Anda di halaman 1dari 7

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Masalah kesehatan jiwa merupakan salah satu penyebab utama

disabilitas di seluruh dunia (Prince et al, 2007). Meskipun penemuan terapi

baru untuk gangguan jiwa sudah sangat berkembang, akan tetapi proprosi

penderita gangguan jiwa yang tidak terdeteksi masih cukup tinggi. Meskipun

gangguan jiwa tidak menimbulkan kematian secara langsung, namun dapat

mengakibatkan penderitaan yang besar pada individu, keluarga dan

masyarakat (Townsend, 2009). Di negara-negara berkembang, hal ini bisa

disebabkan adanya stigma yang berkaitan dengan masalah kejiwaan sehingga

penderita enggan untuk mencari bantuan kesehatan. Beberapa penelitian

menekankan kurangnya waktu dan keterampilan penyedia layanan kesehatan

primer dalam melakukan deteksi dini dan terapi (Burns & Kendrick, 1997).

Selain menyebabkan beban ekonomi yang tinggi, gangguan jiwa

berat memiliki efek negatif yang besar pada penderita usia muda dan

keluarganya. Tujuh puluh lima persen penderita skizofrenia mengalami

disabilitas dan kurang dari 25 persen saja yang bisa mendapatkan pekerjaan.

Penderita gangguan jiwa dengan usia muda memiliki risiko yang lebih tinggi

untuk bunuh diri. Penelitian menunjukkan bahwa 90 persen remaja yang

meninggal karena bunuh diri menderita gangguan jiwa pada saat kematian.

(Ozer et al, 2009). Salah satu cara untuk menemukan kasus gangguan jiwa
2

adalah melalui deteksi dini dengan melibatkan masyarakat. Deteksi dini

diketahui mampu menekan angka bunuh diri pada penderita gangguan jiwa.

Deteksi dini dan pengobatan seawal mungkin dapat mencegah penurunan

produktivitas dan biaya kesehatan serta menurunkan beban keluarga dan

masyarakat. (Townsend, 2009)

Deteksi dini dan akurat terhadap masalah kesehatan jiwa diikuti

dengan terapi dan manajemen yang baik dapat mengurangi beban kesehatan

dan beban sosial yang disebabkan oleh gangguan jiwa. Deteksi dini telah

terbukti tidak hanya membantu pemulihan kesehatan secara cepat dan

menyeluruh, namun juga dapat megintegrasikan penderita dalam masyarakat

secara lebih baik (Mcglashan, 1998). Oleh karena itu, penekanan utama

dalam masalah kesehatan jiwa ini adalah untuk membangun sistem di setiap

lapisan masyarakat untuk membantu melakukan identifikasi penderita

gangguan jiwa seawal mungkin dan menyediakan intervensi yang sesuai.

Keberhasilan pelayanan kesehatan jiwa dipengaruhi oleh beberapa

faktor, antara lain adanya stigma gangguan jiwa, terbatasnya informasi

mengenai gangguan jiwa dan kurangnya akses ke pelayanan kesehatan

(Mohr, 2006). Paradigma pelayanan kesehatan jiwa mengalami perubahan

dari kesehatan jiwa berbasis rujukan menjadi kesehatan jiwa berbasis

komunitas di layanan primer. Pelayanan kesehatan berbasis komunitas

bertujuan untuk meningkatkan kesehatan jiwa masyarakat, mempertahankan

kesehatan jiwa individu, mencegah munculnya gangguan kesehatan pada

kelompok berisiko dan memulihkan penderita gangguan jiwa menjadi


3

mandiri dan produktif. Penelitian sebelumnya membuktikan bahwa pelayanan

kesehatan jiwa di layanan primer menghasilkan perbaikan gejala, peningkatan

kualitas hidup, peningkatan fungsi dan penurunan biaya kesehatan (Chislom

et al, 2000).

Visi Pembangunan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI adalah

masyarakat sehat mandiri dan berkeadilan. Salah satu dari misinya adalah

meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui pemberdayaan

masyarakat termasuk swasta dan masyarakat madani (Depkes RI, 2010).

Tujuan pemberdayaan masyarakat ini adalah untuk meningkatkan

kemampuan dan kesadaran masyarakat terhadap masalah kesehatan

(Laverack, 2006). Tokoh masyarakat dan kader kesehatan masyarakat

merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan berbasis masyarakat.

Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pemberdayaan masyarakat

berperan penting dalam program promosi kesehatan (Kasmel & Tanggaard,

2011).

Kader kesehatan memiliki interaksi yang erat dengan masyarakat

sehingga mempunyai posisi yang strategis dan efektif dalam memberikan

informasi dan melakukan deteksi masalah-masalah kesehatan di lingkungan

sekitarnya. Kader kesehatan merupakan kepanjangan tangan dari Puskesmas.

Kader kesehatan adalah masyarakat yang peduli dengan kesehatan

masyarakat di sekitarnya dan sampai saat ini seringkali menjadi sumber

rujukan dalam penanganan berbagai masalah kesehatan di lingkungannya.

(Depkes RI, 2000).


4

Partisipasi kader dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain

tingkat pendidikan formal, status pekerjaan, status ekonomi dan tingkat

pengetahuan yang diperoleh melalui pelatihan (Khotimah, 2005). Apabila

dibandingkan antara kader yang mengikuti pelatihan dengan kader yang tidak

pernah mengikuti pelatihan, ternyata kader yang mengikuti pelatihan

memiliki pengetahuan dan keterampilan yang lebih baik. Pengetahuan kader

tentang kesehatan, khususnya kesehatan jiwa akan mempengaruhi perilaku

kader untuk berperan serta dalam mengatasi setiap permasalahan kesehatan.

(Depkes RI, 2000)

Di negara-negara maju, masalah kesehatan jiwa sudah menjadi

penyebab beban penyakit yang besar. Pada tahun 2020 diprediksi depresi

unipolar akan menempati urutan kedua penyebab beban penyakit. (WHO,

2003). Diperkirakan sebanyak 26 juta diantara penduduk Indonesia

mengalami gangguan jiwa dengan gejala paling ringan adalah panik dan

cemas (WHO, 2006). Prevalensi gangguan jiwa berat di Indonesia tahun 2013

sebesar 1,7 permil. Di wilayah DIY, pada tahun 2013, prevalensi gangguan

jiwa berat yaitu sebesar 2,7 permil (RISKESDAS, 2013). Gangguan jiwa

berat yang paling banyak ditemukan adalah skizofrenia.

Jumlah kasus gangguan jiwa yang berkunjung di wilayah kerja

Puskesmas Tanjungsari pada tahun 2014 sebesar 96 kasus lama dan 71 kasus

baru dengan jumlah penderita gangguan jiwa berat sebesar 9 kasus lama. Ada

2 orang penderita gangguan jiwa berat yang mengalami pemasungan namun

sudah dibebaskan pada tahun 2014. Dengan jumlah penduduk sebesar 25.760
5

jiwa, jumlah ini sangat jauh dari perkiraan penderita gangguan jiwa berat

yaitu sebesar 43 kasus. Hal ini disebabkan kurangnya sosialisasi Puskesmas

kepada masyarakat mengenai gangguan jiwa sehingga kesadaran masyarakat

untuk melaporkan kasus gangguan jiwa di lingkungannya masih rendah.

Untuk kasus bunuh diri, pada tahun 2014 terjadi 4 kasus bunuh diri di

wilayah Kecamatan Tanjungsari. Oleh karena itu, diperlukan sosialisasi

kepada masyarakat di Kecamatan Tanjungsari mengenai gangguan jiwa untuk

menjaring penderita yang selama ini belum diobati. (SP2TP 2014)

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian mengenai pengaruh pelatihan kesehatan jiwa terhadap

partisipasi kader jiwa dalam melakukan deteksi dini gangguan jiwa. Dari segi

geografis dan sosial, kader sangat berpotensi untuk melakukan deteksi dini

gangguan jiwa pada masyarakat. Penemuan kasus jiwa secara dini akan

meningkatkan kesembuhan dan kualitas hidup penderita gangguan jiwa.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas yang menjadi permasalahan

adalah Bagaimana pengaruh pelatihan kesehatan jiwa di Kecamatan

Tanjungsari terhadap sikap dan pengetahuan kader kesehatan jiwa dalam

meningkatkan deteksi dini kasus gangguan jiwa.


6

C. Keaslian Penelitian

Peneliti Judul Penelitian Metode Penelitian Variabel Analisa


Penelitian Penelitian
Murhayanto Keefektifan Pelatihan Experimental with Pengetahuan, Analisis
(2008) Tenaga Medis dan
Paramedis Puskesmas control group. Pelatihan Univariat,
Terhadap Deteksi
Dini Gangguan Jiwa Bivariat
di Kabupaten
Sukoharjo
England and Implementing the role Qualitative study Interview Comparative
Lester (2006) of the primary care
mental health method
worker: a qualitative
study
Surjaningrum Gambaran Mental Penelitian Pengetahuan Kuantitatif,
(2012) Health Literacy
Kader Kesehatan Eksploratori Kualitatif

Lester et al Cluster randomised Randomized Tingkat Kepuasan Analisis


(2007) controlled trial of the
effectiveness of Controlled Trial Univariat,
primary care mental
health workers Bivariat

Muhartati Pengaruh pelatihan Experimental Pengetahuan, Analisis


(2012) kesehatan terhadap
pengetahuan, sikap Sikap, Perilaku, Univariat,
dan perilaku kader
untuk meningkatkan Pelatihan Bivariat,
deteksi gangguan
kesehatan jiwa di Multivariat
DSSJ Desa
Argomulyo
Cangkringan

Penelitian ini akan mengambil judul Pengaruh Pelatihan Kesehatan

Jiwa Terhadap Sikap Dan Pengetahuan Kader Dalam Deteksi Dini Gangguan

Jiwa Di Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Gunungkidul. Yang

membedakan dengan penelitian sebelumnya adalah terletak pada tempat dan

waktu yang berbeda serta metode penelitian yang dipakai.


7

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi perkembangan ilmu

pengetahuan untuk mengetahui pengaruh pelatihan kesehatan jiwa terhadap

sikap dan pengetahuan kader dalam deteksi dini gangguan jiwa. Penelitian ini

juga diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam

pengambilan kebijakan dalam upaya promosi kesehatan melalui pelatihan

deteksi dini kesehatan jiwa bagi kader.

Penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat dalam penemuan

dan pemberian terapi kasus gangguan jiwa secara dini sehingga dapat

mengurangi beban ekonomi dan sosial bagi penderita gangguan jiwa.

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pelatihan

kesehatan jiwa terhadap sikap dan pengetahuan kader dalam deteksi dini

gangguan jiwa.

Anda mungkin juga menyukai