Menurut Peningkatan kadar serum bilirubin disebabkan oleh deposisi pigmen bilirubin yang
terjadi waktu pemecahan sel darah merah. Phototerapi merupakan terapi untuk hiperbilirubin
(Nennisa, 2007).
1. Peningkatan produksi
a. ketidaksesuaian Hemolisis, misalnya pada inkompalibilitas yang terjadi
bila terdapat golongan darah dan anak pada penggolongan rhesus dan
ABO.
b. Perdarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran
c. Ikatan bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolic yang
terdapat pada bayi hipoksia atau asidosis
d. Defisiensi G6PD (Glukosa 6 Phostat Dehidrogenase)
e. Breast milk jaundice yang disebabkan oleh kekurangannya pregnan 3
(alfa), 20 (beta), diol (steroid)
f. Kurangnya enzim glukoronil transferase, sehingga kadar bilirubin indirek
meningkat misalnya pada BBLR
g. Kelainan congenital
2. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya
hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya sulfadiazine.
3. Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksin
yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti infeksi,
toksoplasmasiss, syphilis.
4. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ektra hepatic.
5. Peningkatan sirkulasi enterohepatik, misalnya pada ileus obstruktif.
Menurut Ika (2008) sel-sel darah merah yang telah tua dan rusak akan dipecah/dihidrolisis
menjadi bilirubin (pigmen warna kuning), yang oleh hati akan dimetabolisme dan dibuang
melalui feses. Di dalam usus juga terdapat banyak bakteri yang mampu mengubah bilirubin
sehingga mudah dikeluarkan bersama feses. Hal ini terjadi secara normal pada orang dewasa.
Pada bayi baru lahir, jumlah bakteri pemetabolisme bilirubin ini masih belum mencukupi
sehingga ditemukan bilirubin yang masih beredar dalam tubuh tidak dibuang bersama feses.
Begitu pula dalam usus bayi terdapat enzim glukoronil transferase yang mampu mengubah
bilirubin dan menyerap kembali bilirubin ke dalam darah sehingga makin memperparah
akumulasi bilirubin dalam badannya. Akibatnya pigmen tersebut akan disimpan di bawah kulit,
sehingga jadilah kulit bayi kuning. Biasanya dimulai dari wajah, dada, tungkai dan kaki
menjadi kuning.
PATOFISIOLOGI
Bilirubin adalah produk pemecahan hemoglobin yang berasal dari pengrusakan sel
darah merah/RBCs. Ketika RBCs rusak maka produknya kan masuk sirkulasi, diimana
hemoglobin pecah menjadi heme dan globin. Gloobin {protein} digunakan kembali oleh tubuh
sedangkan heme akan diruah menjadi bilirubin unkonjugata dan berikatan dengan albumin.
Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan bebab bilirubin
pada streptucocus hepar yang terlalu berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat
peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia, memendeknya umur eritrosit janin/bayi,
meningkatnya bilirubin dari sumber lain, atau terdapatnya peningkatan sirkulasi enterohepatik.
Gangguan ambilan bilirubin plasma terjadi apabila kadar protein-Z dan protein-Y
terikat oleh anion lain, misalnya pada bayi dengan asidosis atau dengan anoksia/hipoksia,
ditentukan gangguan konjugasi hepar (defisiensi enzim glukuronii transferase) atau bayi
menderita gangguan ekskresi, misalnya penderita hepatitis neonatal atau sumbatan saluran
empedu intra/ekstra hepatika.
Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusakan jaringan otak.
Toksisitas ini terutama ditemukan pada bilirubin indirek. Sifat indirek ini yang memungkinkan
efek patologik pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan
yang terjadi pada otak ini disebut kernikterus atau ensefalopati biliaris.
Mudah tidaknya bilirubin melalui sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung
dari tingginya kadar bilirubin tetapi tergantung pula pada keadaan neonatus sendiri. Bilirubin
indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila pada bayi terdapat keadaan imaturitas.
Berat lahir rendah, hipoksia, hiperkarbia, hipoglikemia dan kelainan susunan saraf pusat yang
karena trauma atau infeksi.
Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian
yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban Bilirubin pada sel Hepar
yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran Eritrosit,
Polisitemia. Gangguan pemecahan Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan
kadar Bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada
bayi hipoksia, asidosis.
Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar Bilirubin adalah apabila
ditemukan gangguan konjugasi Hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi
misalnya sumbatan saluran empedu. Pada derajat tertentu Bilirubin ini akan bersifat toksik dan
merusak jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek yang bersifat
sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. sifat ini memungkinkan terjadinya efek
patologis pada sel otak apabila Bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang
terjadi pada otak disebut kernikterus.
Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf pusat tersebut mungkin akan
timbul apabila kadar Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya kadar Bilirubin
melewati sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin
Indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan BBLR , hipoksia,
dan hipoglikemia.
(Sumber: IDAI,2011)
PATHWAY
Penyakit hemolitik obat-obatan Gangguan fungsi hepar
Berkurang
Hiperbilirubinemia
keluarga
kurang pengetahuan
orang tua/keluarga
7. Transfusi tukar.
Transfusi tukar dilakukan bila sudah tidak dapat ditangani dengan foto terapi.
(Sumber: IDAI, 2011)
KOMPLIKASI
1. Bilirubin encephahalopathi
2. Kernikterus ;kerusakan neurologis ; cerebral palis, retardasi mental, hyperaktif, bicara lambat,
tidak ada koordinat otot dan tangisan yang melengking.
3. Asfiksia
4. Hipotermi
5. Hipoglikemi
(Sumber: Fundamental Keperawatan, 2005)
Diagnosis Banding
B. DIAGNOSA
1. Resiko tinggi cedera b.d. meningkatnya kadar bilirubin toksik dan komplikasi berkenaan
phototerapi.
2. Kerusakan integritas kulit b.d. efek dari phototerapi
3. Resiko tinggi kekurangan volume cairan b.d. phototerapi
4. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan menelan
C. RENCANAKEPERAWATAN
DIAGNOS NOC NIC RASIONAL
A
Resiko Setelah di lakukan Kaji BBL BBL sangat rentan
tinggi tindakan keperawatan terhadap adanya terhadap
cedera b.d. selama 3x24 jam klien hiperbilirubinem hiperbilirubinemia
meningkatn membaik dengan ia setia 2-4 jam
2.
ya kadar kriteria lima hari
bilirubin 1. Klien tidak pertama
toksik dan menunjukan gejala kehidupan
komplikasi sisa neurologis dan Berikan phototerapi
berkenaan berlanjutnya phototerapi berfungsi
phototerapi. komplikasi mendekomposisik
phototerapi an bilirubin
dengan
photoisomernya.
Selama
phototerapi perlu
diperhatikan
adanya
komplikasi
seperti:
hipertermi,
Konjungtivitis,
dehidrasi
Jelaskan fungsi agar keluarga
fototherapy pahan tentang
prosdeur yang
akan di lakukan
Kolaborasi Transfusi tukar
pemberian dilakukan bila
transfusi tukar terjadi
hiperbilirubinemia
pathologis karena
terjadinya proses
hemoliitik
berlebihan yang
disebabkan oleh
ABO antagonis
Jakarta : EGC
Potter, Patricia A. Perry, Anne Griffin. 2005. Buku Ajar Fudamental Keperawatan : Konsep,
Alimul, Hidayat A. 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Jakarta: Salemba medika.
Slusher, et all (2013). Treatment Of Neonatal Jaundice With Filtered Sunlight In Nigerian
http://www.trialsjournal.com/content/14/1/446: TRIALS