Deskripsi: Pasien Ny. AH, wanita, usia 37 tahun, datang ke UGD RS. Tk. IV Cijantung Kesdam Jaya
pada tanggal 27 Juli 2017 pukul 07.34 WIB dengan keluhan seluruh badan terasa kesemutan dan
lemas sejak 3 jam SMRS. Keluhan ini dirasakan tiba-tiba saat pasien bangun tidur. Kesemutan
awalnya hanya di tangan dan kaki saja lama kelamaan terasa di seluruh badan hingga badan terasa
lemas. Kaki dan tangan sulit digerakkan. Lidah tidak terasa kaku dan fungsi bicara tidak terganggu.
Selain itu pasien juga mengeluh jantung terasa berdebar-debar hingga dada terasa sakit. Sebelum ke
UGD pasien sempat berobat ke bidan di dekat rumahnya, diberikan oksigen melalui nasal canul 3 lpm
dan baru diberikan minyak kayu putih pada tangan dan kaki tapi tidak mengurangi keluhan. 42 hari
yang lalu pasien riwayat melahirkan anak ke-4 melalui persalinan pervaginam dengan bantuan vakum.
BBL bayi 4 kg, cukup bulan. Pasien baru selesai masa nifas. Sejak melahirkan pasien tidak
diperbolehkan makan buah pisang oleh bidan yang merawatnya. BAB mencret disangkal, mual &
muntah disangkal, riwayat mengkonsumsi obat-obatan pelancar kencing disangkal.
Tujuan: Menegakkan diagnosis secara tepat melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan
penunjang, melakukan penatalaksanaan secara menyeluruh dan menstabilkan keadaan umum pasien.
1
Bahan-bahasan: Tinjauan Riset Kasus Audit
Pustaka
Nama Rumah Sakit: Rumah Sakit Anamnesis: Terdaftar Sejak: 27 Juli 2017
TK IV Cijantung Kesdam Jaya Auto Anamnesis
Pemeriksaan Laboratorium:
27/07/2017 Hb: 13,9 gr%, Leukosit: 8.500/mm3, Trombosit: 378.000/mm3, Ht: 44%. Gula
darah sewaktu 93 mg/dL 08/10/2016 GDS 112 mg/dL.
Na: 141 mmol/L; Cl: 108 mmol/L; K: 3,0 mmol/L
09/10/2016 Hb: 12,2 gr%, Leukosit: 5.800/mm3, Trombosit: 173.000/mm3, Ht: 35%.
1. Riwayat Kesehatan/Penyakit:
Pasien tidak pernah menderita penyakit apapun sebelumnya. Riwayat hipertensi disangkal,
riwayat DM disangkal, Riwayat stroke disangkal. Sebelum keluhan muncul pasien juga tidak
ada riwayat diare, muntah-muntah, ataupun mengkonsumsi obat pelancar kencing (diuretik).
2. Riwayat Keluarga:
Di keluarga pasien tidak ada yang pernah mengalami keluhan serupa. Riwayat hipertensi pada
ayah pasien.
3. Riwayat kehamilan
Pasien memiliki 4 anak. Tidak ada riwayat keguguran sebelumya. Selama kehamilan tidak
pernah ada masalah
4. Riwayat Persalinan
Pasien riwayat melahirkan anak ke-4 nya 42 hari SMRS. Anak laki-laki lahir melalui
persalinan pervaginam dengan bantuan vakum ditolong oleh bidan di kampungnya. Bayi lahir
cukup bulan dengan BBL 4 kg.
5. Riwayat Makan
Tidak ASI eklusif. Pemberian MPASI, biskuit, bubur susu, nasi tim, sesuai dengan usia. Pola
3
makan pasien baik dan kebutuhan karbohidrat, protein, lemak dan vitamin terpenuhi dengan
baik. Kesan : Kualitas dan kuantitas makan pasien cukup baik.
Daftar Pustaka:
1. Behrman dkk, (e.d Bahasa Indonesia), Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15, EGC, 2000. Hal
2059-2067.
2. Pusponegoro. D. Hardiono dkk. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. Ikatan
Dokter Anak Indonesia. Jakarta, 2006.
3. Price, Sylvia, Anderson. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. EGC,
Jakarta 2006.
4. Mardjono Mahar, dkk. Neurologi Klinis Dasar, PT. Dian Rakyat. Jakrta, 2006.
5. Pediatrica, Buku Saku Anak, edisi 1, Tosca Enterprise. UGM Jogjakarta, 2005.
6. Rudolph. Abraham M. Kelainan urogenital. A. Samik Wahab, Sugiarto. Buku Ajar
Pediatri Rudolph. Edisi 20. Volume 2. Jakarta : EGC.2006
7. Purnomo, Basuki B. Dasar-Dasar Urologi. Edisi ketiga. Malang : Fakultas Kedokteran
Universitas Brawijaya. 2011
8. Price, SW dan Wilson, LM. Patofisiologi. Edisi 6. Volume 1. Jakarta : EGC. 2005
9. Robbins dkk. Buku ajar patologi. Edisi 7. Volume 2. Hariawati Hartono. Jakarta : EGC.
2004
10. Rudolph. Abraham M. Kelainan urogenital. A. Samik Wahab, Sugiarto. Buku Ajar
Pediatri Rudolph. Edisi 20. Volume 2. Jakarta : EGC.2006
Hasil Pembelajaran:
Penegakkan diagnosis hipokalemia
Tatalaksana hipokalemia
Tinjauan pustaka hipokalemia
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio:
Subyektif:
Pasien An. F., laki-laki, usia 2 tahun datang ke IGD RS Tk. IV Cijantung Kesdam Jaya pada
tanggal 07/10/2016, pukul 21.50 WIB dengan keluhan demam kejang sejak 5 jam SMRS, yang
didahului dengan demam. Setiba di IGD pasien kejang klojotan seluruh tubuh, mata mendelik
ke atas, saat kejang pasien tidak sadarkan diri, mulut tidak terkunci dan tidak mengeluarkan
busa. Setelah kejang hilang pasien tersadar dan menangis, dan kejang berlangsung kurang dari
15 menit. Menurut ibu pasien, sebelumnya pasien kejang sebanyak dua kali di rumah, kejang
4
pertama pada pukul 16.30 WIB dan kejang yang kedua pada pukul 19.30 WIB, kejang klojotan
seluruh tubuh, mata mendelik ke atas, saat kejang pasien tidak sadarkan diri, setelah kejang
hilang pasien tersadar dan menangis, dan kejang berlangsung kurang lebih selama 5 menit.
Demam muncul mendadak pada siang hari, demam mulai menurun setelah pemberian obat
demam supp dan kompres hangat oleh ibu, namun suhu tubuh kembali naik. Riwayat kejang
serupa (+). Pasien pertama kali kejang pada usia 1 tahun, pasien kejang didahului oleh demam,
pasien kejang klojotan seluruh tubuh, mata mendelik ke atas, saat kejang pasien tidak sadarkan
diri, mulut tidak terkunci dan tidak mengeluarkan busa. Setelah kejang hilang, pasien tersadar
dan menangis, dan kejang berlangsung kurang dari 15 menit. Pasien mendapat perawatan di
RS Tugu Ibu selama 5 hari. Kejang kedua pada 3 bulan yang lalu, kemudian diberikan obat
penurun panas dan membaik. Terdapat tante pasien dari keluarga ibu pasien memiliki riwayat
kejang serupa pada usia di bawah 5 tahun dan menghilang pada usia di atas 5 tahun
Objektif:
07/10/2016 Kesadaran compos mentis, keadaan umum tampak sakit sedang. Nadi: 120x/menit,
Napas: 24x/menit, Suhu: 39.5oC BB: 16 kg TB 98 cm. GCS 15. Skala nyeri ringan. 10/10/2016
Kesadaran compos mentis, keadaan umum tampak sakit sedang. Nadi: 110x/menit, Napas:
22x/menit, Suhu: 36.5oC BB: 16 kg TB 98 cm. GCS 15. Skala nyeri ringan.
Pemeriksaan fisik: Kepala: Normocephali, UUB sudah menutup, fontanela datar. Wajah
simetris, Conjunctiva tidak anemis, Sklera Ikterik -/-, tidak terdapat blood stolsel pada kedua
lubang hidung, tidak ada gusi berdarah. Tidak ditemukan pembesaran kelenjar getah bening
leher dan axilla. Thorax: Suara nafas vesikuler +/+, rhonci -/-, wheezing -/-. Bunyi jantung I-II
regular, tidak ada bunyi jantung tambahan III-IV, murmur -, gallop -, hepar dan lien tidak
teraba membesar. Status genitalis; fimosis (+). Ekstremitas; akral hangat, tidak terdapat
ptekhie pada kedua ekstremitas atas dan bawah. Refleks patologis (-)
Pemeriksaan Laboratorium: 07/10/2016 Hb: 12,9 gr%, Leukosit: 15.000/mm3, Trombosit:
237.000/mm3, Ht: 36%. Gula darah sewaktu 139 mg/dL 08/10/2016 GDS 112 mg/dL.
09/10/2016 Hb: 12,2 gr%, Leukosit: 5.800/mm3, Trombosit: 173.000/mm3, Ht: 35%.
5
didahului dengan demam. Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan
kenaikan metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%, kenaikan
suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang
singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan
listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel
maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan neurotransmitter dan terjadi kejang.
Setiba di IGD pasien kejang klojotan seluruh tubuh, mata mendelik ke atas, saat kejang pasien
tidak sadarkan diri, mulut tidak terkunci dan tidak mengeluarkan busa. Setelah kejang hilang
pasien tersadar dan menangis, dan kejang berlangsung kurang dari 15 menit. Kejang demam
kompleks dapat ditegakan dengan memenuhi salah satu kriteria ; kejang lama > 15 menit,
kejang fokal atau parsial satu sisi atau kejang umum didahului kejang parsial, berulang atau
lebih dari sekali dalam 24 jam, anak sadar kembali di antara bangkitan kejang. Riwayat kejang
serupa (+). Pasien pertama kali kejang pada usia 1 tahun dan kejang kedua pada 3 bulan yang
lalu. Rentangusiakejangdemamadalahusia6bulansampai5tahun.
- Menurut (Muslihatun,2010:161) Fimosis dialami oleh sebagian besar bayi baru lahir, karena
terdapat adesi alamiah antara preputium dengan glans penis. Sampai usia 3-4 tahun, penis
tumbuh dan berkembang. Debris yang dihasilkan oleh epitel preputium (smegma) mengumpul
di dalam preputium dan perlahan-lahan memisahkan preputium dengan glans penis. Smegma
terjadi dari sel-sel mukosa preputium dan glans penis yang mengalami deskuamasi oleh bakteri
yang ada di dalamnya. Jika terjadi infeksi, anak akan menangis setiap buang air kecil dan dapat
pula disertai demam. Ujung penis yang tampak menggelembung disebabkan oleh adanya
penyempitan pada ujung preputium karena terjadi perlengketan dengan glans penis yang tidak
dapat ditarik ke arah proksimal. Adanya penyempitan tersebut menyebabkan terjadi gangguan
aliran urin pada saat miksi. Urine terkumpul di ruang antara preputium dan glans penis,
sehingga ujung penis tampak menggelembung.
Plan:
Diagnosis: post partum dengan paraparese ec hipokalemia &
Pengobatan:
Terapi Medikamentosa:
IVFD RL 16 tpm (micro)
6
Inj. Cefotaxime 2 x 500 mg (I.V.)
Jika kejang: Inj. Diazepam 8 mg (I.V)
Pyrexin 160 mg supp.
Stesolid 10 mg sup.
Paracetamol syr. 3 x 1 C (P.O.)
Dizepam 1 mg dalam puyer 2x1 pulv.
Pendidikan:
Edukasi kepada pasien dan keluarga untuk bekerja sama dengan dokter dalam proses
penyembuhan dan pemulihan, serta memberikan informasi mengenai penyakit yang diderita
pasien.
Konsultasi:
Konsultasi dengan dokter Spesialis Penyakit Dalam.
TINJAUAN PUSTAKA
KEJANG DEMAM
DEFINISI(1)(5)
Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling sering dijumpai pada
anak yang terjadi pada suhu badan yang tinggi yang disebabkan oleh kelainan ekstrakranial.
Derajat tinggi suhu yang dianggap cukup untuk diagnosa kejang demam adalah 38 derajat
celcius di atas suhu rektal atau lebih. Kejang terjadi akibat loncatan listrik abnormal dari
sekelompok neuron otak yang mendadak dan lebih dari biasanya, yang meluas ke neuron
sekitarnya atau dari substansia grasia ke substansia alba yang disebabkan oleh demam dari luar
7
otak. Kejang demam sering juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai
pada anak-anak usia di bawah 5 tahun.
INSIDEN
Insiden terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 6 bulan sampai 4
tahun. Hampir 3 % dari anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah menderita kejang demam.
Kejang demam lebih sering didapatkan pada laki-laki daripada perempuan. Hal tersebut
disebabkan karena pada wanita didapatkan maturasi serebral yang lebih cepat dibandingkan laki-
laki.
Berdasarkan laporan dari daftar diagnosa dari lab./SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Dr.
Soetomo Surabaya didapatkan data adanya peningkatan insiden kejang demam. Pada tahun 1999
ditemukan pasien kejang demam sebanyak 83 orang dan tidak didapatkan angka kematian (0 %).
Pada tahun 2000 ditemukan pasien kejang demam 132 orang dan tidak didapatkan angka
kematian (0 %). Dari data di atas menunjukkan adanya peningkatan insiden kejadian sebesar
37%.
ETIOLOGI
Etiologi dan pathogenesis kejang demam sampai saat ini belum diketahui, akan tetapi
umur anak, tinggi dan cepatnya suhu meningkat mempengaruhi terjadinya kejang. Faktor
hereditas juga mempunyai peran yaitu 8-22% anak yang mengalami kejang demam mempunyai
orang tua dengan riwayat kejang demam pada masa kecilnya.(1)(9)
8
Semua jenis infeksi bersumber di luar susunan saraf pusat yang menimbulkan demam
dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang paling sering menimbulkan kejang demam
adalah infeksi saluran pernafasan atas terutama tonsillitis dan faringitis, otitis media akut(cairan
telinga yang tidak segera dibersihkan akan merembes ke saraf di kepala pada otak akan
menyebabkan kejang demam), gastroenteritis akut, exantema subitum dan infeksi saluran kemih.
Selain itu, imunisasi DPT (pertusis) dan campak (morbili) juga dapat menyebabkan kejang
demam.
PATOFISIOLOGI(2)(4)
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi
CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan
permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan
mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya,
kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi
Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebalikya. Karena perbedaan jenis dan
konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang
disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran
diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.
9
15 %. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel
neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat
terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat
meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan neurotransmitter dan
terjadi kejang. Kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai
apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya
terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi
artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan
makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat.
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI 2004), membagi kejang demam menjadi dua(8)
- Berlangsung singkat
- Umumnya serangan berhenti sendiri dalam waktu < 15 menit
- Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam, anak sadar kembali di antara bangkitan
kejang
10
Umur anak ketika kejang antara 6 bulan & 4 tahun
Kejang bersifat umum, frekuensi kejang bangkitan dalam 1 th tidak > 4 kali
Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya seminggu sesudah suhu normal tidak
menunjukkan kelainan
Menurut sub bagian syaraf anak FK-UI membagi tiga jenis kejang demam, yaitu :
EEG abnormal
11
Temperatur kurang dari 39
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kejang demam berulang antara lain:
3. Kejang demam terjadi segera setelah mulai demam atau saat suhu sudah relatif normal
Perbedaan kejang demam dengan epilepsi yaitu pada epilepsi, tidak disertai demam. Epilepsi
terjadi karena adanya gangguan keseimbangan kimiawi sel-sel otak yang mencetuskan muatan
listrik berlebihan di otak secara tiba-tiba. Penderita epilepsi adalah seseorang yang mempunyai
bawaan ambang rangsang rendah terhadap cetusan tersebut. Cetusan bisa di beberapa bagian
12
otak dan gejalanya beraneka ragam. Serangan epilepsi sering terjadi pada saat ia mengalami
stres, jiwanya tertekan, sangat capai, atau adakalanya karena terkena sinar lampu yang tajam.
MANIFESTASI KLINIS(1)(2)(5)
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan
suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf pusat, otitis
media akuta, bronkitis, furunkulosis dan lain-lain. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24
jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-
klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Namun anak akan
terbangun dan sadar kembali setelah beberapa detik atau menit tanpa adanya kelainan
neurologik.
Gejala yang timbul saat anak mengalami kejang demam antara lain : anak mengalami
demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang terjadi secara tiba-tiba), kejang
tonik-klonik atau grand mal, pingsan yang berlangsung selama 30 detik-5 menit (hampir selalu
terjadi pada anak-anak yang mengalami kejang demam). Kejang dapat dimulai dengan kontraksi
yang tiba-tiba pada otot kedua sisi tubuh anak. Kontraksi pada umumnya terjadi pada otot wajah,
badan, tangan dan kaki. Anak dapat menangis atau merintih akibat kekuatan kontaksi otot. Anak
akan jatuh apabila dalam keadaan berdiri.
Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya berlangsung selama
10-20 detik), gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama, biasanya
berlangsung selama 1-2 menit), lidah atau pipinya tergigit, gigi atau rahangnya terkatup rapat,
inkontinensia (mengeluarkan air kemih atau tinja diluar kesadarannya), gangguan pernafasan,
apneu (henti nafas), dan kulitnya kebiruan.
3. Sulit bernapas
13
4. Busa di mulut
DIAGNOSIS(4)(9)(10)
Anamnesis
- waktu terjadi kejang, durasi, frekuensi, interval antara 2 serangan kejang
- sifat kejang (fokal atau umum)
- Bentuk kejang (tonik, klonik, tonik-klonik)
- Kesadaran sebelum dan sesudah kejang (menyingkirkan diagnosis meningoensefalitis)
- Riwayat demam ( sejak kapan, timbul mendadak atau perlahan, menetap atau naik turun)
- Menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam (ISPA, OMA, GE)
- Riwayat kejang sebelumnya (kejang disertai demam maupun tidak disertai demam atau
epilepsi)
- Riwayat gangguan neurologis (menyingkirkan diagnosis epilepsi)
- Riwayat keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan
- Trauma kepala
Pemeriksaan fisik
- Tanda vital terutama suhu
- Manifestasi kejang yang terjadi, misal : pada kejang multifokal yang berpindah-pindah
atau kejang tonik, yang biasanya menunjukkan adanya kelainan struktur otak.
- Kesadaran tiba-tiba menurun sampai koma dan berlanjut dengan hipoventilasi, henti
nafas, kejang tonik, posisi deserebrasi, reaksi pupil terhadap cahaya negatif, dan
terdapatnya kuadriparesis flasid mencurigakan terjadinya perdarahan intraventikular.
- Pada kepala apakah terdapat fraktur, depresi atau mulase kepala berlebihan yang
disebabkan oleh trauma. Ubun ubun besar yang tegang dan membenjol menunjukkan
adanya peninggian tekanan intrakranial yang dapat disebabkan oleh pendarahan
14
sebarakhnoid atau subdural. Pada bayi yang lahir dengan kesadaran menurun, perlu dicari
luka atau bekas tusukan janin dikepala atau fontanel enterior yang disebabkan karena
kesalahan penyuntikan obat anestesi pada ibu.
- Terdapatnya stigma berupa jarak mata yang lebar atau kelainan kraniofasial yang
mungkin disertai gangguan perkembangan kortex serebri.
- Transluminasi kepala yang positif dapat disebabkan oleh penimbunan cairan subdural
atau kelainan bawaan seperti parensefali atau hidrosefalus.
- Pemeriksaan umum penting dilakukan misalnya mencari adanya sianosis dan bising
jantung, yang dapat membantu diagnosis iskemia otak.
Pemeriksaan laboratorium
- Darah tepi lengkap penyebab demam
- Elektrolit, glukosa darah diare, muntah, hal lain yang dpt mengganggu keseimbangan
elektrolit atau gula darah.
- Pemeriksaan fungsi hati dan ginjal gangguan metabolisme
- Kadar TNF alfa, IL-1 alfa & IL-6 pada CSS meningkat Ensefalitis akut /
Ensefalopati.
Pemeriksaan penunjang
- Lumbal Pungsi curiga meningitis, umur kurang dari 12 bulan diharuskan dan umur di
antara 12-18 bulan dianjurkan.
- EEG tidak dapat mengidentifikasi kelainan yang spesifik maupun memprediksi
terjadinya kejang yang berulang, tapi dapat dipertimbangkan pada KDK
- CT-scan atau MRI tidak dilakukan pd KDS yang terjadi pertama kali, akan tetapi dapat
dipertimbangkan untuk pasien yang mengalami KDK untuk menentukan kelainan
struktural berupa kompleks tunggal atau multipel
15
DIAGNOSA BANDING
Menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan kejang, harus dipikirkan
apakah penyebab kejang itu di dalam atau diluar susunan saraf pusat. Kelainan di dalam otak
biasanya karena infeksi, misalnya meningitis, ensefalitis, abses otak, dan lain-lain.oleh sebab itu
perlu waspada untuk menyingkirkan dahulu apakah ada kelainan organis di otak.
Menegakkan diagnosa meningitis tidak selalu mudah terutama pada bayi dan anak yang
masih muda. Pada kelompok ini gejala meningitis sering tidak khas dan gangguan neurologisnya
kurang nyata. Oleh karena itu agar tidak terjadi kekhilafan yang berakibat fatal harus dilakukan
pemeriksaan cairan serebrospinal yang umumnya diambil melalui pungsi lumbal.
Baru setelah itu dipikirkan apakah kejang demam ini tergolong dalam kejang demam
kompleks atau epilepsi yang dprovokasi oleh demam.
PENATALAKSANAAN(3)(4)(10)
Dalam penanggulangan kejang demam ada 6 faktor yang perlu dikerjakan, yaitu :
16
3. Memberikan pengobatan rumat
6. Pengobatan akut
Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu datang, kejang sudah berhenti.
Apabila pasien dating dalam keadaan kejang, obat paling cepat untuk menghentikan kejang
adalah diazepam yang diberikan secara intravena dengan dosis 0,3-0,5 mm/kgBB perlahan-lahan
dengan kecepatan 1-2mg.menit atau dalam waktu 3-5 menit. Obat yang praktis dan dapat
diberikan oleh orang tua di rumah atau yang sering digunakan di rumah sakit adalah diazepam
rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kgBB atau diazepam rektal 5 mg untuk anak
dengan berat badan kurang dari 10 kg, dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10kg. atau
diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak di bawah usia 3 tahun atau 7,5 mg mg untuk anak
diatas usia 3 tahun.
1. Pemberian diazepam 0,2 mg/kgBB per infus diulangi. Jika belum terpasang selang infus,
0,5 mg/kg per rektal
2. Pengawasan tanda-tanda depresi pernapasan
17
1. Pemberian fenobarbital 20-30 mg/kgBB per infus dalam 30 menit
2. Pemberian fenitoin 10-20mg/kgBB per infus dalam 30 menit dengan kecepatan 1
mg/kgBB/menit atau kurang dari 50mg/menit.
Jika kejang masih berlanjut, diperlukan penanganan lebih lanjut di ruang perawatan intensif
dengan thiopentone dan alat bantu pernapasan.
Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam
sederhana atau kompleks dan faktor risikonya.
II.Pengobatan penunjang
Pengobatan penunjang dapat dilakukan dengan memonitor jalan nafas, pernafasan, sirkulasi dan
memberikan pengobatan yang sesuai. Sebaiknya semua pakaian ketat dibuka, posisi kepala
dimiringkan untuk mencegah aspirasi lambung. Penting sekali mengusahakan jalan nafas yang
bebas agar oksigenasi terjamin, kalau perlu dilakukan intubasi atau trakeostomi. Pengisapan
lender dilakukan secara teratur dan pengobatan ditambah dengan pemberian oksigen. Cairan
intavena sebaiknya diberikan dan dimonitor sekiranya terdapat kelainan metabolik atau
elektrolit. Fungsi vital seperti kesadaran, suhu, tekanan darah, pernafasan dan fungsi jantung
diawasi secara ketat.
Pada demam, pembuluh darah besar akan mengalami vasodilatasi, manakala pembuluh darah
perifer akan mengalami vasokontrisksi. Kompres es dan alkohol tidak lagi digunakan karena
pembuluh darah perifer bisa mengalami vasokontriksi yang berlebihan sehingga menyebabkan
proses penguapan panas dari tubuh pasien menjadi lebih terganggu. Kompres hangat juga tidak
digunakan karena walaupun bisa menyebabkan vasodilatasi pada pembuluh darah perifer, tetapi
sepanjang waktu anak dikompres, anak menjadi tidak selesa karena dirasakan tubuh menjadi
semakin panas, anak menjadi semakin rewel dan gelisah. Menurut penelitian, apabila suhu
penderita tinggi (hiperpireksi), diberikan kompres air biasa. Dengan ini, proses penguapan bisa
terjadi dan suhu tubuh akan menurun perlahan-lahan.
Bila penderita dalam keadaan kejang obat pilihan utama adalah diazepam yang diberikan secara
per rektal, disamping cara pemberian yang mudah, sederhana dan efektif telah dibuktikan
18
keampuhannya. Hal ini dapat dilakukan oleh orang tua atau tenaga lain yang mengetahui
dosisnya. Dosis tergantung dari berat badan, yaitu berat badan kurang dari 10 kg diberikan 5 mg
dan berat badan lebih dari 10 kg rata-rata pemakaiannya 0,4-0,6 mg/KgBB. Kemasan terdiri atas
5 mg dan 10 mg dalam rectiol. Bila kejang tidak berhenti dengan dosis pertama, dapat diberikan
lagi setelah 15 menit dengan dosis yang sama.
Untuk mencegah terjadinya udem otak diberikan kortikosteroid yaitu dengan dosis 20-30
mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis. Golongan glukokortikoid seperti deksametason diberikan
0,5-1 ampul setiap 6 jam sampai keadaan membaik.
III.Pengobatan rumat
Setelah kejang diatasi harus disusul dengan pengobatan rumat dengan cara mengirim penderita
ke rumah sakit untuk memperoleh perawatan lebih lanjut. Pengobatan ini dibagi atas dua bagian,
yaitu:
Profilaksis intermitten
Untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari, penderita kejang demam diberikan obat
campuran anti konvulsan dan antipiretika yang harus diberikan kepada anak selama episode
demam. Antipiretik yang diberikan adalah paracetamol dengan dosis 10-15mg/kg/kali diberikan
4 kali sehari atau ibuprofen dengan dosis 5-10mg/kg/kali, 3-4 kali sehari. Antikonvulsan yang
ampuh dan banyak dipergunakan untuk mencegah terulangnya kejang demam ialah diazepam,
baik diberikan secara rectal dengan dosis 5 mg pada anak dengan berat di bawah 10kg dan 10 mg
pada anak dengan berat di atas 10kg, maupun oral dengan dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam.
Profilaksis intermitten ini sebaiknya diberikan sampai kemungkinan anak untuk menderita
kejang demam sedehana sangat kecil yaitu sampai sekitar umur 4 tahun. Fenobarbital,
karbamazepin dan fenition pada saat demam tidak berguna untuk mencegah kejang demam.
19
Profilaksis jangka panjang gunanya untuk menjamin terdapatnya dosis teurapetik yang stabil dan
cukup di dalam darah penderita untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari. Obat yang
dipakai untuk profilaksis jangka panjang ialah:
1). Fenobarbital
Dosis 4-5 mg/kgBB/hari. Efek samping dari pemakaian fenobarbital jangka panjang ialah
perubahan sifat anak menjadi hiperaktif, perubahan siklus tidur dan kadang-kadang gangguan
kognitif atau fungsi luhur.
Dosisnya ialah 20-30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis. Namun, obat ini harganya jauh lebih
mahal dibandingkan dengan fenobarbital dan gejala toksik berupa rasa mual, kerusakan hepar,
pankreatitis.
3). Fenitoin
Diberikan pada anak yang sebelumnya sudah menunjukkan gangguan sifat berupa hiperaktif
sebagai pengganti fenobarbital. Hasilnya tidak atau kurang memuaskan. Pemberian
antikonvulsan pada profilaksis jangka panjang ini dilanjutkan sekurang-kurangnya 3 tahun
seperti mengobati epilepsi. Menghentikan pemberian antikonvulsi kelak harus perlahan-lahan
dengan jalan mengurangi dosis selama 3 atau 6 bulan.
Penyebab dari kejang demam baik sederhana maupun kompleks biasanya infeksi traktus
respiratorius bagian atas dan otitis media akut. Pemberian antibiotik yang tepat dan kuat perlu
untuk mengobati infeksi tersebut. Secara akademis pada anak dengan kejang demam yang datang
untuk pertama kali sebaiknya dikerjakan pemeriksaan pungsi lumbal. Hal ini perlu untuk
menyingkirkan faktor infeksi di dalam otak misalnya meningitis. Apabila menghadapi penderita
dengan kejang lama, pemeriksaan yang intensif perlu dilakukan, yaitu pemeriksaan pungsi
lumbal, darah lengkap, misalnya gula darah, kalium, magnesium, kalsium, natrium, nitrogen, dan
faal hati.
20
PROGNOSIS(8)(9)
1. Kematian
Dengan penanganan kejang yang cepat dan tepat, prognosa biasanya baik, tidak sampai
terjadi kematian. Dalam penelitian ditemukan angka kematian KDS 0,46 % s/d 0,74 %.
2. Terulangnya Kejang
Kemungkinan terjadinya ulangan kejang kurang lebih 25 s/d 50 % pada 6 bulan pertama
dari serangan pertama.
3. Epilepsi
Angka kejadian Epilepsi ditemukan 2,9 % dari KDS dan 97 % dari kejang demam
kompleks. Resiko menjadi Epilepsi yang akan dihadapi oleh seorang anak sesudah
menderita KDS tergantung kepada faktor :
a. riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga
b. kelainan dalam perkembangan atau kelainan sebelum anak menderita KDS
c. kejang berlangsung lama atau kejang fokal.
Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor di atas, maka kemungkinan mengalami
serangan kejang tanpa demam adalah 13 %, dibanding bila hanya didapat satu atau tidak
sama sekali faktor di atas.
4. Hemiparesis
Biasanya terjadi pada penderita yang mengalami kejang lama (berlangsung lebih dari
setengah jam) baik kejang yang bersifat umum maupun kejang fokal. Kejang fokal yang
terjadi sesuai dengan kelumpuhannya. Mula-mula kelumpuhan bersifat flacid, sesudah 2
minggu timbul keadaan spastisitas. Diperkirakan + 0,2 % KDS mengalami hemiparese
sesudah kejang lama.
5. Retardasi Mental
Ditemuan dari 431 penderita dengan KDS tidak mengalami kelainan IQ, sedang kejang
demam pada anak yang sebelumnya mengalami gangguan perkembangan atau kelainan
neurologik ditemukan IQ yang lebih rendah. Apabila kejang demam diikuti dengan
terulangnya kejang tanpa demam, kemungkinan menjadi retardasi mental adalah 5x lebih
besar.
21
DAFTAR PUSTAKA
22
1. Behrman dkk, (e.d Bahasa Indonesia), Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15, EGC,
2000. Hal 2059-2067.
2. Rudolph AM. Febrile Seizures. Rudoplh Pediatrics. Edisi ke-20. Appleton dan
Lange, 2002.
3. Pusponegoro. D. Hardiono dkk. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam.
Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta, 2006.
4. Mary Rudolf, Malcolm Levene. Pediatric and Child Health. Edisi ke-2. Blackwell
pulblishing, 2006. Hal 72-90.
5. Price, Sylvia, Anderson. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
EGC, Jakarta 2006.
6. Mardjono Mahar, dkk. Neurologi Klinis Dasar, PT. Dian Rakyat. Jakrta, 2006.
7. Pediatrica, Buku Saku Anak, edisi 1, Tosca Enterprise. UGM Jogjakarta, 2005.
8. Febrile Seizures Fact Sheets: National Institutes of Neurology and Stroke
Diunduh pada tanggal 20 October 2009. Didapatkan dari:
www.ninds.nih.gov/disorders/febrile_seizures/detail_febrile_seizures.htm
9. Febrile Seizures: Causes, Symptoms, Diagnosis and Treatment. Diunduh pada
tanggal 20 October 2009. Didapatkan dari:
www.medicinenet.com/febrile_seizures/article.htm
10. Seizures types. Diunduh pada tanggal 20 October 2009. Didapatkan dari
www.2betrhealth.com/SeizureTypes.html
23