Anda di halaman 1dari 39

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diare adalah suatu penyakit dengan tanda-tanda adanya perubahan

bentuk dan konsistensi tinja, yang melembek sampai mencair dan

bertambahnya frekuensi berak lebih dari biasanya (3 kali atau lebih dalam 1

hari).
Diare merupakan penyakit yang berbasis lingkungan dan terjadi hampir

di seluruh daerah geografis di dunia. Menurut data World Health Organization

(WHO) pada tahun 2013, setiap tahunnya ada sekitar 1,7 miliar kasus diare

dengan angka kematian 760.000 anak dibawah 5 tahun. Besarnya masalah

tersebut terlihat dari tingginya angka kesakitan dan kematian akibat diare.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan 4 milyar kasus terjadi di

dunia dan 2,2 juta diantaranya meninggal, dan sebagian besar anak-anak

dibawah umur 5 tahun.


Penyakit diare merupakan penyakit endemis di Indonesia dan juga

merupakan penyakit potensial KLB yang sering disertai dengan kematian.

Menurut Riskesdas 2007, diare merupakan penyebab kematian nomor satu

pada bayi (31,4%) dan pada balita (25,2%), sedangkan golongan semua umur

merupakan penyebab kematian yang ke empat (13,2%) (Kemenkes RI, 2014).


Secara nasional angka kematian (CFR) pada KLB diare pada tahun 2013

sebesar 1,08%. Sedangkan target CFR pada KLB Diare diharapkan <1%.

Dengan demikian secara nasional, CFR KLB diare hampir memenuhi target

program (Kemenkes RI, 2014).


Penyakit diare merupakan penyakit endemis di Indonesia dan juga

merupakan penyakit potensial KLB yang sering disertai dengan kematian.

Menurut hasil riskesdas 2007, diare merupakan penyebab kematian nomor satu
2

pada bayi (31,4%) dan pada balita (25,2%), sedangkan pada golongan semua

umur merupakan penyebab kematian ke empat (13,2%). Pada tahun 2012

angka kesakitan diare pada semua umur sebesar 214 per 1.000 penduduk dan

angka kesakitan diare pada balita 900 per 1.000 penduduk (Kajian Morbiditas

Diare 2012) (Kemenkes RI, 2015).


Pada tahun 2013 terjadi 8 KLB yang tersebar di 6 Propinsi, 8 kabupaten

dengan jumlah penderita 646 orang dengan kematian 7 orang (CFR 1,08%).

Sedangkan pada tahun 2014 terjadi 6 KLB Diare yang tersebar di 5 propinsi, 6

kabupaten/kota, dengan jumlah penderita 2.549 orang dengan kematian 29

orang (CFR 1,14%) (Kemenkes RI, 2015).


Penyakit diare merupakan penyakit endemis di Indonesia dan juga

merupakan penyakit potensial KLB yang sering disertai dengan kematian. Pada

tahun 2015 terjadi 18 kali KLB diare yang tersebar di 11 provinsi, 18

kabupaten/kota, dengan jumlah penderita 1.213 orang dan kematian 30 orang

(CFR 2,47%) (Kemenkes RI, 2016).


Angka kematian (CFR) saat KLB diare diharapkan <1%. Pada tabel

berikut dapat dilihat rekapitulasi KLB diare dari tahun 2008 sampai dengan

tahun 2015, terlihat bahwa CFR saat KLB masih cukup tinggi (>1%) kecuali

pada tahun 2011 CFR saat KLB 0,40%, sedangkan tahun 2015 CFR diare saat

KLB bahkan meningkat menjadi 2,47% (Kemenkes RI, 2016).


Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahwa dari 49 responden yang

cukup pengetahuannya, sebanyak 33 batita (67,35 %) tidak terkena diare, dan

hanya 16 batita (32.65 %) terkena diare. Dari uji statistik yang dilakukan,

diperoleh nilai p value (0.036) < 0.05 sehingga Ho ditolak. Artinya secara
3

statistik terdapat hubungan yang bermakna antara faktor pengetahuan ibu batita

dengan kejadian diare (Hardi A. Rahman, dkk. 2012).


Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kasman (2004) di

Padang dengan jumlah sampel 207 batita. Dari hasilnya ia menyebutkan

terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu (p=0,000) dengan

kejadian diare pada balita (Hardi A. Rahman, dkk. 2012).


Jumlah kasus penyakit diare di Kabupaten Jeneponto pada tahun 2014

sebanyak 7.560 perkiraan kasus, dimana jumlah kasus yang ditangani sebanyak

11.752 kasus (155,4%) dan persentase ini telah mencapai target nasional yaitu

100%. Angka Kesakitan penyakit diare di Kabupaten Jeneponto tahun 2014

sebesar 214 per 1.000 penduduk. (Dinkes Jeneponto, 2015).


Survei awal yang dilakukan di Puskesmas Tamalatea Kabupaten

Jeneponto, diperoleh data kejadian diare pada tahun 2016 dengan jumlah kasus

sebanyak 2.084 orang. (SP2TP Puskesmas Tamalatea Kab. Jeneponto, 2017).


Berdasarkan latar belakang tersebut maka peneliti ingin membahas

terkait hubungan tingkat pengetahuan dan perilaku hidup bersih dan sehat

dengan kejadian diare di wilayah kerja Puskesmas Tamalatea Jeneponto.


B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat dibuat suatu rumusan

masalah sebagai berikut: Adakah hubungan perilaku hidup bersih dan sehat

masyarakat dengan kejadian diare?


C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Diketahuinyaa tingkat pengetahuan dan perilaku hidup bersih dan sehat

masyarakat dengan kejadian diare.


2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya hubungan tingkat pengetahuan dengan kejadian diare.
b. Diketahuinya hubungan perilaku hidup bersih dan sehat masyrakat dengan

kejadian diare.
D. Manfaat Penelitian
4

1. Manfaat Ilmiah
Dapat menambah pengetahuan dan wawasan serta dapat mengaplikasikan dan

mensosialisasikan teori yang telah diperoleh selama penelitian.


2. Bagi Institusi Kesehatan
Agar dapat dijadikan sebagai tambahan ilmu pengetahuan dan tambahan

pustaka bagi institusi kesehatan.


3. Manfaat Bagi Peneliti
Membantu penulis untuk mengtahui hubungan tingkat pengetahuan dan

perilaku hidup bersih dengan kejadian diare.

4. Manfaat Bagi Masyarakat


Agar menambah pengetahuan masyarakat terhadap hubungan

pengetahuan dan perilaku hidup bersih dengan kejadian diare.


5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Diare
1. Pengertian
Diare akut adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair

atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari pada

biasanya lebih dari 200 gram ml/24jam. Defenisi lain memakai frekuensi, yaitu

buang air besar encer lebih dari 3 kali perhari. Buang air besar tersebut

dapat/tanpa disertai lender dan darah (NANDA, 2015).


Secara Epidemiologik biasanya diare didefinisikan dengan keluarnya

feses lunak atau cair tiga kali atau lebih dalam satu hari, namun para ibu

mungkin menggunakan istilah yang berbeda untuk menggambarkan diare.

Depkes RI & DITJEN & PLP (1999), lebih praktis mendifiisikan diare sebagai

meningkatnya frekuensi feses atau konsistensinya menjadi lebih lunak

sehingga dianggap abnormal oleh ibunya (Sodikin, 2011).


Diare akut merupakan perubbahan konsistensi tinja yang menjadi tiba-

tiba akibat kandungan air didalam tinja melebihi normal (10 mL/KgBB/hari)

dengan peningkatan frekuensi defekasi lebih dari 3 kali dalam 24 jam dan

berlangsung kurang dari 14 hari. Pola defekasi neonates dan bayi hingga usia

4-6 bulan, yang defekasi >3 kali/hari dan konsistensinya cair atau lembek

masih dianggap normal selama tumbuh berkembang biak (Tanto C, dkk. 2016).
Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan

konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan frekuensinya

lebih sering (biasanya tiga kali atau lebih) dalam satu hari (Depkes RI, 2011).
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan jumlah yang lebih

banyak dari biasanya (normal 100-200 ml perjam feces), dengan feses


6

berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat), dapat pula disertai frekuensi

defekasi yang meningkat. Pengertian lain diare adalah suatu gejala penyakit

dimana penderita mengalami buang air besar yang sering dan masih memiliki

kandungan air berlebihan. Diare dapat bercampur dengan darah, lender maupun

jaringan disaluran cerna. Diare dapat menimbulkan bau yang bermacam-

macam seperti bau amis, bau busuk, bau makanan basi dan lain-lain (Priyoto,

2015).
Orang yang mengalami diare akan kehilangan cairan tubuh sehingga

mengakibatkan dehidrasi. Diare dapat menyebabkan masalah yang serius jika

tidak segera ditanggulangi dengan tepat. Kekurangan cairan yang tidak

ditangani misalnya dapat menyebabkan kondisi yang mengancam jiwa seperti

syok, penurunan kesadaran, infeksi berat, gangguan elektrolit dan gagal ginjal

akut (Priyoto, 2015).


Sesuai dengan definisi Hippocrates, maka diare adalah buang air besar

dengan frekuensi yang tidak normal (meningkat) dan konsistensi tinja yang

lembek atau cair (Nelson dkk, 1969: Morley, 1973) berpendapat bahwa istilah

gastroenteritis hendaknya dikesampingkan saja, Karena memberikan kesan

terdapatnya suatu radang sehingga selama ini penyelidikan tentang diare

cenderung lebih ditekankan pada penyebabnya (Suharyono, 2012).


Diare dapat disebabkan oleh berbagai infeksi, selain penyebab lain

seperti melabsorbsi. Diare sebenarnya merupakan salah satu gejala dari

penyakit pada gastrointestinal atau penyakit lain diluar saluran pencernaan.

Tetapi sekarang lebih dikenal dengan penyakit diare, Karena dengan sebutan

penyakit diare akan mempercepat tindakan penanggulannya (Ngastiyah, 2012).


7

Penyakit diare merupakan suatu masalah yang mendunia. Seperti

sebagian besar penyakit anak-anak lainnya, penyakit diare tersebut jauh lebih

banyak terdapat di negara berkembang daripada negara maju, yaitu 12.5 kali

lebih banyak bentuk penyakit diare, yang dihadapi oleh anak-anak berusia

dibawah lima tahun (khususnya yang rentan), yang paling parah menurut

manifestasi klinisnya adalah kolera, infeksi rotavirus dan disentri (Hardiyanti

E. Agustin, 2009).
Diare adalah buang air besar encer/lembek (biasanya 3 kali atau lebih

dalam sehari), kadang-kadang disertai muntah, badan lesu atau lemah, tidak

nafsu makan (Wiharto M. dan Hilmy R. 2015).


Diare adalah suatu gejala umum yang ditandai dengan peningkatan

frekuensi defekasi, peningkatan keenceran feses, dan rasa urgensi. Diare dapat

akut atau kronis dan rentang beratnya mulai dari sembuh sendiri sampai berat,

yaitu kondisi yang mengancam jiwa. Etiologi diare beragam, sering kali

disebabkan oleh organisme bakteri infeksius; pengobatan bervariasi bergantung

pada kondisi, apakah akut atau kronis (Marelli, 2008).


Diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi

defekasi lebih dari biasanya (>3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja

(menjadi cair), dengan atau tanpa darah dana tau lendir (Suraatmaja, 2010)

dalam jurnal (Khikmah F. Ainun, 2012).


Dari definisi teori diatas Wiharto M. dan Hilmy R. (2015)

menyimpulkan bahwa diare adalah suatu penyakit dengan adanya perubahan

bentuk dan konsistensi tinja yang lembek/encer/cair yang terjadi selama 3 kali

atau lebih dalam sehari, yang disertai muntah, badan lesu atau lemah serta tidak

nafsu makan.
2. Etiologi
8

Sebagian besar diare pada bayi dan anak di Indonesia disebabkan oleh

infeksi rotavirus. Bakteri dan parasite juga dapat menyebabkan diare.

Organisme-organisme ini mengganggu proses penyerapan makanan di usus

halus. Dampaknya makanan tidak dicerna kemudian segera masuk ke usus

besar. Makanan yang tidak dicerna dan tidak diserap usus akan menarik air dari

dinding usus. Di lain pihak, pada keadaan ini proses transit di usus akan

menjadi sangat singkat sehingga air tidak sempat diserap oleh usus besar. Hal

inilah yang menyebabkan tinja berair pada diare. Sebenarnya usus besar tidak

hanya mengeluarkan air secara berlebihan tapi juga elektrolit. Kehilangan

cairan dan elektrolit melalui diare ini kemudian dapat menimbulkan dehidrasi.

Dehidrasi inilah yang mengancam jiwa penderita diare (Priyoto, 2015).


Selain Karena rotavirus, diare juga bisa terjadi akibat kurang gizi, alergi,

tidak tahan terhadap laktosa, dan sebagainya. Bayi dan balita banyak yang

memiliki toleransi terhadap laktosa dikarenakan tubuh tidak punya atau hanya

sedikit memiliki enzim laktose yang berfungsi mencerna laktosa yang

terkandung susu sapi. Tidak demikian dengan bayi yang menyusu ASI. Bayi

tersebut tidak akan mengalami intoleransi laktosa Karena di dalam ASI

terkandung enzim laktosa. Disamping itu, ASI terjamin kebersihannya Karena

langsung diminum tanpa wadah seperti saat minum susu formula dengan botol

dan dot (Priyoto, 2015).


Diare akut karena infeksi disebabkan oleh masuknya mikroorganisme

atau toksin melalui mulut. Kuman tersebut dapat melalui air, makanan atau

minuman yang terkontaminasi kotoran manusia atau hewan, kontaminasi


9

tersebut dapat melalui jari/tangan penderita yang telah terkontaminasi (Wiharto

M. dan Hilmy R. 2015).


a. Diare akut
Diare akut disebabkan oleh: (Nugroho T. 2011)
1) Proses infeksi (infeksi enteral / saluran pencernaan : bakteri, virus, parasite

dan infeksi parenteral / diluar salyran pencernaan).


2) Reaksi obat
3) Reaksi alergi terhadap makanan
4) Akibat tindakan bedah.

b. Diare kronik
Umumnya diare krnik dikelompokkan dalam 6 kategori pathogenesis

terjadinya:
1) Diare osmotik
Diare tipe ini disebabkan oleh meningkatnya tekanan osmotik

intralumen dari usus halus yang disebabkan obat-obat atau zat kimia yang

hiperosmotik, malabsorbsi umum, dan defek dalam absorbsi mukosa usus,

misal pada defisiensi disararidase, malabsorbsi glukosa atau galaktosa.


2) Diare sekretorik
Diare tipe ini desebabkan oleh meningkatnya sekresi air dan elektrolit

dari usus, menurunnya absorbsi. Secara klinis ditemukan diare dengan volume

tinja banyak sekali. Diare tipe ini akan tetap berlangsung walaupun dilakukan

puasa makan dan minum.


3) Diare Karena gangguan motilitas
Diare tipe ini disebabkan adanya hipermotilitas dan iregularitas motilitas

usus sehingga menyebabkan absorbsi yang abnormal.


4) Diare inflamatorik
10

Diare inflamatorik disebabkan oleh faktor inflamasi seperti inflamatory

bowel desease.
5) Malabsorbsi
Diare tipe ini didapatkan pada gangguan pembentukan atau produksi

miclle empedu dan penyakit-penyakit saluran bilier hati.

6) Infeksi kronik
Infeksi oleh bakteri merupakan penyebab tersering dari diare. Dari sudut

kelainan usus, diare oleh bakteri dibagi menjadi invasif ( merusak mukosa )

dan bakteri non invasif.


Diare kronik disebabkan oleh beberapa faktor:
1) Proses infeksi kronis
2) Obstruksi saluran cerna
3) Malabsorbsi (karbohidrat, protein, lemak) (Nugroho T. 2011).
Tabel 1
Pengelompokkan Diare

Kelompok A B C
Anamnesa :
Diare < 4X 4-10X >10X
Muntah Tidak ada Beberapa kali Sering
Rasa haus Tidak ada Haus Tidak bisa minum
Sumber : Nugroho T. 2011.
3. Manifestasi Klinis
a. Diare akut
1) Akan hilang dalam waktu 72 jam dari onset
2) Onset yang tak terduga dari buang air besar encer, gas-gas dalam perut,

rasa tidak enak, nyeri perut


3) Nyeri pada kuadran kanan bawah disertai kram dan bunyi pada perut
4) Demam
b. Diare kronik
1) Serangan lebih sering selama 2-3 periode yang lebih panjang
2) Penurunan BB dan nafsu makan
3) Demam identikasi adanya infeksi
4) Dehidrasi tanda-tandanya hipotensi takikardi, denyut lemah (Nanda,

2015).

Tabel 2
11

Klasifikasi Tanda-Tanda Derajat Dehidrasi

Gejala/derajat Diare tanpa Diare dehidrasi Diare dehidrasi


dehidrasi dehidrasi ringan/sedang berat
Bila terdapat dua Bila terdapat dua Bila terdapat dua
tanda atau lebih tanda atau lebih tanda atau lebih
Baik, sadar Gelisah, rewel Lesuh, lunglai/tidak
Keadaan umum
sadar
Mata Tidak cekung Cekung Cekung
Normal, tidak ada Ingin minum terus, Malas minum
Keinginan untuk
rasa haus ada rasa haus
minum
Kembali segera Kembali lambat Kembali sangat
Turgor
lambat
Sumber: Depkes RI, 2011.

4. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan tinja
1) Makroskopis dan mikroskopis
2) Ph dan kadar gula dalam tinja
3) Biakan dan resistensi feces (colok dubur)
b. Analisa gas darah apabila didapatkan tanda-tandagangguan keseimbangan

asam basa (pernapasan kusmaul)


c. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal
d. pemeriksaan elektrolit terutama kadar Na, K, kalsium dan fostfat

(NANDA, 2015).

B. Tinjauan Tentang Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Diare


1. Pengetahuan
Kurangnya pengetahuan bisa mempengaruhi perilaku seseorang

termasuk perilaku di bidang kesehatan sehingga bisa menjadi penyebab

tingginya angka penyebaran suatu penyakit termasuk penyakit diare yang

mempunyai resiko penularan dan penyebaran cukup tinggi. Penyakit diare yang

merupakan penyakit berbasis lingkungan juga dipengaruhi oleh keadaan


12

kebersihan baik perorangan maupun kebersihan lingkungan perumahan,

sanitasi yang baik dan memenuhi syarat kesehatan serta didukung oleh

personal hygiene yang baik akan bisa mengurangi resiko munculnya suatu

penyakit termasuk diantaranya penyakit diare (Hardi A. R. dkk, 2012).


Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang

mengadakan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan

terhadap objek terjadi melalui panca indera manusia yakni penglihatan,

pendengaran, penciuman, rasa dan raba dengan sendiri. Pada waktu

penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi

intensitas perhatian persepsi terhadap obyek. Sebagian besar pengetahuan

manusia diperoleh melalui antara mata dan telinga. (Notoatmodjo, 2003) dalam

(Wawan A. dan Dewi M, 2011)

a. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi


1) Faktor Internal
a) Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap

perkembagngan orang lain menuju kea rah cita-cita tertentu yang menentukan

manusia utnuk berbuat dan mengisi kehidupan untuk mencapai keselamatan

dan kebahagiaan.
b) Pekerjaan
Pekerjaan adalah keburukan yang harus dilakukan terutama untuk

menunjang kehidupan keluarga. Pekerjaan sumber kesenangan, tetapi lebih

banyak merupakan cara mencari nafkah yang membosankan, berulang dan

banyak tantangan. Sedangkan bekerja umunya merupakan kegiatan yang


13

menyita waktu. Bekerja bagi ibu-ibu akan mempunyai pengaruh terhadap

kehidupan keluarga.
c) Umur
Usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai

berulang tahun. Sedangkan menurut Huclok (1998) semakin cukup umur,

tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir

dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat seseorang yang lebih dewasa

dipercaya dari orang yang belum tinggi kedewasaannya. Hal ini sebagai dari

pengalaman dan kematangan jiwa.

2) Faktor Eksternal
1) Faktor lingkungan
Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada disekitar manusia dan

pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang atau

kelompok.
2) Sosial budaya
Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi dari

sikap dalam menerima informasi.


b. Kriteria Tingkat Pengetahuan
Menurut Arikunto (2006) pengetahuan seseorang dapat diketahui dan

diinterpretasikan dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu:


1) Baik : hasil presentase 76% - 100 %
2) Cukup : hasil presentase 56% - 75%
3) Kurang : hasil presentase <56%
(Wawan A & M. Dewi, 2010)
2. Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)
Perilaku Hidup Bersih Sehat adalah semua perilaku kesehatan yang

dilakukan atas kesadaran individu, semua anggota keluarga atau masyarakat,

sehingga keluarga dan masyarakat itu dapat menolong dirinya sendiri dan

berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan kesehatan di masyarakat. Kondisi sehat

dapat dicapai dengan mengubah perilaku dari yang tidak sehat menjadi
14

perilaku sehat, dan menciptakan lingkungan sehat di rumah tangga (Hardi A. R.

dkk, 2012).
Oleh karena itu kesehatan perlu dijaga, dipelihara dan ditingkatkan oleh

setiap anggota rumah tangga serta diperjuangakan oleh semua pihak secara

keseluruhan (totalitas). Dalam lingkup rumah tangga untuk berperilaku hidup

bersih dan sehat aspek kesehatan masyarakat, khususnya pola penyebaran

penyakit menular (seperti Diare) dapat dicegah melalui kebiasan atau perilaku

hygienes salah satunya adalah menggunakan air bersih, kebiasaan mencuci

tangan dengan sabun, dan menggunakan jamban yang sehat (Hardi A. R. dkk,

2012).
PHBS merupakan salah satu pilar utama dalam mewujudkan Indonesia

Sehat dan merupakan salah satu strategi untuk mengurangi beban negara dan

masyarakat terhadap pembiayaan kesehatan (Priyoto, 2015).


Kesehatan memang bukan segalanya, tetapi tanpa kesehatan segalanya

menjadi tidak berarti. Setiap individu mempunyai hak untuk hidup sehat,

kondisi yang sehat hanya dapat dicapai dengan kemauan dan keinginan yang

tinggi untuk sehat serta merubah perilaku tidak sehat menjadi perilaku hidup

sehat. PHBS harus diterapkan dalam setiap sisi kehidupan manusia kapan saja

dan dimana saja. PHBS dirumah tangga/keluarga, institusi kesehatan, tempat-

tempat umum, sekolah maupun di tempat kerja Karena perilaku merupakan

sikap dan tindakan yang akan membentuk kebiasaan sehingga melekat dalam

diri seseorang (Priyoto, 2015).


Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) adalah upaya untuk memberikan

pengalaman belajar atau menciptakan suatu kondisi baik perorangan, keluarga,

kelompok dan masyarakat dengan membuka jalur komunikasi, memberikan


15

informasi dan melakukan edukasi untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan

perilaku melalui pendekatan pimpinan (advocacy), bina suasana (social

support) dan pemberdayaan masyarakat (empowerment). Masyarakat dapat

mengenali dan mengatasi masyalahnya sendiri dan dapat menerapkan cara-cara

hidup sehat dengan menjaga, memelihara dan meningkatkan kesehatannya.

(Notoatmodjo, 2007) dalam jurnal (Nurhajati, 2011).


PHBS adalah upaya memberikan pengalaman belajar bagi perorangan,

dengan membuka jalur komunikasi, memberikan informasi dan melakukan

edukasi, guna meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku, melalui

pendekatan advokasi, bina susasana (social support) dan gerakan masyarakat

(empowerment) sehingga dapat menerapkan cara-cara hidup sehat, dalam

rangka menjaga, memelihara dan meningkatkan kesehatan masyarakat.

(Depkes RI 2011) dalam jurnal (Nurhajati, 2011).


Dilihat dari adanya hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dengan

Kejadian Diare Pada tatanan rumah tangga di daerah Kedaung wetan

Tangerang, hal ini dipengaruhi oleh faktor predisposisi yaitu faktor yang dapat

mempermudah terjadinya perilaku pada individu atau masyarakat (meliputi

pengetahuan, sikap, kepercayaan yang ada dimasyarakat) (Wiharto M. dan

Hilm R. 2015).
Apabila individu atau masyarakat memiliki pengetahuan tentang

Perilaku hidup bersih dan sehat seperti menggunakan air bersih, mencuci

tangan dengan air dan sabun, dan menggunakan jamban maka itu akan

mempermudah dirinya dalam mencegah dan terhindar dari penyakit seperti

Diare. Karena masyarakat sekitar yang tinggal di daerah Kedaung Wetan

Tangerang juga diberikan edukasi dan pemahaman yang mudah dimengerti


16

terkait untuk meningkatkan kualitas hidup sehat agar derajat kesehatannya

meningkat dan terhindar dari penyakit termasuk penyakit Diare. Sehingga

Perilaku Hidup Bersih dan sehat meningkat dan Kejadian Diarenya menurun

(Wiharto M. dan Hilm R. 2015).


Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Siska Ari Puspita Sari (2012)

tentang Hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Ibu dengan

Kejadian Diare pada bayi usia 1-12 bulan di kelurahan Antirogo Kabupaten

Jember yang hasil penelitiannya menunjukkan bahwa mayoritas responden

yang melakukan PHBS dengan baik, maka tidak akan mengalami Diare. Hal ini

ditunjukkan sebanyak 62 responden (60,2%) dengan PHBS yang baik dan tidak

mengalami Diare dalam satu bulan terakhir. PHBS adalah sekumpulan perilaku

yang dipraktikkan atas dsar kesadaran sebagai hasil pembelajaran yang

menjadikan seseorang atau keluarga dapat menolong dirinya sendiri dibidang

kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakatnya

(Wiharto M. dan Hilm R. 2015).


a. PHBS di Rumah Tangga
Pola hidup bersih dan sehat dirumah tangga dilakukan untuk mencapai

rumah tangga PHBS. Rumah tangga ber-PHBS adalah rumah tangga yang

melakukan 10 PHBS dirumah tangga yaitu:


1) Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan
2) Memberi bayi asi eksklusif
3) Menimbang balita setiap bulan
4) Menggunakan air bersih
5) Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun
6) Menggunakan jamban sehat
7) Makan buah dan sayur setiap hari
8) Tidak merokok didalam rumah
b. Manfaat PHBS Bagi Rumah Tangga
1) Bagi Rumah Tangga
a) Setiap anggota keluarga menjadi sehat dan tidak mudah sakit.
b) Anak tumbuh sehat dan cerdas.
17

c) Anggota keluarga giat bekerja.


d) Pengeluaran biaya rumah tangga dapat ditujukan untuk memenuhi gizi

keluarga, pendidikan dan modal usaha untuk menambah pendapatan keluarga.


2) Bagi Masyarakat:
a) Masyarakat mampu mengupayakan lingkungan sehat.
b) Masyarakat mampu mencegah dan menanggulangi masalah masalah

kesehatan.
c) Masyarakat memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada.
d) Masyarakat mampu mengembangkan Upaya Kesehatan Bersumber

Masyarakat (UKBM).

c. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Hidup Sehat


Menurut Lawrence Green faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku 3

faktor utama. (Notoatmodjo, 2007) dalam jurnal (Nurhajati, 2011), yakni :


1) Faktor-faktor Predisposing (Predisposing Factor)
Faktor-faktor predisposing adalah faktor-faktor yang mempermudah atau

mempredisposisikan terjadinya perilaku seseorang.


2) Faktor-faktor Pemungkin (Enabling Factor)
Faktor-faktor pemungkin adalah faktor-faktor yang memungkinkan atau yang

memfasilitasi perilaku atau tindakan.


3) Faktor-faktor penguat (Reinforcing Factor)
Faktor-faktor penguat adalah faktorfaktor yang mendorong atau memperkuat

terjadinya perilaku
3. Pemberian ASI Eksklusif
Pemberian ASI secara dini dan eksklusif sekurang-kurangnya 4-6 bulan

akan membantu mencegah penyakit pada bayi. Hal ini disebabkan karena

adanya antibodi penting yang ada dalam kolostrum dan ASI (dalam jumlah

yang sedikit). Selain itu ASI juga selalu aman dan bersih sehingga sangat kecil

kemungkinan bagi kuman penyakit untuk dapat masuk ke dalam tubuh bayi.
18

Balita yang tidak mendapatkan ASI beresiko terkena diare lebih besar

dibandingkan dengan balita yang mendapat ASI (Hardi A. R. dkk, 2012).


4. Status Imunisasi
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bahwa dari 72 batita yang

lengkap imunisasinya, sebanyak 46 batita (63,89 %) tidak terkena diare, dan

hanya 26 batita (36.11 %) yang terkena diare. Kemudian dari 148 batita yang

tidak lengkap imunisasinya, sebanyak 71 batita (47.97%) tidak terkena diare,

sementara mayoritas batita sebanyak 77 orang (52.03%) terkena diare (Hardi

A. R. dkk, 2012).
5. Hygiene Perorangan
Personal higiene atau kebersihan diri adalah upaya seseorang dalam

memelihara kebersihan dan kesehatan dirinya untuk memperoleh kesejahteraan

fisik dan psikologis. Kebiasaan tidak mencuci tangan dengan sabun sesudah

buang air besar merupakan kebiasaan yang dapat membahayakan bayi terutama

ketika ibu memasak makanan atau menyuapi balita makan (Hardi A. R. dkk,

2012).
19

BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Dasar Pemikiran Variabel Yang Diteliti
Masalah diare merupakan keadaan dimana seseorang menderita mencret-

mencret, tinjanya encer, dapat bercampur darah atau lendir kadang disertai

muntah-muntah, Sehingga diare dapat menyebabkan cairan tubuh terkuras

keluar melalui tinja. Sehingga kondisi seperti ini tidak baik jika diabaikan

karena membuat tubuh semakin lemas akibat banyak cairan yang dikeluarkan

pada saat diare dan dapat menyebabkan kematian. Kesehatan memang bukan

segalanya, tetapi tanpa kesehatan segalanya menjadi tidak berarti. Untuk itu

perlu menjaga perilaku bersih agar tercapai peningkatan kesehatan dan

meningkatkan pengetahuan tentang diare agar masyarakat mempunyai

pandangan tersendiri dan berbeda terhadap diare.


Perilaku kesehatan merupakan hal-hal yang berkaitan dengan tindakan

atau kegiatan seseorang dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya.

Termasuk tindakan-tindakan untuk mencegah penyakit, menjaga kesehatan diri,

memelihara makanan, sanitasi dan sebagainya.


Masalah pengetahuan merupakan masalah utama dalam peningkatan

derajat kesehatan, pengetahuan diaman sangat erat hubungannya dengan

pendidikan, dimana diharapkan bahwa dengan pendidikan yang tinggi maka

orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya terutama terhadap

kesehatan.

B. Pola Fikir Variabel Yang Diteliti


Berdasarkan teori yang diuraikan pada tinjauan pustaka maka kerangka konsep

dalam penelitian ini dapat digambarkan dalam bentuk skema sebagai berikut.
Variabel Independen Variabel Dependen
20

Tingkat Pengetahuan

Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat
Status Imunisasi Kejadian Diare
Pemberian Asi
Eksklusif
Personal Hygiene
Keterangan:
: Variabel Independen
: Variabel Dependen
: Variabel Yang Tidak DIteliti
C. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif
1. Kejadian Diare
Kejadian diare yang dimaksud dalam penelitian ini adalah seseorang

dikatakan diare jika mengalami buang air besar lebih dari 3 kali dalam sehari

dengan konsistensi tinja berbentuk cair atau setengah cair.


Kriteria Objektif:
a. Diare : Jika buang air besar lebih dari tiga kali sehari dengan konsistesnsi

tinja berbentuk cair dalam sehari dalam jangka waktu 1 bulan


b. Tidak diare : Jika buang air besar kurang dari tiga kali sehari dengan

konsistesnsi tinja berbentuk cair dalam sehari kurang dari 1 bulan


2. Tingkat Pengetahuan
Tingkat pengetahuan yang dimaksud adalah segala sesuatu yang

diketahui oleh penderita diare mengenai penyakit diare diukur dengan

menggunakan kuesioner berupa pertanyaan positif sebanyak 15 pertanyaan

dengan opsi ya atau tidak.


Kriteria Objektif:
a. Kurang : bila responden hanya mampu menjawab pertanyaan

dengan skor benar <50%


b. Cukup : bila responden hanya mampu menjawab dengan skor benar 50%
3. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
Perilaku hidup bersih dan sehat yang dimaksud adalah bagaimana pola

perilaku dari masyarakat dalam meningkatkan dan menjaga perilaku hidup

bersihnya.
21

Kriteria Objektif:
a. Kurang : bila responden hanya mampu menjawab dengan skor

benar <50%
b. Baik : bila responden mampu menjawab dengan skor benar 50%
D. Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
1. Ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kejadian diare di

wilayah kerja Puskesmas Tamalatea Kabupaten Jeneponto.


2. Ada hubungan antara perilaku hidup bersih dan sehat dengan kejadian

diare di wilayah kerja Puskesmas Tamalatea Kabupaten Jeneponto.


22

BAB IV

METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional bersifat analitis,

dengan rancangan cross sectional, dimana hubungan tingkat pengetahuan

dengan perilaku hidup bersih dan sehat masyarakat dengan kejadian penyakit

diare diobservasi pada saat bersamaan (sekali waktu), artinya setiap

subyek/sampel penelitian diobservasi sekali saja.


B. Lokasi dan Waktu Penelitin
1. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Lingkungan Bungunglompoa Kelurahan Bontotangnga

yang termasuk dalam Wilayah Kerja Puskesmas Tamalatea Kabupaten

Jeneponto.
2. Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan 13 - 31 Maret 2017.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah semua orang yang berusia diatas 24

tahun di Lingkungan Bungunglompoa yang termasuk dalam Wilayah Kerja

Puskesmas Tamalatea Kabupaten Jeneponto sebanyak 314 orang.

2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini yaitu sebanyak 176 orang.
a. Perhitungan besar sampel
Penentuan jumlah sampel dalam dalam penelitian ini menggunakan

rumus sebagai berikut :

d


1+N
N
n=

23

Keterangan :

n : Jumlah sampel

N : Besar populasi

d :Keterangan yang diinginkan (0,05)

0,05


1+314
314
n=

314
n=
1,785

n=175,91

n=176 orang
b. Teknik pengambilan sampel
Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode

Nonprobability sampling dengan teknik Purposive sampling, yaitu cara

memilih sampel diantara populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti

(tujuan/masalah dalam penelitian), sehingga sampel tersebut dapat mewakili

karakteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya.


Adapun kriteria inklusi dan ekslusi yang telah ditetapkan oleh peneliti

adalah sebagai berikut:


1) Kriteria Inklusi:
a) Bertempat tinggal tetap di wilayah kerja Puskesmas Tamalatea Kabupaten

Jeneponto saat penelitian.


b) Usia >24 tahun
c) Bersedia menjadi responden
2) Kriteria Ekslusi :
a) Pindah tempat saat dilaksanakan penelitian
24

b) Terdapat keadaan atau penyakit yang mengganggu pengukuran maupun

interpretasi hasil penelitian.


D. Pengumpulan Data
Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan

sekunder, dimana:
1. Data Primer
Data yang didapat peneliti dari hasil penyebaran kuisioner yaitu

masyarakat atau penderita diare yang datang berkunjung ke Puskesmas

Tamalatea Kabupaten Jeneponto.

2. Data Sekunder
Data sekunder dimana diperoleh melalui Instansi tempat peneliian yaitu

kepala puskesmas, perawat, bidan yang bekerja di Puskesma Tamalatea

Kabupaten Jeneponto.
E. Pengelolahan Data
1. Editing
Editing atau penyuntingan mulai dilakukan pada saat penelitian yaitu

memeriksa semua angket yang telah diisi mengenai kekurangan cara pengisian.

Selanjutnya setelah selesai pelaksanaan penelitian dilaporkan, dilakukan

pengelolahan data, terutama memeriksa angket berdasarkan kriteria sampel.


2. Koding
Kegiatan yang dilakukan berupa pemberian kode berupa angkat dan

seterusnya kepada setiap kuesioner yang telah diisi oleh responden.


3. Skoring
Skoring merupakan kegiatan pemberian nilai bagi masing-masing

pilihan jawaban yang diberikan oleh responden. Setiap bagian kuesioner diberi

skor dan pembobotan untuk masing-masing jawaban.


4. Tabulasi Data
25

Tabulasi data merupakan kelanjutan dari pengkodean pada proses

pengelolahan, dalam hal ini setelah data tersebut dikoding kemudian ditabulasi

agar lebih mempermudah penyajian data dalam bentuk distribusi frekuensi.

F. Analisis Data
1. Analisis Univariat
Analisa univariat dilakukan terhadap tiap variable dari hasil hasil

penelitian. Hasil ini menghasilkan presentasi dari tiap variable yang diteliti.
2. Analisis Bivariat
Analisa bivariat dilakukan terhadap dua variabel (variabel independen

dan dependen) yang diduga memiliki hubungan, menggunakan uji statistic Chi-

Square dengan tingkat kemaknaan = 0,05. Hasil penelitian, dikatakan ada

hubungan antara variabel independen dengan dependen jika nilai p < (= 0,05)

dan dikatakan tidak ada hubungannya jika nilai p (= 0,05).


G. Penyajian Data
Penyajian data dalam bentuk tabel dan narasi/tulisan.
H. Etika Penelitian
Dalam melaksanakan penelitian, peneliti mengajukan permohonan ijin

kepada Kepala Puskesmas Tamalatea Kabupaten Jeneponto untuk mendapatkan

persetujuan. Kemudian kuisioner diberikan kepada subjek yang diteliti

(masyarakat / penderita) dengan menekankan pada masalah etika yang

meliputi:
1. Persetujuan tindakan (Informed Consent)
Merupakan cara persetujuan antara peneliti dengan responden dengan

membertikan lembar persetujuan (informed consent). Informed consent tersebut

diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar

persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan informed consent adalah agar

subyek mengerti maksud dan tujuan penelitian, mengetahui dampaknya, jika


26

subyek bersedia maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan dan

jika responden tidak bersedia maka peneliti harus menghormati hak pasien.
2. Tanpa nama (Anominity)
Merupakan masalah etika dalam penelitian keperawatan dengan cara

tidak memberikan nama responden pada lembar alat ukur hanya menuliskan

kode pada lembar pengumpulan data.


3. Kerahasiaan (Confidentiality)
Merupakan masalah etika dengan menjamin kerahasiaan dari hasil

penelitian baik informasi maupun masalah-masalah lainnya, semua informasi

yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok

data tertentu uang akan dilaporkan pada hasil riset.


27

BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Lingkungan Bungunglompoa Kelurahan

Bontotangnga yang termasuk dalam Wilayah Kerja Puskesmas Tamalatea

Kabupaten Jeneponto. Desain penelitian yang digunakan adalah desain

penelitian cross sectional dan menggunakan uji Chi Square dengan nilai

kemaknaan (0,05) untuk mengetahui perilaku hidup bersih dan sehat

masyarakat dengan kejadian diare di Wilayah Kerja Puskesmas Tamalatea

Kabupaten Jeneponto. Jumlah sampel sebanyak 176 responden dengan teknik

purposive sampling.
1. Karakteristik Responden
Tabel 3
Karakteristik responden di Lingkungan Bungunglompoa Kelurahan
Bontotangnga Wilayah Kerja Puskesmas Tamalatea Kabupaten Jeneponto
Tahun 2017

Karakteristik Responden n %
Umur:
25-35 Tahun 44 25,0
36-45 Tahun 52 29,5
46-50 Tahun 32 18,2
>50 Tahun 48 27,3
Jenis Kelamin:
Laki-Laki 86 48,9
Perempuan 90 51,1
Jumlah 176 100,0
Sumber: Data Primer

Pada Tabel 1 menunjukkan data karakteristik responden berdasarkan

kelompok umur, bahwa umur responden yang paling banyak yaitu kelompok

umur 36-45 tahun yaitu sebanyak 52 orang (29,5%), dan yang paling sedikit

yaitu kelompok umur 46-50 tahun yaitu sebanyak 32 orang (18,2%).


28

Berdasarkan jenis kelamin, responden yang paling banyak adalah perempuan

yaitu sebanyak 90 orang (51,1%).


2. Analisa Univariat
Tabel 4
Karakteristik Tingkat Pengetahuan di Lingkungan Bungunglompoa Kelurahan
Bontotangnga Wilayah Kerja Puskesmas Tamalatea Kabupaten Jeneponto
Tahun 2017

Tingkat Pengetahuan n %
Kurang 70 39,8
Cukup 106 60,3
Jumlah 176 100,0
Sumber: Data Primer

Pada tabel 2 menunjukkan dari 176 responden, terdapat 70 orang (39,8%)

yang memiliki tingkat pengetahuan yang kurang dan 106 orang (60,2%) yang

mempunyai tingkat pengetahuan yang cukup.


29

Tabel 5

Karakteristik Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Lingkungan Bungunglompoa


Kelurahan Bontotangnga Wilayah Kerja Puskesmas Tamalatea Kabupaten
Jeneponto Tahun 2017

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat n %


Kurang 82 46,6
Baik 94 53,4
Jumlah 176 100,0
Sumber: Data Primer

Pada tabel 3 menunjukkan dari 176 responden, terdapat 82 orang (46,6%)

yang memiliki perilaku hidup bersih dan sehat yang kurang dan 94 orang

(53,4%) yang mempunyai perilaku hidup bersih dan sehat yang baik.
Tabel 6
Karakteristik Kejadian Diare di Lingkungan Bungunglompoa Kelurahan
Bontotangnga Wilayah Kerja Puskesmas Tamalatea Kabupaten Jeneponto
Tahun 2017

Kejadian Diare n %
Diare 92 52,3
Tidak Diare 84 47,7
Jumlah 176 100,0
Sumber: Data Primer

Pada tabel 4 menunjukkan dari 176 responden, yang menderita diare yaitu

sebanyak 92 orang (52,3%) dan responden yang tidak menderita diare

sebanyak 84 orang (47,7%).

3. Analisa Bivariat
Tabel 7

Tingkat pengetahuan dengan kejadian diare di Lingkungan


Bungunglompoa Kelurahan Bontotangnga Wilayah Kerja Puskesmas
Tamalatea Kabupaten Jeneponto Tahun 2017
Tingkat Kejadian diare Jumlah P - Value
30

Diare Tidak Diare


Pengetahuan
n % n % n %
Kurang 44 62,9 26 37,1 70 100,0
Cukup 48 45,3 58 54,7 106 100,0 0,022
Jumlah 92 52,3 84 47,7 176 100,0
Sumber: Data Primer

Pada tabel 5 didapatkan data bahwa dari 70 responden yang memiliki

tingkat pengetahuan yang kurang terdapat 44 orang (62,9%) yang menderita

diare dan 26 orang (37,1%) yang tidak menderita diare. Sedangkan dari 106

responden yang memiliki tingkat pengetahuan yang cukup terdapat 48 orang

(45,3%) yang menderita diare dan 58 orang (54,7%) yang tidak menderita

diare.
Berdasarkan hasil analisis Statistik dengan menggunakan uji Chi Square,

diperoleh nilai = 0,022 < 0,05, yang berarti terdapat hubungan antara tingkat

pengetahuan dengan kejadian diare di Lingkungan Bungunglompoa Kelurahan

Bontotangnga Wilayah Kerja Puskesmas Tamalatea Kabupaten Jeneponto.

Tabel 8
Hubungan perilaku hidup bersih dan sehat masyarakat dengan kejadian diare di
Lingkungan Bungunglompoa Kelurahan Bontotangnga Wilayah Kerja
Puskesmas Tamalatea Kabupaten Jeneponto Tahun 2017

Kejadian diare
Perilaku hidup Jumlah
Diare Tidak Diare P - Value
bersih dan sehat
n % n % n %
Kurang 51 62,2 31 37,8 82 100,0
Baik 41 43,6 53 56,4 94 100,0 0,014
Jumlah 92 52,3 84 47,4 176 100,0
Sumber: Data Primer
31

Pada tabel 6 didapatkan data bahwa dari 82 responden yang memiliki

perilaku hidup bersih dan sehat yang kurang terdapat 51 orang (62,2%) yang

menderita diare dan 31 orang (37,8%) yang tidak menderita diare. Sedangkan

dari 94 responden yang memiliki perilaku hidup bersih dan sehat yang baik

terdapat 41 orang (43,6%) yang menderita diare dan 53 orang (56,4%) yang

tidak menderita diare.


Berdasarkan hasil analisis Statistik dengan menggunakan uji Chi Square,

diperoleh nilai = 0,014 < 0,05, yang berarti terdapat hubungan antara perilaku

hidup bersih dan sehat dengan kejadian diare di Lingkungan Bungunglompoa

Kelurahan Bontotangnga Wilayah Kerja Puskesmas Tamalatea Kabupaten

Jeneponto.

B. Pembahasan
1. Karakteristik Responden

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok umur responden paling

banyak adalah kelompok umur 36-45 tahun yaitu sebanyak 52 orang (29,5%).

Hal ini dikarenakan umur merupakan salah satu faktor resiko terjadi diare dan

pada usia ini merupakan usia produktif untuk melakukan banyak aktivitas

atau pekerjaan di luar rumah. Umur merupakan karakter yang memiliki

pengaruh paling besar dalam hal hubungannya dengan penyakit, kondisi

cidera, penyakit kronis dan penyakit lain. Umur mempunyai lebih banyak

efek pengganggu daripada yang dimiliki karakter tunggal lain. Hal ini terjadi

karena seiring bertambahnya usia mekanisme kerja bagian-bagian tubuh


32

seseorang akan semakin menurun dan menyebabkan terjadinya perubahan di

dalam sistem pencernaan dan dampak psikologisnya diantaranta stress, cemas

ketakutan dan gugup (Nuraeni, 2012).

Berdasarkan jenis kelamin menunjukkan sebagian besar responden

adalah perempuan 90 orang (51,1%). Penelitian dilakukan oleh Agtini (2011)

menemukan bahwa jenis kelamin berhubungan dengan kejadian diare

disebabkan pengaruh perilaku dan paparan. Penyakit diare merupakan

masalah kesehatan gender, kaum perempuan lebih beresiko tinggi menderita

diare dibandingkan laki-laki karena mereka umumnya lebih banyak terlibat

dalam kegiatan rumah tangga. Kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga dapat

berpengaruh terhadap kejadian diare, seperti memasak, membersihkan rumah

dari debu, dan tugas-tugas lainnya yang menjadi sumber paparan pathogen

dalam rumah tangga serta berbagai bahan kimia.

2. Hubungan tingkat pengetahuan dengan kejadian diare


Dengan tingkat pengetahuan yang rendah tentang diare maka responden

akan cenderung kesulitan untuk melindungi dan mencegah dirinya dari

penularan diare.
Hasil menunjukkan bahwa responden yang memiliki tingkat

pengetahuan yang kurang yaitu 70 orang, responden yang menderita diare

yaitu sebanyak 44 orang (62,9%). Hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan

responden untuk mencegah terjadinya penyakit diare. Setelah melihat hasil

kuesioner dimana masih banyak yang belum mengetahui tentang kapan

dikatakan diare, kurang mengetahui penyabab diare dan pencegahan penyakit

diare. Untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat sangat penting untuk


33

memberikan penyuluhan kesehatan tentang diare, misalkan pengenalan

tentang diare, bagaimana tanda dan gejala diare, penyebab dari diare dan

bagaimana cara mencegah penyakit diare.


Pada hasil penelitian ditemukan 26 orang (37,1%) tidak menderita diare

meskipun tingkat pengetahuanya kurang. Hal ini disebabkan karena adanya

hubungan yang bermakna ini menunjukkan bahwa responden yang memiliki

tingkat pengetahuan yang kurang juga memiliki perilaku yang baik sehingga

resiko terkena penyakit diare rendah. Sedangkan responden yang memiliki

tingkat pengetahuan yang cukup yaitu sebanyak 106 orang, sebagian besar

tidak menderita diare sebanyak 58 orang (54,7%). Tingkat pengetahuan yang

cukup sangat berpengaruh untuk mencegah terjadinya penyakit diare, ini

berarti semakin tinggi tingkat pengetahuan responden maka semakin baik

pula perilakunya terhadap rehidrasi oral pada responden


Pada hasil penelitiaan ditemukan 48 orang (45,3%) menderita diare

meskipun tingkat pengetahuannya cukup. Hal ini sebabkan karena banyaknya

responden tidak menggunakan sabun saat mencuci tangan sebelum makan

dan kurangnya kebersihan jamban yang menyebabkan mereka mudah terkena

diare akibat bakteri.


Hasil uji chi square diperoleh nilai p = 0,022 <0,05 yang berarti

terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kejadia diare di

Lingkungan Bungunglompoa Kelurahan Bontotangnga Wilayah Kerja

Puskesmas Tamalatea Kabupaten Jeneponto. Tingkat pengetahuan

masyarakat sangat berhubungan dengan kejadian diare.


Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Megasari (2015), denga judul Perilaku Kesehatan Masyarakat Terhadap


34

Kejadian Diare Berdasarkan Aspek Sanitasi Lingkungan Di Kabupaten Barito

Kuala, didapatkan nilai p = 0,000 (<0,05) menunjukkan bahwa adanya

hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan kejadian diare di

Kabupaten Barito Kuala, sehingga disimpulkan bahwa adanya hubungan

antara pengetahuan kesehatan masyarakat dengan kejadian diare.


Salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang adalah

pendidikan. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi

pendidikan seseorang makin mudah orang tersebut menerima informasi, baik

dari orang lain maupun media masa. Makin banyak informasi yang masuk

maka semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang penyakit diare.

Salah satu faktor personal adalah pengetahuan. Pengetahuan dapat

mempengaruhi komitmen seseorang untuk berperilaku kesehatan yang baik.

Dari hasil penelitian didapatkan ada hubungan yang signifikan dengan

tingkat kolerasi kuat antara tingkat pengetahuan dengn perilaku pencegahan

diare, semakin tinggi tingkat pendidikan yang dimiliki semakin baik pula

perilaku pencegahan terhadap penyakit diare (Sukut, 2015).


Pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh faktor umur, tingkat

pendidikan, dan sumber informasi yang digunakannya. Bertambahnya umur

seseorang dapat berpengaruh pada peningkatan pengetahuan yang

diperolehnya, akan tetapi pada umur tertentu atau menjelang usia lanjut

kemampuan dalam menerima dan mengingat suatu pengetahuan akan

berkurang. Hal ini menyebabkan mayoritas responden memiliki pengetahuan

kategori sedang terhadap penanganan diare (Assiddiqi, 2010).


3. Hubungan perilaku hidup bersih dan sehat dengan kejadia diare
35

Perilaku Hidup Bersih Sehat adalah semua perilaku kesehatan yang

dilakukan atas kesadaran individu, semua anggota keluarga atau masyarakat,

sehingga keluarga dan masyarakat itu dapat menolong dirinya sendiri dan

berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan kesehatan di masyarakat.


Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang memiliki

perilaku hidup bersih dan sehat yang kurang sebanyak 82 orang, sebagian

besar responden menderita penyakit diare yaitu sebanyak 51 orang (62,2%).

Hal ini disebabkan karena perilaku hidup bersih dan sehat yang kurang untuk

mencegah terjadinya penyakit diare. Hal ini terbukti pada hasil jawaban

kuesioner yang diberikan, dimana lebih dari sebagian responden masih

kurang mengetahui tentang perilaku hidup bersih dan sehat dalam kehidupan

sehari-hari, tidak menjaga kebersihan rumah, mengkomsumsi air minum

yang dimasak sampai mendidih, tidak membuang tinja dengan benar, tidak

mencuci tangan menggunakan sabun sebelum makan, serta kurangnya yang

membersihkan jambannya setiap hari dirumah.


Pada hasil penelitian ditemukan 31 orang (37,8%) tidak menderita

diare meskipun memiliki perilaku hidup bersih dan sehat yang kurang. Hal

ini disebabkan karena banyak responden mengetahui tentang penyakit diare,

penyebab, cara penularan dan pencegahannya tetapi tidak memperdulikan

tentang perilaku hidup bersih dan sehatnya. Untuk itu perlu ditingkatkan

perilaku hidup bersih dan sehatnya agar bisa lebih baik.


Sedangkan responden yang memiliki perilaku hidup bersih dan sehat

yang baik sebanyak 94 orang, sebagian besar responden tidak menderita diare

yaitu sebanyak 53 orang (56,4%). Perilaku sangat penting untuk mencegah

terjadinya penyakit diare, terbentuknya perilaku dipengaruhi oleh


36

pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting serta

faktor emosi dalam diri individu sehingga pola perilakunya menjadi baik

dalam penangan penyakit diare dan resiko terjadinya penyakit diare menjadi

lebih rendah.
Pada hasil penelitian ditemukan 41 orang (43,6%) menderita diare

meskipun memiliki perilaku hidup bersih yang sehat yang baik terhadap

diare. Hal ini disebabkan karena responden kurang mengetahui kapan

dikatakan diare dan bagaimana diare itu menular. Diare didapat dicegah

dengan berperilaku hidup bersih yang baik dan sehat tetapi jika masih

memiliki pengetahuan yang kurang untuk mencegah penularannya dan

pencegahannya maka responden bisa terkena penyakit diare.


Hasil uji chi square diperoleh nilai p = 0,014 <0,05 yang berarti

terdapat hubungan antara perilaku hidup bersih dan sehat dengan kejadian

penyakit diare di Lingkungan Bungunglompoa Kelurahan Bontotangnga

Wilayah Kerja Puskesmas Tamalatea Kabupaten Jeneponto. Perilaku hidup

bersih dan sehat masyarakat sangat berhubungan dengan kejadian penyakit

diare, dimana semakin baik perilaku hidup bersih dan sehat responden dalam

mencegah penyakit diare, akan semakin rendah resiko terjadinya penyakit

diare.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitisn yang dilakukan oleh Desi

(2013), dengan judul Hubungan Praktik Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat

Dengan Kejadian Penyakit Diare Jakarta Timur 2013, di dapatkan nilai p =

0,000 (<0,05) yang artinya ada hubungan yang bermakna secara statistic

antara praktik PHBS dengan kejadia diare.


37

Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan angka kejadian diare lebih

besar pada seseorang yang mempunyai PHBS yang tidak baik dan angka

kejadian diare lebih kecil pada seseorang yang mempunyai PHBS baik. Hasil

penelitian ini dijelaskan oleh Lawrence Green (1980), menyatakan bahwa

perilaku kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan dan

tradisi sebagai faktor predisposisi disamping faktor pendukung seperti

lingkungan fisik, prasarana dan faktor pendorong yaitu sikap dan perilaku

petugas kesehatan dan petugas lainnya (Saputro, 2013).


Menurut teori yang dikemukakan oleh Sunoto et al (1999) bahwa

terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan diare, yaitu faktor luar dan

faktor dalam. Faktor luar merupakan faktor dari luar tubuh yang

menyebabkan resiko terjadinya diare, sedangkan faktor dalam adalah faktor

yang mendudkung terjadinya diare dalam tubuh seseorang. Faktor luar terdiri

dari pemakaian air yang kotor, kurangnya sarana kebersihan, lingkungan

yang jelek, penyimpanan makan yang tidak semestinya. Faktor dalam terdiri

dari gizi kurang, daya tahan tubuh menurun, berkurangnya keasaman

lambung, menurunnya motalitas usus, dan faktor genetic. Pada responden

yang memiliki perilku hidup bersih dan sehat (PHBS) buruk tapi tidak

mengalami diare kemungkinan faktor penyebab diare dari dalam yang baik

(Sari, 2012).
Upaya pencegahan penyakit diare salah satunya dengan mencuci

tangan. Tangan merupakan pembawa kuman penyebab penyakit. Dengan

peningkatan PHBS, perilaku hygiene contohnya cuci tangan memakai sabun

dapat menurunkan resiko penularan penyakit (Kusumasari, 2015).


38

Dilihat dari adanya hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dengan

Kejadian Diare Pada tatanan rumah tangga di daerah Kedaung wetan

Tangerang, hal ini dipengaruhi oleh faktor predisposisi yaitu faktor yang

dapat mempermudah terjadinya perilaku pada individu atau masyarakat

(meliputi pengetahuan, sikap, kepercayaan yang ada dimasyarakat). Apabila

individu atau masyarakat memiliki pengetahuan tentang Perilaku hidup

bersih dan sehat seperti menggunakan air bersih, mencuci tangan dengan air

dan sabun, dan menggunakan jamban maka itu akan mempermudah dirinya

dalam mencegah dan terhindar dari penyakit seperti Diare (Wiharto, 2015).
39

BAB VI
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan penelitian tentang hubungan tingkat pengetahuan dan

perilaku hidup bersih dan sehat dengan kejadian diare di Wilayah Kerja

Puskesmas Tamalatea Kabupaten Jeneponto, disimpulkan bahwa:


1. Ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kejadian diare di

Lingkungan Bungunglompoa Kelurahan Bontotangnga Wilayah Kerja

Puskesmas Tamalatea Kabupaten Jeneponto


2. Ada hubungan antara perilaku hidup bersih dan sehat dengan kejadiab

diare di Lingkungan Bungunglompoa Kelurahan Bontotangnga Wilayah

Kerja Puskesmas Tamalatea Kabupaten Jeneponto.


B. Saran
Mengacu pada simpulan di atas, maka disarankan:
1. Diharapkan kepada masyarakat di Lingkungan Bungunglompoa

Kelurahan Bontotangnga Wilayah Kerja Puskesmas Tamalatea Kabupaten

Jeneponto untuk menambah senantiasa meningkatkan pengetahuan

mengenai tanda dan gejala penyakit diare.


2. Diharapkan kepada masyarakat di Lingkungan Bungunglompoa Kelurahan

Bontotangnga Wilayah Kerja Puskesmas Tamalatea Kabupaten Jeneponto

agar selalu melakukan tindakan pencegahan diare, misalnya menjaga

kebersihan makanan dan minuman, membiasakan cuci tangan dengan sabun

sebelum makan, menjaga kebersihan jamban dan lingkungan rumah.

Anda mungkin juga menyukai