Anda di halaman 1dari 2

I.

Pendahuluan
Prasarana jalan merupakan barang publik yang harus dapat dirasakan keberadaannya oleh
seluruh lapisan masyarakat maka sebagai konsekuensinya hak penguasaan dan wewenang
pengadaan prasarana jalan umumnya dilakukan oleh pemerintah. Tulisan ini bertujuan untuk
mengetahui jenis dan penyebab terjadinya kerusakan konstruksi perkerasan jalan dan
kebijakan penanganan pemeliharaan prasarana jalan dalam keterbatasan dana.

II. Pembahasan
Faktor penyebab kerusakan perkerasan jalan umumnya disebabkan oleh dua faktor
utama yaitu faktor lalu lintas dan faktor non lalu lintas. Kerusakan pada konstruksi jalan
terutama disebabkan oleh lalu lintas. Faktor lalu lintas tersebut ditentukan oleh beban
kendaraan, distribusi beban kendaraan pada lebar perkerasan, pengulangan beban lalu lintas.
Faktor non lalu lintas termasuk di dalamnya pelaksanaan konstruksi yang tidak sesuai dengan
perencanaan dan spesifikasi teknis.
Kerusakan struktural adalah kerusakan pada struktur jalan, sebagian atau seluruhnya,
yang menyebabkan perkerasan jalan tidak lagi mampu menahan beban yang bekerja di
atasnya. Untuk itu perlu adanya perkuatan struktur dari perkerasan dengan cara pemberian
pelapisan ulang (overlay) atau perbaikan lapisan perkerasan yang ada, (Dirjen Bina Marga,
2008).
Menurut Sukirman (2010), daya dukung lapis tanah dasar sebagai perletakan struktur
perkerasan jalan sangat menentukan ketahanan struktur dalam menerima beban lalulintas
selama masa pelayanan. Menurut JICA (2005), daya dukung tanah dasar diperhitungkan
berdasarkan pengukuran nilai California Bearing Ratio (CBR). Nilai CBR adalah nilai yang
menyatakan kualitas suatu bahan dibandingkan dengan bahan standar berupa batu pecah yang
mempunyai nilai CBR 100%.
Perubahan bentuk (deformation), Kerusakan ini menyebabkan perubahan bentuk
permukaan perkerasan dari bentuk aslinya. Deformasi dapat dibedakan atas: alur (rutting),
keriting (corrugation), sungkur (shoving), amblas (depression), dan jembul (upheaval).
Kerusakan perubahan bentuk dikenal juga dengan istilah distorsion, terjadi akibat kekuatan
lapis perkerasan tidak seimbang dengan beban kendaraan yang melintas, kerusakan tersebut
didahului dengan kerusakan yang bentuknya alur (rutting) pada lintasan roda kendaraan.
Akibat beban kendaraan yang melebihi kapasitas akan menyebabkan terjadinya kerusakan
yang bentuknya amblas (depression) dengan kedalaman antara 2 cm hingga 4 cm, dan jika
tidak dilakukan perbaikan akan menyebabkan kerusakan yang jenisnya sungkur (shoving)
atau kerusakan yang membentuk jembulan ke atas pada lapisan permukaan.
Cacat tepi perkerasan, Kerusakan ini terjadi pada pertemuan tepi permukaan
perkerasan dengan bahu jalan tanah (bahu tidak beraspal) atau juga pada tepi bahu jalan
beraspal dengan tanah sekitarnya.Bentuk kerusakan cacat tepi permukaan dibedakan atas
gerusan tepi (edge break) dan penurunan tepi (edge drop). Sesuai dengan hasil pengamatan
secara visual di lokasi penelitian, menunjukkan bahwa kerusakan lapis perkerasan jalan
dengan tipe cacat tepi perkersan, pada umumnya terjadi pada ruas jalan yang belum
dilindungi dengan pasangan batu talud, hal ini disebabkan gerusan air akibat material bahu
jalan tidak tahan terhadap erosi, akibat material bahu jalan yang digunakan pada umumnya
adalah material tanah urugan pilihan yang tidak terstabilisasi dengan rumput.
Kualitas suatu konstruksi perkerasan jalan merupakan hasil pengaruh dari kualitas
pelaksanaannya. Penyimpangan dalam proses pelaksanaan konstruksi seperti pengurangan
tebal lapis perkerasan, penggunaan material yang tidak sesuai akan menyebabkan kerusakan
jalan pada konstruksi perkerasan jalan lebih awal dari umur teknis yang telah ditetapkan.
Pengendalian pelaksanaan pembangunan jalan adalah hal yang sangat membutuhkan
perhatian pihak pemerintah sebagai pemilik, konsultan supervisi dan penyedia jasa konstruksi
karena mutu produk pekerjaan tergantung kepada stakeholder tersebut, disamping itu
pembangunan jalan harus pula didukung dengan spesifikasi teknis yang mengacu terhadap
berbagai standar seperti AASTHO, Asphalt Institute, atau SNI dengan berbagai kegiatan
diantaranya perbaikan daya dukung tanah, pelaksanaan lapis pondasi dan lapis penutup.

III. Kesimpulan dan saran


Penyebab kerusakan konstruksi perkerasan jalan adalah sebagai berikut: (a). Tebal
lapis perkerasan jalan yang tidak mampu lagi menahan beban lalu lintas, (b). Kegagalan
dalam proses pelaksanaan seperti penggunaan material yang tidak sesuai dengan spesifikasi,
(c). Pemadatan yang kurang sempurna, dan (d). Tidak adanya drainase atau sistem drainase
yang kurang berfungsi. Perlunya Penugasan pengawas lapangan agar disesuaikan
dengan kompetensi dan disiplin ilmu yang dimiliki agar pengendalian pelaksanaan pekerjaan
dapat terlaksana tepat biaya, tepat mutu dan tepat waktu.

IV. Daftar Pustaka


Adisasmita, S.A. (2011). Jaringan transportasi, Yogyakarta: Graha ilmu

Anda mungkin juga menyukai