Anda di halaman 1dari 15

DEFINISI

Menurut Slusher (2013) Hiperbilirubin merupakan suatu kondisi di mana produksi


bilirurin yang berlebihan di dalam darah. Menurut Lubis (2013), Hiperbilirubinemia
merupakan salah satu fenomena klinis tersering ditemukan pada bayi baru lahir, dapat
disebabkan oleh proses fisiologis, atau patologis, atau kombinasi keduanya.
Ikterus neonatorum adalah suatu keadaan pada bayi baru lahir dimana kadar bilirubin
serum total lebih dari 10 mg% pada minggu pertama dengan ditandai adanya ikterus yang
bersifat patologis (Alimun,H,A : 2005). Jadi, dari beberapa pengertian di atas dapat di
simpulkan bahwa hiperbilirubin merupakan suatu kondisi di mana kadar bilirubin yang
berlebihan dalam darah yang biasa terjadi pada neonatus baik secara fisologis, patologis
maupun keduanya.

TANDA DAN GEJALA


Tanda dan gejala yang jelas pada anak yang menderita hiperbilirubin adalah;
1. Tampak ikterus pada sklera, kuku atau kulit dan membran mukosa.
2. Jaundice yang tampak dalam 24 jam pertama disebabkan oleh penyakit hemolitik pada bayi
baru lahir, sepsis, atau ibu dengan diabetik atau infeksi.
3. Jaundice yang tampak pada hari ke dua atau hari ke tiga, dan mencapai puncak pada hari ke
tiga sampai hari ke empat dan menurun pada hari ke lima sampai hari ke tujuh yang biasanya
merupakan jaundice fisiologis.
4. Ikterus adalah akibat pengendapan bilirubin indirek pada kulit yang cenderung tampak kuning
terang atau orange, ikterus pada tipe obstruksi (bilirubin direk) kulit tampak berwarna kuning
kehijauan atau keruh. Perbedaan ini hanya dapat dilihat pada ikterus yang berat.
5. Muntah, anoksia, fatigue, warna urin gelap dan warna tinja pucat, seperti dempul
6. Perut membuncit dan pembesaran pada hati
7. Pada permulaan tidak jelas, yang tampak mata berputar-putar
8. Letargik (lemas), kejang, tidak mau menghisap
9. Dapat tuli, gangguan bicara dan retardasi mental
10. Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat disertai spasme otot, epistotonus, kejang, stenosis
yang disertai ketegangan otot.
(Sumber: Fundamental Keperawatan, 2005)
ETIOLOGI

Menurut Peningkatan kadar serum bilirubin disebabkan oleh deposisi pigmen bilirubin yang
terjadi waktu pemecahan sel darah merah. Phototerapi merupakan terapi untuk hiperbilirubin
(Nennisa, 2007).

Etiologi hiperbilirubin antara lain (Anonim, 2008):

1. Peningkatan produksi
a. ketidaksesuaian Hemolisis, misalnya pada inkompalibilitas yang terjadi
bila terdapat golongan darah dan anak pada penggolongan rhesus dan
ABO.
b. Perdarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran
c. Ikatan bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolic yang
terdapat pada bayi hipoksia atau asidosis
d. Defisiensi G6PD (Glukosa 6 Phostat Dehidrogenase)
e. Breast milk jaundice yang disebabkan oleh kekurangannya pregnan 3
(alfa), 20 (beta), diol (steroid)
f. Kurangnya enzim glukoronil transferase, sehingga kadar bilirubin indirek
meningkat misalnya pada BBLR
g. Kelainan congenital
2. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya
hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya sulfadiazine.
3. Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksin
yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti infeksi,
toksoplasmasiss, syphilis.
4. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ektra hepatic.
5. Peningkatan sirkulasi enterohepatik, misalnya pada ileus obstruktif.

Menurut Ika (2008) sel-sel darah merah yang telah tua dan rusak akan dipecah/dihidrolisis
menjadi bilirubin (pigmen warna kuning), yang oleh hati akan dimetabolisme dan dibuang
melalui feses. Di dalam usus juga terdapat banyak bakteri yang mampu mengubah bilirubin
sehingga mudah dikeluarkan bersama feses. Hal ini terjadi secara normal pada orang dewasa.
Pada bayi baru lahir, jumlah bakteri pemetabolisme bilirubin ini masih belum mencukupi
sehingga ditemukan bilirubin yang masih beredar dalam tubuh tidak dibuang bersama feses.
Begitu pula dalam usus bayi terdapat enzim glukoronil transferase yang mampu mengubah
bilirubin dan menyerap kembali bilirubin ke dalam darah sehingga makin memperparah
akumulasi bilirubin dalam badannya. Akibatnya pigmen tersebut akan disimpan di bawah kulit,
sehingga jadilah kulit bayi kuning. Biasanya dimulai dari wajah, dada, tungkai dan kaki
menjadi kuning.

PATOFISIOLOGI
Bilirubin adalah produk pemecahan hemoglobin yang berasal dari pengrusakan sel
darah merah/RBCs. Ketika RBCs rusak maka produknya kan masuk sirkulasi, diimana
hemoglobin pecah menjadi heme dan globin. Gloobin {protein} digunakan kembali oleh tubuh
sedangkan heme akan diruah menjadi bilirubin unkonjugata dan berikatan dengan albumin.
Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan bebab bilirubin
pada streptucocus hepar yang terlalu berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat
peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia, memendeknya umur eritrosit janin/bayi,
meningkatnya bilirubin dari sumber lain, atau terdapatnya peningkatan sirkulasi enterohepatik.
Gangguan ambilan bilirubin plasma terjadi apabila kadar protein-Z dan protein-Y
terikat oleh anion lain, misalnya pada bayi dengan asidosis atau dengan anoksia/hipoksia,
ditentukan gangguan konjugasi hepar (defisiensi enzim glukuronii transferase) atau bayi
menderita gangguan ekskresi, misalnya penderita hepatitis neonatal atau sumbatan saluran
empedu intra/ekstra hepatika.
Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusakan jaringan otak.
Toksisitas ini terutama ditemukan pada bilirubin indirek. Sifat indirek ini yang memungkinkan
efek patologik pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan
yang terjadi pada otak ini disebut kernikterus atau ensefalopati biliaris.
Mudah tidaknya bilirubin melalui sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung
dari tingginya kadar bilirubin tetapi tergantung pula pada keadaan neonatus sendiri. Bilirubin
indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila pada bayi terdapat keadaan imaturitas.
Berat lahir rendah, hipoksia, hiperkarbia, hipoglikemia dan kelainan susunan saraf pusat yang
karena trauma atau infeksi.
Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian
yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban Bilirubin pada sel Hepar
yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran Eritrosit,
Polisitemia. Gangguan pemecahan Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan
kadar Bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada
bayi hipoksia, asidosis.
Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar Bilirubin adalah apabila
ditemukan gangguan konjugasi Hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi
misalnya sumbatan saluran empedu. Pada derajat tertentu Bilirubin ini akan bersifat toksik dan
merusak jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek yang bersifat
sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. sifat ini memungkinkan terjadinya efek
patologis pada sel otak apabila Bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang
terjadi pada otak disebut kernikterus.
Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf pusat tersebut mungkin akan
timbul apabila kadar Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya kadar Bilirubin
melewati sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin
Indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan BBLR , hipoksia,
dan hipoglikemia.
(Sumber: IDAI,2011)
PATHWAY
Penyakit hemolitik obat-obatan Gangguan fungsi hepar

Antagonis misal : salisilat

Hemolisis defisiensi albumin jaundice (pregnanediol}

Pembentukan bilirubin jumlah bilirubin yang konjugasi bill indirek

Bertambah akan diangkut ke hati menjadi bill direk rendah

Berkurang

Bilirubin indirek meningkat

Hiperbilirubinemia

Dalam jaringan ekstravaskuler otak

(kulit, konjungtiva, mukosa

dan alat tubuh lain} kern ikterus

kecemasan orang tua/ ikterus resiko injury internal

keluarga

fototherapi kurang informasi orang tua

resiko gangguan integritas kulit persepsi yang salah

kurang pengetahuan

orang tua/keluarga

(Sumber: Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I, 2005)


KLASIFIKASI
1. Ikterus Fisiologis.
Ikterus fisiologik adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga yang tidak
mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakan atau
mempunyai potensi menjadi kernicterus dan tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi.
Ikterus patologik adalah ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubinnya
mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubin.
Ikterus pada neonatus tidak selamanya patologis. Ikterus fisiologis adalah ikterus yang
memiliki karakteristik sebagai berikut menurut (Hanifah, 1987), dan (Callhon, 1996), (Tarigan,
2003) dalam (Schwats, 2005):
a) Timbul pada hari kedua - ketiga.
b) Kadar bilirubin indirek setelah 2x24 jam tidak melewati 15 mg% pada neonatus cukup bulan
dan 10 mg% pada kurang bulan.
c) Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg% perhari.
d) Kadar bilirubin direk kurang dari 1 mg%.
e) Ikterus hilang pada 10 hari pertama.
f) Tidak mempunyai dasar patologis; tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan
patologis tertentu.
g) Ikterus yang kemungkinan menjadi patologis atau hiperbilirubinemia dengan karakteristik
sebagai berikut Menurut (Surasmi, 2003) bila:
Ikterus terjadi pada 24 jam pertama sesudah kelahiran.
Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg% atau > setiap 24 jam.
Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg% pada neonatus < bulan dan 12,5 mg% pada
neonatus cukup bulan.
Ikterus disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi enzim G6PD dan sepsis).
Ikterus disertai berat lahir < 2000 gr, masa gestasi < 36 minggu, asfiksia, hipoksia, sindrom
gangguan pernafasan, infeksi, hipoglikemia, hiperkapnia, hiperosmolalitas darah.
2. Ikterus Patologis/Hiperbilirubinemia.
Menurut (Tarigan, 2003) adalah suatu keadaan dimana kadar konsentrasi bilirubin dalam
darah mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan kern ikterus kalau
tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis.
Brown menetapkan hiperbilirubinemia bila kadar bilirubin mencapai 12 mg% pada cukup
bulan, dan 15 mg% pada bayi kurang bulan. Utelly menetapkan 10 mg% dan 15 mg%.
(Sumber: Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I, 2005)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium (Pemeriksan Darah)
a) Pemeriksaan billirubin serum. Pada bayi prematur kadar billirubin lebih dari 14 mg/dl
dan bayi cukup bulan kadar billirubin 10 mg/dl merupakan keadaan yang tidak
fisiologis.
b) Hb, HCT, Hitung Darah Lengkap.
c) Protein serum total.
2. USG, untuk mengevaluasi anatomi cabang kantong empedu.
3. Radioisotop Scan, dapat digunakan untuk membantu membedakan hapatitis dan atresia
billiari.
(Sumber: Fundamental Keperawatan, 2005)
PENATALAKSANAAN
1. Pengawasan antenatal dengan baik dan pemberian makanan sejak dini (pemberian ASI).
2. Menghindari obat yang meningkatakan ikterus pada masa kelahiran, misalnya sulfa furokolin.
3. Pencegahan dan pengobatan hipoksin pada neonatus dan janin.
4. Fenobarbital
Fenobarbital dapat mengeksresi billirubin dalam hati dan memperbesar konjugasi.
Meningkatkan sintesis hepatik glukoronil transferase yang mana dapat meningkatkan billirubin
konjugasi dan clereance hepatik pigmen dalam empedu. Fenobarbital tidak begitu sering
digunakan.
5. Antibiotik, bila terkait dengan infeksi.
6. Fototerapi
Fototerapi dilakukan apabila telah ditegakkan hiperbillirubin patologis dan berfungsi untuk
menurunkan billirubin dikulit melalui tinja dan urine dengan oksidasi foto pada billirubin dari
billiverdin.
Dengan penyinaran bilirubin dipecah menjadi dipyrole yang kemudian dikeluarkan melalui
ginjal dan traktus digestivus. Hasil perusakan bilirubin ternyata tidak toksik untuk tubuh dan
dikeluarkan dari tubuh dengan sempurna. Penilaian Ikterus menurut Kramer, dimulai dari
kepala, leher dan seterusnya. Dan membagi tubuh bayi baru lahir dalam lima bagian bawah
sampai tumut, tumit-pergelangan kaki dan bahu pergelanagn tangan dan kaki seta tangan
termasuk telapak kaki dan telapak tangan. Cara pemeriksaannya ialah dengan menekan jari
telunjuk ditempat yang tulangnya menonjol seperti tulang hidung, tulang dada, lutut dan lain-
lain. Kemudian penilaian kadar bilirubin dari tiap-tiap nomor disesuaikan dengan angka rata-
rata didalam gambar di bawah ini :
Tabel hubungan kadar bilirubin

Derajat Ikterus Daerah Ikterus Perkiraan Kadar Bilirubin


I Daerah kepala dan leher 5,0 mg%
II Sampai badan atas 9,0 mg%
III Sampai badan bawah hingga tungkai 11,4 mg%
IV Sampai daerah lengan, kaki bawah, lutut 12,4 mg%
V Sampai daerah telapak tangan dan kaki 16,0 mg%

7. Transfusi tukar.
Transfusi tukar dilakukan bila sudah tidak dapat ditangani dengan foto terapi.
(Sumber: IDAI, 2011)

KOMPLIKASI
1. Bilirubin encephahalopathi
2. Kernikterus ;kerusakan neurologis ; cerebral palis, retardasi mental, hyperaktif, bicara lambat,
tidak ada koordinat otot dan tangisan yang melengking.
3. Asfiksia
4. Hipotermi
5. Hipoglikemi
(Sumber: Fundamental Keperawatan, 2005)
Diagnosis Banding

Anamnesis Pemeriksaan Pemeriksaan Kemungkinan


penunjang atau diagnosis
diagnosis lain
yang sudah
diketahui

Timbul saat lahir Sangat ikterus Hb<13 g/dl, Ikterus


hari ke-2 Sangat pucat Ht<39% hemolitik akibat
Riwayat ikterus Bilirubin>8 inkompatibilitas
pada bayi mg/dl pada hari darah
sebelumnya ke-1 atau kadar
Bilirubin>13
Riwayat penyakit mg/dl pada hari
keluarga:ikterus, ke-2
anemia, ikterus/kadar
pembesaran bilirubin cepat
hati,pengangkatan Bila ada
limfa, defisiensi fasilitas:
G6PD Coombs tes
positif
Defisiensi
G6PD
Inkompatibilitas
golongan darah
ABO atau Rh

Timbul saat lahir Sangat ikterus Lekositosis, Ikterus diduga


sampai dengan Tanda leukopeni, karena infeksi
hari ke2 atau lebih infeksi/sepsis: trombositopenia berat/sepsis
malas minum,
Riwayat infeksi kurang aktif,
maternal tangis lemah,
suhu tubuh
abnormal
Timbul pada hari 1 Ikterus Ikterus akibat
Riwayat ibu hamil obat
pengguna obat

Ikterus hebat Sangat ikterus, Bila ada


timbul pada hari kejang, postur fasilitas: Hasil Ensefalopati
ke2 abnormal, tes Coombs
letragi positif
Ensefalopati
timbul pada hari
ke 3-7

Ikterus hebat yang Ikterus Faktor Ikterus


tidak atau berlangsung > pendukung: berkepenjangan
terlambat diobati 2 minggu pada Urine gelap, (Prolonged
bayi cukup feses pucat, Ikterus)
Ikterus menetap bulan dan > 3 peningkatan
setelah usia 2 minggu pada bilirubin direks
minggu bayi kurang
bulan Ikterus pada
Timbul hari ke2 bayi prematur
atau lebih Bayi tampak
Bayi berat lahir sehat
rendah
ASUHAN KEPERAWATAN (Sumber: NANDA NOC NIC, 2012)
A. PENGKAJIAN
1. Aktivitas / Istirahat
Letargi, malas.
2. Sirkulasi
a. Mungkin pucat, menandakan anemia
b. Bertempat tinggal di atas ketinggian 500 ft
3. Eliminasi
a. Bising usus hipoaktif
b. Pasase mekonium mungkin lambat
c. Feses mungkin lunak / coklat kehijauan selama pengeluaran bilirubin
d. Urine gelap pekat; hitam kecoklatan (sindroma bayi bronze)
4. Makanan / Cairan
a. Riwayat pelambatan / makan oral buruk, lebih mungkin disusui dari pada menyusu
botol
b. Palpasi abdomen dapat menunjukkan pembesaran limpa, hepar
5. Neurosensori
a. Sefalohematoma besar mungkin terlihat pada satu atau kedua tulang parietal yang
berhubungan dengan trauma kelahiran / kelahiran ekstraksi vakum.
b. Edema umum, hepatosplenomegali, atau hidrops fetalis mungkin ada dengan
inkompatibilitas Rh berat.
c. Kehilangan reflex Moro mungkin terlihat.
d. Opistotonus dengan kekuatan lengung punggung, fontanel menonjol, menangis lirih,
aktivitas kejang (tahap krisis).
6. Pernapasan
a. Riwayat asfiksia.
b. Krekels, mucus bercak merah muda (edema pleura, hemoragi pulmonal)
7. Keamanan
a. Riwayat positif infeksi/sepsis neonates.
b. Dapat mengalami ekimosis berlebihan, petekie, perdarahan intra cranial
c. Dapat tampak ikterik pada awalnya pada wajah dan berlanjut pada bagian distal
tubuh; kulit hitam kecoklatan (sindrom bayi bronze) sebagai efek samping fototerapi.
8. Seksualitas
a. Mungkin praterm, bayi kecil untuk usia gestasi (SGA), bayi dengan reterdasi
pertumbuhan intrauterus (IUGR), atau bayi besar untuk usia gestasi (LGA), seperti
bayi dengan ibudiabetes.
b. Trauma kelahiran dapat terjadi berkenaan dengan stress dingin, asfiksia, hipoksia,
asidosis, hipoglikemia, hipoproteinemia.
c. Terjadi lebih sering pada bayi pria dari pada bayi wanita.

B. DIAGNOSA
1. Resiko tinggi cedera b.d. meningkatnya kadar bilirubin toksik dan komplikasi berkenaan
phototerapi.
2. Kerusakan integritas kulit b.d. efek dari phototerapi
3. Resiko tinggi kekurangan volume cairan b.d. phototerapi
4. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan menelan

C. RENCANAKEPERAWATAN
DIAGNOS NOC NIC RASIONAL
A
Resiko Setelah di lakukan Kaji BBL BBL sangat rentan
tinggi tindakan keperawatan terhadap adanya terhadap
cedera b.d. selama 3x24 jam klien hiperbilirubinem hiperbilirubinemia
meningkatn membaik dengan ia setia 2-4 jam
2.
ya kadar kriteria lima hari
bilirubin 1. Klien tidak pertama
toksik dan menunjukan gejala kehidupan
komplikasi sisa neurologis dan Berikan phototerapi
berkenaan berlanjutnya phototerapi berfungsi
phototerapi. komplikasi mendekomposisik
phototerapi an bilirubin
dengan
photoisomernya.
Selama
phototerapi perlu
diperhatikan
adanya
komplikasi
seperti:
hipertermi,
Konjungtivitis,
dehidrasi
Jelaskan fungsi agar keluarga
fototherapy pahan tentang
prosdeur yang
akan di lakukan
Kolaborasi Transfusi tukar
pemberian dilakukan bila
transfusi tukar terjadi
hiperbilirubinemia
pathologis karena
terjadinya proses
hemoliitik
berlebihan yang
disebabkan oleh
ABO antagonis

Resiko Setelah dilakukan Kaji Output Output yang


tinggi tindakan keperawatan berlebihan atau
kekurangan selama 3x24 jam tidak seimbang
volume pasien membaik dengan intake
cairan b.d. dengan kriteria hasil: akan
phototerapi Tidak ada tanda-tanda menyebabkan
dehidrasi gangguan
Turgor baik keseimbangan
Tidak terjadi cairan
penurunan kesadaran Pertahankan Agar intake yang
intake cairan masuk tetap
seimbang dengan
intake yang keluar
Jelaskan kepada Agar keluarga
keluarga tentang paham tentang
penting kondisi pasien
keseimbangan
cairan
Kolaborasi Untuk mencegah
dengan dokter terjadinya
tentang dehidrasi
pemberian
cairan

Kerusakan Setelah di lakukan Monitor adanya Deteksi dini


integritas intervensi kerusakan kerusakan
kulit b.d keperawatan selama integritas kulit integritas kulit
phototherap 3x24 jam pasien Bersihkan kulit Feses dan urine
i membaik dengan bayi dari kotoran yang bersifat
kriteria hasil : setelah BAB, asam dapat
Tidak terjadi BAK mengiritasi kulit
kerusakan integritas Lakukan Perubahan posisi
kulit perubahan posisi mempertahankan
setiap 2 jam sirkulasi yang
adekuat dan
mencegah
penekanan yang
berlebihan pada
satu sisi
Jelaskan Agar keluarga
keluarga tentang pahan tentang
pentingnya pentingnya
menjaga menjaga
kelembaban kelembaban kulit
kulit
Kolaborasi Untuk mencegah
dengan dokter kerusakan kulit
untuk pemberian lebih parah
salep

Nutrisi Setelah di lakukan Monitor jumlah Untuk


kurang dari tindakan keperawatan nutrisi dan mengetahui intake
kebutuhan selama 3x24 jam, kandungan pasien
tubuh b.d pasien membaik kalori
ketidak dengan kriteria: Berikan Agar tidak terjadi
mampuan Tidak terjadi makanan terpilih penurunan BB
menelan penurunan BB dan gizi tercukupi
Tidak terdapat tanda- Berikan Agar keluarga
tanda malnutrisi informasi paham tentang
Terjadi peningkatan kepada keluarga jumlah nutrisi
BB tentang yang di butuhkan
kebutuhan pasien
nutrisi
Kolaborasi Agar dapat
dengan dokter menentukan
maupun ahli gizi makanan yang
tentang gizi benar-benar
yang dibutuhkan sesuai dengan
kondisi pasien
DAFTAR PUSTAKA
NANDA International. 2012. Nursing Diagnoses : Definitions & Classifications 2012-2014.

Jakarta : EGC

Potter, Patricia A. Perry, Anne Griffin. 2005. Buku Ajar Fudamental Keperawatan : Konsep,

Proses dan Praktis Volume 2. EGC :Jakarta

Alimul, Hidayat A. 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Jakarta: Salemba medika.

Slusher, et all (2013). Treatment Of Neonatal Jaundice With Filtered Sunlight In Nigerian

Neonates: Study Protocol Of A Non-Inferiority, Randomized Controlled Trial.

http://www.trialsjournal.com/content/14/1/446: TRIALS

Pedoman Praktek Klinik: Ikatan Dokter Anak Indonesia (2011)

Nennisa, (2007). Asuhan Keperawatan Dengan Hiperbilirubin.

Ika, (2008). Hiperbilirubinemia.

http://www.miisonline.org/2008/11/20/. Diakses tanggal 1 April 2009

Anda mungkin juga menyukai