Supositoria adalah sediaan padat yang digunakan melalui dubur, berbentuk torpedo,
dapat melunak, melarut, atau meleleh pada suhu tubuh. Jadi penyimpanan yang ideal untuk
suppositoria adalah dalam wadah tertutup baik dan disimpan pada tempat yang sejuk. Bobot
suppositoria bila tidak dinyatakan lain adalah 3 gram untuk orang dewasa dan 2 gram untuk
anak-anak, namun demikian ada beberapa literature yang menyebutkan berbeda.
Farmakope Indonesia edisi III menyebutkan, suppositoria adalah sediaan padat dalam
berbagai bobot dalam bentuk, yang diberikan melalui rectal,vaginal atau uretra.
Menurut FI edisi IV, supositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bentuk dan
bobot, yang diberikan melalui rektum, vagina, dan uretra ; umumnya meleleh, melunak, atau
melarut pada suhu tubuh. Supositoria dapat bertindak sebagai pelindung jaringan setempat
dan sebagai pembawa zat terapeutik yang bersifat lokal ataupun sistemik. Bentuk dan
ukurannya harus sedemikian rupa sehingga dapat dengan mudah dimasukkan ke dalam
lubang atau celah yang diinginkan tanpa meninggalkan kejanggalan begitu masuk, harus
dapat bertahan dalam waktu tertentu agar basis suppositoria dapat meleleh dan melepaskan
obat sehingga obat dapat diserap oeh permukaan mukosa tubuh.
Penggolongan suppositoria berdasarkan tempat pemberiannya dibagi menjadi :
1. Suppositoria rectal
Suppositoria berbentuk lonjong pada satu atau kedua ujungnya dan biasanya berbobot
lebih kurang 3 gram untuk dewasa dan 2 g untuk anak-anak, dan digunakan dengan
cara dimasukkan kedalam anus. Menurut farmakope amerika (USP), berat suppositoria
dengan basis oleum cacao beratnya 2 gram.
Zat berkhasiat yang terkandung dalam suppositoria tergantung dari khasiat yang di
kehendaki, antara lain bisacodilum (dulcolax), flagystatin (flagyl) dan lain sebagainya.
2. Suppositoria vaginal
Umumnya berbentuk bulat atau bulat telur dengan berat 3 sampai 5 gram dibuat dari
zat pembawa yang larut dalam air atau yang dapat bercampur dalam air seperti
polietilen glikol atau gelatin tergliserinasi dengan zat berkasiat metronidazol, nistatin.
Suppositoria ini biasanya digunakan untuk pengobatan yang disebabkan oleh jamur
atau kandida dan di gunakan dengan cara dimasukkan kedalam vagina.
3. Suppositoria uretra
Uretra termasuk obat dalam bentuk suppositoria yang digunakan untuk pengobatan
dalam saluran urine. Obat ini juga disebut bougie.
Bentuknya ramping seperti pensil, gunanya untuk dimasukkan ke dalam saluran urine
pria atau wanita. Suppositoria saluran urin pria berdiameter 3- 6 mm dengan panjang
Buku Praktikum Farmasetika 2 -Prodi D III Farmasi - tahun 2017 2
sekitar 140 mm, walaupun ukuran ini masih bervariasi satu dengan yang lainnya.
Apabila basisnya dari oleum cacao maka beratnya 4 gram. Suppositoria untuk saluran
urin wanita panjang dan beratnya dari ukuran untuk pria, panjang 70 mm dan
beratnya 2 gram, bila digunakan oleum cacao sebagai basisnya. Bougie digunakan
untuk pengobatan infeksi pada saluran air seni atau uretra, dan biasanya di buat secara
langsung digunakan oleh pasien (tidak ada dalam sediaan).
4. Suppositoria untuk hidung dan untuk telinga disebut juga kerucut telinga, keduanya
berbentuk sama dengan suppositoria uretra hanya ukuran panjangnya lebih kecil,
biasanya 32 mm. suppositoria telinga umumnya diolah dengan basis gelatin yang
mengandung gliserin. Suppositoria untuk obat hidung dan telinga sudah jarang
digunakan karena kurang praktis.
Nilai Tukar
Nilai tukar digunakan untuk mengetahui banyaknya berat lemak coklat yang
mempunyai besar volume yang sama dengan 1 gram obat. Supositoria yang mengandung
bahan obat dalam larutan, nilai tukarnya dianggap satu. Perhitungan nilai tukar hanya
dilakukan apabila suppositoria menggunakan basis oleum cacao. Hal tersebut dikarenakan
sifat oleum cacao yang tidak stabil.
Supositoria yang mengandung obat atau zat padat yang banyak, pengisian pada
cetakan berkurang, dan jika dipenuhi dengan campuran massa, akan diperoleh jumlah obat
yang melebihi dosis. Oleh sebab itu, untuk membuat supositoria yang sesuai, dapat dilakukan
dengan cara menggunakan perhitungan nilai tukar seperti berikut.
Daftar Nilai tukar lemak coklat untuk 1 gram obat :
Acidum Boricum : 0,65
Aethylis Aminobenzoas : 0,68
Garam Alkaloid : 0,7
Aminophyllinum : 0,86
Bismuthi Subgallas : 0,37
Bismuthi Subnitras : 0,20
Ichthammolum : 0,72
Sulfonamidum : 0,60
Tanninum : 0,68
Zincii Oxidum : 0,25
Contoh soal :
Hitunglah berapa gram oleum cacao yang diperlukan untuk membuat 20 Supositoria dengan
bobot 3 gram yang mengandung aminofilin 0,5 g per supositoria , jika diketahui nilai tukar
oleum cacao untuk aminofilin = 0,86
Buku Praktikum Farmasetika 2 -Prodi D III Farmasi - tahun 2017 6
Perhitungan :
Aminofilin yang diperlukan = 0,5 g x 20 = 10 g
Bobot 20 supositotria = 3 g x 20 = 60 g.
Nilai tukar aminofilin adalah = 10 g x 0,86 = 8,6 g.
Oleum cacao yang diperlukan = 60 g 8,6 g = 51,4 g
2. Polyaethylenglycol (PEG)
PEG merupakan polimerisasi etilenglikol dengan berat molekul 300 sampai 6000. PEG
dibawah 1000 berbentuk cairan, sedangkan diatas 1000 berbentuk padat lunak seperti
malam. Keuntungan dari PEG adalah mudah larut dalam cairan rectum, dan tidak mudah
meleleh pada penyimpanan suhu kamar. Biasanya bahan dasar PEG digunakan untuk obat
yang dikehendaki larut lambat atau lepas lambat (duration of action), karena basis suppo
harus larut baru obatnya dapat diabsorbsi, sedangkan lemak coklat lebih cepat memberikan
efek (onset of action), karena lemak coklat cepat meleleh dan obat akan terlepas dan dapat
segera di absorbs.
Keuntung menggunakan bahan dasar PEG adalah mudah larut dalam cairan yang
berada pada rektum, dan tidak ada modifikasi titik lebur yang berarti tidak mudah meleleh
pada penyimpanan suhu kamar tapi melarut dalam cairan sekresi tubuh karena mempunyai
titik lebur 35-63 C. Selain itu PEG juga tidak mengiritasi atau merangsang mukosa rektum.
Kerugian penggunaan PEG sebagai basis supositoria antara lain :
a. Suppositoria yang dimasukkan kedalam anus akan menarik cairan di sekitar colon,
sehingga terjadi rasa yang menyengat. Untuk mengurangi rasa sakit tersebut dapat diatasi
dengan cara mencelupkan supositoria ke dalam air sebelum digunakan. Pada etiket,
supositoria ini harus tertera petunjuk Basahi dengan air sebelum digunakan.
b. Dapat memperpanjang waktu disolusi sehingga menghambat pelepasan obat, sehingga
basis PEG lebih tepat digunakan untuk obat yang memiliki kerja lepas lambat atau long
acting.
Bila PEG digunakan sebagai obat antiseptic. Jika diharapkan bekerja secara sistemik,
lebih baik menggunakan bentuk ionik daripada non ionik agar diperoleh ketersediaan
hayati yang maksimum. Meskipun bentuk non ionik dapat dilepaskan dari bahan dasar
yang dapat bercampur dengan air seperti gelatin tergliserinasi atau PEG, tetapi bentuk ini
cenderung sangat lambat larut sehingga dapat menghambat pelepasan obat.
. Biasanya formula yang dipakai untuk pembuatan basis suppositoria dengan PEG antara lain :
Buku Praktikum Farmasetika 2 -Prodi D III Farmasi - tahun 2017 7
a. Bahan dasar yang tidak berair : PEG 4000 (25%) dan PEG 1000 (75%)
b. Bahan dasar berair : PEG 11540 30%, PEG 6000 50% dan aqua
dan obat 20%.
Pembuatan supositoria dengan PEG dilakukan dengan melelehkan bahan dasar lalu
dituangkan ke dalam cetakan seperti pembuatan supositoria dengan bahan dasar lemak
coklat.
3. Gelatin
Pembuatan supositoria dengan basis gelatin, dalam Farmakope hanya mengatakan bahwa
untuk pembuatannya dapat memakai petunjuk pada pembuatan bacilla gelatinosa, dimana
gelatina tidak tahan terhadap penghangatan dengan senyawa-senyawa yang bereaksi asam,
maka lebih baik obatnya dilarutkan dalam air yang disisihkan. Biasanya dalam pembuatan
digunakan sistem penggojogan dalam botol yang telah ditara, mula-mula ditimbang air yang
dapat segera dipakai, kemudian gliserolnya, kocok baik-baik dan tambahkan serbuk gelatina,
setelah segera mengkocoknya kuat-kuat. Setelah itu biarkan selama 20 menit , cairan itu
diserap oleh gelatina, botol dengan isinya dihangatkan dalam bejana gelas yang berisi air.
Setelah masa mencair, segera mengocoknya kuat-kuat dan biarkan botol itu beberapa lama
dalam air hangat untuk mengeluarkan udara dari dalamnya, kemudian tambahkan obat yang
telah dilarutkan dalam air, buat sampai bobot yang diminta, kemudian kocok hati-hati supaya
obat terbagi rata dalam masa itu, tanpa memasukan udara kedalamnya. kemudian
menimbangnya dalam cetakkan-cetakkan yang cukup, baik yang terbuat dari kertas lilin,
maupun dari cetakkan logam yang diulas dengan paraffinum liquidum. Sebaiknya obat-obat
yang dapat larut terlebih dahulu dilarutkan kecuali senyawa-senyawa yang bereaksi asam.
Supositoria dengan bahan dasar gelatin dapat digunakan sebagai bahan dsar
supositoria vaginal, karena basis tidak melebur pada suhu tubuh, tetapi melarut dapat cairan
sekresi tubuh. biasanya
perlu penambahan pengawet (nipagin) karena bahan dasar ini merupakan media yang baik
bagi pertumbuhan bakteri. Bahan dasar ini dapat juga digunakan untuk pembuatan supositoria
uretra dengan formula : gelatin 20, gliserin 60, dan aqua yang mengandung obat 20.
Penyimpanan harus di tempat yang dingin.
Keuntungan gelatin dalam pembuatan suppo antara lain dapat memberikan efek yang
cukup lama, lebih lambat melunak, dan lebih mudah bercampur dengan cairan tubuh
dibandingkan dengan oleum cacao. Sedangkan kerugiannya adalah cenderung menyerap uap
air karena sifat gliserin yang higroskopis yang dapat menyebabkan dehidrasi atau iritasi
Buku Praktikum Farmasetika 2 -Prodi D III Farmasi - tahun 2017 8
jaringan sehingga memerlukan tempat untuk melindungi dari udara lembab agar bentuk dan
konsistensinya terjaga.
Dalam Farmakope Belanda (PH V) terdapat formula supositoria dengan bahan dasar
gelatin antara lain :
Panaskan 2 bagian gelatin dengan 4 bagian air dan 5 bagian gliserin sampai diperoleh massa
yang homogeny. Tambahkan air panas sampai diperoleh 11 bagian. Biarkan massa hingga
cukup dingin dan tuangkan ke dalam cetakan hingga diperoleh supositoria dengan bobot 4
gram. Obat yang ditambahkan dilarutkan atau digerus dengan sedikit air atau gliserin yang
tersisa dan dicampurkan pada massa yang sudah dingin.
Basis suppositoria
Obat yang larut dalam air dan berada dalam basis lemak akan segera dilepaskan dan
bercampur dengan cairan rektum jika basis dapat segera terlepas setelah masuk kedalam
rektum, obat segera diabsorbsi dan diedarkan ke seluruh jaringan tubuh tanpa melalui sawar
hati. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi obat dalam rektum, antara lain faktor
fisika kimia obat :
1. Kadar obat dalam basis : jika kadar obat makin besar, absorbsi obat semakin cepat.
2. Kelarutan obat : obat yang nudah larut dalam lemak akan lebih cepat terarbsobsi daripada
obat yang larut dalam air.
3. Ukuran partikel obat : ukuran partikel pada obat akan mempengaruhi kecepatan larutnya
obat kecairan rektum.
Evaluasi sedian
Evaluasi sediaan secara fisika dilakukan dengan pengujian :
1. Uji Kisaran Leleh
Uji ini disebut juga uji kisaran meleleh makro, dan uji ini merupakan suatu ukuran
waktu yang diperlukan supositoria untuk meleleh sempurna bila dicelupkan dalam
penangas air dengan temperatur tetap (37o C). Sebaliknya uji kisaran meleleh mikro
adalah kisaran meleleh mikro adalah kisaran leleh yang diukur dalam pipa kapiler
hanya untuk basis lemak. Alat yang biasa digunakan untuk mengukur kisaran leleh
sempurna dari supositoria adalah suatu alat disintegrasi
tester. supositoria dicelupkan seluruhnya dalam penangas air yang konstan, dan waktu
yang diperlukan supositoria untuk meleleh sempurna atau menyebar dalam air
sekitarnya diukur.
2. Uji pencairan atau uji waktu melunak
Sebuah batangan dari kaca ditempatkan di bagian atas supositoria sampai
penyempitan dicatat sebagai waktu melunak. Ini dapat dilaksanakan pada berbagai
temperatur dari 35,5 sampai 37oC sebagai suatu pemeriksaan pengawasan mutu, dan
dapat juga diukur sebagai kestabilan fisika terhadap waktu. Suatu penangas air dengan
elemen pendingin dan pemanas harus digunakan untuk menjamin pengaturan panas
dengan perbedaan tidak lebih dari 0,1oC.
3. Uji Kehancuran
Uji kehancuran dirancang sebagai metode untuk mengukur kekerasan atau kerapuhan
suppositoria. Alat yang digunakan untuk uji tersebut terdiri dari suatu ruang berdinding
rangkap dimana suppositoria yang diuji ditempatkan. Air pada 37oC dipompa melalui
dinding rangkap ruang tersebut, dan suppositoria diisikan ke dalam dinding dalam yang
kering, menopang lempeng dimana suatu batang dilekatkan. Ujung lain dari batang
tersebut terdiri dari lempeng lain dimana beban digunakan. Uji dihubungkan dengan
penempatan 600 g diatas lempeng datar. Pada interval waktu 1 menit, 200 g bobot
ditambahkan, dan bobot dimana suppositoria rusak adalah titik hancurnya atau gaya
yang menentukan karakteristik kekerasan dan kerapuhan suppositoria tersebut. Titik
Buku Praktikum Farmasetika 2 -Prodi D III Farmasi - tahun 2017 13
hancur yang dikehendaki dari masing-masing bentuk suppositoria yang beraneka ragam
ditetapkan sebagai level yang menahan kekuatan (gaya) hancur yang disebabkan oleh
berbagai tipe penanganan yakni; produksi, pengemasan, pengiriman, dan pengangkutan
dalam penggunaan untuk pasien.
4. Uji disolusi
Pengujian awal dilakukan dengan penetapan biasa dalam gelas piala yang mengandung
suatu medium. Dalam usaha untuk mengawasi variasi pada antarmuka massa/medium,
digunakan keranjang kawat mesh atau suatu membrane untuk memisahkan ruang
sampel dari bak reservoir. Sampel yang ditutup dalam pipa dialysis atau membran
alami juga dapat dikaji. Alat sel alir digunakan untuk menahan sampel di tempatnya
dengan kapas, saringan kawat, dan yang paling baru dengan manic-manik gelas.
5. Uji keseragaman bobot
Timbang suppo satu persatu dan hitung rata-ratanya. Hitung persen kelebihan masing-
masing suppo terhadap bobot rata-ratanya. Keseragaman/variasi bobot yang didapat
tidak boleh lebih dari 5% .
Kimia
1. Penetapan kadar
2. Identifikasi
Pengemasan suppositoria
Dikemas sedemikian rupa sehingga tiap suppositoria terpisah, tidak mudah hancur,
atau meleleh. Biasanya dimasukkan dalam wadah dari alumunium foil dan masukkan
kedalam strip plastik, lalu diberi etiket berwarna biru. Harus disimpan dalam wadah tertutup
baik ditempat sejuk.
Cara pemberian
Pemberian obat dengan sediaan suppositoria dengan memasukkan obat melalui anus atau
rektum dalam bentuk suppositoria
Petunjuk pemakaian : Cuci tangan sampai bersih, buka pembungkus suppositoria,
kemudian tidur dengan posisi miring. Supositoria dimasukkan ke rektum dengan cara bagian
ujung supositoria didorong dengan ujung jari, kira-kira - 1 inci pada bayi dan 1 inci pada
dewasa, bila perlu ujung supositoria di beri air untuk mempermudah penggunaan.
9. Supo Beladonae
R/ Extrac belladonae 0,5
Mf. Supp La. No L.
Pill adalah suatu sediaan yang berbentuk bulat seperti kelereng mengandung satu atau
lebih bahan obat dengan berat antara 60 sampai 300 mg, ada pula literatur yang mengatakan
bahwa berat pil antara 100 mg sampai 500 mg. bila beratnya kira- kira 30 sampai 60 mg
disebut Granula, bila kurang dari 20 mg disebut parvul. dan bila beratnya lebih dari 500 mg
disebut Boli. Dalam pembuatan pil selain bahan obat, diperlukan bahan tambahan antara lain
zat pengisi untuk memperbesar volume, zat pengikat dan pembasah, bila perlu ditambahkan
zat penyalut.
Tujuan dari penyalutan pil antara lain :
1. Bahan Obat mengiritasi mukosa lambung ,
contoh : antelmintik, garam arsen, merkuri, fosfor
2. Bahan Obat bereaksi dengan pepsin dan pepton, sehingga terjadi gangguan pencernaan
3. Bahan Obat menjadi rusak dengan adanya asam lambung , contoh : garam timbal, perak
4. Bahan Obat menyebabkan rasa mual dan muntah,
contoh : emetin, sulfonamid
5. Untuk pengobatan di usus,
contoh : antiseptik, pankreatin
Komposisi pil :
1. Bahan Berkhasiat
2. Bahan Tambahan :
a. Bahan Pengisi : Akar Manis/ radix liq, Saccharum album, Bolus alba
b. Bahan Pengikat : Succhus liq, Gom Akasia, Tragachant, PGS, Adeps lanae dan
vaselin album
c. Bahan Pembasah : Air Gliserol, Sirup Simplex, Madu
d. Bahan Penabur : Likopodium, Talk
e. Bahan Penyalut : Balsem tolu, Keratin, Sirlak, Kolodium, salol, gelatin, madu, dan
gula.
Bahan pengisi :
Fungsi dari bahan pengisi adalah untuk memperbesar masa pil (Usahakan berat rata-rata pil
120 mg) Jenis :
Buku Praktikum Farmasetika 2 -Prodi D III Farmasi - tahun 2017 18
1. Radix liquiritiae : untuk pil berwarna
2. Saccharum album : pil putih
3. Bolus alba : pil yang bahan obatnya bersifat oksidator
Bahan pengikat
1. Succus liquiritiae sebanyak 2 g / 60 pil
2. Pulvis Gumosus 500 mg / 60 pil, untuk pil yang volume kecil : 1 - 1,5 g / 60 pil
3. Succus liq dan saccharum album aa (75 g/1000 pil) berfungsi sbg pengisi dan pengikat
4. Gliserin cum tragacanth
5. Adeps lanae/vaselin album qs untuk bahan obat yang bersifat :
- saling bereaksi dengan adanya air
- terurai dengan air
- oksidator
- garam-garam timbal
Bahan pembasah :
1. Air
2. Aqua gliserinata, terdiri dari campuran Aqua dan Gliserin Sama banyak
3. Sirupus simplex
4. Madu digunakan untuk bahan yang mudah teroksidasi
5. Adeps lanae/ vaselin album Untuk bahan yang mudah teroksidasi,atau terurai oleh air.
Bahan penabur
Fungsi dari bahan penabur antara lain Agar pil tidak lengket pada alat dan pil satu sama
lainnya selama pehanncetakan hingga dalam kemasan.
Jenis :
1. Talk, untuk :
- BO oksidator/ garam PB
Buku Praktikum Farmasetika 2 -Prodi D III Farmasi - tahun 2017 19
- Pil putih
- Amilum orizae
- MgCO3
- Radix liquiritiae pulv.
2. Licopodium
3. dll
Bahan penyalut :
Fungsi dari bahan penyalut antara lain :
1. Menjaga stabilitas bahan obat
2. Menutup rasa dan bau bahan obat
3. Memperbaiki penampilan pil
4. Mencegah pecahnya pil dalam lambung (khusus)
Ansel, Howard C.2005. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi edisi keempat. Jakarta :
Universitas Indonesia
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia edisi III. Jakarta
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Codex Medikamentum Nasional. Jakarta
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.1995. Farmakope Indonesia edisi IV. Jakarta
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2005. Farmakope Indonesia edisi V. Jakarta
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.1978. Formularium Nasional edisi II. Jakarta
Moh. Anief. 2007. FARMASETIKA.Yogyakarta : Gajah Mada University Press
Syamsuni. 2007. Ilmu Resep. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran.