Anda di halaman 1dari 6

BAB I

FILARIASIS SECARA UMUM

A. Latar Belakang
Filariasis adalah Penyakit menular dan menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing Filaria
yang ditularkan melalui gigitan berbagai jenis nyamuk. Filariasis dapat menimbulakan cacat
menetap beupa pembesaran kaki, tangan, dan organ kelamin.
Untuk memberantas filariasis sampai tuntas , WHO sudah menetapkan kesepakatan Global
(The Global Goal Of Elimination Of Lyphatic Year 2020) yaitu progaram filariasis secara
massal. Progaram ini dilaksakan melalui pengobatan massal dengan DEC dan Albendazol dua
tahun sekali selama lima priode dilokasi yang endemis dan perwatan kasus klinis untuk
menceah kecacatan. Dengan mengetahui mekanisme penyebaran filariasis dan upaya
pencegahan dan pengobatan serta rehabilitasinya, diharapkan program Indonesia sehat
Tahun 2020 dapat terwujud salah satunya adalah terbebas dari endemi filaria.

B. Masalah
Dari latar belakng diatas maka dapat ditarik suatu rumusan masalah antara lain sebagai
berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan Filariasis?
2. Untuk mengetahui mekanisme terjadinya Filariasis?
3. Untuk mengetahui upaya pencegahan, pengobatan dan rehabilitai Filariasis?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui yang di maksud Filariasis
2. Untuk mengetahui mekanisme terjadinya Filariasis
3. Untuk mengetahui upaya pencegahan, pengobatan dan rehabilitai Filariasis?

D. Manfaat
Agar masyarakat dapat mengetahui segala sesuatu tentang Filariasis, bagaimana terjadinya
Filariasis dan bagaimana upaya pencegahan, pengobatan serta rehabilitasi Filariasis. Dengan
demikian diharapkan mayarakat ikut memberntas penyakit ini secara aktif sehingga tidak
menjadi endemi dimasyarakat.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Tinjauan Singakat Tentang Filariasis

Filariasi atau kaki gajah adalah suatu infeksi sitemik yang disebabkan oleh cacing Filaria yang
hidup dalam saluaran limfe dan kelenjar limfe manusia yang ditularkan oleh nyamuk. Penyakit
ini bersifat menahun atau kronis bila tidak mendapatkan pengobatan akan menimbulkan cacat
menetap berupa pembesaran kaki, lengan, dan alat kelamin baik perempuan ataupun lelaki.

Cacing filaria berasal dari kelas Secernentea, filum Nematoda. Tiga spesies filaria yang
menimbulkan infeksi pada manusia adalah Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia
timori (Elmer R. Noble & Glenn A. Noble, 1989). Parasit filaria ditularkan melalui gigitan
berbagai spesies nyamuk, memiliki stadium larva, dan siklus hidup yang kompleks. Anak
dari cacing dewasa disebut mikrofilaria (Gambar 1.).

A B C
Gambar 1. Mikrofilaria Wuchereria bancrofti (A), Brugia malayi (B), dan Brugia timori (C).
(Sumber : Juni Prianto L.A. dkk., 1999)

Pada Wuchereria bancrofti, mikrofilarianya berukuran 250, cacing betina dewasa


berukuran panjang 65 100mm dan cacing jantan dewasa berukuran panjang 40mm (Juni
Prianto L.A. dkk., 1999). Di ujung daerah kepala membesar, mulutnya berupa lubang
sederhana tanpa bibir (Oral stylet) seperti terlihat pada Gambar 2. Sedangkan pada Brugia
malayi dan Brugia timori, mikrofilarianya berukuran 280. Cacing jantan dewasa
panjangnya 23mm dan cacing betina dewasa panjangnya 39mm (Juni Prianto L.A. dkk.,
1999). Mikrofilaria dilindungi oleh suatu selubung transparan yang mengelilingi tubuhnya.
Aktifitas mikrofilaria lebih banyak terjadi pada malam hari dibandingkan siang hari. Pada
malam hari mikrofilaria dapat ditemukan beredar di dalam sistem pembuluh darah tepi. Hal
ini terjadi karena mikrofilaria memiliki granula-granula flouresen yang peka terhadap sinar
matahari. Bila terdapat sinar matahari maka mikrofilaria akan bermigrasi ke dalam kapiler-
kapiler paru-paru. Ketika tidak ada sinar matahari, mikrofilaria akan bermigrasi ke dalam
sistem pembuluh darah tepi. Mikrofilaria ini muncul di peredaran darah pada waktu 6 bulan
sampai 1 tahun setelah terjadinya infeksi dan dapat bertahan hidup hingga 5 10 tahun.
Gambar 2. Struktur tubuh mikrofilaria Wuchereria bancrofti.
(Sumber : Elmer R. Noble dan Glenn A. Noble, 1989)

Hospes cacing filaria ini dapat berupa hewan dan atau manusia. Manusia yang mengandung
parasit dapat menjadi sumber infeksi bagi orang lain. Pada umumnya laki-laki lebih dmudah
terinfeksi, karena memiliki lebih banyak kesempatan mendapat infeksi (exposure). Hospes
reservoar adalah hewan yang dapat menjadi hospes bagi cacing filaria, misalnya Brugia
malayi yang dapat hidup pada kucing, kera, kuda, dan sapi.
Banyak spesies nyamuk yang ditemukan sebagai vektor filariasis, tergantung pada jenis
cacing filarianya dan habitat nyamuk itu sendiri. Wuchereria bancrofti yang terdapat di
daerah perkotaan ditularkan oleh Culex quinquefasciatus, menggunakan air kotor dan
tercemar sebagai tempat perindukannya. Wuchereria bancrofti yang ada di daerah pedesaan
dapat ditularkan oleh berbagai macam spesies nyamuk. Di Irian Jaya, Wuchereria bancrofti
terutama ditularkan oleh Anopheles farauti yang menggunakan bekas jejak kaki binatang
untuk tempat perindukannya. Di daerah pantai di NTT, Wuchereria bancrofti ditularkan oleh
Anopheles subpictus. Brugia malayi yang hidup pada manusia dan hewan ditularkan oleh
berbagai spesies Mansonia seperti Mansonia uniformis, Mansonia bonneae, dan Mansonia
dives yang berkembang biak di daerah rawa di Sumatera, Kalimantan, dan Maluku. Di daerah
Sulawesi, Brugia malayi ditularkan oleh Anopheles barbirostris yang menggunakan sawah
sebagai tempat perindukannya. Brugia timori ditularkan oleh Anopheles barbirostris yang
berkembang biak di daerah sawah, baik di dekat pantai maupun di daerah pedalaman. Brugia
timori hanya ditemukan di daerah NTT dan Timor Timur.
Gejala klinis filariais antara lain adalah berupa :

1. Demam berulang-ulang selama 3 5 hari, demam dapat hilang bila beristirahat dan
muncul kembali setelah bekerja berat.
2. Pembengkakan kelenjar limfe (tanpa ada luka) di daerah lipatan paha, ketiak
(lymphadenitis) yang tampak kemerahan. Diikuti dengan radang saluran kelenjar
limfe yang terasa panas dan sakit yang menjalar dari pangkal kaki atau pangkal
lengan ke arah ujung (Retrograde lymphangitis) yang dapat pecah dan mengeluarkan
nanah serta darah.
3. Pembesaran tungkai, buah dada, dan buah zakar yang terlihat agak kemerahan dan
terasa panas (Early lymphodema). Gejala klinis yang kronis berupa pembesaran yang
menetap pada tungkai, lengan, buah dada, dan buah zakar tersebut.
Seseorang yang menderita filariasis dapat didiagnosis secara klinis dengan cara sebagai
berikut.

1. Deteksi parasit yaitu menemukan mikrofilaria di dalam darah pada pemeriksaan


sediaan darah tebal. Pengambilan darah dilakukan pada malam hari karena
mikrofilaria aktif pada malam hari dan banyak beredar dalam sistem pembuluh darah.
Setelah membuat sedian darah maka dilakukan pemeriksaan sedian tersebut. Jika
pada sediaan ditemukan mikrofilaria, maka orang tersebut telah terinfeksi cacing
filaria.
2. Pemeriksaan dengan ultrasonografi (USG) pada skrotum.

B. Mekanisme terjadinya

Seseorang dapat tertular atau terinfeksi filariasis apabila orang tersebut digigit nyamuk
yang infektif yaitu nyamuk yang mengandung larva stadium III (L3). Nyamuk tersebut
mendapatkan mikrofilaria sewaktu menghisap darah penderita atau binatang reservoar
yang mengandung mikrofilaria. Siklus penularan filariasis ini melalui dua tahap (Gambar
3.), yaitu mosquito satges atau tahap perkembangan dalam tubuh nyamuk (vektor) dan
human stages atau tahap perkembangan dalam tubuh manusia (hospes) atau binatang
(hospes reservoar).
Gambar 3. Siklus penularan filariasis Wuchereria bancrofti.
(Sumber : http://www.filariasis.org)

Di dalam tubuh nyamuk, mikrofilaria berselubung (yang didapatkannya ketika menggigit


penderita filariasis), akan melepaskan selubung tubuhnya yang kemudian bergerak
menembus perut tengah lalu berpindah tempat menuju otot dada nyamuk. Larva ini disebut
larva stadium I (L1). L1 kemudian berkembang hingga menjadi L3 yang membutuhkan
waktu 12 14 hari. L3 kemudian bergerak menuju probisis nyamuk. Ketika nyamuk yang
mengandung L3 tersebut menggigit manusia, maka terjadi infeksi mikrofilaria dalam tubuh
orang tersebut. Setelah tertular L3, pada tahap selanjutnya di dalam tubuh manusia, L3
memasuki pembuluh limfe dimana L3 akan tumbuh menjadi cacing dewasa, dan
berkembangbiak menghasilkan mikrofilaria baru sehingga bertambah banyak. Kumpulan
cacing filaria dewasa ini menjadi penyebab penyumbatan pembuluh limfe. Aliran sekresi
kelenjar limfe menjadi terhambat dan menumpuk di suatu lokasi. Akibatnya terjadi
pembengkakan kelenjar limfe terutama pada daerah kaki, lengan maupun alat kelamin yang
biasanya disertai infeksi sekunder dengan fungi dan bakteri karena kurang terawatnya bagian
lipatan-lipatan kulit yang mengalami pembengkakan tersebut.

C. Pengobatan Massal Filaiasis Puskesmas Aek Korsik

1. Sasaran Pengobatan Massal


Sasaran pengobatan dilaksanakan serentak terhadap semua penduduk yang tinggal didaerah
endemis filariasis, tetapi pengobatan untuk sementara di tunda bagi:
a. Anak usia < 2 tahun
b. Ibu hamil, ibu menyusui
c. Orang yang sedang sakit berat atau infeksi
d. Lansia >51 tahun

2. Tata Cara Pemberian Obat

JENIS OBAT
NO UMUR
ALBENDAZOLE DIETHYLCARDAMAZINE
1 2 s/d 5 tahun 1 1
2 6 s/d 13 tahun 1 2
3 14 tahun 1 3

3. Jumlah Obat Yang Diberiakan

NO ALBENDAZOLE DIETHYLCARDAMAZINE
1
4. Jumlah sasaran per Desa

Jumlah Per Golongan Umur


No Nama Desa 2 s/d 5 6 s/d 13 > 14 Jumlah Kader Penanggung Jawab
tahun tahun tahun
1 Aek Korsik 1041 1332 6479 6 orang NURAINI HARAHAP
2 Bandar selamat 437 659 3562 6 orang SYAHRIANI RITONGA
3 Padang Maninjau 286 539 2386 6 orang ISNA SURYATI
4 Padang halaban 53 204 1180 6 orang ERDA MAYASARI
5 Panigoran 43 88 1151 6 orang SUSANTI
6 Sidomulyo 38 132 1663 6 orang IIN INDAH FAJARIANI
7 Purworejo 180 139 1294 6 orang LISMAWATI
8 Karang anyar 30 98 368 6 orang RUTI SAULINA

5. Waktu dan Tempat

Waktu : Oktober 2016

Tempat : Pos Pengobatan massal Filariasis, disekolah sekolah SD, SLTP, SLTA / Sederajat

Disaat acara kegiatan perkumpulan seperti arisan dan perwiritan.

D. Metode Pengobatan
Obat Albendazole dan DEC sudah dikemas
Masyarakat minum didepan petugas
Melaksanakan swiping

Anda mungkin juga menyukai