TUTOR :
dr. Irma Fatimah
Oleh :
KELOMPOK 6
1. Mirawati Aho (K1A1 12 087)
2. Sitti Marwah Sara Bitu (K1A1 13 057)
3. Apriani Sumarto Rumansara (K1A1 14 124)
4. Muhammad Albar Raba (K1A1 15 133)
5. Nur Azizah Arifin (K1A1 16 091)
6. Indah Permatasari (K1A1 16 092)
7. Wa Ode Safrillah Roseelfa (K1A1 16 094)
8. Qashri Ulya Janna Nadir (K1A1 16 123)
9. Fathur Rahman (K1A1 16 124)
10. Shalni Nurul Izha (K1A1 16 125)
11. Mirnawati Huri (K1A1 16 064)
12. Ahmad Ruwaim Fatwa (K1A1 16 065)
13. Arief Sahrizal S (K1A1 16 066)
14. Putu Ayu Sawitri (K1A1 16 015)
A. KASUS
SKENARIO 2
Seorang wanita umur 35 tahun berkunjung ke puskesmas dengan keluhan berat badan
menurun lebih dari 10 kg dalam 6 bulan terakhir. Ia juga mengeluh jantung berdebar dan
gelisah.
B. KATA SULIT
Wanita umur 35 tahun
Berat badan turun lebih dari 10 kg dalam 6 bulan
Jantung berdebar dan gelisah
C. PERTANYAAN
1. Jelaskan anatomi, fisiologi dan biokimia organ terkait!
2. Jelaskan patomekanisme dari setiap gejala pada skenario !
3. Jelaskan hormone-hormon yang berperan dalam penurunan berat badan!
4. Jelaskan penyakit apa saja yang menyebabkan penurunan berat badan !
5. Jelaskan hubungan dari setiap gejala pada skenario
6. Apa saja faktor penyebab penurunan berat badan?
7. Apa DD dan DS pada skenario ?
8. Jelaskan langkah-langkah diagnosis !
9. Bagaimanakah penatalaksanaan pasien yang mengalami penurunan berat badan ?
D. PEMBAHASAN
1. Hipotalamus
merupakan bagian kecil dengan berat sekitar 4 gram dan terletak paling depan dari dienchepalon
dan dibawah thalamus mulai dari kiasma optikum sampai ke lamina terminal dan kommisura
anterior sehingga daerah yang ditempati oleh hypothalamus tersebut disebut juga sebagai area pre
optikum. Hipotalamus diperdarahi oleh sirkulus willisi kedua kauda hypothalamus menyatu
dengan tegmentum mesenchepalon . hypothalamus mengandung sejumlah nucleus neuron yang
beguna untuk pengaturan sekeresi hormone hipofisis. (Greeinstein & Wood,2010 ; Sapper,2008).
Hypothalamus memiliki nukelus yang terbagi dalam empat wilayah utama, yaitu:
1. Wilayah mammiliari
Dekat dengan otak tengah dan merupakan bagian paling posterior dari hipotalamus.
Bagian ini mencakup badan mamiliari dan nucleus hypothalamus posterior. Badab
mamiliari ada dua , kecil, bulat dan berfungsi sebagai stasiun relay untuk reflex yang
berhubungan dengan indra penciuman.
2. Wilayah tuberal
Bagian terluas dari hipotalamus yang mencakup ini nucleus dorsomedial, nucleus
ventromdial,dan nucleus arcuata ditambah dengan tangkai infidibulum yang
menghubungkan kelenjar pituitary( hipofisis) dengan hipotalamus.
3. Wilayah supraoptik
Terletak disuperior kiasma optic ( titik persimpangan saraf optic) dan berisi nukelus
paraventrikular,nucleus supraoptik, nucleus hipotalamus anterior, dan nucleus
suprachiasmatic.
Akson dari nucleus paraventricular dan nucleus supraoptik membentuk saluran
hipotalamohipofisel yang memperpanjang melalui infidibulum ke lobus posterior
hipofisis.
4. Wilayah proptik
Tetap dianggap sebagai bagian dari hipotalamus karena partisipasinya dengan
hipotalamus dalam mengatur kegiatan otonom tertentu. Wilayah preoptic mengandung
nucleus preoptik medial dan nucleus preoptik lateral. (Tortora & Derrickson, 2009)
3. Hipofisis
Hypophyse atau kelenjar hypophyse berada di fossa hypophyse os sphenoidalis
pada basis crania. Hypophyse diikat oleh badan neural ke chiasma opticus di dasar otak.
Kelenjar ini terdiri dari sebuah lobus anterior atau adenohypophyse dan sebuah lobus
posterior atau lobus neural. Lobus anterior hypophyse terdiri dari pars distalis (anterior)
dan pars tuberalis. Lobus posterior terdiri dari pars intermedia, pars nervosa, serta
infundibulum dan eminensia medialis.
Vaskularisasi :
Arteri :
1. Arteri hypophyseal superior berasal dari a. carotis interna
2. Arteri hypophyseal inferior berasal dari a. carotis interna
Vena :
1. Vena hypophyseal lateralis bermuara ke sinus cavernosus dan sinus
intercavernosus
2. Glandula Tyroid
MORFOLOGI
Terdapat 2 lobus yang simetris, dihubungkan oleh ISTHMUS, terkadang terdapat LOBUS
PYRAMIDALIS
Dibungkus oleh fascia propria (TRUE CAPSULE) dan fascia pretrachealis (FALSE
CAPSULE
INNERVASI
Td masing-masing 1 psg:
3. Pancreas
Bagian-Bagiannya:
1.CAPUT PANCREATIS:
Regio Epigastrium
Terletak pada lengkungan huruf c duodenum (pars Superior+descendens+horizontal
Dan sampai dengan batas incisura pancreatica.
2.CORPUS PANCREATICUS:
Regio Epigastrium;
Mulai pada incisura pancreatica;
Dan, sampai dengan batas lig.lienorenale;
3.CAUDA PANCREATIS:
Sistem endokrin meliputi sistem dan alat yang mengeluarkan hormon atau alat yang merangsang
keluarnya hormon yang berupa mediator kimia. Sistem endokrin berkaitan dengan sistem saraf,
mengontrol dan memadukan fungsi tubuh. Kedua sistem ini bekerja sama untuk
mempertahankan homeostasis. Sistem endokrin bekerja melalui hormon, maka sistem saraf
bekerja melalui neurotransmiter yang dihasilkan oleh ujung-ujung saraf.
HIPOTALAMUS
Hipotalamus terletak di batang otak (enchepalon). Hormon-hormon hipotalamus terdiri dari :
Hipotalamus sebagai bagian sistem endokrin mengontrol sintesa dan sekresi hormon-hormon
hipofise.
KELENJAR HIPOFISIS
Hipofisis disebut juga master of glands. Dimana dia mengatur semua dari sekresi hormone pada
kelenjar endokrin lainnya. Secara anatomi hipofisis terbagi atas 2 yaitu hipofisis anterior dan
posterior. Secara embriologis, kedua bagian hipofisis berasal dari dua sumber yang berbeda
hipofisis anterior berasal dari kantong Rathke, yang merupakan invaginasi epitel faring saat
pembentukan embrio dan hipofisis posterior berasal dari penonjolan jaringan saraf hipotalamus.
Asal mula hipofisis anterior dari epitel faring ini dapat menjelaskan sifat epiteloid selnya,
sedangkan asal mula hipofisis posterior dari jaringan neural dapat menjelaskan adanya sejumlah
besar sel tipe glia dalam kelenjar ini. Enam hormon peptida yang penting ditambah beberapa
hormon yang kurang penting disekresikan oleh hipofisis anterior, dan dua hormon peptida penting
disekresikan oleh hipofisis posterior..
Kedua hormon yang disekresikan oleh kelenjar hipofisis posterior ini mempunyai peranan
lain.
Hormon antidiuretik (juga disebut vasopresin) mengatur kecepatan ekskresi air ke dalam
urine sehingga membantu mengatur konsentrasi air dalam cairan tubuh.
Oksitosin membantu menyalurkan air susu dari kelenjar payudara ke puting susu selama
pengisapan, dan membantu kelahiran bayi pada akhir kehamilan
Sekresi kelenjar hipofisis posterior diatur oleh sinyal saraf yang berasal dan hipotalamus dan
berakhir dihipofisis posterior. Sebaliknya, sekresi kelenjar hipofisis anterior diatur oleh hormone
yang disebut hormon (atau faktor) pelepas hipotalamus dan hormon (faktor) panghambat
hipotalamus yang disekresi dalam hipotalamus dan selanjutnya dijalarkan ke hipofisis anterior,
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 75-4, melalui pembuluh darah kecil yang disebut pembuluh
darah porta hipotalamushipofisis. Di dalam kelenjar hipofisis anterior, hormon pelepas dan
hormon penghambat ini bekerja terhadap sel kelenjar dan mengatur sekresi kelenjar tersebut
KELENJAR TIROID
Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid utama yaitu tiroksin (T4) atau Tetra Iodotironin.
Bentuk aktif hormon ini adalah triyodotironin (T3) yang sebagian besar berasal dari konversi
hormon T4 di perifer dan sebagian kecil langsung dibentuk oleh kelenjar tiroid. Yodida inorganik
yang diserap dari saluran cerna merupakan bahan baku hormon tiroid. Yodida inorganik
mengalami oksidasi menjadi bentuk organik dan selanjutnya menjadi bagian dari tirosin yang
terdapat dalam tiroglobulin sebagai monoyodotirosin (MIT).
Sekresi hormon tiroid dikendalikan oleh kadar hormon perangsang tiroid yaitu Thyroid
Stimulating Hormon (TSH) yang dihasilkan oleh lobus anterior kelenjar hipofisis. Kelenjar ini
secara langsung dipengaruhi dan diatur aktifitasnya oleh kadar hormon tiroid dalam sirkulasi yang
bertindak sebagai umpan balik negatif terhadap lobus anterior hipofisis dan terhadap sekresi
hormon pelepas tirotropin (Thytotropine Releasing Hormon (TRH) dari hipotalamus.
Kelenjar tiroid juga mengeluarkan kalsitonin dari sel parafolikuler. Kalsitonin adalah polipeptida
yang menurunkan kadar kalsium serum dengan menghambat reabsorbsi kalsium dan tulang.
KELENJAR PARATIROID
Kelenjar paratiroid tumbuh di dalam endoderm menempel pada bagian anterior dan posterior
kedua lobus kelenjar tiroid yang berjumlah 4 buah terdiri dari chief cells dan oxyphill cells.
Kelenjar paratiroid berwarna kekuningan dan berukuran kurang lebih
KELENJAR PANKREAS
Sebagai organ endokrin karena di pankreas terdapat pulau-pulau Langerhans yang terdiri
dari 3 jenis sel yaitu sel beta (B) 75 %,sel alfa (A) 20 %,dan sel delta (D) 5 %.Sekresi hormon
pankreas dihasilkan oleh pulau Langerhans. Setiap pulau Langerhans berdiameter 75-150 mikron.
Sel alfa menghasilkan glukagon dan sel beta merupakan sumber insulin, sedangkan sel
delta mengeluarkan somatostatin, gastrin dan polipeptida pankreas. Glukagon juga dihasilkan oleh
mukosa usus menyebabkan terjadinya glikogenesis dalam hati dan mengeluarkan glukosa ke
dalam aliran darah. Fungsi insulin terutama untuk memindahkan glukosa dan gula lain melalui
membran sel ke jaringan utama terutama sel otot, fibroblast dan jaringan lemak. Bila tidak ada
glukosa maka lemak akan digunakan untuk metabolisme sehingga akan timbul ketosis dan
acidosis.
KELENJAR ADRENAL
Kelenjar adrenal terletak di kutub atas kedua ginjal. Kelenjar suprarenal atau kelenjar anak ginjal
menempel pada ginjal. Terdiri dari dua lapis yaitu bagian korteks dan medula. korteks adrenal
mensintesa 3 hormon,yaitu :
1. Mineralokortikoid (aldosteron)
2. Glukokortikoid
3. Androgen
Hormon seks (androgen dan estrogen). Kelebihan pelepasan androgen mengakibatkan virilisme
(penampilan sifat laki-laki secara fisik dan mental pada wanita) dan kelebihan pelepasan estrogen
mengakibatkan ginekomastia dan retensi natrium dan air.
KELENJAR GONAD
Kelenjar gonad terbentuk pada minggu-minggu pertama gestasi dan tampak jelas pada minggu
pertama. Keaktifan kelenjar gonad terjadi pada masa prepubertas dengan meningkatnya sekresi
gonadotropin (FSH dan LH).
Testis terdiri dari dua buah dalam skrotum.Testis mempunyai duafungsi yaitu sebagai organ
endokrin dan reproduksi.Menghasilkan hormon testoteron dan estradiol di bawah pengaruh LH.
Efek testoteron pada fetus merangsang diferensiasi dan perkembangan genital ke arah pria.Pada
masa pubertas akan merangsang perkembangan tanda-tanda seks sekunder seperti perkembangan
bentuk tubuh,distribusi rambut tubuh,pembesaran laring,penebalan pita suara,pertumbuhan dan
perkembangan alat genetalia.
Ovarium berfungsi sebagai organ endokrin dan reproduksi.Sebagai organ endokrin ovarium
menghasilkan sel telur (ovum) yang setiap bulannya pada masa ovulasi siap dibuahi
sperma.Estrogen dan progesteron akan mempengaruhi perkembangan seks sekunder,menyiapkan
endometrium untuk menerima hasil konsepsi serta mempertahankan laktasi.
BIOKIMIA
Triiodotironin (T3)
Tetraiodotironin (T4)
Kedua hormon ini memerlukan sebuah unsur yang langka (iodium) agar memiliki bioaktivitas.
Keduanya di sintesis sebagai bagian dari sebuah molekul prekursor yang sangat besar
(tiroglobulin). Kedua hormon ini di simpan dalam reservoar intrasel (koloid), dan terdapat
konversi T4 menjadi T3 (hormon yang jauh lebih aktif) di jaringan perifer.
Hormon tiroid T3 dan T4 bersifat unik karena iodium (sebagai iodida) adalah komponen yang
esensial bagi keduanya. Di sebagian besar tempat di dunia, iodium adalah komponen tanah yang
jarang di temukan sehingga kandungannya dalam makanan menjadi rendah. Untuk memperoleh
dan menyimpan unsur penting ini serta untuk mengubahnya menjadi suatu bentuk yang dapat di
masukkan kedalam senyawa organik telah berkembang suatu mekanisme yang kompleks. Pada
saat yang sama, tiroid harus menyintesis tironin dan tirosin, dan sintesis ini berlangsung di dalam
tiroglobulin.
Tiroglobulin adalah prekursor T4 dan T3. Senyawa ini adalah suatu protein besar yang
terglikosilasi dan teriodinasi dengan masa molekular 660 kDa. Karbohidrat membentuk 8-10%
dari berat tiroglobulin dan iodida sebanyak 0,2-1%, bergantung pada kandungan iodium dalam
makanan. Tiroglobulin tersusun dari dua subunit besar. Protein ini mengandung 115 residu tirosin
yang masing-masing berpotensi mengalami iodinasi. Sekitar 70% iodida di dalam tiroglobulin
berada dalam bentuk prekursor inaktif, monoiodotirosin (MIT) dan diiodotirosin (DIT),
sementara 30% berada dalam residu iodotironil, T4 dan T3. Jika pasokan iodium memadai, rasio
T4/T3 menjadi sekitar 7:1. Pada defisiensi iodium, rasio ini menurun, demikian juga perbandingan
DIT:MIT. Tiroglobulin, yakni suatu molekul besar dengan sekitar 5000 asam amino,
menghasilkan konformasi yang di perlukan untuk penggabungan tirosil dan organifikasi iodium
yang di butuhkan dalam pembentukan hormon tiroid diaminoacid. Molekul ini di sintesis di bagian
basal sel dan berpindah ke lumen untuk menjadi tempat penyimpanan T3 dan T4 di koloid. Di
tiroid normal, jumlah hormon ini cukup untuk beberapa minggu. Dalam beberapa menit, setelah
stimulasi tiroid oleh TSH, koloid masuk kembali ke sel dan terjadi peningkatan mencolok aktivitas
fagolisosom. Berbagai protease asam dan peptida menghidrolisis tiroglobulin menjadi asam-asam
amino pembentuknya, termasuk T3 dan T4 yang di keluarkan dari bagian basal sel. Oleh sebab
itu, tiroglobulin adalah suatu prohormon yang sangat besar.
Tiroid mampu memekatkan I- dengan melawan gradien elektrokimiawi yang kuat. Ini adalah
suatu proses yang membutuhkan energi dan terhubung dengan pengangkut I- yang bergantung
(dependen) pada Na+ -K+ ATPase di tiroid. Rasio iodida di tiroid terhadap iodida di serum (rasio
T:S) adalah gambaran aktivitas pengangkut ini. Aktivitas ini terutama di kontrol oleh TSH dan
berkisar dari 500:1 pada hewan yang terus menerus dirangsang oleh TSH hingga 5:1 atau kurang
pada hewan yang menjalani hipofisektomi (tidak terdapat TSH). Rasio T:S pada manusia dengan
diet iodium normal adalah sekitar 25:1.
Tiroid adalah satu-satunya jaringan yang dapat mengoksidasi I- menjadi unsur dengan valensi
yang lebih tinggi, yakni suatu langkah yang harus di lakukan pada organifikasi I- dan biosintesis
hormon tiroid. Tahap ini melibatkan suatu peroksidase yang mengandung heme dan terjadi di
permukaan lumen sel folikel. Tiroperoksidase, suatu protein tetramerik dengan masa molekuler 60
kDa, memerlukan hidrogen peroksida sebaga zat pengoksidasi. H2O2 di hasilkan oleh suatu enzim
yang dependen NADPH yang mirip dengan sitokrom c-reduktase. Sejumlah senyawa menghambat
oksidasi I- sehingga penyatuan unsur ini ke dalam MIT dan DIT juga terganggu. Senyawa yang
terpenting dalam hal ini adalah obat tiourea. Obat ini di gunakan sebagai obat anti tiroid karena
kemampuannya untuk menghambat biosintesis hormon tiroid di tahap ini. Jika terjadi iodinasi,
iodium tidak mudah meninggalkan tiroid. Tirosin bebas dapat mengalami iodinasi, tetapi senyawa
ini tidak di gunakan untuk membentuk protein karena tidak ada tRNA yang mengenali tirosin
beriodium.
Penggabungan dua molekul DIT untuk membentuk T4 atau sebuah MIT dan DIT untuk
membentuk T3 terjadi di dalam molekul tiroglobulin. Enzim penggabung yang berbeda belum di
temukan, dan karena ini merupakan suatu proses oksidatif, di perkirakan bahwa terdapat
tiroperoksidase yang mengatalisis reaksi ini dengan merangsang pembentukan radikal bebas
iodotirosin.
Deiodinase mengeluarkan I- dari molekul mono dan diiodotirosin inaktif di tiroid. Mekanisme
ini menghasilkan I- dalam jumlah substansial yang di gunakan dalam biosintesis T3 dan T4.
Deiodinase perifer di jaringan target, misalnya hipofisis, ginjal dan hati secara selektif
mengeluarkan iodium dari posisi 5 T4 untuk menghasilkan T3 yaitu molekul yang jauh lebih aktif.
Dalam hal ini T4 dapat di anggap sebagai suatu prohormon, meskipun senyawa ini juga memiliki
beberapa aktivitas intrinsik.
Patomekanisme palpitasi
Palpitasi terjadi akibat adanya peningkatan curah jantung yang disebabkan oleh
peningkatan aliran darah. Curah jantung yang meningkat disebabkan oleh penurunan tahanan
perifer total kronik. Misalnya pada orang yang defisiensi vitamin K, hipertoroid
(hipermetabolik), dan anemia. Selain hal diatas palpitasi pada penyakit graves diakibatkan oleh
peningkatan kadar T3 dan T4 yang akan merangsang reseptor adrenal. Korteks adrenal yang
kurang mensekresi hormone korteks adrenal, akan merangsang pelepasan ACTH ,bersifat
sensitive terhadap rangsangan simpatis yang berefek tekanan darah dan nadi meningkat.
Patomekanisme gelisah
Gelisah terjadi akibat adanya perangsangan pada system sarafpusat. System saraf pusat ini
akan mengalami peningkatan kepekaan jaringan saraf. Kepekaan jaringan tersebut dapat
dipengaruhi oleh, kalsitonin. Hormon kalsitonin menyebabkan penurunan ion kalsium
sehingga menyebabkan gelisah, cemas akibat dari kepekaan jaringan saraf.
a. Insulin
Insulin memiliki efek penting pada metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein. Hormon ini
menurunkan kadar glukosa, asam Iemak, dan asam amino darah serta mendorong penyimpanan
bahan-bahan tersebut. Sewaktu molekul nutrient ini masuk ke darah selama keadaan absorptif,
insulin mendorong penyerapan bahan-bahan ini oleh sel dan pengubahannya masing-masing
menjadi glikogen, trigliserida, dan protein. Insulin melaksanakan banyak fungsinya dengan
mengubah transpor nutrien darah spesifik masuk ke dalam sel atau mengubah aktivitas enzim-
enzim yang berperan dalam jalur-jalur metabolik tertentu.Untuk menegaskan efeknya, pada
beberapa keadaan insulin meningkatkan aktivitas enzim, contohnya glikogen sintase, yaitu enzim
pengatur kunci yang rnenyintesis glikogen dari molekul glukosa. Namun, pada contoh lain, insulin
menurunkan aktivitas enzim, misalnya dengan menghambat lipase yang peka terhadap hormon,
yaitu enzim yang mengatalisis pemecahan trigliserida yang tersimpan kembali menjadi asam
lemak bebas dan gliserol.
Pengontrol utama sekresi insulin adalah sistem umpan-balik negative langsung antara sel
pankreas dan konsentrasi glukosa dalam darah yang mengalirinya. Peningkatan kadar glukosa
darah, seperti selama penyerapan makanan, secara langsung merangsang sel untuk mengeluarkan
insulin Peningkatan insulin, pada gilirannya, mengurangi glukosa darah ke normal dan mendorong
pemakaian serta penyimpanan nutrien ini. Sebaliknya, penurunan glukosa darah di bawah normal,
misalnya sewaktu puasa, secara langsung menghambat sekresi insulin. Penurunan laju sekresi
insulin menggeser metabolism dari pola absorptif ke pasca-absorptif. Karena itu, sistem umpan-
balik negatif sederhana sudah dapat mempertahankan pasokan glukosa yang relatif konstan ke
jaringan tanpamemerlukan partisipasi saraf atau hormon lain.
b. Somatostatin
Dengan bekerja sebagai hormon, somatostatin pankreas menghambat saluran cerna dalam berbagai
cara, dengan efek keseluruhan adalah menghambat pencernaan nutrien dan mengurangi
penyerapannya. Somatostatin dikeluarkan oleh sel D pankreas sebagai respons langsung terhadap
peningkatan glukosa darah dan asam amino darah selama penyerapan maka-nan. Dengan
menimbulkan efek inhibisi, somatostatin pankreas-bekerja melalui mekanisme umpan-balik
negatif untuk mengerem kecepatan pencernaandan penyerapan makanan sehingga kadar
nutriendalam plasma tidak berlebihan. Somatostatin pankreas juga ga berperan sebagai parakrin
dalam mengatur sekresi hormone pankreas.Keberadaan lokal somatostatin mengurangi sekresi
insulin, glukagon, dan somatostatin itu sendiri, tetapi makna fisiologik fungsi parakrin ini belum
jelas.
Somatostatin juga dihasilkan oleh sel-sel yang melapisi bagian dalam saluran cerna, tempat zat ini
bekerja lokal secara paraluin untuk menghambat sebagian besar proses pencernaan. Selain itu,
somatostatin (disebut juga GHIH) diproduksi oleh hipotalamus, tempat zat ini menghambat sekresi
hormon pertumbuhan dan TSH.
c. Epinefrin
Epinefrin secara khusus berguna untuk meningkatkan konsentrasi glukosa dalam plasma selama
waktu stres yakni bila sistem saraf simpatis dirangsang. Akan tetapi, kerja epinefrin ini berbeda
dengan hormon-hormon lain, karena pada saat yang sama epinefrin juga meningkatkan konsentrasi
asam lemak dalam plasma. Alasan timbulnya efek ini adalah:
(1) epinefrin mempunyai efek yang sangat kuat dalam menyebabkan timbulnya proses
glikogenolisis di dalam hati sehingga akan melepaskan sejumlah besar glukosa ke dalam darah
dalam beberapa menit.
(2) epinefrin juga mempunyai efek lipolitik langsung terhadap sel-sel lemak karena epinefrin dapat
mengaktifkan hormon peka-lipase dari jaringan lemak, sehingga juga sangat meningkatkan
konsentrasi asam lemak darah. Secara kuantitatif, peningkatan asam lemak jauh lebih besar
daripada peningkatan glukosa darah. Oleh karena itu, epinefrin terutama meningkatkan
penggunaan lemak pada keadaan stres seperti pada saat kerja fisik, syok sirkulasi, dan kecemasan.
d. tiroid
hormone tirod adalah hormone amina yang disintesis dan dilepaskan dari kelenjar tiroid. Hormone
ini dibentuk ketika satu atau dua molekul iodin disatukan dengan glikoprotein besar yang disebut
triglobulin yang disintesis di kelenjar tiroid dan mengandung asam amino tirosin. Kompleks yang
mengandung iodin ini membentuk dua jenis TH yang bersikulasi yang disebut T3 dan T4. T3 dan
T4 berbeda dalam jumlah total molekul iodin yang dikandungnya. Sebagian besar HT yang
dilepaskan ke dalam aliran darah adalah T4, tetapi T33 secara fisiologis lebih poten. Melalui hati
dan ginjal, kebanyakan T4 diubah menjadi T3. T3 dan T4 dibawa ke sel targetnya dalam darah
yang berikatan dengan protein plasma, namun masuk ke sel sebagai hormone bebas. T3 dan T4
secara kolektif disebut sebagai TH.
Efek primer dari TH adalah menstimulasi laju metabolism semua sel target dengan meningkatkan
metabolism protein, lemak dan karbohidrat. TH juga tampak menstimulasi kecepatan pompa
natrium kalium di sel targetnya. Kedua fungsi bertujuan untuk meningkatkan penggunaan energy
oleh sel sehingga meingkatkan laju metabolism basal, membakar kalori dan meingkatkan panas
oleh setiap sel.
Hormone tiroid juga meningkatkan sensitivitas sel target terhadap katekolamin sehingga
meningkatkan frekuensi jantung dan meningkatkan keresponsifan emosi. TH meningkatkan
kecepatan depolarisasi otot rangka yang meningkatkan kecepatan kontraksi otot rangka sehingga
sering menyebabkan tremor halus. Th sangan penting untuk pertumbuhan dan perkembangan
semua sel tubuh dan dibutuhkan untuk semua fungsi hormone pertumbuhan.
e. Hormone pertumbuhan
GH adalah hormon yang paling banyak dihasilkan oleh hipofisis anterior, bahkan pada orang
dewasa yang pertumbuhannya telah berhenti, meskipun sekresi GH biasanya mulai berkurang
setelah usia pertengahan. Sekresi berkelanjutan GH kadar tinggi setelah masa pertumbuhan
menunjukkan bahwa hormon ini memiliki pengaruh penting lain di luar efek pada pertumbuhan,
seperti efek metabolik. Kita akan secara singkat menguraikan efek rnetabolik GH sebelum
mengalihkan perhatian ke efek pendorong-pertumbuhannya.
Untuk menjalankan efek metaboliknya, GH terikat secara langsung dengan organ sasarannya, yaitu
jaringan lemak, otot rangka, dan hati. GH meningkatkan kadar asam lemak dalam darah dengan
meningkatkan penguraian lemak trigliserida yang tersimpan di jaringan adiposa, dan hormon ini
meningkatkan kadar glukosa darah dengan mengurangi penyerapan glukosa oleh otot dan
meningkatkan pengeluaran glukosa oleh hati. Otot menggunakan asam-asam lemak di atas dan
bukan glukosa sebagai bahan bakar metabolik.Karena itu, efek metabolik keseluruhan GH adalah
memobilisasi simpanan lemak sebagai sumber energi utama sambil menghemat glukosa untuk
jaringan dependen-glukosa misalnya otak. Otak hanya dapat menggunakan glukosa sebagai bahan
bakar metaboliknya, tetapi jaringan saraf samasekali tidak dapat menyimpan glikogen (glukosa
simpanan). Pola metabolik ini sesuai untuk mempertahankan tubuh selama masa puasa yang lama
atau situasi ketika kebutuhan energi tubuh melebihi simpanan glukosa yang tersedia. GH juga
merangsang penyerapan asam amino dan sintesis protein, tetapi tidak bekerja secara langsung
untuk menyelesaikan aksi metabolik yang memacu pertumbuhan ini atau aksi terkait pertumbuhan
lainnya.
GH tidak bekerja langsung pada sel sasarannya untuk menimbulkan efek merangsang
pertumbuhan (peningkatan pembelahan sel, peningkatan sintesis protein, dan pertumbuhan
tulang). Efek pendorongpertumbuhan GH secara langsung diperantarai oleh faktor pertumbuhan
mirip-insulin (insulin-likegrowth factor, IGF) yang bekerja pada sel sasaran untuk menyebabkan
pertumbuhan baik jaringan lunak maupun tulang. IGF dihasilkan di banyak jaringan dan memiliki
aksi endokrin, parakrin, dan autokrin (lihat h. 123).Mediatormediator peptida ini awalnya disebut
somatomedin, tetapi sekarang disebut faktor pertumbuhan mirip-insulin karena secara struktural
dan fungsional mirip dengan insulin.Seperti insulin, IGF menjalankan efek mereka terutama
dengan berikatan pada reseptor-enzim yang mengaktifkan protein efektor tertentu di dalam sel
target dengan memfosforilasi tirosin (suatu jenis asam amino) di dalam protein
f. Kortisol
Kortisol, glukokortikoid utama, berperan penting dalam metabolisme karbohidrat, lemak, dan
protein; memiliki efek permisif signifikan bagi aktivitas hormon lain; dan membantu seseorang
menahan stres.
Efek keseluruhan dari pengaruh kortisol pada metabolisme adalah peningkatan konsentrasi
glukosa darah dengan mengorbankan simpanan lemak dan protein. Secara spesifik, kortisol
melakukan fungsi-fungsi berikut:
Kortisol merangsang glukoneogenesis di hati, yaitu perubahan sumber-sumber non-
karbohidrat (yaitu asam amino) menjadi karbohidrat. Di antara waktu makan atau selama
puasa, ketika tidak ada nutrien baru yang diserap ke dalam darah untuk digunakan dan
disimpan, glikogen (glukosa simpanan) di hati cenderung berkurang karena ditiraikan
untuk membebaskan glukosa ke dalam darah. Glukoneogenesis adalah faktor penting
untuk mengganti simpanan glikogen hati dan karenanya mempertahankan kadar glukosa
daraht etap normal di-antara waktu makan. Hal ini esensial karena otak hanya dapat
menggunakan glukosa sebagai bahan bakar metabolik, tetapi jaringan saraf sama sekali
tidak dapat menyimpan glikogen. Karena itu, konsentrasi harus dipertahankan pada tingkat
yang sesuai agar otak yang bergantung pada glukosa mendapat nutrien yang memadai.
Kortisol-menghambat penyerapan dan pemakaian glukosa oleh banyak jaringan, kecuali
otak, sehingga glukosa tersedia bagi otak, yang membutuhkan bahan ini sebagai bahan
bakar metabolik. Efek ini, seperti glukoneogenesis, meningkatkan glukossa darah.
Kortisol merangsang penguraian protein di banyak jaringan, khususnya otot. Dengan
menguraikan sebagian protein otot menjadi konstituennya (asam amino), kortisol
meningkatkan konsentrasi asam amino darah. Asam-asam amino yang dimobilisasi ini
tersedia untuk glukoneogenesis atau di manapun mereka dibutuhkan, misalnya untuk
memperbaiki jaringan yang rusak atau sintesis struktur sel baru.
Kortisol mempermudah lipolisis, penguraian simpanan lemak (lipid) di jaringan adiposa
sehingga asam-asam lemak dibebaskan ke dalam darah. Asam-asam lemak yang
dimobilisasi ini tersedia sebagai bahan bakar metabolic alternatif bagi jaringan yang dapat
menggunakan sumber energy ini sebagai pengganti glukosa sehingga glukosa dihemat
untuk otak.
Kortisol berperan kunci dalam adaptasi terhadap setres.Segala jenis stress merupakan salah satu
rangsangan utama bagi peningkatan sekresikortisol. Meskipun peran persis kortisol dalam adaptasi
terhadap stres belum diketahui, penjelasan yang spekulatif tetapi masuk akal adalah sebagai
berikut: Manusia primitif atau hewan yang terluka atau menghadapi situasi yang mengancam
nyawa harus melupakan makan. Pergeseran dari penyimpanan protein dan lemak ke peningkatan
simpanan karbohidrat dan ketersediaan ghlukosa darah yang ditimbulkan oleh kortisol akan
membantu melindungi otak dari malnutrisi selama periode puasa terpaksa tersebut. Asam-asam
amino yang dibebaskan oleh penguraian protein juga akan menjadi jika terjadi cedera fisik. Karena
itu, terjadi peningkatan cadangan glukosa, asam amino, dan asam lemak yang dapat digunakan
sesuai kebutuhan.
g. Leptin
Hipotalamus mendeteksi adanya proses penyimpanan energi melalui kerja leptin, yaitu suatu
hormon peptida yang dilepaskan dari sel-sel lemak (adiposit). Bila jumlah jaringan lemak
meningkat (yang mengisyaratkan adanya kelebihan simpanan energi), adiposit akan menghasilkan
leptin lebih banyak lagi, yang akan dilepaskan ke dalam darah. Leptin kemudian bersirkulasi ke
otak, yang selanjutnya menembus sawar darah otak melalui difusi terfasilitasi dan menempati
reseptor leptin pada berbagai tempat di hipotalamus, terutama neuron POMC di nucleus arkuatus
dan neuron di nukleus paraventrikular.
Stimulasi reseptor leptin di nukleus hipotalamus tersebut akan mengawali berbagai peristiwa yang
akan mengurangi penyimpanan lemak, meliputi
(1) penurunan produksi zat perangsang nafsu makan seperti NPY dan AGRP.
(2) aktivasi neuron POMC, yang menimbulkan pelepasan - MSH dan aktivasi reseptor
melanokortin.
(3) peningkatan produksi zat di hipotalamus seperti corticotropin-releasing hormone, yang akan
mengurangi asupan makanan.
(4) peningkatan aktivitas saraf simpatis (melalui jaras saraf dari hipotalamus ke pusat vasomotor),
yang akan meningkatkan kecepatan metabolisme dan pengeluaran energy.
(5) penurunan sekresi insulin dari sel beta pankreas, yang akan mengurangi simpanan energi. Jadi,
leptin berperan penting dengan cara mengirimkan sinyal dari jaringan lemak ke otak bahwa energy
telah disimpan dalam jumlah yang cukup dan asupan makanan tidak lagi diperlukan saat itu.
h. Grelin
Grelin adalah hormon pengatur na fsu makan. Grelin disekresikan dari lambung yang berfungsi
untuk mengatur keseimbangan energy dengan menstimulasi asupan makanan dan menurunkan
metabolism lemak. Grelin juga berespons terhadap sinyal lain untuk mengirimkan informasi ke
sistem saraf pusat sesuai asupan makanan dan massa lemak tubuh. Grelin juga menstimulasi
hormone pelepasan hormone pertumbuhan dari hipotalamus. Grelin juga mempengaruhi aksis
hipotalamus-hipofisis-gonand.
Sumber:
Guyton dan Hall. 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 12 (Textbook of Medical
Physiology). Amerika Serikat. Elsevier
Lauralee Sherwood. 2014. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem edisi 8. Jakarta: EGC
SUMBER:
Gunantara I.B., 2016. Ekspresi Vascular Endhothelial Growth Factor Berhubungan Positif dengan Kedalam
Invasi pada Adenokarsinoma Kolorektal Tipe Tidak Spesifik. Tesis. Program Pascasarjana
Universitas Udayana. Bali
Kurt J Isselbacher, et.al. 2012. Harrison: Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam Volume 5. Ed.13. EGC.
Jakarta
Mahaprani I.G., Putra I.B., 2011. Inflamatory Bowel Disease. Divisi Bedah Digestif/SMF Ilmu Bedah.
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Bali
Nasution S.D., 2015. Malnutrisi dan Anemia pada Penderita Tuberkulosis Paru. Majority, 4(8), 29-35.
Ratnawati V, Sofiah D,. 2012. Percaya Diri, Body Image dan Kecenderungan Anorexia Nervosa pada
Remaja Putri. Pesona, 1(2), 130-142
Sadock BJ, Kaplan HI, Grebb JA. 2003. Kaplan & Sadocks synopsis Pskiiatri.. Ed.9. Philadelpia:
Lippincott William &Wilkins
Sanjaya Ayling. 2008. Addisons Disease. Bagian Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran Universitas
Wijaya Kusuma. Surabaya
Tanto Chris, et.al. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Ed.2. EGC. Jakarta
5. Jelaskan hubungan dari setiap gejala pada skenario
Patomekanisme berat badan menurun :
Graves Disease (Tiroktosikosis) merupakan suatu keadaan yang menyebabkan
terjadinya hiperfungsi tiroid yang ditandai dengan meningkatnya kadar T3 dan T4. Hal ini
menyebabkan metabolisme basal meningkat, yang berdampak pada peningkatan
proteolisis dan lipolisis oleh proses glukoneogenesis sehingga massa otot mengalami
penurunan. Hal ini menyebabkan berat badan menurun. Karena proses metabolisme dalam
tubuh meningkat, maka terjadi produksi panas yang berlebih oleh karena vasodilatasi
pembuluh darah, kecepatan aliran darah pada kulit terutama meningkat oleh karena
meningkatnya kebutuhan untuk pembuangan panas dan hal ini pun menyebabkan
penurunan berat badan.
Bila terjadi peningkatan produksi hormon oleh kelenjar tiroid, maka akan terjadi
peningkatan kecepatan metabolisme tubuh. Meningkatnya metabolisme dalam jaringan
mempercepat pemakaian oksigen dan memperbanyak jumlah produk akhir dari
metabolisme yang dilepaskan dari jaringan. Efek ini menyebabkan vasodilatasi pada
sbagian besar jaringan tubuh, sehingga meningkatkan aliran darah. Sebagai akibat dari
meningkatnya aliran darah, maka curah jantung juga akan meningkat, seringkali meningkat
sampai 60 persen atau lebih di atas normal. Aktifitas jantung pun menjadi meningkat,
sehingga jantung pasien berdebar-debar.
Jadi antara berat badan menurun dan jantung berdebar tidak memiliki keterkaitan
karena berat badan menurun dikarenkan meningkatnya metabolisme basal sedangkan
jantung berdebar karena terjadi peningkatan aktivitas saraf otonom.
Faktor External
a. Diet/pengurangan volume makan
b. Pola makan yang tidak seimbang
Dapat terjadi apabila seseorang hanya mengkomsumsi bahan makanan yang tidak
seimbang zat gizinya.
c. Depresi/stress
Tekanan mental yang berlebihan dapat menyebabkan dua kasus, urunnya berat
badan dan naiknya BB. Sebagian orang karena depresi menyebabkan kehilangan nafsu
makannya sehingga metabolisme tubuh terganggu dan menghambta fungsi tubuh yang
lain serta terjadi penurunan BB.
d. Defisiensi gizi
e. Aktifitas yang padat/meningkat
Mis: pada olahragawan
f. Penyakit
Kemungkinan penyakit yang dapat menyebabkan penurunan berat badan
khususnya dalam bidang endokrinologi dan metabolisme antara lain: DM tipe 2,
penyakit Graves, penyakit Addison, dan Pheocromocitoma.
g. Gangguan absorbsi
Factor Internal
Penurunan berat badan secara internal dipengaruhi oleh factor hormonal, yaitu:
a. Hormon insulin
Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian asam amino yang
dihasilkan oleh sel beta pankreas. Dalam keadaan normal, bila ada rangsangan pada sel
beta, insulin disintesis dan kemudian disekresikan kedalam darah sesuai kebutuhan
tubuh untuk keperluan regulasi glukosa darah. Sintesis insulin dimulai dalam bentuk
prepro insulin (prekursor hormon insulin) pada retikulum endoplasma sel beta. Dengan
bantuan enzim peptidase, prepro insulin mengalami pemecahan sehingga
terbentuk proinsulin, yang kemudian dihimpun dalam gelembung-gelembung
( secretory vesicles) dalam sel tersebut. Di sini, dengan bantuan peptidase, proinsulin
diuraikan lagi menjadi insulin dan peptida-C (C-Peptide) yang keduanya sudah siap
untuk disekresikan secara bersama-sama melalui membran sel. Insulin berperan penting
dalam berbagai proses biologis dalam tubuh terutama menyangkut metabolisme
karbohidrat. Hormon ini berfungsi dalam proses utilisasi glukosa pada hampir seluruh
jaringan tubuh terutama pada otot, lemak, dan hepar. Pada jaringan perifer
seperti jaringan otot dan lemak, insulin berikatan dengan sejenis reseptor (insulin
receptor substrate) yang terdapat pada membran sel. Ikatan antara insulin dan reseptor
akan menghasilkan semacam signal yang berguna bag iproses regulasi atau metabolisme
glukosa dalam sel otot dan lemak, dengan mekanisme yang belum begitu jelas. Beberapa
hal diketahui, diantaranya meningkatkan kuantitas GLUT-4 ( glukosa transporter-
4) pada membran sel karena proses translokasi GLUT-4 dari dalam sel diaktivasi oleh
adanya transduksi signal. Regulasi glukosa tidak hanya ditentukan oleh metabolisme
glukosa di jaringan perifer, tapi juga di jaringan hepar. Untuk mendapatkan
metabolisme glukosa yang normal diperlukan mekanisme sekresi insulin disertai aksi
insulin yang berlangsung normal.
b.Hormon Tiroid
Kelenjar thyroid mensekresi dua jenis hormon, yaitu tiroksin (T4), mencapai
90 % dari seluruh sekresi kelenjar thyroid dan tri-iodotironin (T3) disekresi dalam
jumlah kecil. Jika TSH mengikat reseptor sel folikel, maka akan mengakibatkan
terjadinya sintesis dansekresi tiroglobulin yang mengandung asam amino tirosin, ke
dalam lumen folikel. Iodium yang tertelan bersama makanan dibawa aliran darah dalam
bentuk ion iodida menuju kelenjar thyroid. Sel-sel folikuler memisahkan iodida dari
darah dan mengubahnya menjadi molekul unsure iodium. Molekul iodium bereaksi
dengan tirosin dalam tiroglobulin untuk membentuk molekul mono iodotirosin dan
diiodotirosin, dua molekul di iodotirosin membentuk T4 sedangkan satu molekul
monoiodotirosin dan satu molekul diiodotirosin membentuk T3. Sejumlah besar T3 dan
T4 disimpan dalam bentuk tiroglobulin selama berminggu-minggu. Saat hormon thyroid
akan dilepas di bawah pengaruh TSH, enzim proteolitik memisahkan hormon dari
tiroglobulin. Hormon berdifusi dari lumen folikel melalui sel-sel folikular dan masuk ke
sirkulasi darh. Sebagian besar hormon thyorid yang bersirkulasi bergabung dengan
protein plasma. Hormon thyroid meningkatkan laju metabolisme hampir semua sel
tubuh. Hormon ini menstimulasi konsumsi oksigen dan memperbesar pengeluaran
energi terutama dalam bentuk panas. Pertumbuhan dan maturasi normal tulang gigi,
jaringan ikat, dan jaringan saraf bergantung pada hormon-hormon thyroid. Fungsi
thyroid diatur oleh hormon perangsang thyroid (TSH) hipofisis, di bawah kendali
hormon pelepas tirotropin (TRH) hipotalamus melalui sistem umpan balik hipofisis-
hipotalamus. Faktor utama yang mempengaruhi laju sekresi TRH dan TSH adalah kadar
hormon thyroid yang berdirkulasi dan laju metabolik tubuh.
c. Hormon Kortisol
Mineral kokortikoid disintesis dalam zona glomerolus. Aldosteron merupakan
mineral kokortikoid terpenting mengatur keseimbangan air dan elektrolit melalui
pengendalian kadar natrium dan kalium dalam darah. Sekresi aldosteron diatur oleh
kadar natrium darah tetapi terutama oleh mekanisme renin-angiotensin. Glukokortikoid
disintesis dalam zona fasikulata. Hormon ini meliputi kortikosteron, kortisol, dan
kortison yang terpenting adalah kortisol. Glukokortikoid mempengaruhi metabolisme
glukosa, protein, dan lemak untuk membentuk cadangan molekul yang siap
dimetabolisme. Hormon ini meningkatkan sintesis glukosa dari sumber non karbohidrat
(glukoneogenesis). Simpanan glikogen di hati (glikogenesis) dan penningkatan kadar
glukosa darah. Hormon ini juga meningkatkan penguraian lemak dan protein serta
menghambat ambilan asam amino dan sintesis protein. Hormon ini juga menstabilisasi
membran lisosom untuk mencegah kerusakan jaringan lebih lanjut. Glukokortikoid
adalah melalui kerja ACTH dalam mekanisme umpan balik negatif. Stimulus utama dari
ACTH adalah semua jenis stres fisik atau emosional. Stres misalnya trauma, infeksi,
atau kerusakan jaringan akan memicu impuls saraf ke hipotalamus. Hipotalamus
kemudian mensekresi hormon pelepas kortikotropin (CRH) yang melewati sistem portal
hipotalamus-hipofisis menuju kelenjar pituitari anterior, yang melepas ACTH. ACTH
bersirkulasi dalam darah meuju kelenjar adrenal dan mengeluarkan sekresi
glukokortikoid. Glukokortikoid mengakibatkan peningkatan persediaan asam amino,
lemak, dan glukosa dalam darah untuk membantu memperbaiki kerusakan yang
disebabkan karena stres dan menstabilkan membranlisosom untuk mencegah kerusakan
lebih lanjut. Gonado kortikoid (steroidkelamin) disintesis pada zona retikularis dalam
jumlah yang relative sedikit, steroid ini berfungsi terutama sebagai prekursor
untuk pengubahan testosteron dan esterogen oleh jaringan lain.
d.Hormon pertumbuhan
GH (growth hormon) atau hormon somatotropik (STH) adalah sejenis hormon
protein. Hormon ini mengendalikan seluruh sel tubuh yang mampu memperbesar
ukuran dan jumlah disertai efek utama pada pertumbuhan tulang dan massa otot rangka.
GH mempercepat laju sintesis protein pada seluruh sel tubuh dengan cara
meningkatkan pemasukan asam amino melalui membran sel. GH juga menurunkan
laju penggunaan karbohidrat oleh sel tubuh dengan demikian menambah glukosa darah.
GH menyebabkan peningkatan mobilisasi lemak dan pemakaian lemak untuk energi.
Selain itu, GH menyebabkan hati (mungkin juga ginjal) memproduksi somatomedin,
sekelompok faktor pertumbuhan dependen-hipofisis yang sangat penting untuk
pertumbuhan tulang dan kartilago. Pengaturan sekresi hormon pertumbuhan terjadi
melalui sekresi dua hormon antagonis.
1. stimulus untuk pelepasan, hormon pelepas hormon pertumbuhan (GHRH) dari
hipotalamus dibawa melalui saluran portal hipotalamus-hipofisis menuju hipofisis
anterior tempatnya menstimulasi sintesis dan pelepasan GH.
Stimulus tambahan untuk pelepasan GH melalui stress, malnutrisi, dan aktivitas yang
merendahkan kadar gula darah seperti puasa dan olahraga.
2. Inhibisi pelepasan, sekresiGHRH dihambat oleh peningkatan kadar GH dalam darah
melallui mekanisme umpan balik negatif. Somatostatin, hormon penghambat hormon
pertumbuhan (GHIH) dari hipotalamus dibawa menuju hipofisis anterior melalaui
sistem portal. Hormon ini menghambat sintesis dan pelepasan GH. Stimulus tambahan
untuk inhibisi GH meliputi obesitas dan peningkatan kadar asam lemak darah.
e.Hormon epinefrin
Secara keseluruhan efek hormone epineferin adalah untuk mempersiapkan tubuh
terhadap aktivitas fisik yang merespon stres, kegembiraan, cedera, latihan dan
penurunan kadar gula. Efek epinefrin yang lain, yaitu meningkatkan frekuensi jantung,
metabolisme, dankomsumsi oksigen. Kadar gula darah meningkat melalui stimulasi
glikogenolisis pada hati dan simpanan glikogen otot. Pembuluh darah pada kulit dan
organ-organ viseral berkontriksi sementara pembululh diotot rangka dan otot jantung
berdilatasi.
7. Diagnosa diferential dan diagnosa sementara pada skenario?
Graves + + + + +
DMT2 + + + - -
Addison + + + - -
1) GRAVES
1. Definisi
Graves Disease adalah suatu bentuk tiroiditis autoimun yang timbul dengan gejala
hipertiroidisme, pembesaran difus kelenjar tiroid, eksoftalmus serta gejala dan tanda lain.
2. Epidemiologi
Perempuan mengalami angka kejadian lebih tinggi dari laki-laki, dimana perempuan 5 kali
lebih sering terkena daripada laki-laki. Penyakit ini jarang terjadi sebelum menginjak usia remaja,
dengan puncak insiden pada kelompok usia 20-40 tahun, namun juga dapat terjadi pada usia lanjut.
3. Etiologi
Penyakit Graves saat ini dianggap sebagai penyakit autoimun idiopatik. Terdapat
kecenderungan yang kuat pada penyakit ini untuk diturunkan secara genetik pada keturunan
penderita. Penyakit ini dapat dicetuskan oleh beberapa faktor diantaranya stres, merokok, infeksi,
asupan iodin yang tinggi, dan masa nifas. Pada penyakit Graves, limfosit T menjadi tersensitisasi
dengan antigen pada kelenjar tiroid sehingga menstimulasi limfosit B untuk memproduksi antibodi
untuk antigen kelenjar tiroid tersebut. Salah satu antibodi yang terbentuk adalah TSH-R Ab [stim],
yang mampu menstimulasi sel tiroid untuk meningkatkan fungsinya. Keberadaan antibodi ini
dalam darah mengindikasikan adanya penyakit ini atau dengan keadaan relaps dari penyakit
Graves.
Penderita penyakit Graves dapat menunjukkan gejala seperti cemas, mudah marah, mudah
lelah atau kelemahan otot, tidak tahan terhadap suhu panas, gangguan tidur, tremor pada tangan,
denyut nadi yang cepat, aktifitas usus yang meningkat atau diare, penurunan berat badan, serta
pembesaran kelenjar tiroid. Tanda yang paling mudah untuk mengenali pasien dengan penyakit
Graves adalah dengan adanya opthalmofati Graves. Beberapa pasien dengan penyakit Graves juga
menunjukkan penebalan dan kemerahan pada kulit ekstremitas bawah mereka, keadaan ini disebut
dengan myxedema pretibialis atau dermofati Graves.
5. Penatalaksaan
Farmakologi
a. Obat Antitiroid : Golongan Tionamid
Terdapat 2 kelas obat golongan tionamid, yaitu tiourasil dan imidazol. Tiourasil
dipasarkan dengan nama propiltiourasil (PTU) dan imidazol dipasarkan dengan nama
metimazol dan karbimazol. Obat golongan tionamid lain yang baru beredar ialah tiamazol
yang isinya sama dengan metimazol.
Obat golongan tionamid mempunyai efek intra dan ekstratiroid. Mekanisme aksi
intratiroid yang utama ialah mencegah/mengurangi biosintesis hormon tiroid T-3 dan T-4,
dengan cara menghambat oksidasi dan organifikasi iodium, menghambat coupling
iodotirosin, mengubah struktur molekul tiroglobulin dan menghambat sintesis tiroglobulin.
Sedangkan mekanisme aksi ekstratiroid yang utama ialah menghambat konversi T-4
menjadi T-3 di jaringan perifer (hanya PTU, tidak pada metimazol). Atas dasar
kemampuan menghambat konversi T-4 ke T-3 ini, PTU lebih dipilih dalam pengobatan
krisis tiroid yang memerlukan penurunan segera hormon tiroid di perifer. Sedangkan
kelebihan metimazol adalah efek penghambatan biosintesis hormon lebih panjang
dibanding PTU, sehingga dapat diberikan sebagai dosis tunggal.
Belum ada kesesuaian pendapat diantara para ahli mengenai dosis dan jangka waktu
pengobatan yang optimal dengan OAT. Beberapa kepustakaan menyebutkan bahwa obat-
obat anti tiroid (PTU dan methimazole) diberikan sampai terjadi remisi spontan, yang
biasanya dapat berlangsung selama 6 bulan sampai 15 tahun setelah pengobatan.
Untuk mencegah terjadinya kekambuhan maka pemberian obat-obat antitiroid biasanya
diawali dengan dosis tinggi. Bila telah terjadi keadaan eutiroid secara klinis, diberikan
dosis pemeliharaan (dosis kecil diberikan secara tunggal pagi hari).
Regimen umum terdiri dari pemberian PTU dengan dosis awal 100-150 mg setiap
6 jam. Setelah 4-8 minggu, dosis dikurangi menjadi 50-200 mg , 1 atau 2 kali sehari.
Propylthiouracil mempunyai kelebihan dibandingkan methimazole karena dapat
menghambat konversi T4 menjadi T3, sehingga efektif dalam penurunan kadar hormon
secara cepat pada fase akut dari penyakit Graves. Methimazole mempunyai masa kerja
yang lama sehingga dapat diberikan dosis tunggal sekali sehari. Terapi dimulai dengan
dosis methimazole 40 mg setiap pagi selama 1-2 bulan, dilanjutkan dengan dosis
pemeliharaan 5 20 mg perhari. (2)
Ada juga pendapat ahli yang menyebutkan bahwa besarnya dosis tergantung pada
beratnya tampilan klinis, tetapi umumnya dosis PTU dimulai dengan 3x100-200 mg/hari
dan metimazol/tiamazol dimulai dengan 20-40 mg/hari dosis terbagi untuk 3-6 minggu
pertama. Setelah periode ini dosis dapat diturunkan atau dinaikkan sesuai respons klinis
dan biokimia. Apabila respons pengobatan baik, dosis dapat diturunkan sampai dosis
terkecil PTU 50mg/hari dan metimazol/ tiamazol 5-10 mg/hari yang masih dapat
mempertahankan keadaan klinis eutiroid dan kadar T-4 bebas dalam batas normal. Bila
dengan dosis awal belum memberikan efek perbaikan klinis dan biokimia, dosis dapat di
naikkan bertahap sampai dosis maksimal, tentu dengan memperhatikan faktor-faktor
penyebab lainnya seperti ketaatan pasien minum obat, aktivitas fisis dan psikis.
Meskipun jarang terjadi, harus diwaspadai kemungkinan timbulnya efek samping,
yaitu agranulositosis (metimazol mempunyai efek samping agranulositosis yang lebih
kecil), gangguan fungsi hati, lupus like syndrome, yang dapat terjadi dalam beberapa bulan
pertama pengobatan. Agranulositosis merupakan efek samping yang berat sehingga perlu
penghentian terapi dengan Obat Anti Tiroid dan dipertimbangkan untuk terapi alternatif
yaitu yodium radioaktif.. Agranulositosis biasanya ditandai dengan demam dan sariawan,
dimana untuk mencegah infeksi perlu diberikan antibiotika.
Efek samping lain yang jarang terjadi namun perlu penghentian terapi dengan Obat
Anti Tiroid antara lain Ikterus Kholestatik, Angioneurotic edema, Hepatocellular toxicity
dan Arthralgia Akut. Untuk mengantisipasi timbulnya efek samping tersebut, sebelum
memulai terapi perlu pemeriksaan laboratorium dasar termasuk leukosit darah dan tes
fungsi hati, dan diulang kembali pada bulan-bulan pertama setelah terapi. Bila ditemukan
efek samping, penghentian penggunaan obat tersebut akan memperbaiki kembali fungsi
yang terganggu, dan selanjutnya dipilih modalitas pengobatan yang lain seperti 131I atau
operasi. Bila timbul efek samping yang lebih ringan seperti pruritus, dapat dicoba ganti
dengan obat jenis yang lain, misalnya dari PTU ke metimazol atau sebaliknya.
Evaluasi pengobatan perlu dilakukan secara teratur mengingat penyakit Graves
adalah penyakit autoimun yang tidak bisa dipastikan kapan akan terjadi remisi. Evaluasi
pengobatan paling tidak dilakukan sekali/bulan untuk menilai perkembangan klinis dan
biokimia guna menentukan dosis obat selanjutnya. Dosis dinaikkan dan diturunkan sesuai
respons hingga dosis tertentu yang dapat mencapai keadaan eutiroid. Kemudian dosis
diturunkan perlahan hingga dosis terkecil yang masih mampu mempertahankan keadaan
eutiroid, dan kemudian evaluasi dilakukan tiap 3 bulan hingga tercapai remisi. Remisi yang
menetap dapat diprediksi pada hampir 80% penderita yang diobati dengan Obat Anti Tiroid
bila ditemukan keadaan-keadaan sebagai berikut :
Terjadi pengecilan kelenjar tiroid seperti keadaan normal.
Bila keadaan hipertiroidisme dapat dikontrol dengan pemberian Obat Anti
Tiroid dosis rendah.
Bila TSH-R Ab tidak lagi ditemukan didalam serum. Parameter biokimia
yang digunakan adalah FT-4 (atau FT-3 bila terdapat T-3 toksikosis),
karena hormon-hormon itulah yang memberikan efek klinis, sementara
kadar TSH akan tetap rendah, kadang tetap tak terdeteksi, sampai beberapa
bulan setelah keadaan eutiroid tercapai. Sedangkan parameter klinis yang
dievaluasi ialah berat badan, nadi, tekanan darah, kelenjar tiroid, dan mata.
b. Obat Golongan Penyekat Beta Obat golongan penyekat beta, seperti propranolol
hidroklorida, sangat bermanfaat untuk mengendalikan manifestasi klinis tirotoksikosis
(hyperadrenergic state) seperti palpitasi, tremor, cemas, dan intoleransi panas melalui
blokadenya pada reseptor adrenergik. Di samping efek antiadrenergik, obat penyekat beta
ini juga dapat -meskipun sedikit- menurunkan kadar T-3 melalui penghambatannya
terhadap konversi T-4 ke T-3. Dosis awal propranolol umumnya berkisar 80 mg/hari.3,4
Di samping propranolol, terdapat obat baru golongan penyekat beta dengan durasi kerja
lebih panjang, yaitu atenolol, metoprolol dan nadolol. Dosis awal atenolol dan metoprolol
50 mg/hari dan nadolol 40 mg/hari mempunyai efek serupa dengan propranolol.
Pada umumnya obat penyekat beta ditoleransi dengan baik. Beberapa efek samping yang
dapat terjadi antara lain nausea, sakit kepala, insomnia, fatigue, dan depresi, dan yang lebih
jarang terjadi ialah kemerahan, demam, agranulositosis, dan trombositopenia. Obat
golongan penyekat beta ini dikontraindikasikan pada pasien asma dan gagal jantung,
kecuali gagal jantung yang jelas disebabkan oleh fibrilasi atrium. Obat ini juga
dikontraindikasikan pada keadaan bradiaritmia, fenomena Raynaud dan pada pasien yang
sedang dalam terapi penghambat monoamin oksidase.
Umumnya obat anti tiroid lebih bermanfaat pada penderita usia muda dengan
ukuran kelenjar yang kecil dan tirotoksikosis yang ringan. Pengobatan dengan Obat Anti
Tiroid (OAT) mudah dilakukan, aman dan relatif murah, namun jangka waktu pengobatan
lama yaitu 6 bulan sampai 2 tahun bahkan bisa lebih lama lagi. Kelemahan utama
pengobatan dengan OAT adalah angka kekambuhan yang tinggi setelah pengobatan
dihentikan, yaitu berkisar antara 25% sampai 90%. Kekambuhan dipengaruhi oleh
berbagai faktor antara lain dosis, lama pengobatan, kepatuhan pasien dan asupan yodium
dalam makanan. Kadar yodium yang tinggi didalam makanan menyebabkan kelenjar tiroid
kurang sensitif terhadap OAT. Pemeriksaan laboratorium perlu diulang setiap 3 - 6 bulan
untuk memantau respons terapi, dimana yang paling bermakna adalah pemeriksaan kadar
FT4 dan TSH.
d. Pengobatan dengan cara kombinasi OAT-tiroksin Yang banyak diperdebatkan adalah
pengobatan penyakit Graves dengan cara kombinasi OAT dan tiroksin eksogen.
Hashizume dkk pada tahun 1991 melaporkan bahwa angka kekambuhan renddah yaitu
hanya 1,7 % pada kelompok penderita yang mendapat terapi kombinasi methimazole dan
tiroksin., dibandingkan dengan 34,7% pada kelompok kontrol yang hanya mendapatkan
terapi methimazole.
Protokol pengobatannya adalah sebagai berikut :
Pertama kali penderita diberi methimazole 3 x 10 mg/hari selama 6 bulan,
selanjutnya 10 mg perhari ditambah tiroksin 100 g perhari selama 1 tahun, dan kemudian
hanya diberi tiroksin saja selama 3 tahun. Kelompok kontrol juga diberi methimazole
dengan dosis dan cara yang sama namun tanpa tiroksin. Kadar TSH dan kadar TSH-R Ab
ternyata lebih rendah pada kelompok yang mendapat terapi kombinasi dan sebaliknya pada
kelompok kontrol. Hal ini mengisyaratkan bahwa TSH selama pengobatan dengan OAT
akan merangsang pelepasan molekul antigen tiroid yang bersifat antigenic, yang pada
gilirannya akan merangsang pembentukan antibody terhadap reseptor TSH. Dengan kata
lain, dengan mengistirahatkan kelenjar tiroid melalui pemberian tiroksin eksogen eksogen
(yang menekan produksi TSH), maka reaksi imun intratiroidal akan dapat ditekan, yaitu
dengan mengurangi presentasi antigen. Pertimbangan lain untuk memberikan kombinasi
OAT dan tiroksin adalah agar penyesuaian dosis OAT untuk menghindari hipotiroidisme
tidak perlu dilakukan terlalu sering, terutama bila digunakan OAT dosis tinggi.
e. Pembedahan
Tiroidektomi subtotal merupakan terapi pilihan pada penderita dengan struma yang besar.
Sebelum operasi, penderita dipersiapkan dalam keadaan eutiroid dengan pemberian OAT
(biasanya selama 6 minggu). Disamping itu , selama 2 minggu pre operatif, diberikan
larutan Lugol atau potassium iodida, 5 tetes 2 kali sehari, yang dimaksudkan untuk
mengurangi vaskularisasi kelenjar dan mempermudah operasi. Sampai saat ini masih
terdapat silang pendapat mengenai seberapa banyak jaringan tiroid yangn harus diangkat.
Tiroidektomi total biasanya tidak dianjurkan, kecuali pada pasein dengan oftalmopati
Graves yang progresif dan berat. Namun bila terlalu banyak jaringan tiroid yang
ditinggalkan , dikhawatirkan akan terjadi relaps. Kebanyakan ahli bedah menyisakan 2-3
gram jaringan tiroid. Walaupun demikan kebanyakan penderita masih memerlukan
suplemen tiroid setelah mengalami tiroidektomi pada penyakit Graves.
Hipoparatiroidisme dan kerusakan nervus laryngeus recurrens merupakan komplikasi
pembedahan yang dapat terjadi pada sekitar 1% kasus.
Pengobatan dengan yodium radioaktif (I131) telah dikenal sejak lebih dari 50 tahun yang
lalu. Radionuklida I131 akan mengablasi kelenjar tiroid melalui efek ionisasi partikel beta
dengan penetrasi kurang dari 2 mm, menimbulkan iradiasi local pada sel-sel folikel tiroid
tanpa efek yang berarti pada jaringan lain disekitarnya. Respons inflamasi akan diikuti
dengan nekrosis seluler, dan dalam perjalanan waktu terjadi atrofi dan fibrosis disertai
respons inflamasi kronik. Respons yang terjadi sangat tergantung pada jumlah I131 yang
ditangkap dan tingkat radiosensitivitas kelenjar tiroid. Oleh karena itu mungkin dapat
terjadi hipofungsi tiroid dini (dalam waktu 2-6 bulan) atau lebih lama yaitu setelah 1 tahun.
Iodine131 dengan cepat dan sempurna diabsorpsi melalui saluran cerna untuk kemudian
dengan cepat pula terakumulasi didalam kelenjar tiroid. Berdasarkan pengalaman para ahli
ternyata cara pengobatan ini aman , tidak mengganggu fertilitas, serta tidak bersifat
karsinogenik ataupun teratogenik. Tidak ditemukan kelainan pada bayi-bayi yang
dilahirkan dari ibu yang pernah mendapat pengobatan yodium radioaktif.
Yodium radioaktif tidak boleh diberikan pada pasien wanita hamil atau menyusui.
Pada pasien wanita usia produktif, sebelum diberikan yodium radioaktif perlu dipastikan
dulu bahwa yang bersangkutan tidak hamil. Selain kedua keadaan diatas, tidak ada
kontraindikasi absolut pengobatan dengan yodium radioaktif. Pembatasan umur tidak lagi
diberlalukan secara ketat, bahkan ada yang berpendapat bahwa pengobatan yodium
radioaktif merupakan cara terpilih untuk pasien hipertiroidisme anak dan dewasa muda,
karena pada kelompok ini seringkali kambuh dengan OAT.
Cara pengobatan ini aman, mudah dan relatif murah serta sangat jarang kambuh.
Reaksi alergi terhadap yodium radioaktif tidak pernah terjadi karena massa yodium dalam
dosis I131 yang diberikan sangat kecil, hanya 1 mikrogram. Efek pengobatan baru terlihat
setelah 8 12 minggu, dan bila perlu terapi dapat diulang. Selama menunggu efek yodium
radioaktif dapat diberikan obat-obat penyekat beta dan / atau OAT.
Respons terhadap pengobatan yodium radioaktif terutama dipengaruhi oleh besarnya dosis
I131 dan beberapa faktor lain seperti faktor imun, jenis kelamin, ras dan asupan yodium
dalam makanan sehari-hari.
Efek samping yang menonjol dari pengobatan yodium radioaktif adalah
hipotiroidisme. Kejadian hipotiroidisme sangat dipengaruhi oleh besarnya dosis;
makin besar dosis yang diberikan makin cepat dan makin tinggi angka kejadian
hipotiroidisme.
Dengan dosis I131 yang moderat yaitu sekitar 100 Ci/g berat jaringan tiroid,
didapatkan angka kejadian hipotiroidisme sekitar 10% dalam 2 tahun pertama dan
sekitar 3% untuk tiap tahun berikutnya.
Efek samping lain yang perlu diwaspadai adalah :
memburuknya oftalmopati yang masih aktif (mungkin karena lepasnya
antigen tiroid dan peningkatan kadar antibody terhadap reseptor TSH),
dapat dicegah dengan pemberian kortikosteroid sebelum pemberian I131
hipo atau hiperparatiroidisme dan kelumpuhan pita suara (ketiganya sangat
jarang terjadi)
gastritis radiasi (jarang terjadi)
eksaserbasi tirotoksikosis akibat pelepasan hormon tiroid secara mendadak
(leakage) pasca pengobatan yodium radioaktif; untuk mencegahnya maka
sebelum minum yodium radioaktif diberikan OAT terutama pada pasien tua
dengan kemungkinan gangguan fungsi jantung. Setelah pemberian yodium
radioaktif, fungsi tiroid perlu dipantau selama 3 sampai 6 bulan pertama;
setelah keadaan eutiroid tercapai fungsi tiroid cukup dipantau setiap 6
sampai 12 bulan sekali, yaitu untuk mendeteksi adanya hipotiroidisme.
Non Farmakologi :
1. Diet yang diberikan harus tinggi kalori, yaitu memberikan kalori 2600-3000kl/hari baik dari
makanan maupun dari suplemen.
2. konsumsi protein harus tinggi, yaitu 100-125gram (1,25gr/kg BB) per hari untuk mengatasi
proses pemecahan protein jaringan seperti susu dan telur.
4. mengurangi rokok, alcohol dan kafein yang dapat meningkatkan kadar metabolisme.
6. Komplikasi
1. Aritmia, biasa terjadi pada pasien yang mengalami hipertiroidisme dan merupakan gejala yang
terjadi pada gangguan tersebut. Setiap individu yang mengeluhkan aritmia harus dievaluasi untuk
,mengetahui terjadinya gangguan tiroid.
2. krisis tirotoksik (badai tiroid), yang dapat terjadi secara spontan pada pasien hipertiroidisme
yang mengalami terapi atau selama pembedahan kelenjar tiroid, atau dapat terjadi pada pasien
yang tidak terdiagnosis hipertitoidisme. Akibatnya adalah pelepasan TH dalam jumlah yang sangat
besar yang menyebabkan takikardi, agitasi, tremor, hipertermia (106 derajat F) dan apabila tidak
diobati, terjadi kematian.
7. Prognosis
Secara umum, perjalanan penyakit graves adalah ditandai oleh remisi dan eksaserbasi untuk
janhka waktu yang lama kecuali kalau kelenjar dirusak dengan pembedahan atau iodine radio aktif.
Walaupun beberapa pasien bisa tetap eutiroid untuk jangka waktu lama setelah terapi, banyak yang
akhirnya mendapatkan hipotiroidisme. Jadi follow up seumur hidup merupakan indikasi untuk
semua pasien dengan penyakit graves.
2. DMT2
1. Definisi
Diabetes mellitus adalah gangguan metabolsme secara genetis dan klinis termasuk heterogen
dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat. Jika telah berkembang penuh secara
klinis, maka diabetes mellitus ditandai dengan hiperglikemia puasa dan postprandial,
aterosklerosis dan penyakit vaskuler angiopati, dan neuropati. Manifestasi klinis hiperglikemia
biasanya sudah bertahun-tahun mendahului timbulnya kelainan klinis dari penyakit vaskularnya.
Pasien dengan kelainan toleransi glukosa ringan ( gangguan glukosa puasa dan gangguan toleransi
glukosa) dapat tetap beresiko mengalami komplikasi netabolik diabetes.
2. Epidemiologi
Tingkat prevalensi diabetes mellitus adalah tinggi. Diduga didapat sekitar 16 juta kasus
diabetes di Amerika Serikat dan setiap tahunnya didiagnosis 600.000 kasus baru. Diabetes
penyebab kematian ketiga di Amerika Serikat dan merupakan penyebab utama kebutaan pada
orang dewasa akibat retinopati diabetic. Pada usia yang sama, penderita diabetes paling sedikit 2
kali ebih sering terkena serangan jantung dibandingkan dengan mereka yang tidak menderita
diabetes.
Tujuh puluh lima pasien penderita diabetes akhirnya meninggal karena penyakit vaskuler.
Serangan jantung, gagal ginjal, stroke, dan gangrene adaah komplikasi yang paling utama. Selain
itu, kematian fetus intrauterine pada ibu-ibu yang menderita diabetes tidak terkontrol juga
meningkat.
3. Etiologi
Diabetes mellitus tipe 1adalah penyakit autoimun yang ditentukan secara genetic dengan
gejala-gejala yang pada akhirnya menuju proses bertahap perusakan imunologik sel-sel yang
memproduksi insulin. Manifestasi klinis diabetes mellitus terjadi jika lebih dari 90% sel-sel beta
menjadi rusak. Pada diabetes mellitus dalam bentuk yang lebih berat, sel-sel beta telah dirusak
semuanya sehingga terjadi insulinopenia dan semua kelainan metabolic yang berkaitan dengan
defisiensi insulin.
Obat-obatan tertentu yang dikeahui dapat memicu penyakit autoimun lain juga dapat memulai
proses autoimun pada pasien-pasien diabetes tipe 1 penapisan imunologik dan pemeriksaan sekresi
insulin pada orang-orang dengan resiko tinggi terhadap diabetes tipe 1 akan memberi jalan untuk
pengobatan imunosupresif dini yang dapat menunda awitan manifestasi klinis defiiensi insulin.
Pada pasien-asien dengan diabetes mellitus tipe 2, penyakitnya mempunyai pola familial
yang kuat. Risiko berkembangnya diabetes tipe 2 pada saudara kandung mendekati 40% dan 33%
untuk anak cucunya. Transplantasi genetic adalah paling kuat yaitu subtipe penyakit diabetes yang
diturunkan dengan pola autosomal dominan. Jika orang tua menderita diabetes tipe 2, resiko
diabetes dan nondiabetes pada anak adalah 1:1, dan sekitar 90% pasti membawa (carier ) diabetes
tipe 2. Diabetes tipe 2 ditandai dengan kelainan sekresi insulin, serta kerja insulin. Pada awalnya
tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaan terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat
dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselular yang
menyebabkan mobilisasi pembawa GLUT 4 glukosa dan meningkatkan transport glukosa
menembus membrane sel. Pada pasien-pasien dengan diabetes tipe 2 terdapat kelainan dalam
pengikatan insulin dengan reseptor. Kelainan ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah
tempat reseptor pada membrane sel yang selnya responsive terhadap insulin atau akibat
ketidaknormalan resepptor insulin instrinsik. Ketidak normalan postrseptor dapat mengganggu
kerja insulin. Pada akhirnya timbul kegagalan sel beta dengan menurunnya jumlah insulin yang
beredar dan tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia. Sekitar 80% pasien diabetes
tipe 2 mengalami obesitas. Karena obesitas berkaitan dengan resistensi insulin, maka kelihatannya
akan timbul kegagalan toleransi glukosa yang menyebabkan diabetes tipe 2.
4. Klasifikasi
Diabetes tipe 1 dikenal sebagai tipe juvenileonset. Insidens diabetes tipe 1 dapat dibagi dalam dua
subtype
Diabetes pe 2 dikenal sebagai tipe dewasa atau tipe onset maturitas. Obesitas sering dikaitkan
dengan kasus ini.
Diabetes gestasional (GDM) dikenali selama kehamilan. Factor resiko terjadinya GDM adalah usia
tua, etnik, obesitas, multiparitas, riwayat keluarga dan riwayat diabetes gestasional terdahulu.
Karena terjadi peningkatan sekresi berbagai hormone yang mempunyai efek metabolik terhadap
toleransi glukosa, maka kehamilan adalah suatu keadaan diabetesgenik.
5. Manifestasi klinis
Gejala DM yang sering dijumpai meliputi polyuria, polidipasia, penurunan berat badan,
keluhan mudah lelah, kelemahan, pandangan yang kabur, infeksi superfisial,dan bahan luka yang
buruk.riwayat sakit yang lengkap harus diperoleh dengan penekanan khusus pada berat badan,
olah raga, kebiasaan merokok, minuman minuman keras (alcohol), riwayat diabetes dalam
keluarga dan factor resiko penyakit kardiovaskular.pada pasien dengan diagnosis Diabetes Melitus
yang sudah ditegakkan harus dilakukan pengkajian terhadap perawatan diabetes sebelumnya,
tingkat HbA1c,hasil pemeriksaan glukosa darah yang dipantau sendiri, frekuensi hiponglisemia
dan pengetahuan pasien tentang Diabetes Melitus.perhatian khusus harus diberikan kepada
pemeriksaan fisik sampai pemeriksaan retina mata, tekanan darah ostostasti, pemeriksaan kaki
(termasuk sensasi getar dan tes monofilament), pemeriksaan nadi perifer, dan tempat-tempat
suntikan insulin. Komplikasih akut Diabetes Melitus yang biasa ditemukan pada pemeriksaan
meliputi ketoasidosis diabetik (DKA) dan keadaan hiperglikemia hyperosmolar.
6. Komplikasi
1. Komplikasi Metabolik Akut
- Pada diabetes tipe 1 adalah ketoasidosis diabetic (KAD) : apabila kadar insulin sangat
menurun, pasien mengalami hiperglikemia dan glukosuria berat, penurunan lipogenesis,
peningkatan lipolisis dan peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai pembentukan
benda keton.
- Hiperglikemia, hiperosmolar, koma nonketotik (HHNK) komplikasi metabolic akut lain
dari diabetes yang sering terjadi pada penderita diabetes tipe 2 bukan karena defisiensi
absolut tetapi relative, hiperglikemia muncu tanpa ketosis. Hiperglikemia menyebabkan
hiperosmolalitas, diuresis osmotik, dan dehidrasi berat.Komplikasi metabolic lain yang
sering dari diabetes adalah hipoglikemia (reaksi insulin, syok insulin), terutama komplikasi
terapi insulin.
2. Komplikasi Kronik Jangka Panjang
- Mikroangiopati merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang kapiler dan arteriola
retina ( retinopati diabetik ), glomerulus ginjal ( nefropati diabetik), dan saraf-saraf perifer
( neuropati diabetic ), otot-otot serta kulit.
Menifestasi dini retinopati berupa mikroaneurisma (pelebaran secular yang kecil) dari
arteriola retina. Akibatnya, perdarahan, neovaskularisasi dan jringan perut retina dapat
mengakibatkan kebutaan.
Pada jaringan saraf, terjadi penimbunan sorbitol dan fruktosa serta penurunan kadar
mioinositol yang menimbulkan neuropati.
7. Penatalaksanaan
a. Edukasi
Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan sebagai bagian dari upaya
pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting dari pengelolaan DM secara holistik.
Materi edukasi terdiri dari materi edukasi tingkat awal dan materi edukasi tingkat lanjutan.Materi
edukasi pada tingkat awal dilaksanakan di Pelayanan Kesehatan Primer yang meliputi:
Materi tentang perjalanan penyakit DM.
Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM secara berkelanjutan.
Penyulit DM dan risikonya.
Intervensi non-farmakologis dan farmakologis serta target pengobatan.
Interaksi antara asupan makanan, aktivitas fisik, dan obat antihiperglikemia oral atau
insulin serta obat-obatan lain.
Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa darah atau urin mandiri
(hanya jika pemantauan glukosa darah mandiri tidak tersedia).
Mengenal gejala dan penanganan awal hipoglikemia.
Pentingnya latihan jasmani yang teratur.
Pentingnya perawatan kaki.
Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan (B).
Materi edukasi pada tingkat lanjut dilaksanakan di Pelayanan Kesehatan Sekunder dan /
atau Tersier, yang meliputi:
b. Jasmani
Latihan jasmani merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DMT2 apabila tidak disertai
adanya nefropati. Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani dilakukan secara secara
teratur sebanyak 3-5 kali perminggu selama sekitar 30-45 menit, dengan total 150 menit
perminggu. Jeda antar latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut. Dianjurkan untuk melakukan
pemeriksaan glukosa darah sebelum latihan jasmani. Apabila kadar glukosa darah <100 mg/dL
pasien harus mengkonsumsi karbohidrat terlebih dahulu dan bila >250 mg/dL dianjurkan untuk
menunda latihan jasmani. Kegiatan sehari-hari atau aktivitas seharihari bukan termasuk dalam
latihan jasmani meskipun dianjurkan untuk selalu aktif setiap hari. Latihan jasmani selain untuk
menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin,
sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan
jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik dengan intensitas sedang
(50- 70% denyut jantung maksimal)(A) seperti: jalan cepat, bersepeda santai, jogging, dan
berenang.
c. Terapi Farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan jasmani (gaya
hidup
sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan.
Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh
sel beta pankreas. Efek samping utama adalah hipoglikemia dan peningkatan berat badan.
Hati-hati menggunakan sulfonilurea pada pasien dengan risiko tinggi hipoglikemia
(orang tua,gangguan faal hati, dan ginjal).
Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan penekanan
pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat
yaitu Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini
diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat
melalui hati. Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia post prandial. Efek samping yang
mungkin terjadi adalah hipoglikemia.
Metformin
Metformin mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis),
dan memperbaiki ambilan glukosa di jaringan perifer. Metformin merupakan pilihan
pertama
pada sebagian besar kasus DMT2. Dosis Metformin diturunkan pada pasien dengan
gangguan fungsi ginjal (GFR 30-60 ml/menit/1,73 m2). Metformin tidak boleh diberikan
pada beberapa keadaan sperti: GFR<30 mL/menit/1,73 m2, adanya gangguan hati berat,
serta pasien-pasien dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit
serebrovaskular, sepsis, renjatan, PPOK,gagal jantung [NYHA FC III-IV]). Efek samping
yang mungkin berupa gangguan saluran pencernaan seperti halnya gejala dispepsia.
Tiazolidindion (TZD).
Tiazolidindion merupakan agonis dari Peroxisome Proliferator Activated Receptor
Gamma (PPAR-gamma), suatu reseptor inti yang terdapat antara lain di sel otot, lemak,
dan hati. Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan
meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan
glukosa di jaringan perifer.
Tiazolidindion meningkatkan retensi cairan tubuh sehingga dikontraindikasikan pada
pasien dengan gagal jantung (NYHA FC III-IV) karena dapat memperberat edema/retensi
cairan. Hati-hati pada
gangguan faal hati, dan bila diberikan perlu pemantauan faal hati secara berkala. Obat
yang masuk dalam golongan ini adalah Pioglitazone.
Obat golongan penghambat DPP-IV menghambat kerja enzim DPP-IV sehingga GLP-1 (Glucose
Like Peptide-1) tetap dalam konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif. Aktivitas GLP-1 untuk
meningkatkan sekresi insulin dan menekan sekresi glukagon bergantung kadar glukosa darah
(glucose dependent). Contoh obat golongan ini adalah Sitagliptin dan Linagliptin.
Termasuk anti hiperglikemia suntik, yaitu insulin, agonis GLP-1 dan kombinasi insulin
dan
agonis GLP-1.
a. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan :
HbA1c > 9% dengan kondisi dekompensasi metabolic
Penurunan berat badan yang cepat
Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
Krisis Hiperglikemia
Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, infark miokard akut, stroke)
Kehamilan dengan DM/Diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali
dengan
perencanaan makan
Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
Kondisi perioperatif sesuai dengan indikasi
Bila HbA1C sejak awal 9% maka bisa langsung diberikan kombinasi 2 macam obat seperti
tersebut
diatas.
Bila dengan kombinasi 2 macam obat tidak mencapai target kendali, maka diberikan kombinasi
3 macam obat dengan pilihan sebagai berikut:
Bila dengan kombinasi 3 macam obat masih belum mencapai target maka langkah berikutnya
adalah pengobatan Insulin basal plus/bolus atau premix
Bila penderita datang dalam keadaan awal HbA1C 10.0% atau Glukosa darah sewaktu 300
mg/dl dengan gejala metabolik, maka pengobatan langsung dengan
a. metformin + insulin basal insulin prandial atau
b. metformin + insulin basal + GLP-1 RA
Keterangan mengenai obat :
1. SGLT-2 dan Kolesevalam belum tersedia di Indonesia.
2. Bromokriptin QR umumnya digunakan pada terapi tumor hipofisis.
Data di Indonesia masih sangat terbatas terkait penggunaan bromokriptin sebagai anti diabetes.
Pilihan obat tetap harus memperhatikan individualisasi serta efektivitas obat, risiko
hipoglikemia, efek peningkatan berat badan, efek samping obat, harga dan ketersediaan obat
sesuai dengan kebijakan dan kearifan local
3. Individualisasi Terapi
Manajemen DM harus bersifat perorangan. Pelayanan yang diberikan berbasis pada perorangan
dimana kebutuhan obat, kemampuan dan keinginan pasien menjadi komponen penting dan
utama dalam menentukan pilihan dalam upaya mencapai target terapi. Pertimbangan tersebut
dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain : usia penderita dan harapan hidupnya, lama menderita
DM, riwayat hipoglikemia, penyakit penyerta, adanya komplikasi kardiovaskular, serta
komponen penunjang lain (ketersediaan obat dan kemampuan daya beli). Untuk pasien usia
lanjut, target terapi HbA1c antara 7,5-8,5% (B).
4. Monitoring
Pada praktek sehari-hari, hasil pengobatan DMT2 harus dipantau secara terencana dengan
melakukan anamnesis, pemeriksaan jasmani, dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan yang
dapat dilakukan adalah:
Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah
Tujuan pemeriksaan glukosa darah:
Mengetahui apakah sasaran terapi telah tercapai
Melakukan penyesuaian dosis obat, bila belum tercapai sasaran terapi
Pemeriksaan HbA1C
Tes hemoglobin terglikosilasi, yang disebut juga sebagai glikohemoglobin, atau hemoglobin
glikosilasi (disingkat sebagai HbA1C), merupakan cara yang digunakan untuk menilai efek
perubahan terapi 8-12 minggu sebelumnya. Untuk melihat hasil terapi dan rencana perubahan
terapi, HbA1c diperiksa setiap 3 bulan, atau tiap bulan pada keadaan HbA1c yang sangat
tinggi (> 10%). Pada pasien yang telah mencapai sasran terapi disertai kendali glikemik
yang stabil HbA1C diperiksa paling sedikit 2 kali dalam 1 tahun
C. ADDISON DISEASE
DEFINISI
Penyakit Addison adalah kelainan yang disebabkan oleh ketidak mampuan
kelenjara drenalis (korteksadrenalis) memproduksi hormone gluko kortikoid (kortisol),
pada beberapa kasus di dapatkan ketidak mampuan memproduksi hormone mineralo
kortikoid (aldosterone) yang cukup bagi tubuh.Oleh karenanya penyakit Addison ini
disebu tjuga dengan cronic adrenal insufficiency atau hypocortisolism.
ETIOLOGI
EPIDEMIOLOGI
Penyakit addison adalah penyakit yang jarang dan dapat terjadi pada pria maupun
wanita. Onset penyakit ini dapat terjadi pada semua usia. Frekuensi penyakit addison
pada populasi manusia diperkirakan 1dari 100.000. beberapa penelitian dan informasi
mendapatkan 40-60 kasus dalam 1 juta populasi pertahanan di US dan dilaporkan sekitar
8 dalam satu juta populasi di UK. Faktor etnis disebutkan tidak signifikan dalam
epidemiologi penyakit Addison
PATOMEKANISME
MANIFESTASI KLINIK
1. Hipotensi
2. Pusing
3. Hiperpigmentasipadakulit
4. Hipoglikemia
5. Anoreksia.
6. Dehidrasi
7. Mual muntah
8. Cemas
9. Kelelahan dan kelemahan otot
10. Keringat dingin dan gemetar
11. Penurunan kesadaran
LANGKAH-LANGKAH DIAGNOSIS
Pemeriksaanpenunjang
1. Uji ACTH
Pemeriksaan ini adalah tes yang paling sering dilakukan untuk mendiagnosa
insufisiensi adrenal. Pemeriksaan ini akan mengukur kadar kortisol di dalam air
kemih dan darah sebelum dan sesudah diberikan ACTH sintetikme lalui suntikan.
Normalnya, setelah mendapat suntikan ACTH, kadarkortisol di dalam air kemih
dan darah akan meningkat. Tetapi pada penyakit Addison atau insufisiensi adrenal
sekunder jangka panjang, kadar kortisol tidak atau hanya sedikit meningkat.
2. Pemeriksaan Stimulasi CRH
Jika pemeriksaan stimulasi ACTH memberikan hasil yang abnormal, maka
pemeriksaan stimulasi CRH dapat dilakukan untuk membantu menentukan
penyebab insufisiensi adrenal. Pada penyakit Addison, dengan pemberian CRH
sintetik akan menghasilkan ACTH yang tinggi tetapi tanpa kortisol.
3. Tes Insulin-Induced Hypoglycemia
Dalam tes ini gula darah dan kadar kortisol diperiksa pada berbagai interval setelah
suntikan insulin diberikan. Jika kadar glukosa turun dan terjadi peningkatan
kortisol, orang tersebut dianggap sehat.
4. Tes Darah
Tes ini digunakan untuk mengukur tingkat potassium, kortisolnatrium, dan ACTH
dalam darah. Komponen tersebut akan memberikan indikasi awal apakah gangguan
kelenjar adrenal adalah penyebab dari tanda dan gejala yang dialami pasien. Tes ini
juga digunakan untuk mengukur antibodi yang berkaitan dengan penyakit Addison.
5. Tes Pencitraan
Tes computerized tomography (CT) scan mungkin diperlukan untuk memeriksa
ukuran kelenjar adrenal serta untuk mencari adanya kelainan untuk diagnose lebih
lanjut.
PROGNOSIS
PENATALAKSANAAN
Terapi utama adalah dengan memberikan kortisol. Mula-mula diberikan kortisol
dosis tinggi. Pada terapi jangka panjang, dosis yang tepat adalah kira-kira 25 mg pagi
hari dan 12,5 mgpada sore hari per-oral untuk mencapai produksi dan ritme yang
normal. Kadang-kadang diperlukan penambahan mineralokortikoi (biasanya
fludrokortison 100 ng/hari). Mungkin diperlukan penyesuaian dosis untuk memberikan
perasaan sehat, tekanan darah dan berat badan normal tanpa edema. Perlu diberitahukan
kepada pasien bahwa kegagalan ini permanen sehingga diperlukan pengobatan jangka
panjang dan penambahan dosis dalam keadaan stress. Pasien harus juga membawa
steroid cord setiap saat.
Anamnesis
Pada anamnesis, ditanyakan gejala-gejala tirotoksikosis seperti pada tabel yang
dialami pasien seperti pada manifestasi klinis. Pada pasien lanjut usia, gejala yang timbul
mungkin hanya berupa kelelahan dan penurunan berat badan. Keadaan ini disebut
tirotoksikosis apatetik.
Pemeriksan Fisis
Gejala toksik pada pemeriksaan fisis dapat berupa : Retraksi atau lag kelopak mata,
eksoftalmos, takikardi, fibrilasi atrial, ginekomastia, tremor, kulit yang hangat dan lembab,
kelemahan otot, dan myopati proksimal.
Pemeriksaan neurologi menunjukkan adanya peningkatan refleks, wasting otot, dan
myopati proksimal yang tidak disertai fasikulasi.
Pemeriksaan kelenjar tiroid ditemukan pembesaran difus yang disertai bruit akibat
peningkatan vaskularisasi kelenjar tiroid.
Pemeriksaan Penunjang
Penatalaksanaan dari pasien yang mengalami penurunan berat badan adalah Mengevaluasi
penyebab penurunan berat badan pasien
Airlangga University Press. 2006. Seri-1 Endokrin Metabolik, Kapita Selekta Tiroidologi. Suraba
ya : Pusat Penerbitan dan Percetakan Unair
Catalona William J. 2005 .Buku ajar histologi Edisi 12. Jakarta : EGC
Criss Tanto, Frans Liwang, dkk. 2016. Kapita Selekta kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius.
F.Paulsen & J.Waschke. 2012. Atlas Anatomi Manusia Sobotta Edisi 23. Jakarta : EGC.
Guyton dan hall. 2014. Fisiologi Kedokteran edisi 12. Singapore : Saunders Elseivers wika
Sherwood, Lauralee. 2011. Introduction To Human Physiology 8th Edition . Amerika Serikat:
Yolanda Cassio, Brooks/Cole ,Cengage learning.
Sudoyo, Aru W. 2006. Ilmu Penyakit Dalam Edisi VI. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas I
ndonesia)
Gunantara I.B., 2016. Ekspresi Vascular Endhothelial Growth Factor Berhubungan Positif dengan Kedalam
Invasi pada Adenokarsinoma Kolorektal Tipe Tidak Spesifik. Tesis. Program Pascasarjana
Universitas Udayana. Bali
Kurt J Isselbacher, et.al. 2012. Harrison: Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam Volume 5. Ed.13. EGC.
Jakarta
Mahaprani I.G., Putra I.B., 2011. Inflamatory Bowel Disease. Divisi Bedah Digestif/SMF Ilmu Bedah.
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Bali
Nasution S.D., 2015. Malnutrisi dan Anemia pada Penderita Tuberkulosis Paru. Majority, 4(8), 29-35.
Ratnawati V, Sofiah D,. 2012. Percaya Diri, Body Image dan Kecenderungan Anorexia Nervosa pada
Remaja Putri. Pesona, 1(2), 130-142
Sadock BJ, Kaplan HI, Grebb JA. 2003. Kaplan & Sadocks synopsis Pskiiatri.. Ed.9. Philadelpia:
Lippincott William &Wilkins
Sanjaya Ayling. 2008. Addisons Disease. Bagian Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran Universitas
Wijaya Kusuma. Surabaya
Tanto Chris, et.al. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Ed.2. EGC. Jakarta.