Makalah Blok 2 Modul 1
Makalah Blok 2 Modul 1
Pendahuluan
Keadilan sosial adalah keadilan yang berhubungan dengan pembagian nikmat dan
beban dari suatu kerja sama sosial khususnya yang disebut negara. Karena itu, dalam
literatur, keadilan sosial sering juga disebut sebagai keadilan distributif . Meski istilah
tersebut tidak keliru, tapi perlu diberi catatan bahwa keadilan sosial bukan sekedar masalah
distribusi ekonomi saja, melainkan jauh lebih luas, mencakup keseluruhan dimensi moral
dalam penataan politik, ekonomi, dan semua aspek kemasyarakatan yang lain. Dalam bahasa
Indonesia dikenal pula ungkapan keadilan struktural yang melihat keadilan, sosial maupun
individual, lebih dari perspektif struktur sosial. Keadilan sosial digunakan sebagai istilah
umum, yang dalam kajian ini sering akan disingkat keadilan saja. Keadilan distributif
dibedakan dari keadilan retributif, yaitu keadilan yang berkenaan dengan kontrol bagi
pelaksanaan keadilan distributif, lebih berhubungan dengan keadilan legal atau hukum.1
7
Pembahasan
7
Keadilan Pelayanan Kesehatan Masyarakat Urusan Rumah Sakit dan Pemerintah
Salah satu program yang sebenarnya sangat strategis, dan yang masih perlu
memperoleh perhatian secara konsepsional sebagaimana mestinya adalah penyelenggaraan
program jaminan sosial. Program jaminan sosial di setiap negara tidak hanya bermakna
sosial, tetapi juga ekonomi. Dana yang disimpan oleh setiap program jaminan sosial adalah
sangat besar, sehingga dapat menunjang pembangunan ekonomi suatu negara.5
Banyak negara, termasuk AS, melihat program jaminan sosial sebagai salah satu jalan
untuk memenuhi kesejahteraan rakyat dan menjadikannya sebagai isu politik yang penting.
Bill Clinton memenangkan kampanye melalui gagasan reformasi jaminan kesehatan dan
sampai sekarang pun Bill Clinton masih konsisten dengan gagasannya.5
Misalnya, ia telah mengalokasikan anggaran sebesar 2,7 triliun dolar AS untuk memperkuat
program social security-nya. Jepang, Singapura, dan bahkan Malaysia, barangkali akan lebih
sulit, apabila belum memiliki program jaminan sosial yang tangguh. 5
Hal ini sudah tentu tanpa upaya-upaya yang telah dilakukan, baik dalam program
Jamsostek, Askes, Taspen, dan lain sebagainya yang dananya sudah demikian besar untuk
ukuran Indonesia. Namun, apabila upaya-upaya itu dilakukan dalam kerangka membangun
sebuah sistem, akan berdampak ekonomi yang jauh lebih besar. 5
Sekedar contoh, pada setiap bank BUMN, mereka memiliki yayasan tersendiri yang
menjamin jaminan sosial tenaga kerjanya, dengan organisasi, pengurus dan jaringan sendiri-
sendiri. Meskipun demikian, dalam ukuran kita sekarang, keberadannya sudah dapat
bermakna bagi tenaga kerja di lingkungannya masing-masing.5
Namun, dalam waktu bersamaan, sesungguhnya juga ada permasalahan yang juga
obyektif, yaitu karena memang belum ada sebuah skenario nasioanl untuk mewujudkan
bentuk jaminan sosial yang kita cita-citakan. Karena itu, semua pihak berjalan sendiri-sendiri,
dalam bentuk yang relatif kecil, sangat fragmented, sehingga terkadang sangat rawan
keberadaannya, di samping tidak mampu menyumbang secara bermakna pada ekonomi
nasional.5
Karena itu, ada gagasan apakah belum saatnya kita sekarang mengkaji kembali
perundangan yang ada? Mengkaji kembali program yang telah berjalan, dalam kerangka
membangun sistem jaminan sosial nasional, sehingga keberadannya lebih mantap dan mampu
memberi sumbangan yang lebih besar pada ekonomi nasional? Gagasan itu sangat wajar,
mengingat terasa adanya keganjilan, bahwa penyelenggaraan jaminan sosial, khususnya
dalam penyelenggaraan JPK (Jaminan Pemeliharaan Kesehatan).5
7
Pemerintah menetapkan kebijaksanaan investasi dana jaminan sosial, unutk menjamin
keamanan dan nilai tambah yang diperoleh. Investasi di bidang usaha yang dapat
mengganggu likuiditas dan kurang aman harus dilarang. 5
Perlu dilakukan review perundangan yang ada, sehingga perundangan yang ada
(bilamana perlu) disempurnakan, dalam kerangka membangun sistem jaminan sosial yang
integrated dan mantap. 5
7
ketentuan pemberian pekerjaan, kesehatan dan penghidupan yang manusiawi kepada setiap
warga negara harus mendapat perhatian sepenuhnya, tidak saja oleh negara dan pemerintah
tetapi oleh anggota-anggota masyarakat secara keseluruhan. 6
Sosial budaya
Relativisme budaya menganggap bahwa tidak ada satu budaya pun, adat istiadat, dan
keyakinan yang mendominasi budaya lain dalam pengertian moral. Mereka menganggap
bahwa HAM tidak relevan untuk budaya yang tidak menganut adat istiadat karena berasal
dari keyakinan dan nilai Barat. Relativisme budaya merupakan suatu pandangan yang
memersepsikan gejala sosial budaya dari perspektif para penganut budaya yang
bersangkutan. Dengan kata lain, itu menjadi suatu pandangan dalam pemertahanan budaya
dari gempuran luar yang dominan.7
Adamantia Pollis dan Peter Schwab, tokoh relativis budaya, menolak HAM universal
sebab hak sipil dan politis tidak bermakna bagi sebagian masyarakat di luar dunia Barat.
Menurut mereka, alasan perjuangan gerakan HAM universal, adalah hak tersebut tidak
dihargai dan diterima sebagai prinsip universal. Bahwa setiap masyarakat pada dasarnya
sudah memiliki kerangka acuan tentang hak mereka yang terdapat dalam tradisi dan
kebudayaannya. Dengan demikian dalam masyarakat yang berbeda terdapat konsepsi HAM
yang berbeda pula. Akibatnya semua sistem keadilan sosial, moralitas, dan martabat manusia
yang terdapat dalam kebudayaan tertentu dapat dipandang sebagai sistem HAM. 7
Kritik relativisme terhadap HAM universalisme sama dengan kritik dan
pandangannya terhadap modernisme, liberalisme, individualisme, kapitalisme, dan
imperialisme Barat. Sementara itu, kritik kaum universalisme terhadap kaum relativisme
yang cenderung berada di belakang budaya, menganggap pandangan mereka itu represif,
diskriminatif, tidak bebas, eksklusif dan homogen. Menurut pandangan universalisme, jika
suatu perubahan cenderung berproses dengan sehat memungkinkan seseorang dapat memilih
dan menjadi dinamik. Masyarakat yang berubah menunjukkan kemajuan. Sebaliknya,
masyarakat tradisional adalah masyarakat yang statis.7
7
Pendidikan
Peningkatan akses masyarakat secara umum terhadap pendidikan yang lebih
berkualitas merupakan mandat yang harus dilakukan bangsa Indonesia sesuai dengan tujuan
negara Indonesia, yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945: ...untuk melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdakaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Dalam batang tubuh UUD
1945, diamanatkan pentingnya pendidikan bagi seluruh warga negara, seperti yang tertuang
dalam Pasal 28-B Ayat (1) dan Pasal 31 Ayat (1). Pasal 28-B Ayat (1) mengamanatkan bahwa
setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak
mendapatkan pendidikan dan mendapatkan manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi,
seni dan budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya, demi kesejahteraan umat manusia.
Pasal 31 Ayat (1) mengamanatkan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan
pendidikan.8
Pendidikan merupakan salah satu pilar penting dalam meningkatkan kualitas sumber
daya manusia, bahkan kinerja pendidikan, yaitu gabungan Angka Partisipasi Kasar (APK)
jenjang pendidikan dasar sampai dengan pendidikan tinggi dan angka melek aksara
digunakan sebagai variabel dalam menghitung Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
bersama-sama dengan variabel kesehatan dan ekonomi. Pembangunan pendidikan nasional
harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu, serta
relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan
tuntutan perubahan kehidupan lokal,nasional,dan global. Pembangunan pendidikan nasional
yang dilakukan dalam kurun waktu 2004-2009 telah mempertimbangkan kesepakatan-
kesepakatan internasional, seperti pendidikan untuk semua (education for all), konvensi hak
anak (convention on the right of child), millenium development goals (MDGs), serta world
summit on sustainable development yang secara jelas menekankan pentingnya pendidikan
sebagai salah satu cara untuk menanggulangi kemiskinan, peningkatan keadilan dan
kesetaraan gender, pemahaman nilai-nilai budaya dan multikulturalisme, peningkatan
keadilan sosial. Permasalahan pendidikan yang selama ini dialami, antara lain: 8
Tingkat pendidikan penduduk relatif rendah.
Dinamika perubahan struktur penduduk belum sepenuhnya teratasi dalam pembangunan
pendidikan.
7
Masih terdapat kesenjangan tingkat pendidikan yang cukup besar antarkelompok masyarakat.
Fasilitas pelayanan pendidikan, khususnya untuk jenjang pendidikan menengah pertama dan
yang lebih tinggi belum tersedia secara merata.
Kualitas pendidikan relatif masih rendah dan belum mampu memenuhi kebutuhan.
Kompetensi peserta didik.
Pembangunan pendidikan belum sepenuhnya dapat meningkatkan kemampuan kewirausaan
lulusan.
Pendidikan tinggi masih menghadapi kendala dalam mengembangkan dan menciptakan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Manajemen pendidikan belum berjalan secara efektif dan efisien.
Anggaran pembangunan pendidikan belum tersedia secara memadai.
Sasaran pembangunan pendidikan adalah meningkatkan akses masyarakat terhadap
pendidikan dan mutu pendidikan yang ditandai oleh: 8
Meningkatnya taraf pendidikan penduduk Indonesia melalui peningkatan secara nyata
persentase penduduk yang dapat menyelesaikan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar
Sembilan Tahun dan meningkatnya partisipasi penduduk yang mengikuti pendidikan
menengah secara signifikan.
Meningkatnya kualitas pendidikan.
Meningkatnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan pembangunan.
Meningkatnya efektivitas dan efisiensi manajemen pelayanan pendidikan.
7
Refleksi filosofis
Gagasan tentang negara dan keadilan menurut Hobbes
Dimulainya pengonsepsian negara sebagai organisasi kekuasaan yang bersifat sekular
dapat merujuk pada pemikiran Thomas Hobbes dalam Leviathan. Hobbes berpandangan
apabila negara diadakan tak lain dengan tujuan supaya melindungi hak-hak alamiah manusia
atas hidup dan keamanan dalam hidup. Karena sebelumnya manusia berada di masa alamiah
yang mana hukum yang berlaku hanyalah siapa yang kuat dialah yang berkuasa. Oleh
karenanya Hobbes menginginkan sebuah negara yang kuat atau monster yang kuat
(leviathan) untuk dapat mengatasi berbagai pertentangan yang diakibatkan oleh sifat
manusia yang buruk. Pada masa ini teori-teori kenegaraan yang didasarkan pada keyakinan
akan terdapatnya sebuah kontrak sosial antara penguasa dan rakyatnya marak. Atau dengan
kata lain, negara eksis tak lain dikarenakan ia memiliki kewajiban untuk menunaikan
kewajibannya di bawah kontrak sosial tersebut.9
7
Gagasan Emmanuel Levinas
Dari seluruh filsafatnya itu, Levinas meyakini bahwa metafisika harus menggantikan
onotologi merupakan pengetahuan totalm menyeluruh mengenai ada. Padahal, seperti
sudah diutarakan di depan, yang lain menurut Levinas, mustahil dikuasai dan dimasukkan
dalam totalitasku. Jadi, tidak dimungkinkan pengetahuan mengenai Ada yang total tanpa
transendensi. Metafisika, sebaliknya, memperlakukan yang lain, kodrati, dan alami.
Metafisika memperlakukan yang lain tetap sebagai yang lain dan bukan yang sama. Akan
tetapi, dalam anggapan Zygmunt Bauman, melalui metafisikanya Levinas sebetulnya malah
sudah lebih jauh ke depan dengan menenmpatkan etika mendahului ontologi. Paham
moralnya yang diletakan bukan pada kewajiban dari diriku, melainkan panggilan kepedulian
pada yang lain, menyebabkan bobot moral keluar dari pusat keakuan si pemoral dan
melesat ke dalam lingkup asing yang tidak kukenal. Sebab dalam metafisika Levinas, yang
lain mendahului adaku, yang lain ber balik menjadi pusat, sementara diriku menjadi
pinggiran. Dengan cara itu, Levinas juga mengatasi kecenderungan egologi yang
berkembang hingga zama modern. Dengan demikian keberadaanku sudah selalu bersifat etis,
ditandai dengan ciri ada bagi (being for) yang lain sejak awal. Adaku tidak berarti apa-
apa tanpa yang lain.11
7
Penyelenggaraan pelayanan kesehatan khusus manajemen rumah sakit program pelayanan
(medicare) dan pendanaan (medicaid) yang difungsikan dan dipertanggungjawabkan oleh tiga
kelompok provider sesuai dengan sistem pelayanan kesehatan, yaitu : 12
Direksi dan staf direksi;
Dokter Umum, dokter gigi, dan dokter spesialis;
Paramedis dan perawat.
Ketiga kelompok provider dalam manajemen rumah sakit adalah sebagai tolak ukur
keberhasilan manajemen rumah sakit terhadap maraknya kasus dugaan malapraktik
kedokteran. Tanpa disadari, ketiga kelompok provider dalam rumah sakit tersebut
sesungguhnya turut andil terhadap maraknya kasus dugaan malapraktik kedokteran. 12
Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial, sesuai dengan UU
No. 23 Tahun 1992 Pasal 1 Ayat 1, yang berbunyi: 12
Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap
orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. 12
7
Penutup
Keadilan sosial adalah keadilan yang berhubungan dengan pembagian nikmat dan beban dari
suatu kerja sama sosial khususnya yang disebut negara. Akan tetapi hingga saat ini keadilan
sosial yang tidak merata masih banyak dirasakan oleh masyarakat yang kurang
mampu/masyarakat marginal terutama keadilan sosial dalam pelayanan kesehatan. Faktor-
faktor yang menyebabkan ketidakadilan sosial ini antara lain ekonomi, sosial dan pendidikan.
Pemerintah memiliki peran penting untuk mengatasi ketidakadilan sosial ini. Pemerintah
seharusnya membuat kebijakan seperti memberikan jaminan sosial, dll. Jika kebijakan
pemerintah itu terealisasi dengan baik, tidak akan ada lagi masyarakat miskin/masyarakat
marginal yang tidak mendapatkan pelayanan kesehatan secara maksimal.
Daftar pustaka
1. Lemhanas. Keadilan sosial. Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama;2005. h. 6.
2. Harry WS. Pengantar hegemoni[Internet]. Di post 1 Desember 2005 (Diakses pada 5
November 2014).
Diakses : https://synaps.wordpress.com/2005/12/01/pengantar-hegemoni/.
3. Bertens K. Pengantar etika bisnis. Edisi ke-10. Yogyakarta:Kanisius;2009. h. 93.
4. Bertens K. Perspektif etika baru. Cetakan ke-5. Yogyakarta:Kanisius;2013. h. 193.
5. Sulastomo. Manajemen kesehatan. Cetakan ke-3. Jakarta:PT Gramedia Pustaka
Utama;2007. h. 300-5.
6. Soesastro H, Budiman A, Triaswasti N, Alisjahbana A, Adiningsih S. Pemikiran dan
permasalahan ekonomi di Indonesia dalam setengah abad terakhir.
Yogyakarta:Kanisius;2005. h. 75-7.
7. Zeffry A. Wacana. Jurnal ilmu pengetahuan budaya Oktober 2006;8(2):195.
8. Hanafie R. Pengantar ekonomi pertanian. Edisi ke-1. Yogyakarta:CV Andi
Offset;2010. h. 85-6.
9. Iskandar P. Hukum HAM internasional sebuah pengantar kontekstual. Edisi ke-1.
Cianjur:IMR Press;2010. h. 114.
10. Hardiman FB. Demokrasi deliberatif:menimbang negara hukum dan ruang publik
dalam teori. Cetakan ke-1. Yogyakarta:Kanisius;2010. h. 176.
11. Wibowo I, Priyono BH. Sesudah filsafat:esai-esai untuk franz magnis suseno. Cetakan
ke-1. Yogyakarta:Kanisius;2006. h. 54.
12. Jayanti NKI. Penyelesaian hukum dalam malpraktik kedokteran. Cetakan ke-1.
Yogyakarta:Pustaka Yustia;2009. h. 16-31.