Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

KLIEN DENGAN INTRA CEREBRAL HEMORAGIC (ICH) DI


RUANG RAWAT INAP MELATI RSD Dr. SOEBANDI JEMBER

LAPORAN PENDAHULUAN

disusun guna memenuhi tugas pada Program Pendidikan Profesi Ners (P3N)
Stase Keperawatan Medikal Bedah (KMB)

oleh
Devintania Kurniasti N.H., S.Kep.
NIM 112311101017

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2015
A. REVIEW ANATOMI DAN FISIOLOGI OTAK
Otak berbentuk seperti sebuah kembang kol yang beratnya rata-rata 1,2 kg
pada laki-laki dan 1 kg pada perempuan (2% dari berat badan pemiliknya),
mengkonsumsi 25% oksigen dan menerima 1,5% curah jantung (Sloane,
2003). Sistem saraf pusat (SSP) meliputi otak (bahasa Latin: 'ensephalon')
dan sumsum tulang belakang (bahasa Latin: 'medulla spinalis'). Keduanya
merupakan organ yang sangat lunak, dengan fungsi yang sangat penting maka
perlu perlindungan. Otak dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit dan tulang
yang membungkusnya (Price & Wilson, 2005). Otak dan sumsum tulang belakang
mempunyai 3 materi esensial yaitu:
1. Badan sel yang membentuk bagian materi kelabu (substansi grissea)
2. Serabut saraf yang membentuk bagian materi putih (substansi alba)
3. Sel-sel neuroglia, yaitu jaringan ikat yang terletak di antara sel-sel saraf di
dalam sistem saraf pusat.
Walaupun otak dan sumsum tulang belakang mempunyai materi sama tetapi
susunannya berbeda. Pada otak, materi kelabu terletak di bagian luar atau kulitnya
(korteks) dan bagian putih terletak di tengah. Pada sumsum tulang belakang
bagian tengah berupa materi kelabu berbentuk kupu-kupu, sedangkan bagian
korteks berupa materi putih.

Gambar 1. (a) Subtansi kelabu dan putih pada sumsum tulang belakang, (b) substansi
kelabu dan putih pada otak
Sumber: www.google.com

Lapisan Pelindung Otak


Lapisan pelindung otak terdiri dari rangka tulang bagian luar dan tiga
lapisan jaringan ikat yang disebut meninges. Lapisan meningeal terdiri dari
piameter, lapisan arakhnoid, dan durameter (Gambar 2) (Sloane, 2003).
1. Piameter
Lapisan piameter berhubungan erat dengan otak dan sumsum tulang
belakang, mengikuti tiap sulcus dan gyrus. Piameter ini merupakan lapisan
dengan banyak pembuluh darah dan terdii dari jaringan penyambung yang
halus serta dilalui pembuluh darah yang memberi nutrisi pada jaringan saraf.
2. Arachnoid
Lapisan ini merupakan suatu membaran yang impermeable halus, yang
menutupi otak dan terletak diantara piameter dan durameter. Membran ini
dipisahkan dari durameter oleh ruang potensial yaitu spatium subdurale, dan
dari piameter oleh cavum subarachnoid yang berisi cerebrospinal fluid.
Cavum subarachnoid (subarachnoid space) merupakan suatu rongga/ ruangan
yang dibatasi oleh arachnoid di bagian luar dan piameter pada bagian dalam.
Pada daerah tertentu arachnoid menonjol kedalam sinus venosus membentuk
villi arachnoidales. Villi arachnoidales ini berfungsi sebagai tempat
perembesan cerebrospinal fluid ke dalam aliran darah. Struktur yang berjalan
dari dan ke otak menuju cranium atau foraminanya harus melalui cavum
subarachnoid.
3. Durameter
Lapisan terluar adalah lapisan yang tebal dan terdiri dari dua lapisan. Lapisan
ini biasanya terus bersambungan, tapi terputus pada beberapa sisi spesifik.
Terdiri dari:
a. Lapisan periosteal luar
b. Lapisan meningeal dalam
c. Ruang subdural, memisahkan durameter dai arachnoid pada regia kranial
dan medulla spinalis
d. Ruang epidural adalah ruangan potensial antara periosteal luar dan lapisan
meningeal dalam pada durameter di regia medulla spinalis.
Gambar 2. Lapisan Pelindung Otak

Bagian-bagian otak

Gambar 1. Anatomi Otak manusia


Sumber: A.D.A.M
Otak terletak di dalam rongga kranium otak. Seperti terlihat pada gambar di
atas, otak dibagi menjadi empat bagian, yaitu:
1. Cerebrum (Otak Besar)
2. Cerebellum (Otak Kecil)
3. Brainstem (Batang Otak)
4. Limbic System (Sistem Limbik)
Serebrum

Pada otak besar ditemukan beberapa lobus yaitu:

1. Lobus frontalis, adalah bagian dari serebrum yang terletak di depan sulkus
sentralis.
2. Lobus parietalis, terdapat di depan sulkus sentralis dan dibelakang oleh
korako-oksipitalis.
3. Lobus temporalis, terdapat dibawah lateral dari fisura serebralis dan di
depan lobus oksipitalis.
4. Oksipitalis yang mengisi bagian belakang dari serebrum.

Fungsi serebrum antara lain:


1. Mengingat pengalaman yang lalu.
2. Pusat persarafan yang menangani, aktivitas mental, akal, intelegensi,
keinginan, dan memori.
3. Pusat menangis, buang air besar, dan buang air kecil.
Batang otak

Batang otak terdiri dari:

1. Diensefalon, ialah
bagian otak yang
paling rostral, dan
tertanam di antara ke-
dua belahan otak
besar (haemispherium
cerebri). Diantara
diensefalon dan
mesencephalon, batang otak membengkok hampir sembilah puluh derajat
kearah ventral. Kumpulan dari sel saraf yang terdapat di bagian depan
lobus temporalis terdapat kapsula interna dengan sudut menghadap
kesamping. Fungsi dari diensefalon:
a. Vasokonstriktor, mengecilkan pembuluh darah
b. Respiratori, membantu proses persarafan.
c. Mengontrol kegiatan refleks.
d. Membantu kerja jantung.
2. Mesensefalon, atap dari mesensefalon terdiri dari empat bagian yang
menonjol ke atas. Dua di sebelah atas disebut korpus kuadrigeminus
superior dan dua di sebelah bawah disebut korpus kuadrigeminus inferior.
Serat saraf okulomotorius berjalan ke ventral di bagian medial. Serat
nervus troklearis berjalan ke arah dorsal menyilang garis tengah ke sisi
lain. Fungsinya:
a. Membantu pergerakan mata dan mengangkat kelopak mata.
b. Memutar mata dan pusat pergerakan mata.
3. Pons varoli, brakium pontis yang menghubungkan mesensefalon dengan
pons varoli dengan serebelum, terletak di depan serebelum di antara otak
tengah dan medula oblongata. Disini terdapat premotoksid yang mengatur
gerakan pernapasan dan refleks. Fungsinya:
a. Penghubung antara kedua bagian serebelum dan juga antara medula
oblongata dengan serebelum atau otak besar.
b. Pusat saraf nervus trigeminus.
4. Medula oblongata merupakan bagian dari batang otak yang paling bawah
yang menghubungkan pons varoli dengan medula spinalis. Bagian bawah
medula oblongata merupakan persambungan medula spinalis ke atas,
bagian atas medula oblongata yang melebar disebut kanalis sentralis di
daerah tengah bagian ventral medula oblongata. Fungsi medula oblongata:
a. Mengontrol kerja jantung.
b. Mengecilkan pembuluh darah (vasokonstriktor).
c. Pusat pernapasan.
d. Mengontrol kegiatan refleks

Serebelum

Serebelum (otak kecil)


terletak pada bagian bawah
dan belakang tengkorak
dipisahkan dengan serebrum
oleh fisura transversalis
dibelakangi oleh pons varoli
dan di atas medula
oblongata. Organ ini banyak menerima serabut aferen sensoris, merupakan
pusat koordinasi dan integrasi.

Bentuknya oval, bagian yang mengecil pada sentral disebut vermis dan
bagian yang melebar pada lateral disebut hemisfer. Serebelum berhubungan
dengan batang otak melalui pendunkulus serebri inferior (korpus retiformi)
permukaan luar serebelum berlipat-lipat menyerupai serebelum tetapi
lipatannya lebih kecil dan lebih teratur. Permukaan serebelum ini
mengandung zat kelabu.

Korteks serebelum dibentuk oleh subtansia grisea, terdiri dari tiga


lapisan yaitu granular luar, lapisan purkinye, lapisan granular dalam. Serabut
saraf yang masuk dan yang keluar dari serebrum harus melewati serebelum.
Fungsi serebelum, yaitu:
1. Arkhioserebelum (vestibuloserebelum), serabut aferen berasal dari telinga
dalam yang diteruskan oleh nervus VIII (auditorius) untuk keseimbangan
dan rangsangan pendengaran ke otak.
2. Paleaserebelum (spinoserebelum. Sebagai pusat penerima impuls dari
reseptor sensasi umum medula spinalis dan nervus vagus (N. trigeminus)
kelopak mata, rahang atas, dan bawah serta otot pengunyah.
3. Neoserebelum (pontoserebelum). Korteks serebelum menerima informasi
tentang gerakan yang sedang dan yang akan dikerjakan dan
mengaturgerakan sisi badan.

Gangguan pada Fungsi Otak


Terdapat banyak gangguan pada otak, salah satu penyebab kematian terbanyak di
dunia adalah stroke. Stroke merupakan penyakit yang menyerang otak dan
jaringan di dalamnya disebabkan oleh multietiologi.
Klasifikasi Stroke (Mutaqin, 2008)
Klasifikasi stroke dibedakan menurut patologi dari serangan stroke meliputi:
1. Stroke Hemoragik
Merupakan perdarahan seebri dan mungkin perdarahan subarakhnoid.
Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu.
Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa
juga terjadi pada saat istirahat. Kesadaran klien umumnya menurun.
Perdarahan otakk dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Perdarahan Intraserebri
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisme) terutama karena hipertensi
mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa
yang menekan jaringan otak dan menimbulkan edema otak.
b. Perdarahan Subarakhnoid
Pecahnya arteri dan keluarnya darah ke ruang subarakhnoid
mengakibatkan terjadinya peningkatan TIK yang mendadak,
meregangnya struktur peka nyeri sehingga timbul nyeri kepala hebat.
Sering pula dijumpai kaku kuduk.
2. Stroke Non Hemoragik
Dapat berupa iskemia atau emboli dan trombosis serebri biasanya terjadi saat
setelah lama beristirahat, baru bangun tidur, dan atau di pagi har. Tidak terjadi
perdarahan namun terjadi iskemik yang menimbulkan hipoksia dan
selanjutnya dapat menimbulkan edema sekunder. Kesadaran umumnya baik.
Algoritma Perdarahan
Untuk dapat menegakkan diagnosa stroke apakah termasuk stroke perdarahan
ataupun non perdarahan, terdapat algoritma atau cara dimana memudahkan untuk
menegakkan diagnosa awal sebelum dilakukan pemeriksaan penunjang lainnya,
yaitu:
Algoritma Gajah Mada
Interpretasi:

Apabila terdapat pasien stroke akut dengan atau tanpa penurunan


kesadaran, nyeri kepala dan terdapat reflek babainski atau dua dari ketiganya
maka merupakan stroke hemoragik. Jika ditemukan penurunan kesadaran atau
nyeri kepala ini juga merupakan stroke non hemoragik. Sedangkan bila hanya
didapatkan reflek babinski positif atau tidak didapatkan penurunan kesadaran,
nyeri kepala dan reflek babinski maka merupakan stroke non hemoragik.

Siriraj Skor
Siriraj Stroke Score = (2,5 X Derajat Kesadaran) + (2 X muntah) + (2 X
sakit kepala) + (0,1 X tekanan darah diastol) (3 X ateroma) 12 . Apabila
skor yang didapatkan < 1 maka diagnosisnya stroke non perdarahan dan
apabila didapatkan skor 1 maka diagnosisnya stroke perdarahan.

B. INTRA CEREBRAL HEMORARGIC (ICH)


1. Pengertian
Perdarahan intracerebral adalah perdarahan yang terjadi pada jaringan otak
biasanya akibat robekan pembuluh darah yang ada dalam jaringan otak. Secara
klinis ditandai dengan adanya penurunan kesadaran yang kadang-kadang disertai
lateralisasi, pada pemeriksaan CT Scan didapatkan adanya daerah hiperdens yang
indikasi dilakukan operasi jika Single, Diameter lebih dari 3 cm, Perifer, Adanya
pergeseran garis tengah, Secara klinis hematom tersebut dapat menyebabkan
gangguan neurologis/lateralisasi. Operasi yang dilakukan biasanya adalah
evakuasi hematom disertai dekompresi dari tulang kepala. Faktor-faktor yang
menentukan prognosenya hampir sama dengan faktor-faktor yang menentukan
prognose perdarahan subdural. (Paula, 2009)
Intra Cerebral Hematom adalah perdarahan kedalam substansi otak.
Hemorragi ini biasanya terjadi dimana tekanan mendesak kepala sampai daerah
kecil dapat terjadi pada luka tembak ,cidera tumpul. (Suharyanto, 2009)
Intra secerebral hematom adalah pendarahan dalam jaringan otak itu sendiri.
Hal ini dapat timbul pada cidera kepala tertutup yang berat atau cidera kepala
terbuka. Intraserebral hematom dapat timbul pada penderita stroke hemorgik
akibat melebarnya pembuluh nadi. (Corwin, 2009).

2. Etiologi
Menurut Salman dalam American Heart Association (2014); Zuccarello
(2013) dan Chakrabarty & Shivane (2008) :
a. Penyakit pembuluh darah kecil: aterosklerosis, amiloid angiopati, genetik
b. Malformasi pembuluh darah: malformasi arteriovenous, malfomasi
cavernous
c. Aneurisma intracranial
d. Penakit vena : sinus serebral/ trombosis vena, dural arteriovenous fistula
e. Reversible cerebral
f. Sindrom vasokontriksi
g. Sindrom moyamoya
h. Inflamasi: vaskulitis, aneurisma mikotik
i. Penyakit maligna: tumor otak, metastasis serebral
j. Koagulopati: genetik, diturunkan/iatrogenik
k. Pengobatan vasoaktif
l. Serangan jantung karena perdarahan
m. Trauma kepala : fraktur tengkorak dan luka penetrasi (luka tembak) dapat
merusak arteri dan menyebabkan perdarahan.
n. Hipertensi : peningkatan tekanan darah menyebabkan penyempitan arteri
yang kemudian pecahnya arteri di otak
o. Terapi pengenceran darah : obat seperti coumadin, heparin, dan warafin
yang digunakan untuk pengobatan jantung dan kondisi stroke
p. Kehamilan: eklamsia, trombosis vena
q. Merokok
r. Tidak diketahui

3. Manifestasi Klinik
Intracerebral hemorrhage mulai dengan tiba-tiba. Dalam sekitar setengah
orang, hal itu diawali dengan sakit kepala berat, seringkali selama aktifitas.
Meskipun begitu, pada orang tua, sakit kepala kemungkinan ringan atau tidak ada
Dugaan gejala terbentuknya disfungsi otak dan menjadi memburuk sebagaimana
peluasan pendarahaan.
Beberapa gejala, seperti lemah, lumpuh, kehilangan perasa, dan mati rasa,
seringkali mempengaruhi hanya salah satu bagian tubuh. orang kemungkinan
tidak bisa berbicara atau menjadi pusing. Penglihatan kemungkinan terganggu
atau hilang. Mata bisa di ujung perintah yang berbeda atau menjadi lumpuh. Pupil
bisa menjadi tidak normal besar atau kecil. Mual, muntah, serangan, dan
kehilangan kesadaran adalah biasa dan bisa terjadi di dalam hitungan detik sampai
menit. Menurut Corwin (2009) manifestasi klinik dari dari Intra cerebral
Hematom yaitu :
a. Kesadaran mungkin akan segera hilang, atau bertahap seiring dengan
membesarnya hematom.
b. Pola pernapasaan dapat secara progresif menjadi abnormal.
c. Respon pupil mungkin lenyap atau menjadi abnormal.
d. Dapat timbul muntah-muntah akibat peningkatan tekanan intra cranium.
e. Perubahan perilaku kognitif dan perubahan fisik pada berbicara dan
gerakan motorik dapat timbul segera atau secara lambat.
f. Nyeri kepala dapat muncul segera atau bertahap seiring dengan
peningkatan tekanan intra cranium.
4. Patofisiologi
Perdarahan intraserebral ini dapat disebabkan oleh karena ruptur arteria
serebri yang dapat dipermudah dengan adanya hipertensi. Keluarnya darah dari
pembuluh darah didalam otak berakibat pada jaringan disekitarnya atau
didekatnya, sehingga jaringan yang ada disekitarnya akan bergeser dan tertekan.
Darah yang keluar dari pembuluh darah sangat mengiritasi otak, sehingga
mengakibatkan vosospasme pada arteri disekitar perdarahan, spasme ini dapat
menyebar keseluruh hemisfer otak dan lingkaran willisi, perdarahan aneorisma-
aneorisma ini merupakan lekukan-lekukan berdinding tipis yang menonjol pada
arteri pada tempat yang lemah. Makin lama aneorisme makin besar dan kadang-
kadang pecah saat melakukan aktivitas. Dalam keadaan fisiologis pada orang
dewasa jumlah darah yang mengalir ke otak 58 ml/menit per 100 gr jaringan otak.
Bila aliran darah ke otak turun menjadi 18 ml/menit per 100 gr jaringan otak akan
menjadi penghentian aktifitas listrik pada neuron tetapi struktur sel masih baik,
sehingga gejala ini masih revesibel. Oksigen sangat dibutuhkan oleh otak
sedangkan O2 diperoleh dari darah, otak sendiri hampir tidak ada cadangan O2
dengan demikian otak sangat tergantung pada keadaan aliran darah setiap saat.
Bila suplay O2 terputus 8-10 detik akan terjadi gangguan fungsi otak, bila lebih
lama dari 6-8 menit akan tejadi jelas/lesi yang tidak putih lagi (ireversibel) dan
kemudian kematian. Perdarahan dapat meninggikan tekanan intrakranial dan
menyebabkan ischemi didaerah lain yang tidak perdarahan, sehingga dapat
berakibat mengurangnya aliran darah ke otak baik secara umum maupun lokal.
Timbulnya penyakit ini sangat cepat dan konstan dapat berlangsung beberapa
menit, jam bahkan beberapa hari. (Corwin, 2009).

5. Pemeriksaan khusus dan penunjang


Menurut American Heart Association (2014); Zuccarello (2013) dan
Chakrabarty & Shivane (2008) pemeriksaan penunjang untuk ICH adalah:
a. Angiografi
Angiografi berfungsi untuk menyelidiki keadaan normal dan patologis dari
sistem kapal penyempitan dan obstruksi lumen terutama atau pelebaran
aneurismal. Selain kondisi tumor, malformasi arteriovenosa (AVM) dan
fistula arteriovenosa (aVF) atau sumber perdarahan diselidiki dengan
angiografi.

b. Lumbal pungsi
c. MRI
Magnetic resonance imaging (MRI) atau pencitraan resonansi magnetik
adalah alat pemindai yang memanfaatkan medan magnet dan energi
gelombang radio untuk menampilkan gambar struktur dan organ dalam
tubuh. MRI dapat memberikan informasi struktur tubuh yang tidak dapat
ditemukan pada tes lain, seperti X-ray,ultrasound, atau CT scan. Beberapa
penyakit pada otak dan saraf tulang belakang yang dapat didiagnosis
dengan MRI, antara lain stroke, tumor, aneurisma, multiple sclerosis,
cedera saraf tulang belakang, serta gangguan mata dan telinga bagian
dalam.

d. Thorax photo
e. Laboratorium
f. EKG
g. CT Scan
Pemindai CT-scan atau CT-scanner (computerized tomography scanner)
adalah mesin sinar-x khusus yang mengirimkan berbagai berkas
pencintraan secara bersamaan dari sudut yang berbeda. Berkas-berkas
sinar-X melewati tubuh dan kekuatannya diukur dengan algoritma khusus
untuk pencitraan. Berkas yang telah melewati jaringan kurang padat
seperti paru-paru akan menjadi lebih kuat, sedangkan berkas yang telah
melewati jaringan padat seperti tulang akan lemah.

Perbedaan antara perdarahan dan infark serebral tidak dapat dibuat


berdasarkan pemeriksaan klinis atau pemeriksaan cairan serebrospinal
(LCS), melainkan memerlukan CT scan/MRI. Pada CT scan adanya daerah
hipodens tampak beberapa jam setelah infark serebri, sedangkan setelah
perdarahan langsung timbul daerah hipodens (Rubenstein, 2007).
Contoh CT scan pada ICH

Gambar 4. The dynamic evolution of a CT Perfusion Spot Sign. A 86-year old female
patient presenting within 105 min of symptom onset. Individual frames extracted from a
dynamic CT perfusion study are presented. (A,B) No contrast enhancement is seen within
the first 9 s. (C,D) At 18 s early contrast is seen within a CT Spot Sign, peaking at 36
s (E). Dissipation of contrast material is seen on delayed image at 36 s (F).

6. Terapi yang dilakukan menurut (Corwin, 2009)


Pendarahan intracerebral lebih mungkin menjadi fatal dibandingkan stroke
ischemic. Pendarahan tersebut biasanya besar dan catastrophic, khususnya pada
orang yang mengalami tekanan darah tinggi yang kronis. Lebih dari setengah
orang yang mengalami pendarahan besar meninggal dalam beberapa hari. Mereka
yang bertahan hidup biasanya kembali sadar dan beberapa fungsi otak bersamaan
dengan waktu. Meskipun begitu, kebanyakan tidak sembuh seluruhnya fungsi
otak yang hilang.
Pengobatan pada pendarahan intracerebral berbeda dari stroke ischemic.
Anticoagulant (seperti heparin dan warfarin), obat-obatan trombolitik, dan obat-
obatan antiplatelet (seperti aspirin) tidak diberikan karena membuat pendarahan
makin buruk. Jika orang yang menggunakan antikoagulan mengalami stroke yang
mengeluarkan darah, mereka bisa memerlukan pengobatan yang membantu
penggumpalan darah seperti :
a. Vitamin K, biasanya diberikan secara infuse.
b. Transfusi atau platelet. Transfusi darah yang telah mempunyai sel darah dan
pengangkatan platelet (plasma segar yang dibekukan).
c. Pemberian infus pada produk sintetis yang serupa pada protein di dalam darah
yang membantu darah untuk menggumpal (faktor penggumpalan).
Operasi untuk mengangkat penumpukan darah dan menghilangkan tekanan di
dalam tengkorak, bahkan jika hal itu bisa menyelamatkan hidup, jarang dilakukan
karena operasi itu sendiri bisa merusak otak. Juga, pengangkatan penumpukan
darah bisa memicu pendarahan lebih, lebih lanjut kerusakan otak menimbulkan
kecacatan yang parah. Meskipun begitu, operasi ini kemungkinan efektif untuk
pendarahan pada kelenjar pituitary atau pada cerebellum. Pada beberapa kasus,
kesembuhan yang baik adalah mungkin.
Menurut Corwin (2009) menyebutkan penatalaksanaan untuk Intra Cerebral
Hematom adalah sebagai berikut :
b. Observasi dan tirah baring terlalu lama.
c. Mungkin diperlukan ligasi pembuluh yang pecah dan evakuasi hematom
secara bedah.
d. Mungkin diperlukan ventilasi mekanis.
e. Untuk cedera terbuka diperlukan antibiotiok.
f. Metode-metode untuk menurunkan tekanan intra kranium termasuk
pemberian diuretik dan obat anti inflamasi.
g. Pemeriksaan Laboratorium seperti: CT-Scan, Thorax foto, dan
laboratorium lainnya yang menunjang.

Farmakologi
1) Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti-edema serebral, dosis
sesuai dengan berat ringannya trauma.
2) Terapi hiperventilasi (trauma kepala berat), berat untuk mengurangi
vasodilatasi.
3) Pengobatan anti-edema dengan larutan hipertonis, yaitu manitol 20%, atau
glukosa 40%, atau gliserol 10%.
4) Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (panisillin) atau untuk
infeksi anaerob diberikan metronidasol.
5) Makanan atau cairan. Pada trauma ringan bila muntah-muntah tidak dapat
diberikan apa-apa, hanya cairan infus dextrose 5%, aminofusin, aminopel
(18 jam pertama dari terjadinya kecelakaan), 2-3 hari kemudian diberikan
makanan lunak.
6) Pada trauma berat. Karena hari-hari pertama didapat klien mengalami
penurunan kesadaran dan cenderung terjadi retensi natrium dan elektrolit
maka hari-hari pertama(2-3 hari) tidak perlu banyak cairan. Dextrosa 5% 8
jam pertama, ringer dextrose 8 jam kedua, dan dextrose 5% 8 jam ketiga.
Pada hari selanjutnya bila kesadran rendah maka makanan diberikan
melalui nasogastric tube (25000-3000 TKTP). Pemberian protein
tergantung dari nilai urenitrogennya.
C. Clinical Pathway

Trauma kepala, Fraktur depresi tulang tengkorak, hipertensi, malformasi


arteri venosa, aneurisma, distrasia darah, obat, merokok

Pecahnya pembuluh darah otak (perdarahan intracranial)

Darah masuk ke dalam jaringan otak

Penatalaksanaan:
Kraniotomi Darah membentuk massa atau hematoma

Luka insisi Port the entry Penekanan pada


pembedahan mikroorganisme jaingan otak

Sel melepaskan Peningkatan


mediator nyeri: Resiko Infeksi tekanan
prostaglandin, intrakranial
sitokinin

Metabolisme
anaerob Gangguan aliran Fungsi otak
Impuls ke pusat
darah dan menurun
nyeri di otak
oksigen ke otak
Vasodilatasi
pembuluh darah Refleks
Somasensori
menelan
korteks otak: nyeri Ketidakefektifan menurun
dipersepsikan perfusi jaringan
serebral
anoreksia
Nyeri akut

Kerusakan
Ketidakseimbangan
neuromotorik
kebutuhan nutrisi

Gangguan mobilitas Kelemahan otot


fisik progresif
Asuhan Keperawatan
katarak
Pengkajian Umum
a. Identitas klien
Nama: mengetahui identitas klien
Umur dan tanggal lahir: dapat terjadi pada semua usia meningkat pada usia
lanjut
Jenis kelamin: bisa terjadi pada laki-laki dan perempuan
Suku bangsa: dapat terjadi pada semua suku bangsa
Pekerjaan: pekerjaan yang meningkatkan TIK dapat memicu lebih banyak
terjadinya misalnya pekerjaan mengangkat beban berat setiap harinya
Pendidikan: pendidikan menentukan pengetahuan dalam memahami proses
penyakit
Status menikah: dukungan dari istri/suami dapat mempercepat proses
penyembuhan dari pada klien yang hidup sendiri
Alamat: mengetahui identitas klien
Tanggal MRS: mengetahui identitas klien
Diagnosa medis: IntraCerebral Hemorraghae (ICH)
b. Identitas penaggung jawab meliputi nama, umur, tanggal lahir, jenis
kelamin, alamat.
c. Alasan MRS dan Keluhan Utama: Tanyakan kepada pasien adanya keluhan
seperti nyeri kepala, pernah pingsan sebelumnya
d. Riwayat penyakit sekarang: Informasi yang dapat diperoleh meliputi
informasi mengenai peningkatan TIK dan perdarahan otak, trauma pada
kepala, riwayat gejala penyakit hipertensi.
e. Riwayat penyakit dahulu: riwayat penyakit hipertensi, kebiasaan sehari-
hari klien mengkonsumsi rokok ataupun obat-obatan antikoagulan.
f. Riwayat penyakit keluarga: tanyakan pada pasien apakah keluarga pasien
ada yang mengalami hal yang sama dengan pasien atau apakah keluarga
ada yang mengalami penyakit degeneratif.
Pengkajian Fisik
a. Primary Survey (ABCDE)
1) Airway. Tanda-tanda objektif-sumbatan Airway
a) Look (lihat) apakah penderita mengalami agitasi atau kesadarannya
menurun. Agitasi memberi kesan adanya hipoksia, dan penurunan
kesadaran memberi kesan adanya hiperkarbia. Sianosis menunjukkan
hipoksemia yang disebabkan oleh kurangnya oksigenasi dan dapat
dilihat dengan melihat pada kuku-kuku dan kulit sekitar mulut. Lihat
adanya retraksi dan penggunaan otot-otot napas tambahan yang
apabila ada, merupakan bukti tambahan adanya gangguan airway.
Airway (jalan napas) yaitu membersihkan jalan napas dengan
memperhatikan kontrol servikal, pasang servikal kollar untuk
immobilisasi servikal sampai terbukti tidak ada cedera servikal,
bersihkan jalan napas dari segala sumbatan, benda asing, darah dari
fraktur maksilofasial, gigi yang patah dan lain-lain. Lakukan intubasi
(orotrakeal tube) jika apnea, GCS (Glasgow Coma Scale) < 8,
pertimbangan juga untuk GCS 9 dan 10 jika saturasi oksigen tidak
mencapai 90%.
b) Listen (dengar) adanya suara-suara abnormal. Pernapasan yang
berbunyi (suara napas tambahan) adalah pernapasan yang tersumbat.
c) Feel (raba)
2) Breathing. Tanda-tanda objektif-ventilasi yang tidak adekuat
a) Look (lihat) naik turunnya dada yang simetris dan
pergerakan dinding dada yang adekuat. Asimetris menunjukkan
pembelatan (splinting) atau flail chest dan tiap pernapasan yang
dilakukan dengan susah (labored breathing) sebaiknya harus
dianggap sebagai ancaman terhadap oksigenasi penderita dan harus
segera di evaluasi. Evaluasi tersebut meliputi inspeksi terhadap
bentuk dan pergerakan dada, palpasi terhadap kelainan dinding dada
yang mungkin mengganggu ventilasi, perkusi untuk menentukan
adanya darah atau udara ke dalam paru.
b) Listen (dengar) adanya pergerakan udara pada
kedua sisi dada. Penurunan atau tidak terdengarnya suara napas pada
satu atau hemitoraks merupakan tanda akan adanya cedera dada.
Hati-hati terhadap adanya laju pernapasan yang cepat-takipneu
mungkin menunjukkan kekurangan oksigen.
c) Gunakan pulse oxymeter. Alat ini mampu
memberikan informasi tentang saturasi oksigen dan perfusi perifer
penderita, tetapi tidak memastikan adanya ventilasi yang adekuat
3) Circulation dengan kontrol perdarahan
a) Respon awal tubuh terhadap perdarahan adalah takikardi untuk
mempertahankan cardiac output walaupun stroke volum menurun
b) Selanjutnya akan diikuti oleh penurunan tekanan nadi (tekanan
sistolik-tekanan diastolik)
c) Jika aliran darah ke organ vital sudah dapat dipertahankan lagi, maka
timbullah hipotensi
d) Perdarahan yang tampak dari luar harus segera dihentikan dengan
balut tekan pada daerah tersebut
e) Ingat, khusus untuk otorrhagia yang tidak membeku, jangan sumpal
MAE (Meatus Akustikus Eksternus) dengan kapas atau kain kasa,
biarkan cairan atau darah mengalir keluar, karena hal ini membantu
mengurangi TTIK (Tekanan Tinggi Intra Kranial)
f) Semua cairan yang diberikan harus dihangatkan untuk menghindari
terjadinya koagulopati dan gangguan irama jantung.
4) Disability
a) GCS setelah resusitasi
b) Bentuk ukuran dan reflek cahaya pupil
c) Nilai kuat motorik kiri dan kanan apakah ada parese atau tidak
5) Expossure dengan menghindari hipotermia. Semua pakaian yang
menutupi tubuh penderita harus dilepas agar tidak ada cedera terlewatkan
selama pemeriksaan. Pemeriksaan bagian punggung harus dilakukan
secara log-rolling dengan harus menghindari terjadinya hipotermi
(America College of Surgeons ; ATLS)
b. Secondary Survey
1) Kepala dan leher
Kepala. Inspeksi (kesimetrisan muka dan tengkorak, warna dan
distribusi rambut kulit kepala), palpasi (keadaan rambut,
tengkorak, kulit kepala, massa, pembengkakan, nyeri tekan,
fontanela (pada bayi)).
Leher. Inspeksi (bentuk kulit (warna, pembengkakan, jaringan
parut, massa), tiroid), palpasi (kelenjar limpe, kelenjar tiroid,
trakea), mobilitas leher.
2) Dada dan paru
Inspeksi. Dada diinspeksi terutama mengenai postur, bentuk dan
kesimetrisan ekspansi serta keadaan kulit. Inspeksi dada
dikerjakan baik pada saat dada bergerak atau pada saat diem,
terutama sewaktu dilakukan pengamatan pergerakan pernapasan.
Pengamatan dada saat bergerak dilakukan dengan tujuan untuk
mengetahui frekuensi, sifat dan ritme/irama pernapasan.
Palpasi. Dilakukan dengan tujuan untuk mengkaji keadaan kulit
pada dinding dada, nyeri tekan, massa, peradangan, kesimetrisan
ekspansi, dan tactil vremitus (vibrasi yang dapat teraba yang
dihantarkan melalui sistem bronkopulmonal selama seseorang
berbicara)
Perkusi. Perhatikan adanya hipersonor atau dull yang
menunjukkan udara (pneumotorak) atau cairan (hemotorak)
yang terdapat pada rongga pleura.
Auskultasi. Berguna untuk mengkaji aliran udara melalui batang
trakeobronkeal dan untuk mengetahui adanya sumbatan aliran
udara. Auskultasi juga berguna untuk mengkaji kondisi paru-
paru dan rongga pleura.
3) Kardiovaskuler
Inspeksi dan palpasi. Area jantung diinspeksi dan palpasi secara
stimultan untuk mengetahui adanya ketidaknormalan denyutan
atau dorongan (heaves). Palpasi dilakukan secara sistematis
mengikuti struktur anatomi jantung mulai area aorta, area
pulmonal, area trikuspidalis, area apikal dan area epigastrik
Perkusi. Dilakukan untuk mengetahui ukuran dan bentuk
jantung. Akan tetapi dengan adanya foto rontgen, maka perkusi
pada area jantung jarang dilakukan karena gambaran jantung
dapat dilihat pada hasil foto torak anteroposterior.
4) Ekstermitas
Beberapa keadaan dapat menimbulkan iskemik pada ekstremitas
bersangkutan, antara lain :
a) Cedera pembuluh darah.
b) Fraktur di sekitar sendi lutut dan sendi siku.
c) Crush injury.
d) Sindroma kompartemen.
e) Dislokasi sendi panggul.
Keadaan iskemik ini akan ditandai dengan :
a) Pusasi arteri tidak teraba.
b) Pucat (pallor).
c) Dingin (coolness).
d) Hilangnya fungsi sensorik dan motorik.
e) Kadang-kadang disertai hematoma, bruit dan thrill.
Fiksasi fraktur khususnya pada penderita dengan cedera kepala
sedapat mungkin dilaksanakan secepatnya. Sebab fiksasi yang
tertunda dapat meningkatkan resiko ARDS (Adult Respiratory
Disstress Syndrom) sampai 5 kali lipat. Fiksasi dini pada fraktur
tulang panjang yang menyertai cedera kepala dapat menurunkan
insidensi ARDS.

5) Pemeriksaan 12 saraf kranial (Muttaqin, 2008)


Saraf I (N.Olfaktorius)
Biasanya pada klien ICH tidak dapat menginterpretasi bau
dengan baik.
Saraf II (N.Optikus)
Ketajaman penglihatan tidak normal terjadi ketidakmampuan
melihat karena penurunan kesadaran.
Saraf III, IV & VI (N.Okulomotor, N.Troklearis, N.Abdusen)
Pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil pada pasien ICH yang tidak
disertai penurunan kesadaran biasnya tanpa kelainan. Pada
pasien dengan penurunan tingkat kesadaran, tanda-tanda
perubahan dari fungsi dan reaksi pupil akan didapatkan biasanya
pupil akan lenyap.
Saraf V (N.Trigeminus)
Umumnya ditemukan paralisis pada otot wajah dan refleks
kornea biasanya tejadi kelainan.
Saraf VII (N.Fasialis)
Bisa terjadi ketidaksimetrisan atau lumpuh pada salah satu sisi
wajah. Perubahan perilaku kognitif dan perubahan fisik pada
berbicara dan gerakan motorik dapat timbul segera atau secara
lambat.
Saraf VIII (N.Vestibulo-Koklearis)
Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
Saraf IX dan X (N.Glosofaringeus dan N.Vagus)
Terjadi reflek mual dan muntah.
Saraf XI (N.Aksesorius)
Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
Adanya usaha dari pasien untuk melakukan fleksi leher dan kaku
kuduk (rigiditas nukal).

Saraf XII (N.Hipoglosus)


Lidah simetris terjadi deviasi pada satu sisi dan terdapat
fasikulasi (kedutan) dan indra pengecapan dan tidak dapat
berbicara.
6). Macam Reflek Patologis
No. Nama Reflek Gambar Penilaian
1. Babinski Positif apabila
dorsofleksi jari
besar dan
pengembangan
jari-jari yang
lebih kecil.
2. Hoffman Positif apabila
dorsofleksi jari
besar dan
pengembangan
jari-jari yang
lebih kecil.

3. Tromner Positif apabila


dorsofleksi jari
besar dan
pengembangan
jari-jari yang
lebih kecil.

4. Wartenberg Positif apabila


dorsofleksi jari
besar dan
pengembangan
jari-jari yang
lebih kecil.

5. Chaddoks Positif apabila


dorsofleksi jari
besar dan
pengembangan
jari-jari yang
lebih kecil.

6. Oppenheim Positif apabila


dorsofleksi jari
besar dan
pengembangan
jari-jari yang
lebih kecil.
7. Gordon Positif apabila
dorsofleksi jari
besar dan
pengembangan
jari-jari yang
lebih kecil.

8. Schaeffer Positif apabila


dorsofleksi jari
besar dan
pengembangan
jari-jari yang
lebih kecil.

Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan
Tahanan pembuluh darah; infark
b. Nyeri kepala akut berhubungan dengan peningkatan tekanan
intracranial (TIK)
c. Resiko: Ketidakseimbangan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan anoreksia
d. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan Kelemahan
neutronsmiter
Rencana tindakan keperawatan
No. Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1 Ketidakefektifan perfusi NOC: NIC:
Tissue Perfusion: Cerebral (NOC: Neurologic Monitoring Neurologic Monitoring
jaringan cerebral
a. Monitor ukuran pupil, bentuk, a. mengetahui tingkat kesadaran
543b)
berhubungan dengan
kesimetrisan, dan reaktifitasnya melalui saraf pupil
Circulation Status (NOC: 138b)
Tahanan pembuluh darah; b. Monitor level kesadaran b. mengontrol keadaan serebral
Neurological Status (NOC: 376b) c. Monitor level orientasi c. mengetahui tingkat kesadaran
infark (NANDA: 236)
d. Monitor Glasgow Coma Scale d. mengetahui tingkat kesadaran
Cardiac Pump Effectiveness (NOC:
e. Monitor tanda vital: suhu, tekanan e. mengetahui kondisi tubuh klien
115b)
darah, nadi, dan respirasi
f.mengetahui keadekuatan pernafasan
f. Monitor status respirasi: level AGD,
klien
Setelah dilakukan asuhan oksimetri nadi, kedalaman, pola, laju,
selamaketidakefektifan dan usaha napas g.mengetahui keadaan serebral klien
g. Monitor Intra Cranial Pressure (ICP)
perfusi jaringan cerebral teratasi
dan Cerebral Perfusion Pressure
dengan kriteria hasil: h.mengetahui tingat kesadaran
(CPP) i. mengetahui tingkat kesadaran
b. Tekanan
h. Monitor refleks kornea j. mengetahui perkembangan
systole dan diastole dalam i. Monitor tonus otot pergerakan
pengobatan klien
j. Catat perubahan pasien dalam
rentang yang diharapkan (sistol: k. mengontrol keseimbangan ditubuh
merespon stimulus l. hemodinamik menentukan
<140 mmHg; diastole: <90
k. Monitor status cairan
keadekuatan sirkulasi
mmHg) l. Pertahankan parameter hemodinamik
m. menurunkan TIK
c. Tidak ada
m. Tinggikan kepala 0-45o tergantung
ortostatikhipertensi
pada konsisi pasien dan order medis
d. Komunikas n. mengatur keseimbangan cairan
o. kaku kuduk mengindikasikan
i jelas Menunjukkan konsentrasi Intracranial Pressure (ICP) Monitoring
peningkatan TIK
dan orientasi (GCS : E4V5M6) n. Monitor intake dan output
p. mencegah peningkatan TIK
o. Cek kaku kuduk klien
a. Pupil seimbang dan reaktif
b. Bebas dari aktivitas kejang p. Posisikan klien dengan kepala dan
q. melancarkan sirkulasi darah
c. Tidak mengalami nyeri kepala leher pada posisi normal, menghindari
r.terlalu banyak intervensi
hip fleksi yang ekstrim
q. Sesuaikan kepala di tempat tidur untuk mendorong peningkatan TIK
mengoptimalkan pefusi serebral
r. Batasi perawatan untuk
meminimalkan peningkatan ICP
2 Nyeri kepala akut NOC: NIC:
Pain Control (NOC: 615b)
berhubungan dengan Pain Management
Pain Level (NOC: 392b) 1. Mengetahui gambaran klinis
peningkatan tekanan Comfort Status (NOC: 158b) 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
nyeri yang dirasakan
intracranial (TIK) Setelah dilakukan tinfakan komprehensif termasuk lokasi,
(NANDA: 440) keperawatan selama . Pasien karakteristik, durasi, frekuensi,
2. Memvalidasi ketidaknyamanan
tidak mengalami nyeri, dengan kualitas dan faktor presipitasi
klien melalui subjektif dan
kriteria hasil: 2. Observasi reaksi nonverbal dari
objektif
Mampu mengontrol nyeri (tahu ketidaknyamanan 3. Dukungan untuk kesembuhan
penyebab nyeri, mampu klien
4. Memberikan kenyamanan klien
menggunakan tehnik 3. Bantu pasien dan keluarga untuk
agar tidak fokus pada nyeri
nonfarmakologi untuk mencari dan menemukan dukungan
mengurangi nyeri, mencari 4. Kontrol lingkungan yang dapat
5. Menghindari timbulnya nyeri
bantuan) mempengaruhi nyeri seperti suhu
6. Untuk menentukan intervensi
Melaporkan bahwa nyeri ruangan, pencahayaan dan kebisingan 7. Memberikan kenyamanan klien
berkurang dengan menggunakan 5. Kurangi faktor presipitasi nyeri agar tidak fokus pada nyeri
manajemen nyeri 6. Kaji tipe dan sumber nyeri
8. Bantuan farmakologis dasar
Mampu mengenali nyeri (skala, 7. Ajarkan tentang teknik non
9. Mengurangi timbulnya nyeri
intensitas, frekuensi dan tanda farmakologi: napas dada, relaksasi,
10. Meningkatkan koping diri klien
nyeri) distraksi, kompres hangat/ dingin
Menyatakan rasa nyaman setelah 8. Berikan analgetik untuk mengurangi
nyeri berkurang nyeri: ...

Tanda vital dalam rentang normal 9. Tingkatkan istirahat


(Suhu : 36,5-3,5C; TD: 100/70- 10. Berikan informasi tentang nyeri

140/90 mmHg; nadi: 60-100 seperti penyebab nyeri, berapa lama

x/menit; RR: 16-24 x/menit) nyeri akan berkurang dan antisipasi

Tidak mengalami gangguan tidur ketidaknyamanan dari prosedur

3 Resiko: NOC : NIC :


Nutritional status: Adequacy of
Ketidakseimbangan Weight Management Weight Management
nutrient
kebutuhan nutrisi kurang
1. Diskusikan bersama pasien 1. Memberikan pengetahuan bagi
Nutritional Status : food and Fluid
dari kebutuhan tubuh
mengenai hubungan antara intake klien
Intake
berhubungan dengan
makanan, latihan, peningkatan BB dan
anoreksia (NANDA: 161) Weight Control penurunan BB
Setelah dilakukan tindakan 2. Diskusikan bersama pasien 2. Memberikan pengetahuan bagi
keperawatan selama.nutrisi mengenai kondisi medis yang dapat klien
kurang teratasi dengan indikator: mempengaruhi BB
1. Albumin serum 3. Diskusikan bersama pasien 3. Memberikan pengetahuan bagi
2. Pre albumin mengenai kebiasaan, gaya hidup dan klien
serum factor herediter yang dapat
3. Hematokrit mempengaruhi BB
4. Hemoglobin 4. Diskusikan bersama pasien 4. Penurunan BB menyebabkan
kekurangan nutrisi untuk
5. Total iron mengenai risiko yang berhubungan
binding capacity dengan BB berlebih dan penurunan peningkatan kesembuhan

6. Jumlah limfosit BB 5. Mengontrol BB


5. Dorong pasien untuk merubah
6. Mengetahui target peningkatan
kebiasaan makan
BB
6. Perkirakan BB badan ideal pasien

1. Menghindari pemberian makanan


Nutrition Management
yang menimbulkan alergi bagi
1. Kaji adanya alergi makanan
klien
2. Mengatur intake bagi nutrisi klien
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk 3. Membantu meningkatkan kualitas
menentukan jumlah kalori dan nutrisi aliran darah
4. Meningkatkan kekebalan tubuh
yang dibutuhkan pasien.
3. Anjurkan pasien untuk 5. Meningkatkan pembentukan
meningkatkan intake Fe jika tidak ada energi
6. Konstipasi dapat meningkatkan
kontaindikasi
BB namun menimbulkan
4. Anjurkan pasien untuk
penyakit penyerta lain
meningkatkan protein dan vitamin C
7. Mengadvokasi kebutuhan klien
5. Berikan substansi gula jika tidak
8. Memandirikan konsumsi nutisi
ada kontaindikasi
bagi klien di rumah
6. Yakinkan diet yang dimakan
9. Mengukur intake dan output klien
mengandung tinggi serat untuk
10. Meningkatkan kesadaran bagi
mencegah konstipasi
klien tentang pentingnya nutrisi
7. Berikan makanan yang terpilih
11. Mengetahui nutrisi yang
( sudah dikonsultasikan dengan ahli
memungkinkan untuk dikonsumsi
gizi)
dan mudah didapatkan klien
8. Ajarkan pasien bagaimana
membuat catatan makanan harian.
9. Monitor jumlah nutrisi dan
kandungan kalori
10. Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi
11. Kaji kemampuan pasien untuk
mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
4 Gangguan mobilitas fisik NOC: NIC:
Joint Movement : Active
berhubungan dengan Exercise therapy : ambulation Exercise therapy : ambulation
Mobility Level
Kelemahan neutronsmiter 1. Monitoring vital sign sebelm/sesudah 1. Mengontrol kemampuan klien
Self care : ADLs
(216) latihan dan lihat respon pasien saat
Transfer performance
latihan 2. Melakukan terapi sesuai dengan
Setelah dilakukan tindakan
2. Konsultasikan dengan terapi fisik kemampuan klien
keperawatan selama.gangguan
tentang rencana ambulasi sesuai
3. Mencegah cidera
mobilitas fisik teratasi dengan
dengan kebutuhan
kriteria hasil:
3. Bantu klien untuk menggunakan
4. Melatih klien untuk melakukan
1. Klien meningkat dalam
tongkat saat berjalan dan cegah
rentang gerak minimal
aktivitas fisik
terhadap cedera 5. Menentukan terapi mobilisasi
2. Mengerti tujuan dari
4. Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan selanjutnya
peningkatan mobilitas 6. Memandirikan klien untuk
lain tentang teknik ambulasi
3. Memverbalisasikan perasaan melakukan activity daily living
5. Kaji kemampuan pasien dalam
dalam meningkatkan kekuatan (ADL)
mobilisasi
7. Memberikan dukungan bagi
dan kemampuan berpindah
6. Latih pasien dalam pemenuhan
kemajuan klien
4. Memperagakan penggunaan
kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai
alat Bantu untuk mobilisasi 8. Membantu klien terbiasa secara
kemampuan
(walker) 7. Dampingi dan Bantu pasien saat pelahan dengan kondisi tubuhnya
9. Membantu klien terbiasa secara
mobilisasi dan bantu penuhi
pelahan dengan kondisi tubuhnya
kebutuhan ADLs ps.
8. Berikan alat bantu jika klien
memerlukan.
9. Ajarkan pasien bagaimana merubah
posisi dan berikan bantuan jika
diperlukan
2. Discharge Planning (NIC: 150)
a. Kaji kemampuan klien untuk
meninggalkan RS
b. Kolaborasikan dengan
terapis, dokter, ahli gizi, atau petugas kesehatan lain tentang kebelanjutan
perawatan klien di rumah
c. Identifikasi bahwa pelayanan
kesehatan tingkat pertama (puskesmas atau petugas kesehatan di rumah
klien) mengetahui keadaan klien
d. Identifikasi pendidikan
kesehatan apa yang dibutuhkan oleh klien yaitu hindari penyebab
peningkatan TIK, kontrol tekanan darah dengan diet hipertensi dan gaya
hidup sehat, hindari benturan pada kepala, dan mengenali tanda dan
gejala timbulnya perdarahan serebral.
e. Komunikasikan dengan klien
tentang perencanaan pulang
f. Dokumentasikan
perencanaan pulang
g. Anjurkan klien untuk
melakukan pengontrolan kesehatan secara rutin

3. Daftar Pustaka
American Heart Association. 2014. Recent Developments in the Acute
Treatment of Intracerebal Hemorrhage. [serial online].
https://www.heart.org/idc/groups/heart-
public/@wcm/@fda/documents /downloadable/ucm_464340.pdf . [10
Oktober 2015]

Baughman, D.C. 2000. Keperawatan Medikal Bedah: Buku Saku untuk


Brunner dan Suddarth. Jakarta: EGC.

Bulecked, G.M, et al. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC).


United Sates of America: Elsevier.

Chakrabarty, A. & Shivane A. 2008. Pathology of Intracerebral


Hemorrhage. ACNR. Vol. 8 (1): 20-21.

Moorhead, S., et al. 2013. Nursing Outcome Classification (NOC). United


Sates of America: Elsevier.
Muttaqin, A. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.

NANDA. 2014. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2015-2017.


Jakarta: EGC.

Neal, M.J. 2006. At a Glance: Farmakologi Medis.


Pearce, E.C. 2006. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT.
Gramedia. Jakarta: Erlangga.

Rubenstein, D., et al. 2007. Lecture Notes: Kedokteran Klinis. Jakarta:


Erlangga.

Sloane, E. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC.


Zuccarello, M. 2013. Intracerebral Hemorrhage (ICH) University of
Cincinnati Department of Neurosurgery. Ohio: Mayfield Clinic.

Anda mungkin juga menyukai