BAB II Non Hemo Ka Afif
BAB II Non Hemo Ka Afif
TINJAUAN TEORI
2.1. Pengertian
2.1.1. CVD adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadinya gangguan
peredaran darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian
jaringan otak, sehingga mengakibatkan seseorang menderita
kelumpuhan atau kematian. ( Fransisca B. Batticaca . 2011).
2.1.2. CVD adalah suatu kelainan fungsi otak yang timbul mendadak
disebabkan karena terjadinya gangguan darah otak dan bisa terjadi
kapan saja dan pada siapa saja (Ariff Muttaqin. 2008).
2.1.3. CVD adalah suatu sindroma yang mempunyai karakteristik suatu
serangan yang mendadak, nonkonvulsif yang disebabkan karena
gangguan peredaran darah otak non traumatik (Tarwoto . 2007).
2.2. Etiologi
2.2.1. Trombosis Serebri
Hal ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi yang akan
mengakibatkan iskemia jaringan otak sehingga menimbulkan edema di
sekitar jaringan tersebut. Beberapa keadaan di bawah ini yang
menyebabkan trombosis serebri :
2.2.1.1. Ateroskelorosis
Pada kasus ini di mana zat lemak tertumpuk dan membentuk
plak di dinding pembuluh darah secara terus menerus
membesar yang akan menyebabkan penyempitan pada dinding
pembuluh darah. Hal ini akan menghambat aliran darah, darah
akan berputar-putar di bagian permukaan yang terdapat plak,
5
7
7
6
2.2.1.2. Embolisme
Adanya penyumbatan pada dinding pembuluh darah yang di
sebabkan oleh bekuan darah, lemak, dan udara. Hal ini berasal
dari trombus di jantung yang terlepas sehingga menyumbat
sistem aliran yang menuju ke serebral. Endokarditis merupakan
sumber terjadinya emboli.
2.2.1.3. Perdarahan (Hemoragik)
Perdarahan hemoragik biasanya terjadi di dalam jaringan otak
sendiri. Paling sering terjadi akibat dari penyakit hipertensi dan
aneurisme. Pada aneurisme terjadi pembengkakan pada
pembuluh darah. Hal ini pada di jaringan sekitar yang berada di
luar pembuluh darah membuat iritasi pada jaringan.
2.2.1.4. Hipertensi
Merupakan Faktor utama terjadinya CVD. Karena pada kasus
hipertensi dapat terjadi gangguan aliran darah tubuh di mana
diamater pada pembuluh darah nantinya akan mengecil
(vasokontriksi) sehingga aliran darah yang menuju ke otak
berkurang.
2.2.2.1. Penyakit kardiovaskuler
Dapat di ketahui bahwa sentral aliran darah seluruh tubuh tepat
terletak di jantung. Apabila pusat aliran darah ini mengalami
kerusakan, maka aliran tubuh pun termasuk aliran darah menuju
ke otak terganggu. Berikut ini penyakit jantung yang dapat
mempengaruhi aliran darah di otak :
1. Penyakit arterikoroneria.
2. Gagal jantung kongestif.
3. Hipertrofi ventrikel kiri.
4. Abnormalitas irama (khususnya fibrilasi atrium).
5. Penyakit jantung kongestif.
7
2.3. Patofisiologi
Otak kita sangat sensitif terhadap kondisi penurunan atau hilangnya
suplai darah. Setiap kondisi yang menyebabkan perubahan perfusi
darah pada otak akan menyebabkan keadaan hipoksia. Hipoksia yang
berlangsung lama dapat menyebabkan iskemik otak karena tidak
seperti jaringan pada bagian tubuh lain, misalnya otot, otak tidak bisa
8
2.3.1. Klasifikasi
2.3.1.1. Stroke hemoragik merupakan perdarahan serebral. Disebabkan
oleh pecahnya pembuluh darah otak pada area otak tertentu.
Biasanya terjadi pada saat braktifitas atau saat aktif namun biasa
juga terjadi pada saat istirahat atau bangun tidur di pagi hari.
Perdarahan otak terbagi menjadi dua yaitu :
1. Perdarahan intraserebral (SIP). Pecahnya pembuluh
darah (mikroaneurisma) terutama karena hipertensi
kronik mengakibatkan darah masuk kedalam jarinagan
otak dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK
yang terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian
mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intraserebri
yang disebabkan hipertensi sering dijumpai didaerah
putamen, thalamus, pons, dan serebellum.
2. Perdarahan subaraknoid ini berasal dari pecahnya
aneurisma berry atau AVM. Aneurisma yang pecah ini
berasal dari pembuluh darah sirkulasi Willisa dan
10
2.3.1.2. Stroke Non hemoragik dapat berupa iskemia atau emboli dan
thrombosis serebral, biasanya terjadi saat lama beristirahat, baru
bangun tidur di pagi hari. Tidak terjadi pendarahan namun
terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya
dapat timbul edema sekunder. Kesadaran umumnya baik.
1. Thrombosis pada pembuluh darah otak (thrombosis of
cerebral vessels).
2. Emboli pada pembuluh darah otak (embolism of cerebral
vessels)
2.3.4. Komplikasi
2.3.4.1. Edema serebral
Peningkatan TIK adalah komplikasi potensial dari stroke
iskemik yang luas dan perdarahan intraserebral. Manifestasi
dari peningkatan TIK termasuk seperti perubahan tingkat
kesadaran, refleks hipertensi, dan perubahan neurologisa yang
memburuk.
2.3.4.2. Aspirasi Pneumonia
Pada kasus stroke akan beresiko mengalami aspirasi pneumonia
yang dihubungkan dengan hilangnya sensasi faringeal,
hilangnya krontol motorik orofaringeal dan penurunan tingkat
kesadaran.
2.3.4.3. Stroke Berulang
Kejadian stroke berulang dalam empat minggu pertama setelah
stroke iskemik akut berkisar antara 0,6-2,2% per minggu.
2.3.4.4. Kelumpuhan
Kelumpuhan yang terjadi tergantung letak lesi di bagian otak.
Dimana pada kasus ini, pasien tidak mampu menggerakkan
bagian anggota tubuh sehingga mengalami keterbatasan
aktivitas.
2.3.4.5. Koma
13
2.4.2. Pembedahan
Tujaun utamanya adalah memeperbaiki aliran darah serebri :
2.4.2.1. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu
dengan membuka arteri karotis di leher.
2.4.2.2. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan
manfaatnya paling dirasakan oleh klien TIA.
2.4.2.3. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut.
2.5. Pengkajian
14
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu
proses pengumpulan data yang sistematis dari berbagai sumber data untuk
mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan pasien. (Nursalam.
2008).
2.5.1. Pengkajian Fisik
2.5.1.1. Keadaan umum
Umumnya mengalami penurunan kesadaran, kadang
mengalami gannguan bicara yang susah dimengerti, terkadang
pasien tidak bias bicara dan pada tanda-tanda vital : Tekanan
darah meningkat, dan denyut nadi yang bervariasi.
2.5.1.2. B1 (Breathing)
Pada pasien yang mengalami inpeksi didapatkan batuk,
peningkatan produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot
bantu nafas, dan peningkatan frekuensi pernafasan. Auskultasi
bunyi nafas tambahan seperti ronkhi dengan peningkatan
produksi sekret dan kemampuan batuk menurun yang sering
didapatkan pada pasien stroke dengan tingkat kesadaran koma.
Pada klien dengan tingkat kesadaran Compos Mentis pada
pengkajian inpeksi pernafasan tidak ada kelainan. Palpasi
thoraks didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri.
Auskultasi tidak didapatkan bunyi nafas tambahan.
2.5.1.3. B2 (Blood)
Pengkajian pada system kardiovaskular didapatkan syok
hipovolemik yang sering terjadi pada klien stroke. TD biasanya
terjadi peningkatan dan bisa terdapat adanya hipertensi massif
TD >200mmHg.
2.5.1.4. B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai deficit neorologis bergantung
pada pembuluh darah mana yang tersumbat, ukuran perfusinya
tidak adekuat. Lesi otak yang rusak tidak dapat membaik
sepenuhnya. Pengkajian B3 ini lebih lengkap dibandingkan
pengkajian pada system lainnya.
1. Tingkat Kesadaran
15
2.5.1.7. B6 (Bone)
20
Intervensi :
3. Pantau TD
Rasional : Pada GJK dini, sedng atu kronis tekanan drah dapat
meningkat. Pada HCF lanjut tubuh tidak mampu lagi
mengkompensasi dan hipotensi tidak dapat norml lagi.
Intervensi :
1. Kaji faktor kemungkinan penyebab peningkatan TIK
Rasional : Deteksi dini, mengkaji status neurologis serta tanda-
tanda kegagalan untuk menentukan perawatan.
2. Monitor tanda-tanda vital tiap 4 jam
Rasional : Suatu keadaan normal bila sirkulasi serebral terpelihara
baik. Adanya peningkatan tensi, bradikardia, dispnea merupakan
tanda-tanda peningkatan TIK
3. Evaluasi pupil
Rasional : Reaksi pupil dan pergerakan kembali dari bola mata
merupakan tanda dari ganggua saraf jika batang otak terkoyak, hal
ini respon dari reflek nervus kranial
4. Tinggikan bagian kepala pada posisi netral, usahakan dengan
sedikit bantal.
Rasional : Perubahan kepala pada satu sisi dapat menimbulkan
penekanan vena jugularis dan menghambat aliran darah otak untuk
itu dapat meningkatkan tekanan intrakranial
5. Kolaborasi pemberian O2 sesuai indikasi
Rasional : Mengurangi hipoksemia, di mana dapat meningkatkan
vasodilatasi serebral dan volume darah serta menaikkan TIK
6. Berikan antibiotika seperti aminocaproid acid sesuai instruksi
dokter
Rasional : Di gunakan pada kasus hemoragi, untu mencegah lisis
bekuan darah dan perdarahan kembali
Intervensi :
1. Lakukan latihan ROM untuk sendi jika tidak merupakan
kontraindikasi
Rasional : Tindakan ini mencegah kontraktur sendi dan atrofi otot
2. Miringkan dan atur posisi pasien setiap 2 jam pada saat pasien di
tempat tidur
Rasional : Mencegah kerusakan kulit dengan mengurangi tekanan
3. Identifikasi tingkat fungsional dengan menggunakan skala
mobilitas fungsional
Rasional : Untuk menunjang kontuinitas dan menjaga tingkat
kemandirian yang teridentifikasi
4. Letakkan barang-barang pada tempat yang mudah di jangkau
lengan yang tidak terkena bila satu sisi mengalami kelemahan
Rasional : Untuk meningkatkan kemandirian pasien
5. Berikan dorongan mobilitas mandiri dengan membatu pasien
menggunakan penghalang sisi tempat tidur
Rasional : Tindakan ini meningkatkan tonus otot dan harga diri
pasien
6. Rujuk ke ahli terapi fisik untuk pengembangan program mobilitas
Rasional : Untuk membantu rehabilitasi defisit muskoloskletal
Intervensi :
1) Kaji tanda-tanda kesulitan berbicara, tipe disfungsi komunikasi
Rasional : Membantu menentukan kerusakan area pada otak dan
menentukan kesulitan pasien dengan sebagian atau seluruh proses
komunikasi.
2) Bedakan afasia dengan diastria
Rasional : Dapat menentukan pilihan intervensi sesuai tipe
gangguan
3) Katakan untuk mengikuti perintah secara sederhana seperti tutup
matamu dan lihat ke pintu
Rasional : Untuk menguji afasia reseptif
4) Perintahkan pasien untuk menyebutkan nama benda yang di
perlihatkan
Rasional : Menguji afasia ekspresif, misal pasien dapat mengenal
benda tersebut tetapi tidak mampu menyebutkan namanya
5) Pertahankan lingkungan yang tenang dan tidak mengancam
Rasional : Untuk mengurangi ansietas pasien
6) Kolaborasi ke ahli terapi bicara
Rasional : Mengkaji kemapuan verbal individual dan sensori
motorik dan fungsi kognitif untuk mengidentifikasi defisit serta
kebutuhan terapi.
Intervensi :
1. Kaji kemampuan dan tingkat penurunan dalam skala 0-4 untuk
melakukan ADL.
R/: membantu dalam menantisipasi dan merencanakan pertemuan
kebutuhan individual .
2. Hindari apa yang tidak dapat dilakukan pasien dan bila perlu.
R/: Pasien dalam keadaan cemas dan tergantung hal ini dilakukan
untuk mencegah frustasi dan harga diri pasien.
3. Menyadarkan tingkah laku/sugesti tindakan pada perlindungan
kelemahan. Pertahankan dukungan pola pikir izinkan pasien
melakukan tugas,beri umpan balik,positif untuk usahanya.
R/: Pasien memerlukan empati,tetapi perlu mengetahui perawatan
yang konsisten dalam menangani pasien. Sekaligus meningkatkan
harga diri,memandirikan pasien ,dan menganjurkan pasien untuk
terus mencoba.
4. Tempatkan perabotan kedinding,jauhkan dari jalan.
R/: menjaga keamanan pasien bergerak disekitar tempat tidur dan
menurunkan resiko tertimpa perabotan.
5. Rencanakan tindakan untuk deficit penglihatan seperti tempatkan
makanan dan peralatan dalam suatu tempat,dekatkan tempat tidur
ke dinding.
R/: Pasien akan mampu melihat dan memakan makanan,akan
mampu melihat keluar masuknya orang keruangan.
6. Kolaborasi pemberian suppositoria dan pelumas feses/pencahar.
R/: Pertolongan utama terhadap fungsi usus terhadap mencegah
konstipasi.
7. Konsultasi ke dokter terapi okupasi.
R/: untuk mengembangkan terapi dan melengkapi kebutuhan
khusus.