Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Identitas dan jumlah negara-negara yang termasuk dalam masyarakat internasional


selalu tidak tetap, berubah-ubah. Perjalanan sejarah yang telah membuahkan banyak
perubahan tersebut. Negara-negara lama lenyap atau bergabung dengan negara lain untuk
kemudian membentuk sebuah negara baru, atau terpecah menjadi beberapa negara baru, atau
wilayah-wilayah koloni atau wilayah-wilayah jajahan melalui proses emansipasi memperoleh
status negara. Bahkan dalam lingkungan negara yang ada, terjadi revolusi atau berkuasanya
pihak militer, dan status dari pemerintah-pemerintah baru tersebut menjadi persoalan bagi
negara-negara lain yang sebelumnya menjalin hubungan-hubungan dengan pemerintah yang
digantikan, atau apabila tidak diikuti kebijaksanaan untuk tidak mengakui pemerintah baru,
yang semata-mata karena pergaulan.
Transformasi-transformasi seperti ini menimbulkan persoalan-persoalan bagi
masyarakat internasional, salah satu dari persoalan tersebut adalah pengakuan (recognition)
terhadap negara baru atau pemerintah baru atau hal-hal yang berkaitan dengan perubahan
status lainnya. Pengakuan dalam hukum internasional merupakan persoalan yang cukup rumit
karena sekaligus melibatkan masalah hukum dan politik. Dalam masalah pengakuan, unsur-
unsur politik dan hukum sulit untuk dipisahkan secara jelas karena pemberian dan penolakan
pengakuan oleh suatu negara sering dipengaruhi pertimbangan politik, sedangkan akibatnya
mempunyai akibat hukum. Kesulitan juga berasal dari fakta bahwa hukum internasional tidak
mengharuskan suatu negara untuk mengakui negara lain atau pemerintahan lain seperti juga
halnya bahwa suatu negara atau suatu pemerintah tidak mempunyai hak untuk diakui oleh
negara lain. Tidak ada keharusan untuk mengakui seperti juga tidak ada kewajiban untuk
tidak mengakui. Walaupun masalah pengakuan melibatkan dua aspek yaitu aspek hukum dan
politik tetapi para pakar hukum internasional selalu berusaha untuk menentukan aspek mana
yang lebih menonjol dari kedua aspek tersebut. Banyak yang berpendapat bahwa pengakuan
merupakan suatu perbuatan hukum namun banyak pula yang mengatakan dan diperkuat oleh
praktik negara bahwa pengakuan lebih bersifat politik yang mempunyai akibat hukum. Di
samping itu, dalam hukum internasional masih belum ada kesepakatan untuk menentukan
apakah suatu negara sudah lahir dan harus mengakuinya. Selain itu, hukum internasional

1
tidak mungkin sepenuhnya mengatur hubungan antara dua negara apabila yang satu belum
mengakui yang lain.
Pengakuan sebagai suatu istilah meliputi bermacam-macam situasi fakta yang minta
diakui oleh negara-negara lain misalnya lahirnya negara baru, perubahan pemerintahan di
luar kerangka konstitusional, perubahan wilayah terutama sebagai akibat penggunaan
kekerasan pihak-pihak pada perang saudara dan lain-lain. Persoalannya dalam semua situasi
fakta ini ialah suatu kekuasaan pemerintah merasa diri mempunyai wewenang atas penduduk
wilayah tertentu, sedangkan negara-negara lain dihadapkan pada pilihan untuk mengakui atau
tidak mengakui tuntutan tersebut. Jika diakui, akan ada akibat hukum antara kedua pihak,
sedangkan pertimbangan yang mendahului pengakuan tersebut sering bersifat politik. Karena
itu dapatlah dikatakan bahwa pengakuan merupakan perbuatan politik dimana suatu negara
menunjukkan kesediaannya untuk mengakui suatu situasi fakta dan menerima akibat hukum
dari pengakuan tersebut. Recognition is a political act with legal consequenses dan karena itu
campuran antara unsur-unsur politik dan hukum ini telah menyebabkan topik pengakuan
merupakan hal yang cukup rumit dalam studi hukum internasional.

1.2. RUMUSAN MASALAH


1. Apakah yang dimaksud dengan Pengakuan serta bagaimana Teori dan praktik
Pengakuan dalam Hukum Internasional ?
2. Bagaimana akibat hukum yang timbul jika tidak mendapat pengakuan sebagai negara
baru ?

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. TEORI DAN PRAKTIK PENGAKUAN DALAM HUKUM INTERNASIONAL

Makna Pengakuan menurut J.B Moore adalah suatu jaminan yang diberikan kepada
suatu Negara baru bahwa Negara tesebut telah diterima sebagai bagian dalam masyarakat
internasional.1 Oppenheim berpendapat bahwa pengakuan merupakan suatu pernyataan
kemampuan oleh suatu Negara baru.2 Pada dasarnya pemberian pengakuan terhadap Negara
baru dilatarbelakangi oleh alasan-alasan politis dan bukan alasan hukum. Justin W.Brierly
menyatakan bahwa pemberian pengakuan ini merupakan suatu tindakan politik daripada
tindakan hukum.3 Kemudian dilanjutkan oleh Lauterpacht yang menegaskan bahwa
pengakuan bukan menjadi masalah hukum. Justru ia mengatakan bahwa praktek negara-
negara tidak beragam dan tidak juga menunjukkan adanya suatu atura-aturan hukum dalam
masalah pengakuan tersebut.4

Negara yang telah memberikan pengakuan terhadap suatu Negara/Pemerintahan baru


akan menimbukan akibat politis dan yuridis. Akibat politis misalnya kedua Negara kemudian
dapat secara luas melakukan hubungan diplomatik, sedangkan akibat yuridisnya yang
pertama, pengakuan merupakan pembuktian atas keadaan yang sebenarnya (evidence of the
factual situation); kedua pengakuan akan menimbulkan akibat-akibat hukum tertentu dalam
mengembalikan tingkat hubungan diplomatik antar Negara yang mengakui dan diakui; ketiga
pengakuan memperkukuh status hukum (judicial standing) Negara yang diakui dihadapan
Pengadilan Negeri yang mengakui.5

Dengan adanya pengakuan memungkinkan adanya hubungan resmi dengan Negara-


negara lain. Pengakuan merupakan syarat hakikat negara menurut hukum internasional,
negara-negara didunia merupakan subjek utama hukum internasional berdasarkan
Pasal 1 Konvensi Montevideo Tahun 1933 mengenai Hak-Hak dan Kewajiban-

1
S.Tasrif, 1987, Hukum International tentang Pengaturan dalam Teori dan Praktek,
Bandung, h.3.
2
Oppenheim-Lauterpacht, 1967, International Law, Vol. I: Peace, Longmans Edisi
ke-8, h.148.
3
Oscar Svarlien, 1955, An Introduction to the Law of Nations, McGraw-Hill, h.98-99.
4
Ibid.
5
D.W. Greig, 1967, International Law, London: Butterworths, edisi ke-2, h.120.
3
Kewajiban Negara yang mengemukakan karakteristik-karakteristik negara sebagai
pribadi hukum internasional salah satunya harus memiliki kemampuan untuk
melakukan hubungan dengan negara lain. Dari segi hukum internasional syarat tersebut
merupakan syarat yang paling penting, jadi apabila negara tidak mendapatkan pengakuan
maka akan mengalami kesulitan dalam mengadakan hubungan dengan negara lainnya.6
Negara yang belum mendapat pengakuan dari negara lain terlihat bahwa negara tersebut
tidak mampu menjalankan kewajiban-kewajiban internasional. Oleh karena itu pengakuan
adalah sebagai suatu keharusan atau sebagai kewajiban hukum yang penting bagi suatu
Negara.

1. TEORI PENGAKUAN
1) Teori konstitutif:
Menurut teori ini suatu negara menjadi subjek hukum internasional hanya melalui
pengakuan (mutlak), tanpa adanya pengakuan maka negara tidak dianggap sebagai
subjek hukum internasional sehingga negara tersebut tidak dapat menjalin hubungan
dengan negara lain.7
2) Teori deklaratif atau Evidender
Teori ini sejalan dengan pasal 3 Konvensi Montevideo Tahun 1933 yang
menyatakan bahwa eksistensi politik suatu negara bebas dari pengakuan pihak
lain. Jadi pengakuan hanyalah merupakan penerimaan suatu negara baru oleh negara-
negara lainnya. Suatu negara mendapatkan kemampuannya dalam hukum
internasional bukan berdasarkan kesepakatan dari negara-negara yang telah ada
telebih dahulu melainkan berdasarkan situasi nyata tertentu.8
3) Teori jalan tengah
Menurut teori ini untuk menjadi pribadi hukum, suatu negara tidak perlu memperoleh
pengakuan pengakuan dari negara lain. Namun agar suatu negara dapat melaksanakan
hak dan kwajibannya dalam hukum internasional maka diperlukan pengakuan oleh
negara-negara lain..
2. Macam-macam Pengakuan Negara

6
J.G Starke, 1988, Pengantar Hukum Internasional, terjemahan Bambang Iriana
Djajaatmadja, S.H., Sinar Grafika, Jakarta, h.127-128.
7
Huala Adolf, 1996, SH, Aspek-aspek Negara dalam hukum internasional, PT
RajaGrafindo Persada, Jakarta, h.67.
8
Ibid.
4
a. Pengakuan Kolektif adalah pengakuan sekelompok negara dalam suatu organisai
internasional dalam bentuk deklarasi, untuk menjadi pihak dalam perjanjian multilateral.
Jika melihat pada Opini Nasihat International Court of Justice tentang Conditions of
Membership in The United Nations.9 Pengakuan status kenegaraan sebagai suatu syarat
utama untuk menjadi anggota PBB. Maka jelas bahwa izin keanggotaan tersebut sama
dengan pengakuan terhadap anggota itu sebagai suatu negara.
b. Pengakuan Terpisah adalah Pengakuan yang diberikan kepada suatu Negara baru namun
apabila pengakuan itu diberikan kepada suatu Negara baru, maka tidak lagi diberikan
kepada pemerintahannya.
c. Pengakuan Mutlak adalah suatu pengakuan yang telah diberikan kepada suatu Negara
baru yang kemudian tidak dapat ditarik kembali oleh negara yang memberikan
pengakuan. Moore menyatakan bahwa pengakuan sebagai suatu asas umum bersifat
mutlak dan tidak dapat ditarik kembali (absolute and irrevocable).10
d. Pengakuan Bersyarat adalah pengakuan yang diberikan kepada suatu Negara baru yang
disertai dengan syarat-syarat tertentu untuk dilaksanakan oleh Negara baru tersebut
sebagai pembagian pengakuan.11
1) Pengakuan Pemerintahan Baru
a. Pengakuan de facto merupakan pengakuan yang diberikan oleh suatu Negara
kepada suatu pemerintah baru. Pengakuan ini hanya mengakui untuk sementara
atau secara temporer dan negara atau pemerintahan yang telah diakui telah
memenuhi syarat berdasarkan fakta. Jadi pengakuan de facto diberikan oleh suatu
Negara semata-mata didasarkan bahwa pemerintah tersebut secara nyata berkuasa
di dalam wilayahnya.12
b. Pengakuan de jure yang mengakui negara atau pemerintahan secara formal yang
telah memenuhi persyaratan yang ditentukan hukum internasional untuk dapat
berpartisipasi secara efektif. Pengakuan de jure diberikan kepada suatu negara
atau pemerintah baru apabila Negara tersebut sudah tidak ragu-ragu lagi terhadap
negara yang akan diakui.
3. Cara pemberian pengakuan

9
The International Court of Justice 1948, 57
10
S. Tasrif, op.cit, h.48.
11
Ibid.
12
J.G Starke, op.cit, h.187.
5
1) Secara tegas (express) yaitu pengakuan yang dilakukan melalui pernyataan resmi
yang berupa Nota Diplomatik, note verbale, pesan pribadi Kepala Negara atau
Menteri Luar Negeri, pernyataan perlemen, atau dengan traktat.
2) Secara diam-dian atau implied yaitu apabila tindakan ini disimpulkan dari hubungan
tertentu antara negara yang mengakui dan negara baru atau pemerintahan baru.

4. Bentuk-Bentuk pengakuan
Dalam praktik hubungan internasional hingga saat ini, pengakuan ternyata bukan
hanya diberikan terhadap suatu negara. Ada berbagai macam bentuk pemberian
pengakuan, yakni (termasuk pengakuan terhadap suatu negara):
1. Pengakuan negara baru.
Pengakuan ini diberikan kepada suatu negara. Tindakan satu atau lebih Negara untuk
mengakui suatu kesatuan masyarakat yang terorganisir yang mendiami wilayah tertentu,
bebas dari Negara lain serta mampu menaati kewajiban Hukum Internasional dan
menganggapnya sebagai anggota masyarakat. Prinsip Umum :
a) Dilaksanakan berdasarkan prinsip self determination (hak menentukan nasib sendiri).
b) Dibentuk secara demokratis.
c) Menerima kewajiban internasional yang relevan.
d) Memiliki itikad baik untuk melakukan negosiasi dan proses yang damai.
2. Pengakuan pemerintah baru.
Dalam hal ini dipisahkan antara pengakuan terhadap negara dan pengakuan terhadap
pemerintahnya (yang berkuasa). Ini biasanya terjadi jika corak pemerintahan yang lama
dan yang baru sangat kontras perbedaannya. Pengakuan ini tidak berhubungan dengan
pengakuan Negara, jadi yang menolak pemerintahan tidak akan mengakibatkan Negara
tersebut kehilangan status sebagai subjek Hukum Internasional. Menyangkut Kriteria :
a) Pemerintahan yang permanen, apakah pemerintahan akan mempertahankan
kekuasaannya dalam waktu lama .
b) Pemerintahan yang ditaati rakyat .
c) Penguasaan wilayah yang efektif .
3. Pengakuan sebagai pemberontak.
Pengakuan ini diberikan kepada sekelompok pemberontak yang sedang melakukan
pemberontakan terhadap pemerintahnya sendiri di suatu negara. Hukum internasional
tidak menganggap pemberontak dalam suatu Negara tersebut adalah penjahat-penjahat

6
kriminal biasa. Hukum internasional memberikan kedudukan hukum tertentu kepada
kaum pemberontak ini di bawah konsep recognition of insurgency.13
4. Pengakuan beligerensi.
Pengakuan ini adalah memberikan kepada pihak yang memberontak hak-hak dan
kewajiban suatu negara merdeka selama berlangsungnya peperangan. Pengakuan ini
mirip dengan pengakuan sebagai pemberontak. Namun, sifat pengakuan ini lebih kuat
daripada pengakuan sebagai pemberontak. Pengakuan ini bersifat sementara dan terbatas
serta hanya selama berlangsungnya perang tanpa memperhatikan apakah kelompok yang
memberontak itu akan menang atau kalah dalam peperangan. Pengakuan ini diberikan
bilamana pemberontak itu telah demikian kuatnya sehingga seolah-olah ada dua
pemerintahan yang sedang bertarung. Konsekuensi dari pemberian pengakuan ini antara
lain, beligeren dapat memasuki pelabuhan negara yang mengakui, dapat mengadakan
pinjaman, dll. 14
5. Pengakuan sebagai bangsa.
Pengakuan ini diberikan kepada suatu bangsa yang sedang berada dalam tahap
membentuk negara. Mereka dapat diakui sebagai subjek hukum internasional.
Konsekuensi hukumnya sama dengan konsekuensi hukum pengakuan beligerensi.
6. Pengakuan hak-hak teritorial dan situasi internasional baru (sesungguhnya
isinya adalah tidak mengakui hak-hak dan situasi internasional baru).
Bentuk pengakuan ini bermula dari peristiwa penyerbuan Jepang ke Cina.
Peristiwanya terjadi pada tahun 1931 di mana Jepang menyerbu Manchuria, salah satu
provinsi Cina, dan mendirikan negara boneka di sana (Manchukuo). Padahal Jepang
adalah salah satu negara penandatangan Perjanjian Perdamaian Paris 1928 (juga dikenal
sebagai Kellogg-Briand Pact atau Paris Pact), sebuah perjanjian pengakhiran perang.
Dalam perjanjian itu terdapat ketentuan yang menegaskan bahwa negara-negara penanda
tangan sepakat untuk menolak penggunaan perang sebagai alat untuk mencapai tujuan-
tujuan politik. Dengan demikian maka penyerbuan Jepang itu jelas bertentangan dengan
perjanjian yang ikut ditandatanganinya. Oleh karena itulah, penyerbuan Jepang ke
Manchuria itu diprotes keras oleh Amerika Serikat melalui menteri luar negerinya,
Stimson, yang menyatakan bahwa Amerika Serikat tidak mengakui hak-hak teritorial

13
S. Tasrif, op.cit, h.74.
14
Boer Mauna, 2010, Hukum Internasional: Pengertian, Peranan, Dan Fungsi Dalam
Era Dinamika Global, P.T. Alumni, Bandung, h.80.
7
dan situasi internasional baru yang ditimbulkan oleh penyerbuan itu. Inilah sebabnya
pengakuan ini juga dikenal sebagai Stimsons Doctrine of Non-Recognition.

2.2 AKIBAT HUKUM NEGARA YANG TIDAK MENDAPAT PENGAKUAN.

Pengakuan menimbulkan akibat-akibat/konsekuensi hukum yang menyangkut hak-


hak, kekuasaan-kekuasaan dari negara atau pemerintah yang diakui baik menurut hukum
internasional maupun menurut hukum nasional negara yang memberikan pengakuan. Apabila
masalah pengakuan timbul karena pengujian, meskipun sifatnya insidental (terjadi atau
dilakukan hanya pada kesempatan atau waktu tertentu saja), oleh pengadilan-pengadilan
nasional, maka persoalan-persoalan pembuktian, penafsiran hukum dan prosedur perlu
diperhatikan. 15

Dalam hal ini penting dipertimbangkan batas-batas antara hukum internasional dan
hukum nasional. Pengakuan memberikan kepada negara atau pemerintah yang diakui suatu
status baik menurut hukum internasional maupun hukum nasional. Kapasitas dari suatu
negara atau pemerintahan yang diakui dapat dilihat dari segi negatif, dengan cara mengetahui
kelemahan-kelemahan dari suatu negara yang tidak diakui.16

Ada beberapa akibat hukum yang dapat diterima negara bilamana yang bersangkutan tidak
mendapat pengakuan. Sebagai berikut:

1. Negara tidak dapat mengirim perwakilan diplomatik di negara yang menolak


memberikan pengakuan.
2. Hubungan diplomatik akan sulit untuk dilakukan.
3. Warga dari negara yang tidak diakui akan sulit untuk masuk ke wilayah negara yang
tidak mau mengakui.
4. Warga dari negara yang tidak diakui tidak dapat mengajukan tuntutan di depan
pengadilan nasional negara yang tidak mau mengakui.

Adapun kelemahan-kelemahan hukum yang utama dari suatu negara atau pemerintah yang
tidak mendapat pengakuan adalah, antara lain, sebagai berikut:

1. Negara itu tidak dapat berperkara di pengadilan-pengadilan negara yang belum


mengakuinya. Prinsip yang melandasi kaidah ini secara tepat ditegaskan dalam satu
kasus Amerika:

15
J.G Starke, op.cit, h.191.
16
J.G Starke, op.cit, h.192.
8
. . . . Suatu negara asing yang mengajukan perkara di Mahkamah kita
bukanlah karena persoalan hak Kewenangan untuk melakukan hal tersebut merupakan
komitas (kesopanan). Sebelum Pemerintah tersebut diakui oleh Amerika Serikat,
maka komitas demikian tidak ada.

2. Dengan alasan prinsip yang sama, tindakan-tindakan dari suatu negara atau
pemerintah yang belum diakui pada umumnya tidak akan berakibat hukum di
pengadilan-pengadilan negara yang tidak mengakuinya sebagaimana yang biasa
diberikan menurut aturan-aturan komitas (comity).
3. Perwakilannya tidak dapat menuntut imunitas dari proses peradilan.
4. Harta kekayaan yang menjadi hak suatu negara yang pemerintahannya tidak diakui
sesungguhnya dapat dimiliki oleh wakil-wakil dari rezim yang telat digulingkan. 17

Menurut hukum internasional, status negara atau pemerintah yang di akui secara de
jure membawa serta memberikan hak-hak istimewa penuh keanggotaan dalam
masyarakat internasional. Dengan demikian dapat disimpulkan negara tersebut
memperoleh kapasitas untuk menjalin hubungan-hubungan diplomatik dengan negara-
negara lain dan untuk membentuk traktat-traktat dengan negara-negara tersebut. Negara-
negara lain tersebut juga tunduk pada berbagai kewajiban menurut hukum internasional
dalam hubungannya dengan negara atau pemeritah yang baru diakui, yang pada
gilirannya menimbulkan kewajiban-kewajiban yang sama secara timbal-balik. Oleh
karena itu, maka sejak saat pengakuan tersebut, kedua belah pihak memikul beban hak
dan kewajiban hukum internasional.18

Status Hukum Palestina

Akhir November 2012 Majelis Umum PBB menggelar sidang permohonan status
Palestina sebagai negara peninjau yang diajukan Presiden Mahmoud Abbas. Hasil
pemungutan satu yang dilakukan 29 November 2012 menunjukan 138 dari 193 negara
anggota PBB menyutujui, 9 menolak termasuk Amerika Serikat dan Inggris, dan 41 negara
abstain. Status ini meningkatkan status Palestina dari entitas peninjau menjadi negara
peninjau melalui Resolusi Majelis Umum PBB No.3237 tanggal 22 Nopember 1974, PLO
(Palestine Liberation Organization) sekalipun belum diterima sebagai negara anggota resmi

17
J.G Starke, loc.cit.
18
J.G Starke, op.cit, h.193.
9
PBB.19 PLO juga telah secara resmi diberikan pengakuan de jure oleh Amerika Serikat pada
masa Presiden Bill Clinton pada tahun 1993. Dukungan masyarakat internasional terhadap
status negara peninjau ini dapat dikatakan sebagai pengakuan terhadap berdirinya negara
Palestina. Hal ini berarti mayoritas anggota PBB sesungguhnya mendukung pembentukan
Negara Palestina merdeka di wilayahnya sendiri. Sebagaimana diketahui tanah Palestina
diduduki Israel sejak tahun 1967.20 Wilayah atau teritorial yang tidak jelas akibat
pencaplokan yang akan dilakukan oleh Israel memberikan dampak konflik bagi rakyat
Palestina. The Geneva Convention 1949 masih menjadi polemik karena berbagai
kesepakatan tidak pernah dipatuhi karena dua jalur Gaza dan Dataran Tinggi Golan
merupakan dua wilayah yang terus dipersengketakan dan sulit untuk diselesaikan.

Dilihat dari perjalanan sejarah bangsa Palestina, pada 15 November 1988


sesungguhnya Dewan Nasional PLO di bawah Yasser Arafat memproklamirkan
Kemerdekaan Palestina dalam pengasingan. Namun demikian, tidak berarti perjalanan
Palestina untuk memperoleh pengakuan sebagai negara dari PBB menjadi mudah. Sulitnya
Palestina memperoleh pengakuan sebagai negara diakibatkan tidak hanya faktor politik tetapi
juga faktor hukum. Dari sudut pandang hukum internasional merujuk pada Pasal 1 Konvensi
Montenvideo 1933 ada tiga hal yang membuat Palestina selama ini sulit memperoleh
pengakuan sebagai negara yaitu :21

a. Wilayah atau teritorial yang tidak jelas akibat pencaplokan yang dilakukan oleh Israel.
Berbagai kesepakatan perjanjian tidak pernah dipatuhi karena dua jalur Gaza (Gaza Strip)
dan Dataran Tinggi Golan (Gholan Height) merupakan dua wilayah yang terus
dipersengketakan. Suatu persengketa yang kompak dan sangat sulit untuk dilakukan
penyelesaian.
b. Penduduk yang tidak menggambarkan warga negara yang utuh dan permanen. Palestina
yang asal-usulnya berbangsa Arab, tidak luput dari campur baur antara negara-negara
tetangga, seperti Syaria, Lebanon, dan juga Jordania. Suatu persengketa yang kompak dan
sangat sulit untuk dilakukan penyelesaian.
c. Tidak adanya sistem pemerintah yang lejitimen karena konflik internal antara kelompok
Fatah dan Hamas, dan kekuatan organisasi lainnya. Pada tahun 2006 Hamas
memenangkan pemilu legislative wilayah Otoritas Palestina tetapi kemudian tidak diakui

19
The United Nations General Assembly Resolution 3237. A/RES/3237(XXIX)
20
Sefriani, op.cit, h.165.
21
Ibid.
10
oleh Israel, Amerika, dan negara-negara Eropa. Dari bulan Maret Desember 2006
terjadi pertempuran senjata antara Hamas dan Fatah yang menyebabkan 600 orang
Palestina meninggal. Konsekuensi dari konflik internal ini adalah tidak adanya persatuan
dan kesatuan yang mengatasnamakan pemerintahan palestina sehingga PBB tidak pernah
tampak sebagai suatu bangsa yang bersatu. Ketiadaan pemerintahan yang efektif, maka
urusan tugas kenegaraan yakni memelihara stabilitas nasional secara aman dan tertib
tidak dapat ditegakkan. Tentu saja, mencapai kesejahteraan itu sendiri sulit, sehingga
upaya-upaya untuk melindungi warga negara untuk mencapai hidup yang sejahtera dan
makmur tidak mudah tercapai.

Meskipun ada beberapa perkembangan yang menggembirakan namun tidak dipungkiri,


karena cukup sulit bagi Palestina untuk menjadi anggota PBB seutuhnya bukan sebagai
observasi seperti saat ini. Hal ini dikarenakan untuk diterima sebagai anggota PBB harus
mendapatkan rekomenasi dulu dari Dewan Keamanan. Rekomendasi itulah yang akan
menjadi dasar bagian majelis umum PBB untuk menerima atau menolak Palestina sebagai
anggota PBB. Tanpa rekomendasi Dewan Keamanan, Majelis Umum tidak dapat memproses
pengajuan lamaran sebagai anggota baru PBB.22 Adapun satu catatan menarik ditulis oleh Siti
Mutia yang menyatakan bahwa masa depan Palestina tergantung pada :23

a. Rekonsiliasi Hamas- Fatah.


b. Kesediaan Israel untuk menggalikan wilayah penduduk Gaza, West Bank, dan datang
Tinggi Golan, serta mentaati hasil perundingan.
c. Amerika menjadi mediator yang netral.
d. Persatuan negara-negara Arab yang berbatasan langsung dengan Israel.
e. Konsistensi dukungan negara-negara Timur Tengah kepada Palestina seperti Iran, dan
Turki.
f. PBB dapat menjalani fungsinya sebagai agen perdamaian.24

Untuk menganalisis Pengakuan terhadap negara Palestina lebih lanjut maka kelompok
kami bertumpu pada teori pengakuan.

1. Teori Konstitutif

22
Ibid, h.167
23
Ibid.
24
Sefriani, op.cit, h.167.
11
Negara dapat diterima sebagai pribadi atau subjek dalam pergaulan internasional,
maka negara baru tersebut harus terlebih dahulu mendapat pengakuan dari negara-negara
lainnya. Jadi pemberian Pengakuan kepada Palestina sangat penting apalagi negara
Palestina yang kini semakin terpuruk akibat serangan dari Israel, dalam teori konstitutif
negara wajib mengakui negara lain, tetapi dalam teori ini pengakuan bisa dipatahkan
karena sampai saat ini negara Israel tidak mengakui negara Palestina. Secara teoritis,
teori ini dapat dibantah kebenarannya. Pertama oleh karena masalah pengakuan bukan
merupakan kewajiban tetapi hanya sebagai kebijaksanaan dari negara atau negara-negara
terhadap negara yang baru lahir tersebut, maka ada kemungkinan bahwa kelahiran atau
kehadiran suatu negara baru, diterima dan diakui oleh sekelompok negara, tetapi
ditentang oleh sekelompok negara lainnya. Kedua adanya konsekuensi dari perbedaan
antara kedua kelompok tersebut diatas adalah; hubungan-hubungan hukum antara negara
yang diakui (negara baru tersebut) dengan negara-negara yang telah mengakuinya
merupakan hubungan hukum internasional. Ketiga pengakuan juga sering ditunda karena
alasan-alasan politis atau sampai pada saat yang tepat pengakuan itu diberikan dengan
menukarnya dengan suatu keuntungan diplomatik materiil yang diberikan oleh negara
yang hendak diakui, suatu indikasi yang jelas bahwa negara yang hendak diakui itu
sebenarnya telah memiliki atribut-atribut kenegaraan atau wewenang pemerintahan yang
diperlukan. Keempat tidak adanya ketentuan yang berlaku secara umum berapa
seharusnya jumlah minimal negara-negara yang memberi pengakuan agar negara baru
yang diakui itu dapat diterima sebagai pribadi internasional. Seperti halnya Negara Israel
yang diakui Amerika, hal inilah yang membuat teori konstitutif mempunyai banyak
kelemahan.
2. Teori Deklaratif
Dalam teori deklaratif pengakuan bersifat tidak wajib, karena negara-negara lain
bebas mengakui atau tidak negara yang bersangkutan, dalam hal ini Israel bebas mau
mengakui Palestina sebagai negara atau tidak, jelas ini tidak akan menjadi masalah, akan
tetapi ada kelemahan praktis dalam teori deklaratif. Dalam hal ini kaitannya dengan
negara baru yang bersangkutan dan negara atau negara-negara yang menolak memberi
pengakuan. Negara-negara yang menolak memberi pengakuan dapat dipastikan akan
memandang kehadiran negara baru tersebut dalam pergaulan internasional sebagai tidak
sah sama sekali. Seperti negara yang tidak mengakui Palestina, negara Palestina diangap
tidak sah atau tidak ada dalam pergaulan internasional.

12
Kedua teori ini masih banyak kelemahan-kelemahan maka timbullah suatu pandangan
yaitu Teori jalan tengah. Teori jalan tengah dapat dikatakan lebih pragmatis dan realistis.
Menurut teori jalan tengah ini, hendaknya dibedakan antara negara itu sebagai pribadi
internasional pada satu pihak dengan kemampuan negara itu sebagi pribadi intenasional
dalam melaksanakan hak-hak dan kewajiban internasional. Suatu negara baru, untuk
dapat dikatakan memiliki pribadi internasional atau sebagai negara menurut hukum
internasional, memang tidak membutuhkan pengakuan dari negara-negara lain. Dalam hal
ini sebenarnya Pengakuan hanya sebagai pilihan untuk mau mengakui atau tidak terhadap
negara Palestina karena meskipun tidak mengakui, Palestina tetap dianggap sebagai
Negara dalam teori jalan tengah. Pada hakekatnya pengakuan hanya memberikan legalitas
atas terbentuknya sebuah negara baru itu sendiri. Status kenegaraan Palestina jika
menggunakan teori deklaratif maka sesungguhnya Palestina sudah merupakan sebuah
negara karena Palestina telah dahulu datang atau lahirnya sebagaimana yang diungkapkan
oleh Prof. Dr Umar Anggara Jenie, kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Akan tetapi pengaruh dalam politik hukum internasional yang kuat, Palestina seolah
bukan lagi negara dan ketika negara-negara lain yang peduli terhadap Palestina dengan
cara memberikan bantuan pada negara tersebut, oleh Israel di blockade kapal yang
membawa barang-barang bantuan dengan cara di cegat dan dilarang berlabuh.
Sudah menjadi keharusan kepada PBB sebagai organisasi negara yang seharusnya
netral tidak bertindak apa-apa, inilah yang terjadi Das Sain dan Das Sollen status
kenegaraan Palestina belum jelas dan masih membingungkan. Padahal Palestina sudah
diakui oleh beberapa negara di dunia termasuk Indonesia sudah mengakui keberaadan
negara Palestina, tidak hanya itu pada sidang PBB ada sebagian negara yang mendasak
agar PBB memberikan pengakuan terhadap negara palestina akan tetapi permintaan itu
tidak diindahkan oleh PBB. Adanya kekuatan politik yang sangat yang memegang hak
veto yang digunakan oleh para petinggi PBB untuk bersikeras tidak mengakui keberadaan
Palestina, yang menjadi faktor ketidakjelasan status negara Palestina di mata internasional
dikarenakan ada kelompok yang berkepentingan untuk mengalihkan negara Palestina
menjadi negara Israel. Andaikan PBB netral dalam menyikapi hal ini maka pastinya
palestina sudah menjadi suatu negara yang berdaulat dan bisa mengurusi rakyatnya.

13
BAB III

KESIMPULAN

Pengakuan menurut J.B Moore adalah suatu jaminan yang diberikan kepada suatu
Negara baru bahwa Negara tesebut telah diterima sebagai bagian dalam masyarakat
internasional. Dengan adanya pengakuan memungkinkan adanya hubungan resmi dengan
Negara-negara lain. Pengakuan merupakan syarat hakikat negara menurut hukum
internasional, negara-negara didunia merupakan subjek utama hukum internasional
berdasarkan Pasal 1 Konvensi Montevideo Tahun 1933 mengenai Hak-Hak dan
Kewajiaban-Kewajiaban Negara yang mengemukakan karakteristik-karakteristik negara
sebagai pribadi hukum internasional salah satunya harus memiliki kemampuan untuk
melakukan hubungan dengan negara lain. Teori-teori tentang pengakuan diantaranya
Teori konstitutif, Teori deklaratif atau Evidender dan Teori jalan tengah. Jika Teori
Pengakuan di dalam Hukum Internasional sama dengan aplikasinya dalam kehidupan
nyata khususnya dalam teori pengakuan, maka tentunya negara Palestina akan menjadi
sebuah negara yang diakui oleh Negara lain. Faktor yang menghambat terciptanya negara
baru yakni negara Palestina yaitu dikarenakan politik hukum internasional yang sangat
kuat apalagi dengan hak veto yang dimiliki oleh negara yang berkuasa sering disalah
gunakan dalam menyepakati akan lahirnya negara baru tersebut. Selagi PBB masih di
topang politik yang kuat maka semua urusan dalam Hukum Internasional akan berpihak
pada yang kuasa saja, pasalnya semua keputusan berada ditangan yang memiliki hak veto,
sehingga sekeras apapun negara lain yang mau menyetujuinya maka hasilnya nihil.

14
DAFTAR PUSTAKA

Buku

J.G Starke, 1988, Pengantar Hukum Internasional, terjemahan Bambang Iriana Djajaatmadja,
S.H., Sinar Grafika, Jakarta.

S.Tasrif, 1987, Hukum International tentang Pengaturan dalam Teori dan Praktek, cet.I,
Abardin, Bandung.

Huala Adolf, 1996, Aspek-aspek Negara dalam hukum internasional, PT RajaGrafindo


Persada, Jakarta.

Boer Mauna, 2010, Hukum Internasional: Pengertian, Peranan, Dan Fungsi Dalam Era
Dinamika Global, Alumni, Bandung.

Sefriani. 2016, Hukum Internasional : Suatu Pengantar, cet.VI, PT RajaGrafindo Persada,


Jakarta.

Peraturan Perundang-Undangan

The Montevideo Convention on the Rights and Duties of States

The United Nations General Assembly Resolution 3237. A/RES/3237(XXIX)

The Geneva Convention 1949

15

Anda mungkin juga menyukai