Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Partai politik, selanjutnya disingkat parpol, adalah produk masyarakat

Barat yang dimulai di Inggeris pada abad ke 17. Parpol dibentuk dalam rangka

pikiran Barat bahwa Negara adalah organisasi kekuasaan untuk menjamin bahwa

kehidupan antara Individu yang semua bebas dan berkuasa tidak mengakibatkan

masalah sekuriti pada Individu. Organisasi kekuasaan yang dibagi dalam

kekuasaan eksekutif, kekuasaan legislatif dan kekuasaan yudikatif atau Trias

Politica, merupakan perimbangan (checks & balances) antara tiga kekuasaan itu.

Untuk menjadikan kekuasaan legislatif mampu melakukan kontrol yang efektif

terhadap dua kekuasaan lainnya, khususnya terhadap eksekutif, rakyat di Inggeris

pada tahun 1678 membentuk partai politik, yaitu Tory. Parpol ini dalam abad ke

19 berkembang menjadi Partai Konservatif yang seringkali berkuasa di negaranya

hingga masa kini.

Kemudian parpol meluas di seluruh dunia, dan sejak permulaan abad ke 20

menjadi wahana penting dalam perjuangan bangsa Indonesia untuk mencapai

kemerdekaan. Menjadi pertanyaan bagaimana parpol sebagai produk Barat dapat

menjadi organisasi dan wahana efektif dalam Republik Indonesia dengan Dasar

Negara Pancasila. Sesuai dengan Pancasila negara bukan organisasi kekuasaan,

melainkan organisasi kesejahteraan.

1
Tulisan ini berusaha mencari jawaban terhadap pertanyaan itu untuk

kepentingan masa depan kehidupan bangsa Indonesia yang adil, maju dan

sejahtera.

Berkembangnya aspirasi-aspirasi politik baru dalam suatu masyarakat,

yang disertai dengan kebutuhan terhadap partisipasi politik lebih besar, dengan

sendirinya menuntut pelembagaan sejumlah saluran baru, diantaranya melalui

pembentukan partai politik baru. Tetapi pengalaman di beberapa negara dunia

ketiga menunjukkan, pembentukan partai baru tidak akan banyak bermanfaat,

kalau sistem kepartaiannya sendiri tidak ikut diperbaharui.

Suatu sistem kepartaian baru disebut kokoh dan adaptabel, kalau ia mampu

menyerap dan menyatukan semua kekuatan sosial baru yang muncul sebagai

akibat modernisasi. Dari sudut pandang ini, jumlah partai hanya akan menjadi

penting bila ia mempengaruhi kapasitas sistem untuk membentuk saluran-saluran

kelembagaan yang diperlukan guna menampung partisipasi politik. Sistem

kepartaian yang kokoh, sekurang-kurangnya harus memiliki dua kapasitas.

Pertama, melancarkan partisipasi politik melalui jalur partai, sehingga dapat

mengalihkan segala bentuk aktivitas politik anomik dan kekerasan. Kedua,

mencakup dan menyalurkan partisipasi sejumlah kelompok yang baru

dimobilisasi, yang dimaksudkan untuk mengurangi kadar tekanan kuat yang

dihadapi oleh sistem politik. Dengan demikian, sistem kepartaian yang kuat

menyediakan organisasi-organisasi yang mengakar dan prosedur yang melembaga

guna mengasimilasikan kelompok-kelompok baru ke dalam sistem politik.

2
Partai sebagai sarana komunikasi politik. Partai menyalurkan aneka ragam

pendapat dan aspirasi masyarakat. Partai melakukan penggabungan kepentingan

masyarakat (interest aggregation) dan merumuskan kepentingan tersebut dalam

bentuk yang teratur (interest articulation). Rumusan ini dibuat sebagai koreksi

terhadap kebijakan penguasa atau usulan kebijakan yang disampaikan kepada

penguasa untuk dijadikan kebijakan umum yang diterapkan pada masyarakat.

Gunanya penulis membahas judul ini ialah untuk untuk mengetahui

bagaimana sejarah perkembangan partai politik di indonesia, agar dapat

mengetahui lebih jelasnya, penulis akan membahasnya pada bab-bab berikutnya.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah definisi dari partai politik, sejarah serta asal-usulnya ?

2. Apa saja basis dari partai politik itu sendiri serta bagaimana dengan tipe-tipenya ?

3. Apakah fungsi dari partai politik itu ?

C. Tujuan Penulisan

Makalah ini diharapkan bisa mengembangkan kajian studi Ilmu

Pemerintahan khususnya berkaitan mengenai partai politik.

Diharapkan makalah ini dapat memberikan suatu pelajaran yang berguna

mengenai realita partai politik.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Partai Politik

Partai politik merupakan organisasi politik yang dapat berperan sebagai

penyalur aspirasi masyarakat, dimana partai politik menjadi penghubung antara

penguasa dan kuasaan. Adanya partai politik membuat rakyat dapat terlibat secara

langsung dalam proses penyelenggaraan negara dengan menempatkan wakilnya

melalui partai politik. Secara umum partai politik dikatakan sebagai suatu

kelompok yang memiliki tujuan dan cita-cita yang sama, yang berusaha

memperoleh kekuasaan melalui pemilihan umum.

Pengertian partai politik dalam UU No. 31 Tahun 2002 pasal 1 (1) adalah:

Organisasi yang dibentuk oleh sekelompok warga negara Republik Indonesia

secara sukarela atas dasar persamaan kehendak dan cita-cita untuk

memperjuangkan kepentingan anggota, masyarakat, bangsa dan negara melalui

pemilihan umum.

Ramlan Surbakti mendefinisikan partai politik sebagai : Kelompok

anggota yang terorganisasikan secara rapi dan stabil yang dipersatukan dan

dimotivasi dengan ideologi tertentu, dan yang berusaha mencari dan

mempertahankan kekuasaan dalam pemerintahan melalui pemilihan umum guna

melaksanakan alternatif kebijakan umum yang mereka susun. (Surbakti,

1992:116)

4
Inu Kencana dkk, mengemukakan definisi partai politik sebagai : Sekelompok

orang-orang memiliki ideologi yang sama, berniat merebut dan mempertahankan

kekuasaan dengan tujuan untuk memperjuangkan kebenaran, dalam suatu level

negara. (Kencana dkk, 2002:58)

Sigmun Neuman seperti yang dikutip oleh Miriam Budiardjo dalam

bukunya Partisipasi Politik dan partai Politik mengemukakan definisi partai

politik sebagai berikut : Partai politik adalah organisasi artikulatif yang terdiri

dari pelaku-pelaku politik yang aktif dalam masyarakat, yaitu mereka yang

memusatkan perhatiannya pada menguasai kekuasaan pemerintahan dan yang

bersaing untuk memperoleh dukungan rakyat, dengan beberapa kelompok lain

yang mempunyai pandangan yang berbeda-beda. Dengan demikian partai politik

merupakan perantara besar yang menghubungkan kekuasaan-kekuasaan dan

ideologi sosial dengan lembaga-lembaga pemerintahan yang resmi dan yang

mengkaitkannya dengan aksi politik di dalam masyarakat politik yang lebih luas.

(Neuman dalam Miriam Budiardjo, 1998:16-17)

J. A. Corry dan Henry J. Abraham mengungkapkan pendapatnya tentang

partai politik seperti yang dikutip oleh Haryanto dalam bukunya Partai Politik

Suatu Tinjauan Umum, yaitu : Political party is a voluntary association aiming

to get control of the government by filling elective offices in the government with

its members (Partai politik merupakan suatu perkumpulan yang bermaksud untuk

mengontrol jalannya roda pemerintahan dengan cara menempatkan para

5
anggotanya pada jabatan-jabatan pemerintahan). (Corry dan dalam Haryanto,

1984:9)

Dari berbagai definisi di atas, dapat dilihat bahwa tujuan utama partai

politik adalah menguasai pemerintahan sehingga mereka dapat lebih leluasa

melaksanakan keinginan-keinginan mereka serta mendapatkan keuntungan. Partai

politik berbeda dengan gerakan (movement). Suatu gerakan biasanya

menggunakan politik untuk mengadakan suatu perubahan terhadap suatu tatanan

yang ada dalam masyarakat, bahkan ada yang sampai ingin menciptakan tatanan

masyarakat yang benar-benar baru.

Partai politik memiliki tujuan yang lebih luas dari sekedar perubahan,

partai politik juga ikut mengadu nasibnya dalam pemilihan umum.Partai politik

juga berbeda dengan kelompok penekan (pressure group) atau yang lebih dikenal

dengan kelompok kepentingan (inters group).Kelompok kepentingan hanya

bertujuan untuk memperjuangkan kepentingan tertentu dengan mempengaruhi

pembuat keputusan. Kelompok kepentingan biasanya berada di luar partai politik,

yaitu berasal dari kelompok-kelompok yang ada dalam masyarakat.

6
B. Sejarah dan Asal Usul Partai Politik

a) Sejarah partai politik

Sejarah Partai Politik di Dunia

Partai politik pertama-tama lahir di negara-negara Eropa Barat bersamaan

dengan gagasan bahwa rakyat merupakan fakta yang menentukan dalam proses

politik. Dalam hal ini partai politik berperan sebagai penghubung antara rakyat di

satu pihak dan pemerintah di lain pihak. Maka dalam perkembangannya kemudian

partai politik dianggap sebagai menifestasi dari suatu sistem politik yang

demokratis, yang mewakili aspirasi rakyat.

Pada permulaannya peranan partai politik di negara-negara Barat bersifat

elitis dan aristokratis, dalam arti terutama mempertahankan kepentingan golongan

bangsawan terhadap tuntutan raja, namun dalam perkembangannya kemudian

peranan tersebut meluas dan berkembang ke segenap lapisan masyarakat. Hal ini

antara lain disebabkan oleh perlunya dukungan yang menyebar dan merata dari

semua golongan masyarakat. Dengan demikian terjadi pergeseran dari peranan

yang bersifat elitis ke peranan yang meluas dan populis.

Perkembangan selanjutnya adalah dari Barat, partai politik mempengaruhi

dan berkembang di negara-negara baru, yaitu di Asia dan Afrika. Partai politik di

negara-negara jajahan sering berperan sebagai pemersatu aspirasi rakyat dan

penggerak ke arah persatuan nasional yang bertujuan mencapai kemerdekaan. Hal

ini terjadi di Indonesia (waktu itu masih Hindia Belanda) serta India. Dan dalam

7
perkembanganya akhir-akhir ini partai politik umumnya diterima sebagai suatu

lembaga penting terutama di negara-negara yang berdasarkan demokrasi

konstitusional, yaitu sebagai kelengkapan sistem demokrasi suatu negara.

Sejarah partai politik di Indonesia

Parpol yang pertama ada di Indonesia adalah De Indische Partij yang pada

25 Desember 1912 dibentuk Douwes Dekker, Tjipto Mangunkoesoemo dan Ki

Hadjar Dewantara ketika Indonesia masih dalam penjajahan Belanda. Tujuan

parpol itu adalah mencapai kemerdekaan bagi bangsa Indonesia. Sekalipun paham

Indonesia baru ditegaskan pada 28 Oktober 1928 dalam Sumpah Pemuda, namun

para pendiri parpol ini sudah dilandasi oleh pikiran bahwa seluruh rakyat Hindia

Belanda merupakan kesatuan.

Pada tahun 1911 Haji Samanhudi membentuk Sarikat Dagang Islam (SDI)

sebagai organisasi untuk mengejar perbaikan nasib rakyat Indonesia dalam daerah

jajahan Hindia Belanda. Pada tahun 1912 Haji Oemar Said Tjokroaminoto

memberikan kepada SDI nama baru, yaitu Sarikat Islam (SI), karena hendak

meluaskan perjuangannya tidak terbatas pada bidang ekonomi saja. Dengan begitu

SI juga melakukan perjuangan politik. Meskipun tidak secara resmi dinamakan

partai politik, tetapi melihat sifat perjuangannya SI adalah satu parpol. Maka

boleh dikatakan bahwa sejarah parpol di Indonesia bermula pada tahun 1912.

Setelah itu telah berkembang berbagai parpol di Indonesia, baik yang

berorientasi nasionalisme, agama maupun sosialisme. Di masa penjajahan

Belanda jelas sekali bahwa mayoritas parpol bertujuan mencapai kemerdekaan

8
bangsa Indonesia, kecuali beberapa parpol yang dibentuk orang-orang Belanda

atau orang-orang yang dekat dengan kepentingan penjajahan Belanda. Yang

menonjol adalah Partai Nasional Indonesia (PNI) yang mulanya bernama

Perserikatan Nasional Indonesia, dibentuk pada 4 Juli 1927 oleh Dr. Tjipto

Mangunkusumo, Mr. Sartono, Mr. Iskak Tjokrohadisuryo dan Mr. Sunaryo .

Kemudian pada tahun 1928 berganti nama menjadi Partai Nasional Indonesia dan

dipimpin Ir Sukarno atau Bung Karno yang pada 17 Agustus 1945 bersama Drs

Mohamad Hatta memproklamasikan kemerdekaan bangsa Indonesia atas nama

rakyat Indonesia.

Pada 1 Juni 1945 Bung Karno menyampaikan pandangannya depan

Panitya Persiapan Kemerdekaan tentang Pandangan Hidup Bangsa

(Weltanschauung). Uraian yang beliau beri nama Pancasila kemudian diterima

sidang dan kemudian dengan beberapa perubahan redaksional ditetapkan sebagai

Dasar Negara Republik Indonesia. Sejak permulaan berdirinya Republik

Indonesia ada partai politik. Semula hendak dibentuk parpol tunggal, tapi

kemudian dimungkinkan berdirinya banyak parpol. Itu berarti bahwa parpol oleh

para Pendiri Negara tidak dinilai bertentangan dengan pandangan hidup Pancasila,

sekalipun asal mulanya di masyarakat Barat yang dasarnya individualisme dan

liberalisme. Namun karena berada dalam masyarakat dengan dasar Pancasila,

parpol itu menyesuaikan eksistensi dan perilakunya dengan nilai dasar Pancasila,

yaitu Perbedaan dalam Kesatuan dan Kesatuan dalam Perbedaan.

9
Tabel Sejarah Perkembangan Partai Politik Indonesia 1908-1998

Periode
Periode Demokrasi Jumlah Partai
Pemerintahan

1908-1942 Zaman Kolonial Multipartai

Zaman Pendudukan
1942-1945 Tidak ada
Jepang

Sistem Presidensiil
22 Agustus 1945- Satu partai (PNI)

1. 22 Agustus 1945
14 November 1945 Multipartai
2. 3 November 1945

Demokrasi Parlementer Mulai sistem parlementer


14 November 1945-1950
14 November 1945 Pemilu dengan lebih dari
1950-1959
1955 20 partai

Dikeluarkan penpres

7/1959 (mencabut
Demokrasi Terpimpin maklumat Pemerintah 3

1959-1965 1959 November 1945 dan

melakukan
2. 1960
penyederhanaan partai).

10
Hanya 10 partai yang

diakui (PKI, PNI, NU,

Partai Katolik, Partindo,

Parkindo, Partai Murba,

PSII Arudji, IPKI, Partai

Islam Perti), sedangkan

Masjumi dan PSI

dibubarkan pada tahun

1960..

dibentuk Front Nasional

yang mewakili semua

kekuatan politik termasuk

PKI, Front Nasional ini

memberikan kesempatan

kepada golongan

fungsional dan ABRI

yang sebelumnya kurang

berpartisipasi. PKI dapat

masuk ke Front Nasional

karena didasarkan prinsip

NASAKOM

1965-1998 Demokrasi Pancasila PKI dan Partindo

11
1966 dibubarkan

7 Juli 1967 Konsensus Nasional a.1.

100 anggota DPR


1967-1969
diangkat
1973
Eksperimen Dwipartai dan
1977, 1982, 1987, 1992
Dwigroup dilakukan
dan 1997
dibeberapa Kabupaten di

1982 Jawa Barat, namun

1984 dihentikan pada awal

1969.
1996
Penggabungan Partai

menjadi tiga orsospol (9

partai + 1 Golongan

Karya)

Pemilu hanya diikuti oleh

3 orsospol (sistem

multipartai terbatas)

Pancasila satu-satunya

asas

NU Khittah

12
PDI pecah

Reformasi dengan
1998 21 Mei 1998
multipartai

Partai Politik di Indonesia masa kini

Setelah terjadi Reformasi di Indonesia pada tahun 1998 kehidupan bangsa

sangat berbelok ke sifat-sifat yang mengarah ke pandangan hidup Barat, yaitu

individualisme dan liberalisme. Politik luar negeri AS yang sejak berakhirnya

Perang Dingin sangat kuat mengusahakan agar bangsa-bangsa di dunia mengikuti

pandangan hidupnya, besar dampaknya di Indonesia. Hal itu juga dimungkinkan

oleh dukungan sementara pihak di Indonesia yang mempunyai pandangan dan

kepentingan yang sama dengan AS. Usaha itu antara lain berhasil melakukan

amandemen 4 kali terhadap UUD 1945 sehingga isinya sudah amat mengarah

kepada kehidupan berdasarkan individualisme dan liberalisme.

Sebagai akibat dari perubahan itu makin menguat pandangan tentang

kebebasan individu yang mutlak seperti yang ada di Barat, serta makin lemahnya

sikap Perbedaan dalam Kesatuan, Kesatuan dalam Perbedaan. Perubahan itu juga

berdampak pada parpol di Indonesia. Parpol berperilaku sebagai individu yang

bebas dan kuasa penuh tanpa konsiderasi terhadap Kesatuan, yaitu kepentingan

masyarakat dan bangsa. Parpol secara terus terang mengejar pencapaian

kekuasaan untuk mewujudkan kepentingan yang tidak peduli kepada kepentingan

umum. Anggota parpol yang duduk dalam Pemerintah dan Legislatif bukan

13
berfungsi sebagai wakil Rakyat, melainkan sebagai wakil parpol. Sikap dan

perilaku parpol yang sudah amat menyeleweng dari kaidah yang berlaku dalam

Pancasila diperparah lagi oleh sikap dan perilaku banyak anggotanya. Anggota

parpol menunjukkan sikap dan perilaku sesuai dasar kebebasan penuh-mutlak

seperti dalam pandangan Barat dan tidak menghiraukan harmoni dan keselarasan

sebagaimana ditetapkan Pancasila. Kaum politik yang juga makin kuat

dipengaruhi cara berpikir Barat mengejar kepentingannya dengan membentuk

parpol tanpa menghiraukan apakah parpol itu memperjuangkan platform tertentu.

Akibatnya adalah tumbuhnya jumlah parpol yang tidak terkendali tanpa ada

identitas politik tertentu bagi masing-masing parpol. Yang membedakannya

adalah hanya nama orang yang memimpin parpol itu. Keadaan demikian

menimbulkan kehidupan politik yang jauh dari mendukung terwujudnya

kesejahteraan bangsa.

Untuk membangun kondisi parpol yang sesuai dengan kepentingan

masyarakat dan bangsa diperlukan syarat utama kembalinya Pancasila

sebagaiDasar Negara RI secara nyata. Untuk itu haruslah pertama-tama UUD

1945 dikembalikan kepada keadaanya yang asli sebelum ada amandemen. Kalau

toh dinilai perlu ada perbaikan pada isi UUD1945, hal itu dilakukan setelah

kembali ke keadaan semula dengan mengadakan perbaikan yang sesuai dengan

nilai-nilai Pancasila. Pebaikan tidak dalam bentuk amandemen, melainkan sebagai

addendum. Kalau ada orang mengatakan bahwa Pancasila adalah satu ideologi

terbuka, itu tidak berarti bahwa Pancasila dapat diubah dengan nilai-nilai yang

bertentangan dan berbeda dengan Pancasila. Sebab Pancasila adalah Isi Jiwa

14
bangsa Indonesia, maka mengubah Pancasila berarti menghasilkan Jati Diri lain

yang bukan bangsa Indonesia.

Berdasarkan UUD 1945 yang asli dibuat UU Partai Politik yang sesuai dan

tidak bertentangan dengan UUD 1945 dan Pancasila. Hal ini merupakan landasan

bagi tempat dan peran Partai Politik dalam sistem Pancasila yang tidak mungkin

sama dengan tempat dan peran parpol dalam sistem Barat. Hal ini pasti mendapat

perlawanan dari mereka yang sudah memperoleh keuntungan dari penyelewengan

yang terjadi di Indonesia. Mereka membanggakan Indonesia sekarang sebagai

Negara Demokrasi Ketiga Terbesar di dunia, setelah India dan AS. Buat mereka

demokrasi hanyalah demokrasi Barat, demokrasi liberal. Kalau tidak itu maka itu

bukan demokrasi. Atas dasar itu mereka mengatakan bahwa merupakan kesalahan

besar mengubah keadaan sekarang, sebab mereka tidak peduli bahwa itu

menimbulkan kondisi yang merugikan secara mendasar kepentingan masyarakat

dan bangsa. Mereka menjustifikasi berbagai keadaan yang buruk sekarang sebagai

hal yang lumrah dalam pertumbuhan demokrasi di Indonesia. Sesuai dengan

perkembangan internasional, mereka akan mendapat dukungan terbuka atau

terselubung dari negara-negara yang berorientasi Barat dan mempunyai

kepentingan di Indonesia. Sebab itu seluruh Rakyat Indonesia yang dirugikan oleh

perkembangan sekarang yang menyeleweng dari Dasar Negara RI harus

menyatukan barisan dan memperjuangkan dengan tekad dan komitmen kuat agar

UUD 1945 yang asli berlaku kembali di NKRI.

15
b) Asal usul partai politik

Ramlan Surbakti dalam bukunya Memahami Ilmu Politik

mengemukakan tiga teori tentang asal-usul partai politik, yaitu :

1. Teori Kelembagaan

Teori ini mengatakan bahwa partai politik ada karena di bentuk oleh

kalangan legislatif (dan atau eksekutif) karena kedua anggota lembaga tersebut

ingin mengadakan kontak dengan masyarakat sehubung dengan pengangkatannya,

agar tercipta hubungan dan memperoleh dukungan dari masyarakat maka

terbentuklah partai politik. Ketika partai politik bentukan pemerintah dianggap

tidak bisa menampung lagi aspirasi masyarakat, maka pemimpin kecil masyarakat

berusaha membentuk partai-partai lain.

2. Teori Situasi Historis

Teori ini menjelaskan tentang krisis situasi historis yang terjadi manakala

suatu sistem politik mengalami masa transisi karena perubahan masyarakat dari

struktur masyarakat tradisional kearah struktur masyarakat modern. Pada situasi

ini terjadi berbagai perubahan yang menimbulkan tiga macam krisis, yakni

legitimasi, integrasi dan partisipasi. Partai politik lahir sebagai upaya dari sistem

politik mengatasi krisis yang terjadi. Partai politik diharapkan dapat berakar kuat

dalam masyarakat untuk dapat mengendalikan pemerintahan sehingga terbentuk

pola hubungan yang berlegitimasi antara pemerintah dan masyarakat. Terbukanya

partai bagi setiap anggota masyarakat dari berbagai golongan mengharapkan

16
partai politik dapat menjadi alat integrasi bangsa. Dengan adanya partai politik

juga masyarakat dapat ikut berpartisipasi dalam pemilihan umum.

3. Teori Pembangunan

Menurut teori ini partai politik lahir sebagai akibat dari adanya proses

modernisasi sosial-ekonomi, seperti pembangunan teknologi komunikasi berupa

media massa dan transportasi, perluasan dan peningkatan pendidikan,

industrialisasi, urbanisasi, perluasan kekuasaan negara seperti birokratisasi,

pembentukan berbagai kelompok kepentingan dan organisasi profesi, dan

peningkatan kemampuan individu yang mempengaruhi lingkungan, melahirkan

suatu kebutuhan akan suatu organisasi politik yang mampu memadukan dan

memperjuangkan berbagai aspirasi tersebut. Maka lahirlah partai politik, dengan

harapan agar organisasi politik tersebut mampu memadukan dan memperjuangkan

berbagai aspirasi yang ada.

Berdasarkan teori asal-usul terbentuknya partai politik di atas, penulis

dapat mengkategorikan bahwa Partai Demokrat terbentuk berdasarkan teori situasi

historis. Partai Demokrat lahir karena adanya keinginan untuk memperbaiki

bangsa yang sedang dilanda krisis multidimensi karena partai-partai politik yang

berkuasa sebelumnya dianggap gagal.

C. Basis Partai Politik

Suatu partai mendasarkan kekuatannya pada dukungan satu atau beberapa

kelompok yang mempunyai orientasi dan tujuan-tujuan politik yang sama, dengan

kata lain partai berdiri di atas suatu dukungan basis sosial.

17
Di sini basis sosial diartikan sebagai satu atau beberapa orang yang

menjadi pendukung utama dari suatu partai politik. Hal tersebut mengaitkan

tingkat atau kualitas kesetiaan partisipasi dan pemberian suara oleh pemilih

kepada partainya dalam pemilu. Menurut Angus Campbell, ada tiga variable

utama yang mampu mempengaruhi perilaku individu dalam memilih suatu partai,

ketiga variable tersebut adalah sebagai berikut :

a. Identifikasi terhadap partai. Secara psikologis, individu memilih suatu partai

karena adanya rasa kesetiaan dan cintanya pada partai tersebut.

b. Isu yang sedang berkembang. Berdasar pada pertimbangan terhadap isu yang

sedang berkembang, individu memilih partai yang mereka anggap layak dan

sanggup untuk memimpin pemerintahan. Kelayakan dan kesanggupan suatu

partai ditentukan oleh isu yang sedang berkembang saat ini.

c. Orientasi terhadap calon. Individu memilih suatu partai karena kualitas

personal kandidat tanpa memandang pada partai yang mendukungnya atau

pada isu yang sedang berkembang. Perilaku ini terbagi menjadi dua, pertama:

kualitas instrumental di mana pemilih melihat kemampuan kandidat dalam

menangani suatu masalah tertentu. Kedua: kualitas simbolis di mana pemilih

mempunyai pandangan bagaimanakah seharusnya figur pemimpin yang baik..

Dalam politik, basis merujuk kepada sekelompok pemilih yang hampir

selalu mendukung calon partai tunggal untuk kantor terpilih. Basis pemilih sangat

tidak mungkin untuk memilih calon dari pihak lawan, terlepas dari pandangan

spesifik masing-masing kandidat memegang.

18
Di Amerika Serikat, ini biasanya karena tingkat tinggi kandidat harus

memegang sikap yang sama pada isu-isu kunci sebagai dasar partai unruk

mendapatkan nominasi partai dan dengan demikian akses suara dijamin. Dalam

kasus pemilu legislatif, pemilihan basa biasanya lebih memilih untuk mendukung

kandidat partai mereka melawan lawan dinyatakan menarik untuk memperkuat

peluang partainya memperoleh mayoritas sederhana biasanya gateway untuk daya

menyeluruh-dalam legislatif.

D. Tipe Partai Politik

Menurut Haryanto, parpol dari segi komposisi dan fungsi keanggotaannya

secara umum dapat dibagi mejadi dua kategori, yaitu:

1. Partai Massa, dengan ciri utamanya adalah jumlah anggota atau pendukung

yang banyak. Meskipun demikian, parta jenis ini memiliki program walaupun

program tersebut agak kabur dan terlampau umum. Partai jenis ini cenderung

menjadi lemah apabila golongan atau kelompok yang tergabung dalam partai

tersebut mempunyai keinginan untuk melaksanakan kepentingan

kelompoknya. Selanjutnya, jika kepentingan kelompok tersebut tidak

terakomodasi, kelompok ini akan mendirikan partai sendiri .

2. Partai Kader, kebalikan dari partai massa, partai kader mengandalkan kader-

kadernya untuk loyal. Pendukung partai ini tidak sebanyak partai massa

karena memang tidak mementingkan jumlah, partai kader lebih mementingkan

disiplin anggotanya dan ketaatan dalam berorganisasi. Doktrin dan ideologi

19
partai harus tetap terjamin kemurniannya. Bagi anggota yang menyeleweng,

akan dipecat keanggotaannya.

Sedangkan tipologi berdasarkan tingkat komitmen partai terhadap ideologi

dan kepentingan, menurut Ichlasul Amal terdapat lima jenis partai politik, yakni:

1. Partai Proto, adalah tipe awal partai politik sebelum mencapai tingkat

perkembangan seperti dewasa ini. Ciri yang paling menonjol partai ini adalah

pembedaan antara kelompok anggota atau ins dengan non-anggota outs.

Selebihnya partai ini belum menunjukkan ciri sebagai partai politik dalam

pengertian modern. Karena itu sesungguhnya partai ini adalah faksi yang

dibentuk berdasarkan pengelompokkan ideologi masyarakat;

2. Partai Kader, merupakan perkembangan lebih lanjut dari partai proto.

Keanggotaan partai ini terutama berasal dari golongan kelas menengah ke

atas. Akibatnya, ideologi yang dianut partai ini adalah konservatisme ekstrim

atau maksimal reformis moderat;

3. Partai Massa, muncul saat terjadi perluasan hak pilih rakyat sehingga dianggap

sebagai respon politis dan organisasional bagi perluasan hak-hak pilih serta

pendorong bagi perluasan lebih lanjut hak-hak pilih tersebut. Partai massa

berorientasi pada pendukungnya yang luas, misalnya buruh, petani, dan

kelompok agama, dan memiliki ideologi cukup jelas untuk memobilisasi

massa serta mengembangkan organisasi yang cukup rapi untuk mencapai

tujuan-tujuan ideologisnya;

20
4. Partai Diktatorial, sebenarnya merupakan sub tipe dari parti massa, tetapi

meliki ideologi yang lebih kaku dan radikal. Pemimpin tertinggi partai

melakukan kontrol yang sangat ketat terhadap pengurus bawahan maupun

anggota partai. Rekrutmen anggota partai dilakukan secara lebih selektif

daripada partai massa;

5. Partai Catch-all, merupakan gabungan dari partai kader dan partai massa.

Istilah Catch-all pertama kali di kemukakan oleh Otto Kirchheimer untuk

memberikan tipologi pada kecenderungan perubahan karakteristik. Catch-all

dapat diartikan sebagai menampung kelompok-kelompok sosial sebanyak

mungkin untuk dijadikan anggotanya. Tujuan utama partai ini adalah

memenangkan pemilihan dengan cara menawarkan program-program dan

keuntungan bagi anggotanya sebagai pengganti ideologi yang kaku. (Ichlasul

Amal. Teori-teori Mutakhir Partai Politik Edisi Revisi. Penerbit Tiara Wacana,

Yogyakarta, 1996)

Menurut Peter Schroder, tipologi berdasarkan struktur organisasinya

terbagi menjadi tiga macam yaitu;

1. Partai Para Pemuka Masyarakat, berupa gabungan yang tidak terlalu ketat,

yang pada umumnya tidak dipimpin secara sentral ataupun profesional, dan

yang pada kesempatan tertentu sebelum pemilihan anggota parlemen

mendukung kandidat-kandidat tertentu untuk memperoleh suatu mandat;

2. Partai Massa, sebagai jawaban terhadap tuntutan sosial dalam masyarakat

industrial, maka dibentuklah partai-partai yang besar dengan banyak anggota

21
dengan tujuan utama mengumpulkan kekuatan yang cukup besar untuk dapat

membuat terobosan dan mempengaruhi pemerintah dan masyarakat, serta

mempertanyakan kekuasaan;

3. Partai Kader, partai ini muncul sebagai partai jenis baru dengan berdasar pada

Lenin. Mereka dapat dikenali berdasarkan organisasinya yang ketat, juga

karena mereka termasuk kader/kelompok orang terlatih yang personilnya

terbatas. Mereka berpegangan pada satu ideologi tertentu, dan terus menerus

melakukan pembaharuan melalui sebuah pembersihan yang

berkseninambungan.

E. Fungsi Partai Politik

Fungsi utama partai politik adalah mencari dan memperrtahankan

kekuasaan guna mewujudkan program-program yang berdasarkan ideology

tertentu. Ada pandangan yang berbeda secara mendasar mengenai partai politik di

Negara yang demokratis dan di negara yang otoriter. Perbedaan pandangan

tersebut berimplikasi pada pelaksanan tugas atau fungsi partai di masing-masing

Negara. Di Negara demokrasi partai relative dapat menjalankan fungsinya sesuai

dengan harkatnya pada saat kelahirannya, yakni menjadi wahana bagi warga

Negara untuk berpartisipasi dalam mengelolah kehidupan bernegara dan

memperjuangkan kepentingannya dihadapan penguasa. Sebaliknya di Negara

otoriter, partai tidak dapat menunjukkan harkatnya, tetepi lebih bahwa

menjalankan kehendak penguasa.

22
Berikut ini diuraikan secara lebih lengkap fungsi partai politik di Negara-

negara demokratis, otoriter, dan Negara-negara berkembang yang berada dalam

transisi ke arah dekokrasi. Penjelasan fungsi partai polituk di Negara otoriter akan

di paparkan dalam contoh partai-partai Negara-negara komunis pada masa

jayanya.

a. Sebagai sarana komunikasi politik

Di masyarakat modern yang luas dan kompeks, banyak ragam pendapat

dan aspirasi yang berkembang. Pandapat atau aspirasi seseorang atau suatu

kelompok yang hilang tak berbekas seperti suara di padang pasir, apabila tidak

ditampung dan di gabung dengan pendapat atau aspirasi orang lain yang senada.

Proses ini dinamakan penggabungan kepentingan (interest aggregation). Sesudah

digabungkan, pendapat dan aspirasi tadi di olah dan dirumuskan dalam bentuk

yang lebih teratur. Proses ini dinamakan perumusan kepentingan (interest

articulation). Seandainya tidak ada yang mengagregasi dan mengartikulasi,

niscaya pendapat atau aspirasi tersebut akan simpang siur dan saling berbenturan,

sedangkan dengan agregasi dan artikulasi kepentingan kesimpang siuran dan

benturan dikurangi. Agregasi dan artikulasi itulah salah satu fungsi komunikasi

partai politik. Setelah itu partai politik merumuskannya menjadi usul kebijakann.

Usul kebijakan ini dimasukkan ke dalam progam atau platform partai (goal

formulation) untuk diperjuangkan atau di sampaikan melalui parlemen kepada

pemerintah agar dijadikan kebijakan umum (public policy).

23
Demikianlah tuntutan dan kepentingan masyarakat disampaikan kepada

pemerintah melalui partai politik. Di sisi lain, partai politik juga berfungsi

memperbincangkan dan menyebarluaskan rencana-rencana dan kebijakan-

kebijakan pemerintah. Dengan demikian terjadi arus informasi dan dialog dua

arah, dari atas ke bawah dan dari bawah keatas. Dalam pada itu partai politik

memainkan peran sebagai penghubung antara yang memerintah dan yang

diperintah. Peran partai sebagai jembatan sangat penting, karena I satu pihak

kebijakan pemerintah perlu dijelaskan kepada semua kelompok masyarakat, dan

di pihak lain pemerintah harus tanggap terhadap tuntutan masyarakat.

Dalam menjalankan fungsi inilah partai politik sering disebut sebagai

pesantara (broker) dalam suatu bursa ide-ide (clearing house of ideas). Kadang-

kadang juga dikatakan bahwa partai politik bagi pemerintah bertindak sebagai alat

pendengar, sedangkan bagi warga masyarakat sebagai pengeras suara. Menurut

Sigmund Neumann dalam hubungannya dengan komunikasi politik, partai politik

merupakan perantara yang besar yang menghubungkan kekuatan-kekuatan dan

ideology sosial dengan lembaga pemerintah yang resmi dan yang mengaitkannya

dengan aksi politik di dalam masyarakat politik yang lebih luas.

Akan tetapi sering terdapat gejala bahwa pelaksanaan fungsi komunikasi

ini, sengaja atau tidak sengaja, menghasilkan informasi yang berat sebelah dan

malahan meimbulkan kegelisahan dan keresahan dalam masyarakat. Misinformasi

semacam itu menghambat berkembangnya kehidupan politik yang sehat.

24
b. Sebagai sarana sosialisasi politik

Dalam ilmu politik diartikan sebagai suatu proses yang melaluinya

seseorang memperoleh sikap dan orientasi tehadap fenomena politik yang

umumnya berlaku dalam masyarakat di mana ia berada. Ia adalah bagian dai

proses yang menentukan sikap politik seseorang, misalnya mengenai

nasionalisme, kelas sosial, suku bangsa, ideology, hak dan kewajiban.

Dimensi lain dari sosialisasi politik adalah sebagai proses yang melaluinya

masyarakat menyampaikan budaya politik yaitu norma-norma dan nilai-nilai,

dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dengan demikian sosialisasi politik

merupakan factor yang penting dalam terbentuknya budaya pilitik (political

culture) suatu bangsa.

Suatu definisi yang dirumuskan oleh seorang ahli sosiologi politik M.

Rush (1992) : Sosialisasi politik adalah proses yang melaluinya orang dalam

masyarakat tertentu belajar mengenali system politiknya. Proses ini sedikit banyak

menentukan persepsi dan reaksi mereka terhadap fenomena politik (political

socialization may be depined is the prosess by which individuals in a given

society become acquainted with the political system and which to a certain degree

determines their perceptions and their reactions to political phenomena).

Proses sosialisasi berjalan seumur hidup, terutama dalam masa kanak-

kanak. Ia berkembang melalui keluarga, sekolah, peer group, tempat kerja,

pengalaman sebagai orang dewasa, organisasi keagamaan, dan partai politik, ia

25
juga menjadi penghubung yang mensosialisasikan nilai-nilai politik generasi yang

satu ke generasi yang lain. Di sinilah letaknya partai dalam memainkan peran

sebagai sarana sosialisasi politik.pelaksanaan fungsi sosialisasinya dilakukan

melalui berbagai cara yaitu media massa, ceramah-ceramah, penerangan, kursus

karder, penataran dan sebagainya.

Sisi lain dari fungsi sosialisasi politik partai adalah upaya menciptakan

citra (image) bahwa ia memperjuangkan kepentingan umum. Ini penting jika

dikaitkan dengan tujuan partai untuk menguasai pemerintahan melalui

kemenangan dalam pemilihan umum. Karena itu partai harus memperoleh

dukungan seluas mungkin, dan partai berkepentingan agar para pendukungnya

mempunyai solidaritas yang kuat dengan partainya. Ada lagi yang lebih tinggi

nilainya apabila partai politik dapat menjalankan fungsi sosialisasi yang satu ini,

yakni mendidik anggota-anggitanya menjadi manusia yang sadar akan tanggung

jawabnya sebagai warga Negara dan menepatkan kepentingan sendiri di bawah

kepentingan nasional. Secara khusus perlu disebutkan di sini bahwa di Negara-

negara yang baru merdeka, partai-partai politik juga di tuntut berperan memupuk

identitas nasional dan integrasi nasional. Ini adalah tugas lain dalam kaitannya

dengan sosialisasi politik. Namun, tidak dapat disangkal adakalanya partai

mengutamakan kepentingan partai atas kepentingan nasional. Loyalitas yang

diajarkan adalah loyalitas kepada partai, yang melebihi loyalitas kepada Negara.

Dengan demikian ia mendidik pengikut-pengikutnya untuk melihat dirinya dalam

konteks yang sangat sempit.

26
Pandangan ini malahan dapat mengakibatkan pengotakan dan tidak

membantu proses integrasi, yang bagi Negara-negara berkembang menjadi begitu

penting.

c. Sebagai sarana rekuitmen politik

fungsi ini berkaitan erat dengan masalah seleksi kepemimpinan, baik

kepemimpinan internal partai maupun kepemimpinan nasional yang lebih luas.

Untuk kepentingan internalnya, setiap partai butuh kader-kader yang berkualitas,

karena hanya dengan kader yang demikian ia dapat menjadi partai yang

mempunyai kesempatan lebih besar untuk mengembangkan diri. Dengan

mempunyai kader-kader yang baik, partai tidak akan sulit menentukan

pimpinannya sendiri dan mempunyai peluang untuk mengajukan calon untuk

masuk ke bursa kepemimpinan nasional. Selain untuk tingkatan seperti itu partai

politik juga berkepentingan memperluas atau memperbanyak keanggotaan. Maka

ia pun berusaha menarik sebanyak-banyaknya orang untuk menjadi anggotanya.

Dengan didirikannya organisasi-organisasi massa (sebagai onderbouw) yang

melibatkan golongan-golongan buruh, petani, pemuda, mahasiswa, wanita dan

sebagainya, kesempatan untuk berpartisipasi diperluas. Rekrutmen politik

menjamin kontinuitas dan kelestarian partai, sekaligus merupakan salah satu cara

untuk menjaring dan melatih calon-calon pemimpin. Ada berbagai cara untuk

melakukan rekrutmen politik yaitu melalui kontrak pribadi, persuasi, ataupun

cara-cara lain.

27
d. Sebagai sarana pengatur konflik

Potensi konflik selalu ada di setiap masyarakat, apalagi di masyarakat

yang bersifat heterogen, apakah dari segi etnis (suku bangsa), social-ekonomi,

ataupun agama. Setiap perbedaan tersebut menyimpan potensi konflik. Apabila

keanekaragaman itu terjadi di Negara yang menganut paham demokrasi,

persaingan dan perbedaan pendapat dianggap hal yang wajar dan mendapat

tempat. Akan tetapi di dalam Negara yang heterogen sifatnya, potensi

pertentangan lebih besar dan dengan mudah mengundang konflik.

Disini paran partai diperlukan untuk membantu mengatasinya, atau

sekurang-kurangnya dapat diatur sedemikian rupa sehingga akibat negatifnya

dapat ditekan seminimal mungkin. Elite partai dapat menumbuhkan pengertian di

antara mereka dan bersamaan dengan itu juga meyakinkan pendukungnya.

28
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Secara umum kita dapat mendefinisikan bahwa parai politik adalah suatu

kelompok yang teroganisir yang anggota-anggotanya memppunyai sebuah

orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini adalah

memperoleh sebuah kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik yang

biasanya di raih lewat konstitusional untuk melakukan kebijakan-kebijakan

dalam mencapai tujuan mereka.

Perlu diterangkan bahwa partai politik sangat berbeda dengan gerakan

(movement) dan berbeda juga dengan kelompok penekan (pressur group) atau

istilah yang lebih banyak digunakan pada dewasa ini yang memang

memperjuangkan suatu kepentingan kelompok, atau memang ingin melakukan

perubahan terhadap paradigma masyarakat kearah yang lebih baik.

29
B. Saran

Dalam pembansan materi di atas mengenai kelembagaa partai politik

sudah barang tentu banyak kekurangan,baik segi penulisan maupun dari segi

penyusunana kalimat dan kata-katanya,oleh sebab itu saya selaku penulis minta

maaf yng sebesar-besarnya, kepada dosen dan semua teman-teman

mahasiswa,sebagai penyempurnaan saya mengharap kritikan dan saran yang

positif dari temn-teman semua .,

30
DAFTAR PUSTAKA

Amal, Ichlasul. Teori-Teori Mutakhir Partai Politik, PT Tiara Wacana,

Yogyakarta, 1996

Budiarjo,Mariam .Partisipasi dan Partai Politik.Yayasan Obor Indonesia,

Jakarta,1998.

__________. Dasar-Dasar Ilmu Politk. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,

2008.

Surbakti, Ramlan. Memahami Ilmu Poltik. Grasindo, Jakarta, 1992.

31

Anda mungkin juga menyukai