pihak
yang beli dengan yang jual) di over-the-counter market, dengan periode dan harga
yang sudah disepakati di awal.
Contoh forward kontrak misalnya sama persis dengan contoh di atas yaitu transaksi
derivatives antara A dengan B dengan underlying asset berupa selembar saham ASII,
dan masa kontrak 6 bulan, di mana A sebagai pihak yang menjual, dan B sebagai pihak
yang membeli.
Dari payoff diagram tersebut, kita dapat melihat bahwa apabila market price pada saat
jatuh tempo kontrak adalah 8.000, maka pihak long atau B akan profit 1.000, jika
market price pada saat jatuh tempo adalah 9.000, maka B (long) akan profit 2.000,
sebaliknya pihak A (short) akan rugi 2.000. Demikian pula sebaliknya apabila market
price pada saat jatuh tempo adalah 6.000, maka pihak B (long) akan rugi 1.000 karena
dia sepakat di awal untuk membeli di harga 7.000, padahal sekarang harganya hanya
6.000, sementara itu pihak A (short) akan diuntungkan karena B harus membayar
selisihnya kepada A.
Futures Contract
Kontrak derivatives yang di standardisasi dan di perdagangkan di future exchange
market di mana pembeli sepakat untuk membeli suatu asset dari penjual pada suatu
waktu di masa depan dengan harga yang sudah disepakati di depan. Secara definisi
hampir sama dengan forward contract, bedanya adalah forward contract merupakan
kontrak private, underlying assetnya tidak di standardisasi oleh exchange, sementara
future contract di perdagangkan melalui exchange, underlying asset di standardisasi
oleh exchange, pembayaran dan settlement di jamin oleh clearinghouse.
Exchange menentukan standard daripada asset yang diperdagangkan kecuali harga
(harga di sepakati oleh ke dua belah pihak). Di antaranya exchange menentukan:
Underlying asset yang diperdagangkan apa? apakah mata uang, atau komoditas
misalnya kapas, dan lain sebagainya.
Cara settlement: apakah cash settlement atau deliverable daripada asset tersebut.
Quantity.
Grade: yaitu kualitas daripada underlying tersebut.
Delivery month: berapa lama waktu yang diperlukan untuk mengantarkan asset
tersebut kepada pihak yang membeli sesudah masa kontrak berakhir.
Tick size: jumlah minimal agar kontrak tersebut dapat di perdagangkan. (Akan di
bahas pada artikel tersendiri mengenai future contract)
Untuk mempermudah mengingat perbedaan forward contract VS future contract:
Swap
Yaitu suatu kontrak derivatives antara ke dua belah pihak untuk menukar suatu
rangkaian future cash flow. Terdapat berbagai jenis kontrak swap di antaranya
currency swap, interest rate swap, equity swap, commodity swap, dan lain sebagainya.
Salah satu interest rate swap yang terkenal yaitu plain vanilla interest rate swap, yaitu
salah satu pihak membayar dengan fixed rate, sementara pihak yang satunya lagi
membayar dengan floating rate, dan ke duanya di pertukarkan dalam mata uang yang
sama.
Sebagai contoh:
A meminjam $100,000 dari B dengan tenor 3 tahun dan membayar suku bunga
pinjaman dengan LIBOR rate.
B meminjam $100,000 dari A dengan tenor 3 tahun dan membayar suku bunga
pinjaman dengan fixed rate 5%.
Sehingga yang terjadi adalah pertukaran cash flow antara A dengan B dengan nilai
annualized interest rate payment dari A kepada B berupa LIBOR rate, dan dari B ke A
berupa fixed rate 5%, selama 3 tahun. Pinjaman pokok $100,000 dapat di ignore
karena mereka men offset satu sama lain. Misalkan pembayaran bunga pinjaman
dilakukan setiap 6 bulan sekali, maka selama 3 tahun, akan ada 6 kali pertukaran cash
flow antara A dengan B.
Apabila dalam perjalanan, LIBOR rate selalu naik di atas 5%, maka B akan
diuntungkan, sementara apabila ternyata LIBOR rate selama perjalanan 3 tahun
selalu turun di bawah 5%, maka A yang akan di untungkan.
Anda adalah CEO perusahaan IndoApril, anda memiliki hutang pinjaman jangka
panjang kepada Bank of America (BoA), dan perusahaan anda membayar bunga
pinjaman floating rate berupa LIBOR + 25bps (LIBOR + 0,25%).
Oleh karena anda membayar dengan suku bunga floating, maka terdapat resiko
apabila LIBOR naik, maka interest expense perusahaan anda akan naik. Dulunya anda
tidak akan menyangka bahwa suatu saat LIBOR akan naik banyak, tetapi terakhir ini
anda punya firasat bahwa LIBOR akan naik. Atau karena satu dan lain hal, dulu anda
terpaksa harus mengambil pinjaman dengan keadaan LIBOR + 25bps. Maka, yang
dapat anda lakukan sekarang adalah mengeliminasi resiko tersebut
atau mengkonversi floating rate tersebut menjadi fixed rate dengan cara:
Perusahaan anda melakukan swap contract misalnya dengan JP Morgan, di mana
anda membayar fixed rate kepada JPM dan JPM membayar anda dengan LIBOR.
Sehingga secara otomatis, LIBOR interest payment dari JPM dapat anda gunakan
untuk membayar kepada Bank of America. Sehingga setiap periode pembayaran suku
bunga, anda hanya perlu membayar fixed rate sejumlah 6% kepada JPM dan 0.25%
kepada BoA. Sehingga terjadi konversi dari LIBOR + 0.25% menjadi fixed rate 6.25%.
Options
Yaitu suatu kontrak di mana pembeli membayar sejumlah uang kepada penjual
(disebut dengan option premium atau harga option), lalu kemudian pembeli
menerima hak (namun bukan kewajiban) untuk membeli atau menjual suatu asset
pada harga tertentu dan tanggal tertentu di masa depan, atau pada setiap saat sebelum
jatuh tempo kontrak tersebut.
Terdapat 2 tipe options, yaitu:
Call option: Hak namun bukan kewajiban untuk membeli suatu asset pada masa
akhir kontrak di harga tertentu.
Put option: Hak namun bukan kewajiban untuk menjual suatu asset pada masa
akhir kontrak di harga tertentu.
Strike price / exercise price: suatu harga tetap di mana pemegang option memiliki hak
untuk membeli/menjual asset tertentu di harga strike price / exercise price ini.
Bagaimana cara kerjanya?
Misalnya, anda adalah seorang investor dan membeli sebuah call option
(long) dengan harga Rp. 500,-:
Underlying asset = saham ADRO 1 lot
Strike price = Rp. 1.000 per lembar
Expiration date = Dec 31, 2014
Jadi, anda akan memiliki hak (tapi bukan kewajiban) untuk membeli saham ADRO
sejumlah 1 lot di harga Rp. 1.000/lembar pada tanggal 31 12 2014 (ini disebut
European style option).
Terdapat 2 jenis option berdasarkan kapan option tersebut bisa di exercise, yaitu:
Apabila harga saham ADRO naik menjadi Rp. 1.100 per lembar, anda pasti ingin
meng-exercise call option anda, karena anda dapat membeli di harga lebih murah
daripada harga di bursa. Anda akan menggunakan hak call option tersebut
dan membeli saham ADRO 1 lot di harga Rp. 1.000/lembar, dan jual di market
dengan harga Rp. 1.100/lembar, sehingga anda mendapatkan profit Rp. 100 x 100
lembar (karena 1 lot adalah 100 lembar) = Rp. 10.000.
Apabila harga saham ADRO di bursa saham pada tanggal 31 Des 2014 sama
dengan strike price yaitu Rp. 1.000, maka anda tidak akan melakukan exercise call
option tersebut, sehingga anda tidak untung dan hanya rugi sejumlah option
premium yang anda bayarkan di depan yaitu Rp. 500,-
Apabila harga saham ADRO turun misalnya menjadi Rp. 900/lembar, maka anda
tidak akan melakukan exercise call option anda, karena tidak ada benefitnya bagi
anda untuk membeli di harga Rp. 1.000/lembar sementara market price saat itu
Rp. 900/lembar. Sehingga anda hanya rugi sejumlah option price yang anda
bayarkan di depan.
Ketika market price naik misalnya menjadi Rp. 1.100 dan anda menggunakan hak
untuk membeli di Rp. 1.000, maka pihak short call option akan rugi Rp. 10.000.
Jika naik ke Rp. 1.200/lembar, maka pihak yang mengambil posisi short akan rugi
Rp. 20.000, dan seterusnya.
Ketika market price Rp. 1.000 atau di bawah Rp. 1.000, maka pihak short call
option akan untung sejumlah option premium yang dibayarkan oleh long call
option party yaitu Rp. 500,-
Gambar di bawah ini adalah payoff diagram daripada call option bagi pihak long mau
pun short:
Dari diagram tersebut dapat kita lihat dan simpulkan bahwa:
Maksimum profit = tidak terbatas, jika harga naik terus, profit nya naik terus.
Maksimum loss = sejumlah option premium.
Breakeven point = Strike Price + Option Price
Market outlook = Apabila banyak investor mengambil posisi long call option,
artinya ekspektasi market adalah saham tersebut akan naik.
Bagi pihak short call option:
Jawabannya, salah satunya adalah karena mereka sangat yakin bahwa market akan
anjlok, sehingga bagi pihak yang masih berharap market akan naik dan mengambil
posisi long call option, mereka bisa mendapatkan profit option premium dari pihak
long. Alasan lainnya karena short call memiliki manfaat misalnya untuk arbitrage
opportunity, dan synthetic option, yang akan dibahas lebih lanjut di artikel tersendiri
mengenai options.
Sekarang kita lihat contoh put option, misalkan anda seorang investor dan
anda membeli sebuah put option dengan harga Rp. 500,-:
Underlying asset = saham ADRO 1 lot.
Strike price = Rp. 1.000,-/lembar
Expiration date = 31 Dec 2014.
Jadi, anda memiliki hak tapi bukan kewajiban untuk menjual saham ADRO sejumlah
1 lot dengan harga Rp. 1.000/lembar pada tanggal 31 Dec 2014. Kemudian, yang
akan terjadi pada tanggal tersebut adalah:
Apabila harga saham ADRO turun menjadi Rp. 900/lembar, maka anda akan
membeli di market seharga Rp. 900, kemudian menggunakan put option anda
untuk menjual di harga Rp. 1.000/lembar, sehingga anda akan mendapatkan
profit sejumlah Rp. 100 x 100 lembar = Rp. 10.000. Jika harga saham ADRO
menjadi Rp. 0, maka anda akan membeli 1 lot di market seharga 0 Rupiah,
kemudian anda jual di strike price sejumlah Rp. 1.000/lembar, sehingga profit
anda adalah Rp. 100.000,-
Apabila harga saham ADRO adalah Rp. 1.000/lembar atau naik menjadi di atas
Rp. 1.000/lembar, maka anda tidak akan menggunakan hak anda untuk menjual
saham ADRO di harga Rp. 1.000, karena tidak ada untungnya sebab harga pasaran
sudah lebih tinggi dari itu. Pada keadaan ini, kerugian anda yaitu sejumlah option
premium yang anda bayarkan kepada pihak yang mengambil posisi short put
option yaitu sejumlah Rp. 500.
Pada saat anda (long put option) profit, maka pihak short put option akan loss.
Berikut adalah payoff diagram untuk put option:
Dari diagram di atas dapat kita simpulkan bahwa:
Investor selalu menginginkan investasi dengan return setinggi mungkin, dan resiko
serendah mungkin. Misalnya, investor melakukan investasi dengan menanamkan
modalnya kepada Lehmann Brothers, dan kontrak investasi dengan Lehmann
Brothers tersebut memberikan return yang sangat tinggi, namun memiliki resiko yang
tinggi pula, karena dana dari investors tersebut oleh Lehmann Brothers digunakan
atau dipinjamkan kepada nasabah yang kemampuan membayarnya sangat di
ragukan, dan jika nasabah tersebut macet pembayaran kreditnya, maka Lehmann
Brothers pun akan default. Investor yang cerdik ini kemudian mencari jalan dengan
membeli CDS atau asuransi kepada AIG. Jadi dalam kontrak CDS antara investor
dengan AIG tersebut, AIG menjamin bahwa jika Lehmann Brothers bangkrut suatu
saat nanti, dia akan memberikan ganti rugi kepada investors, dan sebagai gantinya
investors harus membayar premi kepada AIG. Maka, lengkap sudah ekspektasi
investors untuk mendapatkan investasi yang low risk dan high return karena risk nya
terproteksi.
Tetapi, berbeda dengan asuransi pada umumnya, pihak yang tidak memiliki exposure
terhadap bangkrut atau tidaknya Lehmann Brothers, bisa ikutan di dalam kontrak
CDS dengan AIG atau pun dealers lainnya, sehingga sangat rentan menjadi ajang
spekulasi.
Misalkan ada sebuah Institusi keuangan memiliki portfolio berupa beberapa mortgage
securities atau Mortgage Backed Securities (MBS, akan dibahas pada artikel terpisah
tentang fixed income securities). Misalkan kita sebut M1, M2, M3, dan seterusnya.
Artinya, institusi keuangan ini akan menerima pembayaran secara berkala dari
peminjam uang. Kemudian institusi ini menerbitkan securities dengan kemasan yang
berbeda-beda. Securities ini disebut dengan Asset-Backed Securities, di mana asset
yang mem back up security ini yaitu financial asset berupa mortgage.
Investor yang membeli sekuritas ini akan menerima pembayaran berkala dari
peminjam uang.
Apabila ada nasabah yang meminjam uang, ingin melunasi hutangnya lebih cepat,
maka investor yang membeli junior tranches akan menerima uang pelunasan tersebut
terlebih dahulu. Lalu kemudian apabila semua junior tranches sudah menerima
seluruh pelunasan, baru giliran senior tranches menerima terakhir. Dengan demikian,
maka investor yang membeli junior tranches memiliki default risk yang lebih rendah,
namun ada kemungkinan juga akan mendapat return yang lebih rendah. Sementara
investors yang membeli ABS senior tranches akan memiliki default risk yang lebih
tinggi, dan mendapatkan return lebih tinggi.
Underlying Asset
Underlying asset dalam instrumen derivative bisa berupa: