A. KONSEP MEDIS
1. DEFINISI
Menurut Gruendemann (2014) (cit Arif dan Kumala, 2013), Apendiks (umbai
cacing) merupakan perluasan sekum yang rata-rata panjangnya adalah 10cm. Ujung
ileokolika.
Apendisitis adalah kasus bedah abdomen darurat yang paling sering terjadi.
merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering terjadi. Apendiks disebut juga
umbai cacing (Andran & Yessie. 2013, p. 88). Menurut Price (2009) apendisitis
adalah peradangan apendiks yang mengenai semua lapisan dinding organ tersebut
2. ETIOLOGI
1
3. PATOFISIOLOGI
makin lama mukus yang terbendung makin banyak dan menekan dinding appendiks
oedem serta merangsang tunika serosa dan peritonium viseral. Oleh karena itu
persarafan appendiks sama dengan usus yaitu torakal X maka rangsangan itu
Mukus yang terkumpul itu lalu terinfeksi oleh bakteri menjadi nanah, kemudian
timbul gangguan aliran vena, sedangkan arteri belum terganggu, peradangan yang
rasa sakit dikanan bawah, keadaan ini disebut dengan appendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu maka timbul alergen dan ini disebut dengan
appendisitis gangrenosa. Bila dinding apendiks yang telah akut itu pecah, dinamakan
appendisitis perforasi.
Bila omentum usus yang berdekatan dapat mengelilingi apendiks yang meradang
atau perforasi akan timbul suatu masa lokal, keadaan ini disebut sebagai appendisitis
abses. Pada anak anak karena omentum masih pendek dan tipis, apendiks yang
relatif lebih panjang , dinding apendiks yang lebih tipis dan daya tahan tubuh yang
masih kurang, demikian juga pada orang tua karena telah ada gangguan pembuluh
darah, maka perforasi terjadi lebih cepat. Bila appendisitis infiltrat ini menyembuh
dan kemudian gejalanya hilang timbul dikemudian hari maka terjadi appendisitis
Menurut Andra dan Yessie (2013) tanda terjadinya apendisitis antara lain:
a. Nyeri pindah ke kanan bawah (yang menetap dan diperberat bila berjalan atau
c. Nyeri pada kuadran kanan bawah saat kuadran kiri bawah ditekan (Roving
Sign)
e. Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak seperti napas dalam, berjalan,
batuk, mengedan
g. Demam
umbilikus diikuti oleh anoreksia, nausea dan muntah, gejala ini umumnya
kanan bawah dan mungkin terdapat nyeri tekan sekitar titik Mc. Burney,
5. KOMPLIKASI
menjadi peritonitis atau abses. Insiden perforasi adalah 10% sampai 32%. Insiden
lebih tinggi pada anak kecil dan lansia. Peforasi secara umum terjadi 24 jam setelah
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
ditemukan jumlah serum yang meningkat. CRP adalah salah satu komponen
protein fase akut yang akan meningkat 4-6 jam setelah terjadinya proses
memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada apendiks, sedangkan pada
perluasan dari apendiks yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran sekum.
Tingkat akurasi USG 90-94% dengan angka sensitivitas dan spesifisitas yaitu
85% dan 92%, sedangkan CT-Scan mempunyai tingkat akurasi 94-100% dengan
dicapai dengan jari telunjuk. Menurut Craig, (2009) (cit Arif & Tutik, 2010, p.
505) pemeriksaan colok dubur diperlukan untuk mengevaluasi adanya
apendiks. Pada rectal taoucher, apabila terdapat nyeri pada arah jam 10-11
pemeriksaan, yaitu:
a) Psoas Sign
akan terasa nyeri di perut kanan bawah (cara aktif). Penderita miring ke
kiri, paha kanan di hiperektensi oleh pemeriksa, akan terasa nyeri di perut
b) Obtrutor Sign
Gerakan fleksi dan endorotasi articulatio coxae pada posisi supine akan
7. PENATALAKSANAAN
a. Sebelum operasi
1) Observasi
Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala apendisitis
abdomen dan rectal serta pemeriksaan darah (leukosit dan hitung jenis)
diulang secara periodik, foto abdomen dan thoraks dilakukan untuk mencari
timbulnya keluhan.
2) Antibiotik
perforasi.
3) Operasi
laparoscopy, yang merupakan metode terbaru yang sangat efektif (Brunner &
Suddarth, 2001).
1) Laparotomy
2) Laparoscopy
Laparoscopy berasal dari kata lapara yaitu bagian dari badan mulai iga
tidak terjadi gangguan, selama itu penderita dipuasakan sampai fungsi usus
kembali normal. Satu hari pasca operasi penderita dianjurkan untuk duduk
tegak di tempat tidur selama 2x30 menit. Hari kedua dapat dianjurkan untuk
duduk di luar kamar. Hari ke tujuh jahitan dapat diangkat dan penderita
8. PENCEGAHAN
Salah satu cara yang bisa digunakan untuk mencegah usus buntu adalah
dengan meningkatkan sistem imun tubuh. Alasannya adalah ketika sistem imun
meningkat makanan tidak akan bisa masuk ke dalam usus buntu tersebut. Jika
imun melemah di dalam usus buntu terdapat makanan yang nantinya bisa
infeksi dan bisa menyebabkan orang tersebut mengalami sakit perut. Jika tidak
segera diatasi infeksi itu akan menyebabkan usus buntu menjadi pecah dan infeksi
Makanan yang tinggi serat adalah makanan yang bisa digunakan untuk
mencegah terjadinya usus buntu. Alasannya adalah radang yang ada di usus buntu
banyak disebabkan oleh penumpukan feses. Bisa dikatakan bahwa orang yang
terkena sembelit dia akan memiliki resiko untuk terkena radang usus buntu. Oleh
sebab itu orang yang sering mengalami sembelit ada baiknya mengkonsumsi
makana tinggi serat seperti agar-agar, sayuran dan juga buah-buahan. Hal itu
dikarenakan semua makanan tersebut banyak mengandung serat. Serat baik untuk
pencernaan sehingga feses akan melunak dan bab menjadi lancar. Feses yang
Orang yang suka menunda BAB rentan untuk terkena usus buntu.
bisa terkena radang usus buntu. Ketika kita menahan BAB, kita akan mengalami
penumpukan feses padahal penumpukan feses itu adalah hal yang bisa
Sering kentut memang ada efek negatif dan positifnya. Menahan kentut
juga menjadi penyebab mengapa seseorang bisa mengalami usus buntu. Hal itu
dikarenakan saat seseorang kentut saluran pencernaan akan menjadi lancar dan
tidak tersumbat. Untuk itu, jangan pernah menahan kentut sebab saluran
air putih. Air putih bisa melancarkan pencernaan dan mencegah sembelit. Feses
yang keras bisa dilunakkan dengan cairan yang ada di dalam tubuh, oleh sebab itu
orang yang kurang dalam mengkonsumsi cairan dirinya akan rentan untuk terkena
sembelit dan juga radang usus buntu. Orang yang duduk selama berjam-jam di
1. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Menurut Perry Potter (2007) pengkajian pada penderita post operasi adalah:
pernapasan dangkal, lambat, dan batuk lemah. Kaji patensi jalan napas, laju
napas, irama, kedalaman ventilasi, simetri gerakan dinding dada, suara napas, dan
warna mukosa. Nilai normal oksimeter pulsa berkisar antara 92% dan 100%
b. Sirkulasi
oleh hilangnya darah aktual atau potensial dari tempat pembedahan, efek samping
mengatur sirkulasi normal. Pengkajian yang telah diteliti terhadap denyut dan
kembali kapiler, denyut, serta warna kuku dan temperatu kulit.Masalah umum
awal sirkulasi adalah perdarahan. Kehilangan darah dapat terjadi secara eksternal
melalui saluran atau sayatan internal. Kedua tipe ini menghasilkan perdarahan dan
penurunan tekanan darah, jantung, dan laju pernapasan meningkat, nadi terdengar
c. Kontrol Suhu
d. Keseimbangan Cairan dan Elektrolit
Kaji status hidrasi dan pantau fungsi jatung dan saraf untuk tanda-tanda
nilai-nilai dasar dari penderita. Catatan yang akurat dari asupan dan keluaran
dapat menilai fungsi ginjal dan peredaran darah. Ukur semua sumber keluaran,
termasuk urine, keluaran dari pembedahan, drainase luka dan perhatikan setiap
e. Fungsi Neurologi
Kaji refleks pupil dan muntah, cengkeraman tangan, dan gerakan kaki. Jika
penggantian perban pertama kalinya perlu dikaji area insisi, jika tepi luka
g. Fungsi Perkemihan
Anestesi epidural atau spinal sering mencegah penderita dari sensasi kandung
kemih yang penuh. Raba perut bagian bawah tapat di atas simfisis pubis untuk
mengkaji distensi kandung kemih. Jika penderita terpasang kateter urine, harus
ada aliran urine terus-menerus sebanyak 30-50 ml/jam pada orang dewasa. Amati
warna dan bau urine, pembedahan yang melibatkan saluran kemih biasanya akan
Perawat perlu memantau asupan oral awal penderita yang berisiko menyebabkan
aspirasi atau adanya mual dan muntah. Kaji juga kembalinya peristaltik setiap 4
sampai 8 jam. Auskultasi perut secara rutin untuk mendeteksi suara usus kembali
normal, 5-30 bunyi keras per menit pada masing-masing kuadran menunjukkan
gerak peristaltik yang telah kembali. Suara denting tinggi disertai oleh distensi
perut menunjukkan bahwa usus tidak berfungsi dengan baik. Tanyakan apakah
penderita membuang gas (flatus), ini merupakan tanda penting yang menunjukkan
i. Kenyamanan
bertanggungjawab atas perubahan sementara pada tanda vital. Kaji nyeri penderita
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Nyeri akut
Kriteria hasil :
selalu):
(sebutkan 1-5: sangat berat, berat, sedang, ringan, atau tidak ada):
Gelisah
Kriteria hasil :
parenteral total
Kriteria hasil :
koordinasi, performa posisi tubuh, pergerakan sendi dan otot, berjalan dan
d. Ansietas
Kriteria hasil :
e. Risiko infeksi
Kriteria hasil :
a. Nyeri akut
Intervensi
meningkatkan nyeri
5. Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri
nyeri
7. Bantu penderita untuk lebih fokus pada aktivitas, bukan pada nyeri dan
kegaduhan)
Intervensi :
memudahkan menelan.
memenuhinya.
jumlah kalori dan jenis zat gizi yang dibutuhkan untuk memenuhi
tinggi, seperti penderita pascabedah dan luka bakar, trauma, demam, dan
luka).
Intervensi
1. Kaji kebutuhan terhadap bantuan pelayanan kesehatan
4. Ajarkan dan dukung penderita dalam latihan ROM aktif atau pasif
d. Ansietas
Intervensi
ansietas
e. Resiko infeksi
Intervensi :
1. Pantau tanda dan gejala infeksi (misalnya, suhu tubuh, denyut jantung,
dengan jahitan.
5. EVALUASI
a. Nyeri akut
selalu):
(sebutkan 1-5: sangat berat, berat, sedang, ringan, atau tidak ada):
2) Makanan oral, pemberian makanan lewat selang, atau nutrisi parenteral total
d. Ansietas
e. Risiko infeksi
1) Faktor risiko infeksi akan hilang, dibuktikan dengan : status imun, keparahan
Andra & Yessie. (2013). Keperawatan Medikal Bedah Keperawatan Dewasa Teori dan
Contoh Askep. Yogyakarta : Nuha Medika
Ed. Herman T.H And Komitsuru. S. 2014. Nanda Internasional Nursing Diagnosis,
Definition And Clasification 2015-2017. Egc. Jakarta
Price, Sylvia Anderson.(2006). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses - proses Penyakit. Jilid 6.
Jakarta: EGC
Smeltzer, S. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner Suddarth. Volume 2
Edisi 8. Jakarta : EGC
Wilkinson & Ahern. (2012). Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 9 (Terjemahan).
Jakarta : EGC