Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Batu empedu atau gallstones adalah timbunan kristal di dalam kandung


empedu atau di dalam saluran empedu. Batu yang ditemukan di dalam
kandung empedu disebut kolelitiasis, sedangkan batu di dalam saluran empedu
disebut koledokolitiasis.1

Batu kandung empedu biasanya baru menimbulkan gejala dan keluhan


bila batu menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus. Oleh karena itu
gambaran klinis penderita batu kandung empedu bervariasi dari yang berat
atau jelas sampai yang ringan atau samar bahkan seringkali tanpa gejala (silent
stone).1

Insiden batu kandung empedu di Indonesia belum diketahui dengan pasti,


karena belum ada penelitian. Banyak penderita batu kandung empedu tanpa
gejala dan ditemukan secara kebetulan pada waktu dilakukan foto polos
abdomen, USG, atau saat operasi untuk tujuan yang lain.1

Insiden kolelitiasis atau batu kandung empedu di Amerika Serikat


diperkirakan 20 juta orang yaitu 5 juta pria dan 15 juta wanita. Pada
pemeriksaan autopsy di Amerika, batu kandung empedu ditemukan pada 20 %
wanita dan 8 % pria.2

Insiden batu kandung empedu di Indonesia belum diketahui dengan pasti,


karena belum ada penelitian. Banyak penderita batu kandung empedu tanpa
gejala dan ditemukan secara kebetulan pada waktu dilakukan foto polos
abdomen, USG, atau saat operasi untuk tujuan yang lain.2

Dengan perkembangan peralatan dan teknik diagnosis yang baru USG,


maka banyak penderita batu kandung empedu yang ditemukan secara dini
sehingga dapat dicegah kemungkinan terjadinya komplikasi. Semakin

1
canggihnya peralatan dan semakin kurang invasifnya tindakan pengobatan
sangat mengurangi morbiditas dan moralitas.1

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi

Batu empedu merupakan gabungan dari beberapa unsur yang


membentuk suatu material mirip batu yang dapat ditemukan dalam
kandung empedu (kolesistolitiasis) atau di dalam saluran empedu
(koledokolitiasis) atau pada kedua-duanya.3

Kolelitiasis (kalkuli/kalkulus, batu empedu) merupakan suatu


keadaan dimana terdapatnya batu empedu di dalam kandung empedu
(vesica fellea) yang memiliki ukuran,bentuk dan komposisi yang
bervariasi. Kolelitiasis lebih sering dijumpai pada individu berusia diatas
40 tahun terutama pada wanita dikarenakan memiliki faktor resiko,yaitu:
obesitas, usia lanjut, diet tinggi lemak dan genetik.4

Sinonimnya adalah batu empedu, gallstones, biliary calculus.


Istilah kolelitiasis dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam
kandung empedu. Batu kandung empedu merupakan gabungan beberapa
unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam
kandung empedu.4

Gambar 2.1. Gambaran batu dalam kandung empedu (Emedicine, 2007)


3
2.2 Anatomi kandung empedu

Kandung empedu merupakan kantong berbentuk alpukat yang


terletak tepat dibawah lobus kanan hati. Kandung empedu mempunyai
fundus, korpus, infundibulum, dan kolum. Fundus bentuknya bulat, ujung
nya buntu dari kandung empedu. Korpus merupakan bagian terbesar dari
kandung empedu. Kolum adalah bagian yang sempit dari kandung
empedu.5

Empedu yang di sekresi secara terus menerus oleh hati masuk ke


saluran empedu yang kecil dalam hati. Saluran empedu yang kecil bersatu
membentuk dua saluran yang lebih besar yang keluar dari permukaan hati
sebagai duktus hepatikus komunis. Duktus hepatikus bergabung dengan
duktus sistikus membentuk duktus koledokus.6

Gambar 2.1. Gambaran anatomi kandung empedu (Emedicine, 2007)

2.3 Fisiologi

Salah satu fungsi hati adalah untuk mengeluarkan empedu,


normalnya antara 600-1200 ml/hari6. Kandung empedu mampu
menyimpan sekitar 45 ml empedu.5 Diluar waktu makan, empedu

4
disimpan untuk sementara di dalam kandung empedu, dan di sini
mengalami pemekatan sekitar 50 %. Fungsi primer dari kandung empedu
adalah memekatkan empedu dengan absorpsi air dan natrium. Kandung
empedu mampu memekatkan zat terlarut yang kedap, yang terkandung
dalam empedu hepatik 5-10 kali dan mengurangi volumenya 80-90%.5

Menurut Guyton &Hall, 1997 empedu melakukan dua fungsi


penting yaitu:

Empedu memainkan peranan penting dalam pencernaan dan absorpsi


lemak, karena asam empedu yang melakukan dua hal antara lain:
asam empedu membantu mengemulsikan partikel-partikel lemak
yang besar menjadi partikel yang lebih kecil dengan bantuan enzim
lipase yang disekresikan dalam getah pankreas, Asam empedu
membantu transpor dan absorpsi produk akhir lemak yang dicerna
menuju dan melalui membran mukosa intestinal.
Empedu bekerja sebagai suatu alat untuk mengeluarkan beberapa
produk buangan yang penting dari darah, antara lain bilirubin, suatu
produk akhir dari penghancuran hemoglobin, dan kelebihan
kolesterol yang di bentuk oleh sel- sel hati.

Pengosongan kandung empedu dipengaruhi oleh hormon


kolesistokinin, hal ini terjadi ketika makanan berlemak masuk ke
duodenum sekitar 30 menit setelah makan. Dasar yang menyebabkan
pengosongan adalah kontraksi ritmik dinding kandung empedu, tetapi
efektifitas pengosongan juga membutuhkan relaksasi yang bersamaan dari
sfingter oddi yang menjaga pintu keluar duktus biliaris komunis kedalam
duodenum. Selain kolesistokinin, kandung empedu juga dirangsang kuat
oleh serat-serat saraf yang menyekresi asetilkolin dari sistem saraf vagus
dan enterik. Kandung empedu mengosongkan simpanan empedu pekatnya
ke dalam duodenum terutama sebagai respon terhadap perangsangan
kolesistokinin. Saat lemak tidak terdapat dalam makanan, pengosongan

5
kandung empedu berlangsung buruk, tetapi bila terdapat jumlah lemak
yang adekuat dalam makanan, normalnya kandung empedu kosong secara
menyeluruh dalam waktu sekitar 1 jam.7

Garam empedu, lesitin, dan kolesterol merupakan komponen


terbesar (90%) cairan empedu. Sisanya adalah bilirubin, asam lemak, dan
garam anorganik. Garam empedu adalah steroid yang dibuat oleh hepatosit
dan berasal dari kolesterol. Pengaturan produksinya dipengaruhi
mekanisme umpan balik yang dapat ditingkatkan sampai 20 kali produksi
normal kalau diperlukan.3

Empedu dialirkan sebagai akibat kontraksi dan pengosongan


parsial kandung empedu. Mekanisme ini diawali dengan masuknya
makanan berlemak kedalam duodenum. Lemak menyebabkan pengeluaran
hormon kolesistokinin dari mukosa duodenum, hormon kemudian masuk
kedalam darah, menyebabkan kandung empedu berkontraksi. Pada saat
yang sama, otot polos yang terletak pada ujung distal duktus coledokus
dan ampula relaksasi, sehingga memungkinkan masuknya empedu yang
kental ke dalam duodenum. Garam garam empedu dalam cairan empedu
penting untuk emulsifikasi lemak dalam usus halus dan membantu
pencernaan dan absorbsi lemak. Proses koordinasi kedua aktifitas ini
disebabkan oleh dua hal yaitu:

a) Hormonal: Zat lemak yang terdapat pada makanan setelah sampai


duodenum akan merangsang mukosa sehingga hormon Cholecystokinin
akan terlepas. Hormon ini yang paling besar peranannya dalam
kontraksi kandung empedu.
b) Neurogen:
Stimulasi vagal yang berhubungan dengan fase Cephalik dari sekresi
cairan lambung atau dengan refleks intestino-intestinal akan
menyebabkan kontraksi dari kandung empedu.

6
Rangsangan langsung dari makanan yang masuk sampai ke duodenum
dan mengenai Sphincter Oddi. Sehingga pada keadaan dimana kandung
empedu lumpuh, cairan empedu akan tetap keluar walaupun sedikit.

Pengosongan empedu yang lambat akibat gangguan neurologis


maupun hormonal memegang peran penting dalam perkembangan inti
batu.
Komposisi Cairan Empedu
Komponen Dari Hati Dari Kandung Empedu

Air 97,5 gm % 95 gm %

Garam Empedu 1,1 gm % 6 gm %

Bilirubin 0,04 gm % 0,3 gm %

Kolesterol 0,1 gm % 0,3 0,9 gm %

Asam Lemak 0,12 gm % 0,3 1,2 gm %

Lecithin 0,04 gm % 0,3 gm %

Elektrolit - -

a. Garam Empedu
Asam empedu berasal dari kolesterol. Asam empedu dari hati ada
dua macam yaitu : Asam Deoxycholat dan Asam Cholat
Fungsi garam empedu adalah:
o Menurunkan tegangan permukaan dari partikel lemak yang terdapat
dalam makanan, sehingga partikel lemak yang besar dapat dipecah
menjadi partikel-partikel kecil untuk dapat dicerna lebih lanjut.
o Membantu absorbsi asam lemak, monoglycerid, kolesterol dan vitamin
yang larut dalam lemak.

7
Garam empedu yang masuk ke dalam lumen usus oleh kerja kuman-
kuman usus dirubah menjadi deoxycholat dan lithocholat. Sebagian besar
(90 %) garam empedu dalam lumen usus akan diabsorbsi kembali oleh
mukosa usus sedangkan sisanya akan dikeluarkan bersama feses dalam
bentuk lithocholat. Absorbsi garam empedu tersebut terjadi disegmen
distal dari ilium. Sehingga bila ada gangguan pada daerah tersebut
misalnya oleh karena radang atau reseksi maka absorbsi garam empedu
akan terganggu.
b. Bilirubin
Hemoglobin yang terlepas dari eritrosit akan pecah menjadi heme
dan globin. Heme bersatu membentuk rantai dengan empat inti pyrole
menjadi bilverdin yang segera berubah menjadi bilirubin bebas. Zat ini di
dalam plasma terikat erat oleh albumin. Sebagian bilirubin bebas diikat
oleh zat lain (konjugasi) yaitu 80% oleh glukuronide. Bila terjadi
pemecahan sel darah merah berlebihan misalnya pada malaria maka
bilirubin yang terbentuk sangat banyak.4

2.4 Klasifikasi

1 Hati terletak dibelakang tulang-tulang iga (kosta) dalam rongga


abdomen daerah kanan atas hati memiliki berat sekitar 1500 gram.
2 Kandung empedu adalah sebuah kantong berbentuk terong dan
merupakan membran berotot, telrletak di dalam sebuah lekukan
disebelah permukaan bawah hati, sampai di pinggiran didepannya.
Panjang 8 sampai 12 cm dan dapat berisi kira-kira 60 cm kandung
empedu terbagi dalam sebuah fundus, badan, dan leher terdiri atas 3
pembungkus :
a) Di sebelah luar pembungkus serosa peritoneal.
b) Di sebelah tengah jaringan berotot tak bergaris.
c) Di sebelah dalam membran mukosa, yang bersambung dengan
lapisan saluran empedu. Membran mukosnya memuat sel epitel
silinder yang mengeluarkan sekret musin dan cepat mengabsorbsi

8
air dan elektrolit tetapi tidak garam empedu atau pigmen, maka
karena itu empedunya menjadi pekat.
Fungsi kandung empedu :
Kandung empedu bekerja sebagai tempat persediaan getah empedu
juga melakukan fungsi penting yaitu getah empedu yang di simpan
didalamnya dibuat pekat.
Susunan dan fungsi getah empedu
Getah empedu adalah cairan alkali yang disekretkan oleh sel hati.
Jumlah yang setiap hari di keluarkan dalam seorang ialah dari 500 -
1000 cm, Sekresinya berjalan terus-menerus, tetapi junlah produksi
dipercepat sewaktu pencernaan khusunya sewaktu pencernaan
lemak.
- Fungsi kholeretik menambah sekresi empedu.
- Fungsi kholagogi menyebabkan kandung empedu mengosongkan
diri.
Pigemen empedu (umbar empedu)
Pigmen ini dibentuk didalam sitem retikulo endotelium (khususnya
limfa dan sumsum tulang ) dari pecahan hemoglobin yang berasal
dari sel darah merah yang rusak dan dialirkan ke hati dan yang
kemudian diekskresikan kedalam empedu.
Garam empedu bersifat di gestif dan memperlancar kerja enzim
limpase dalam memecah lemak. Garam empedu juga membantu
pengabsopsian lemak yang telah dicernakan (gliserin dan asam
lemak) dengan cara menurunkan tegangan permukaan dan
memperbesar daya tembus endotelium yang menutupi vili usus.6

2.5 Etiologi

Kolesterol atau endapan bilirubin adalah metabolit yang


mengandung lemak sterol yang di temukan pada membran sel dan
disirkulasikan dalam plasma darah, merupakan sejenis lipid yang
merupakan molekul lemak atau yang menerupai.

9
o Infeksi adalah kolonialisasi yang dilakukan oleh spesies asing terhadap
organisme inang, dan bersifat membahayakan inang.
o Iskemia mukosa dan dinding kandung empedu adalah simtoma
berkurangnya aliran darah yang dapat menyebabkan perubahan
fungsional pada sel normal.
o Inflamasi bakteri
o Faktor hormonal, khusunya selama kehamilan
o Serosis hati adalah jenjang akhir dari proses fibrosis hati, yang
merupakan konsekuensi dari penyakit kronis hati yang ditandai dengan
adanyapenggantian jaringan normal dengan jaringan fibrous sehingga
sel sel hati akan kehilangan fungsinya.
o Pankreatitis adalah salah satu penyakit mematikan yang bisa
menyerang pankreas anda, kenali dan jagalah kesehatan pankreas anda.
o Kanker kandung empedu adalah tumor ganas yang tumbuh di dalam
jaringan kandung empedu, merupakan titik awal kanker lebih jarang
ditemukan.
o Diabetes adalah suatu penyakit dimana tubuh tidak dapat
menghasilkan insulin atau insulin yang dihasilkan tidak mencukupi
atau tidak bekerja dengan baik.
o Penyakit usus adalah organ berbentuk tabung kecil dan tipis berukuran
5 10 cm yang terhubung di usus besar merupakan salah satu bagian
dari organ yang berada di dalam perut manusia yang sampai sekarang
belum diketahui pasti apa manfaat dari usus buntu ini.
o Serosis pada hati atau pankreatitis.6

2.6 Epidemiologi

Insiden kolelitiasis di negara barat adalah 20% sedangka angka


kejadian di Indonesia tidak berbeda jauh dengan negara lain di Asia
Tenggara (syamsuhidayat). Peningkatan insiden batu empedu dapat dilihat
dalam kelompok resiko tinggi yang disebut 5 Fs : female (wanita),

10
fertile (subur)-khususnya selama kehamilan, fat (gemuk), fair, dan forty
(empat puluh tahun).8

Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko. Namun,


semakin banyak faktor resiko, semakin besar pula kemungkinan untuk
terjadinya kolelitiasis.9,10

Faktor resiko tersebut antara lain:

1. Genetik

Batu empedu memperlihatkan variasi genetik. Kecenderungan


membentuk batu empedu bisa berjalan dalam keluarga.10 Di negara
Barat penyakit ini sering dijumpai, di USA 10-20 % laki-laki dewasa
menderita batu kandung empedu. Batu empedu lebih sering ditemukaan
pada orang kulit putih dibandingkan kulit hitam. Batu empedu juga
sering ditemukan di negara lain selain USA, Chili dan Swedia.12

2. Umur

Usia rata-rata tersering terjadinya batu empedu adalah 40-50 tahun.


Sangat sedikit penderita batu empedu yang dijumpai pada usia remaja,
setelah itu dengan semakin bertambahnya usia semakin besar
kemungkinan untuk mendapatkan batu empedu, sehingga pada usia 90
tahun kemungkinannya adalah satu dari tiga orang.3,13

3. Jenis Kelamin

Batu empedu lebih sering terjadi pada wanita dari pada laki-laki dengan
perbandingan 4 : 1. Di USA 10- 20 % laki-laki dewasa menderita batu
kandung empedu, sementara di Italia 20 % wanita dan 14 % laki-laki.
Sementara di Indonesia jumlah penderita wanita lebih banyak dari pada
laki-laki.11

11
4. Beberapa faktor lain

Faktor lain yang meningkatkan resiko terjadinya batu empedu antara


lain: obesitas, makanan, riwayat keluarga, aktifitas fisik, dan nutrisi
jangka vena yang lama.11,14

2.7 Patogenesis

Batu empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan


jarang pada saluran empedu lainnya dan diklasifikasikan berdasarkan bahan
pembentuknya. Etiologi batu empedu masih belum diketahui dengan
sempurna, akan tetapi, faktor predisposisi yang paling penting tampaknya
adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan
empedu, stasis empedu dan infeksi kandung empedu. Perubahan susunan
empedu mungkin merupakan yang paling penting pada pembentukan batu
empedu, karena terjadi pengendapan kolesterol dalam kandung empedu.
Stasis empedu dalam kandung empedu dapat meningkatkan supersaturasi
progesif, perubahan susunan kimia, dan pengendapan unsur tersebut. Infeksi
bakteri dalam saluran empedu dapat berperan sebagian dalam pembentukan
batu, melalui peningkatan dan deskuamasi sel dan pembentukan mukus.6

Sekresi kolesterol berhubungan dengan pembentukan batu empedu.


Pada kondisi yang abnormal, kolesterol dapat mengendap, menyebabkan
pembentukan batu empedu. Berbagai kondisi yang dapat menyebabkan
pengendapan kolesterol adalah : terlalu banyak absorbsi air dari empedu,
terlalu banyak absorbsi garam-garam empedu dan lesitin dari empedu,
terlalu banyak sekresi kolesterol dalam empedu, Jumlah kolesterol dalam
empedu sebagian ditentukan oleh jumlah lemak yang dimakan karena sel-sel
hepatik mensintesis kolesterol sebagai salah satu produk metabolisme lemak
dalam tubuh. Untuk alasan inilah, orang yang mendapat diet tinggi lemak
dalam waktu beberapa tahun, akan mudah mengalami perkembangan batu
empedu.7

12
Batu kandung empedu dapat berpindah kedalam duktus koledokus
melalui duktus sistikus. Didalam perjalanannya melalui duktus sistikus, batu
tersebut dapat menimbulkan sumbatan aliran empedu secara parsial atau
komplet sehingga menimbulkan gejalah kolik empedu. Kalau batu terhenti
di dalam duktus sistikus karena diameternya terlalu besar atau tertahan oleh
striktur, batu akan tetap berada disana sebagai batu duktus sistikus.3

2.8 Patofisiologi batu empedu

a. Batu Kolesterol
Empedu yang di supersaturasi dengan kolesterol bertanggung
jawab bagi lebih dari 90 % kolelitiasis di negara Barat. Sebagian besar
empedu ini merupakan batu kolesterol campuran yang mengandung
paling sedikit 75 % kolesterol berdasarkan berat serta dalam variasi
jumlah fosfolipid, pigmen empedu, senyawa organik dan inorganik
lain. Kolesterol dilarutkan di dalam empedu dalam daerah hidrofobik
micelle, sehingga kelarutannya tergantung pada jumlah relatif garam
empedu dan lesitin.11

Pembentukan batu Kolesterol melalui tiga fase:


a. Fase Supersaturasi
Kolesterol, phospolipid (lecithin) dan garam empedu adalah
komponen yang tak larut dalam air. Ketiga zat ini dalam
perbandingan tertentu membentuk micelle yang mudah larut. Di
dalam kandung empedu ketiganya dikonsentrasikan menjadi lima
sampai tujuh kali lipat. Pelarutan kolesterol tergantung dari rasio
kolesterol terhadap lecithin dan garam empedu, dalam keadaan
normal antara 1 : 20 sampai 1 : 30. Pada keadaan supersaturasi
dimana kolesterol akan relatif tinggi rasio ini bisa mencapai 1 : 13.
Pada rasio seperti ini kolesterol akan mengendap.

13
Kadar kolesterol akan relatif tinggi pada keadaan sebagai berikut:
Peradangan dinding kandung empedu, absorbsi air, garam
empedu dan lecithin jauh lebih banyak.
Orang-orang gemuk dimana sekresi kolesterol lebih tinggi
sehingga terjadi supersaturasi.
Diet tinggi kalori dan tinggi kolesterol (western diet).
Pemakaian obat anti kolesterol sehingga mobilitas kolesterol
jaringan tinggi.
Pool asam empedu dan sekresi asam empedu turun misalnya
pada gangguan ileum terminale akibat peradangan atau reseksi
(gangguan sirkulasi enterohepatik).
Pemakaian tablet KB (estrogen) sekresi kolesterol meningkat
dan kadar chenodeoxycholat rendah, padahal efeknya
melarutkan batu kolesterol dan menurunkan saturasi kolesterol.
Penelitian lain menyatakan bahwa tablet KB pengaruhnya
hanya sampai tiga tahun.

b. Fase Pembentukan inti batu


Inti batu yang terjadi pada fase II bisa homogen atau heterogen.
Inti batu heterogen bisa berasal dari garam empedu, calcium
bilirubinat atau sel-sel yang lepas pada peradangan. Inti batu yang
homogen berasal dari kristal kolesterol sendiri yang menghadap
karena perubahan rasio dengan asam empedu.
c. Fase Pertumbuhan batu menjadi besar
Untuk menjadi batu, inti batu yang sudah terbentuk harus cukup
waktu untuk bisa berkembang menjadi besar. Pada keadaan
normal dimana kontraksi kandung empedu cukup kuat dan
sirkulasi empedu normal, inti batu yang sudah terbentuk akan
dipompa keluar ke dalam usus halus. Bila konstruksi kandung
empedu lemah, kristal kolesterol yang terjadi akibat supersaturasi
akan melekat pada inti batu tersebut. Hal ini mudah terjadi pada
penderita Diabetes Mellitus, kehamilan, pada pemberian total
parental nutrisi yang lama, setelah operasi trunkal vagotomi,

14
karena pada keadaan tersebut kontraksi kandung empedu kurang
baik. Sekresi mucus yang berlebihan dari mukosa kandung
empedu akan mengikat kristal kolesterol dan sukar dipompa
keluar.
b. Batu bilirubin/Batu pigmen
Batu pigmen merupakan sekitar 10 % dari batu empedu di Amerika
Serikat. Ada dua bentuk yaitu batu pigmen murni yang lebih umum
dan batu kalsium bilirubinat. Batu pigmen murni lebih kecil (2 sampai
5 mm), multipel, sangat keras dan penampilan hijau sampai hitam.
Batu-batu tersebut mengandung dalam jumlah bervariasi kalsium
bilirubinat, polimer bilirubin, asam empedu dalam jumlah kecil
kolesterol (3 sampai 26%) dan banyak senyawa organik lain. Didaerah
Timur, batu kalsium bilirubinat dominan dan merupakan 40 sampai 60
% dari semua batu empedu. Batu ini lebih rapuh, berwarna kecoklatan
sampai hitam.11

Batu bilirubin dibagi menjadi dua kelompok:


a. Batu Calcium bilirubinat (batu infeksi).
b. Batu pigmen murni (batu non infeksi).

Pembentukan batu bilirubin terdiri dari 2 fase:


a. Saturasi bilirubin
Pada keadaan non infeksi, saturasi bilirubin terjadi karena
pemecahan eritrosit yang berlebihan, misalnya pada malaria dan
penyakit Sicklecell. Pada keadaan infeksi saturasi bilirubin terjadi
karena konversi konjugasi bilirubin menjadi unkonjugasi yang
sukar larut. Konversi terjadi karena adanya enzim b glukuronidase
yang dihasilkan oleh Escherichia Coli. Pada keadaan normal
cairan empedu mengandung glokaro 1,4 lakton yang menghambat
kerja glukuronidase.

15
b. Pembentukan inti batu
Pembentukan inti batu selain oleh garam-garam calcium dan sel
bisa juga oleh bakteri, bagian dari parasit dan telur cacing. Tatsuo
Maki melaporkan bahwa 55 % batu pigmen dengan inti telur atau
bagian badan dari cacing ascaris lumbricoides. Sedangkan Tung
dari Vietnam mendapatkan 70 % inti batu adalah dari cacing
tambang.
c. Batu campuran
Merupakan batu campuran kolesterol yang mengandung kalsium.
Batu ini sering ditemukan hampir sekitar 90 % pada penderita
kolelitiasis. batu ini bersifat majemuk, berwarna coklat tua. Sebagian
besar dari batu campuran mempunyai dasar metabolisme yang sama
dengan batu kolesterol.11

2.9 Manifestasi klinis

1. Asimtomatik

Batu yang terdapat dalam kandung empedu sering tidak


memberikan gejala (asimtomatik). Dapat memberikan gejala nyeri akut
akibat kolesistitis, nyeri bilier, nyeri abdomen kronik berulang ataupun
dispepsia, mual (Suindra, 2007). Studi perjalanan penyakit sampai 50 %
dari semua pasien dengan batu kandung empedu, tanpa
mempertimbangkan jenisnya, adalah asimtomatik. Kurang dari 25 %
dari pasien yang benar-benar mempunyai batu empedu asimtomatik
akan merasakan gejalanya yang membutuhkan intervensi setelah
periode waktu 5 tahun. Tidak ada data yang merekomendasikan
kolesistektomi rutin dalam semua pasien dengan batu empedu
asimtomatik.5

16
2. Simtomatik

Keluhan utamanya berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran


kanan atas. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang berlangsung
lebih dari 15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam
kemudian. Kolik biliaris, nyeri pascaprandial kuadran kanan atas,
biasanya dipresipitasi oleh makanan berlemak, terjadi 30-60 menit
setelah makan, berakhir setelah beberapa jam dan kemudian pulih,
disebabkan oleh batu empedu, dirujuk sebagai kolik biliaris. Mual dan
muntah sering kali berkaitan dengan serangan kolik biliaris.3,5

Gambar 4: Manifestasi klinis yang umum terjadi

Ikterus (jaundice) didefinisikan sebagai menguningnya warna kulit


dan sklera akibat akumulasi pigmen bilirubin dalam darah dan jaringan.
Kadar bilirubin harus mencapai 35-40 mmol/l sebelum ikterus
menimbulkan manifestasi klinik.9,15

Munculnya jaundice pada pasien adalah sebuah kejadian yang


dramatis secara visual. Jaundice selalu berhubungan dengan penyakit
penting, meskipun hasil akhir jangka panjang bergantung pada penyebab
yang mendasari jaundice. Serum bilirubin normal berkisar antara 0,5-1,3

17
mg/dL. Ketika levelnya meluas menjadi 2,0 mg/dL, pewarnaan jaringan
bilirubin menjadi terlihat secara klinis sebagai jaundice. Adanya bilirubin
terkonjugasi pada urin merupakan suatu dari perubahan awal yang terlihat
pada tubuh pasien.9,15

Jaundice merupakan manifestasi yang sering pada gangguan traktus


biliaris, dan evaluasi serta manajemen pasien jaundice merupakan
permasalahan yang sering dihadapi oleh ahli bedah. Serum bilirubin
normal berkisar antara 0,5-1,3 mg/dL, ketika levelnya meluas menjadi 2,0
mg/dL, pewarnaan jaringan bilirubin menjadi terlihat secara klinis sebagai
jaundice. Sebagai tambahan, adanya bilirubin terkonjugasi pada urin
merupakan satu dari perubahan awal yang terlihat pada tubuh pasien.9,15

Hepar, kandung empedu, dan percabangan bilier muncul dari tunas


ventral (divertikulum hepatikum) dari bagian paling kaudal foregut diawal
minggu keempat kehidupan. Bagian ini terbagi menjadi dua bagian
sebagaimana bagian tersebut tumbuh diantara lapisan mesenterik ventral:
bagian kranial lebih besar (pars hepatika) merupakan asal mula hati/hepar,
dan bagian kaudal yang lebih kecil (pars sistika) meluas membentuk
kandung empedu, tangkainya menjadi duktus sistikus. Hubungan awal
antara divertikulum hepatikum dan penyempitan foregut, nantinya
membentuk duktus biliaris. Sebagai akibat perubahan posisi duodenum,
jalan masuk duktus biliaris berada disekitar aspek dorsal duodenum.15

Bilirubin berasal dari hasil pemecahan hemoglobin oleh sel-


sel retikuloendotelial, cincin heme setelah dibebaskan dari besi dan
globin diubah menjadi biliverdin yang berwarna hijau. Biliverdin
berubah menjadi bilirubin yang berwarna kuning. Bilirubin ini
dikombinasikan dengan albumin membentuk kompleks protein-
pigmen dan ditransportasikan ke dalam sel hati. Bentuk bilirubin ini
sebagai bilirubin yang belum dikonjugasi atau bilirubin indirek
berdasar reaksi diazo dari Van den Berg, tidak larut dalam air dan

18
tidak dikeluarkan melalui urin. Didalam sel inti hati albumin
dipisahkan, bilirubin dikonjugasikan dengan asam glukoronik yang
larut dalam air dan dikeluarkan ke saluran empedu. Pada reaksi diazo
Van den Berg memberikan reaksi langsung sehingga disebut
bilirubin direk.15

Bilirubin indirek yang berlebihan akibat pemecahan sel darah


merah yang terlalu banyak, kekurangmampuan sel hati untuk melakukan
konjugasi akibat penyakit hati, terjadinya refluks bilirubin direk dari
saluran empedu ke dalam darah karena adanya hambatan aliran empedu
menyebabkan tingginya kadar bilirubin didalam darah. Keadaan ini
disebut hiperbilirubinemia dengan manifestasi klinis berupa ikterus.15

Ketika mendiagnosa jaundice, dokter harus mampu membedakan


antara kerusakan pada ambilan bilirubin, konjugasi, atau ekskresi yang
biasanya diatur secara medis dari obstruksi bilier ekstrahepatik, yang
biasanya ditangani oleh ahli bedah, ahli radiologi intervensional, atau ahli
endoskopi. Pada kebanyakan kasus, anamnesis menyeluruh, pemeriksaan
fisik, tes laboratorium rutin dan pencitraan radiologis non-invasif
membedakan obstruksi bilier ekstrahepatik dari penyebab jaundice
lainnya. Kolelitiasis selalu berhubungan dengan nyeri kuadran atas kanan
dan gangguan pencernaan. Jaundice dari batu duktus biliaris umum.
biasanya sementara dan berhubungan dengan nyeri dan demam
(kolangitis). Serangan jaundice tak-nyeri bertingkat sehubungan dengan
hilangnya berat badan diduga sebuah keganasan/malignansi. Jika jaundice
terjadi setelah kolesistektomi, batu kandung empedu menetap atau cedera
kandung empedu harus diperkirakan.15

3.0 Penegakan Diagnosa

1. Anamnesa
Kolelitiasis dapat dibagi menjadi beberapa stadium yaitu:
asimptomatik (adanya batu empedu tanpa gejala), simptomatik (kolik
19
bilier), dan kompleks ( menyebabkan kolesistitis, koledokolitiasis, serta
kolangitis). Sekitar 60-80 % kolelitiasis adalah asimptomatik.
Setengah sampai duapertiga penderita kolelitiasis adalah
asimptomatis. Keluhan yang mungkin timbul adalah dispepsia yang
kadang disertai intoleran terhadap makanan berlemak. Pada yang
simtomatis, keluhan utama berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran
kanan atas atau perikomdrium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier
yang mungkin berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang baru
menghilang beberapa jam kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan
perlahan-lahan tetapi pada 30% kasus timbul tiba-tiba.
Penyebaran nyeri pada punggung bagian tengah, skapula, atau
ke puncak bahu, disertai mual dan muntah. Lebih kurang seperempat
penderita melaporkan bahwa nyeri berkurang setelah menggunakan
antasida. Kalau terjadi kolelitiasis, keluhan nyeri menetap dan
bertambah pada waktu menarik nafas dalam.10,14

2. Pemeriksaan Fisik
Batu kandung empedu
Apabila ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan
komplikasi, seperti kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau
umum, hidrop kandung empedu, empiema kandung empedu, atau
pangkretitis. Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan
punktum maksimum didaerah letak anatomis kandung empedu.
Tanda Murphy positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu
penderita menarik nafas panjang karena kandung empedu yang
meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien
berhenti menarik nafas.
Batu saluran empedu
Baru saluran empedu tidak menimbulkan gejala dalam fase
tenang. Kadang teraba hatidan sklera ikterik. Perlu diktahui
bahwa bila kadar bilirubin darah kurang dari 3 mg/dl, gejal ikterik

20
tidak jelas. Apabila sumbatan saluran empedu bertambah berat,
akan timbul ikterus klinis.10

3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak
menunjukkan kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Apabila
terjadi peradangan akut, dapat terjadi leukositosis. Apabila terjadi
sindroma mirizzi, akan ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum
akibat penekanan duktus koledukus oleh batu. Kadar bilirubin serum
yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu di dalam duktus
koledukus. Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin juga kadar
amilase serum biasanya meningkat sedang setiap setiap kali terjadi
serangan akut.
b. Pemeriksaan Radiologis
Pada foto polos abdomen dapat dilihat gas atau kalsium
didalam traktus biliaris. Kira-kira 10-15% batu kantung empedu
mengapur (kalsifikasi) dan dapat diidentifikasi sebagai batu kandung
empedu pada foto polos. Mungkin pula penimbunan kalsium di
dalam kandung empedu yang mirip bahan kontras. Kadang-kadang
dinding kandung empedu mengapur (kalsifikasi) yang disebut
porcelain gallbladder, yang penting sebab dari hubungan kelainan ini
dengan karsinoma kandung empedu.
Gas dapat terlihat dipusat kandung empedu gambaran
berbentuk segitiga (mercedez-ben sign), gas didalam duktus biliaris
menyatakan secara tidak langsung hubungan abnormal anatara gas
kandung empedu atau duktus choledochus. Ini dapat disebabkan oleh
penetrasi ulkus duedeni ke dalam traktus biliaris atau erosi batu
kedalam lambung, duodenum atau kolon. Gas kadang-kadang
terlihat didalam duktus sebagai manifestasi cholangitis disebabkan
oleh organisme pembentuk gas. Gas di dalam kandung empedu dan

21
dindingnya (emphysematous cholecystitis) adalah manifestasi dari
infeksi serupa dan biasanya timbul pada diabetes, sekunder terhadap
kemacetan dari arteri kistik disebabkan diabetic angiopathy.

Gambar 5: Foto rongent pada kolelitiasis

Foto polos Abdomen


Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran
yang khas karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang
bersifat radioopak. Kadang kandung empedu yang mengandung
cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan foto
polos. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang
membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai
massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran
udara dalam usus besar, di fleksura hepatica.

22
Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas
yang tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran
saluran empedu intrahepatik maupun ekstra hepatik. Dengan USG
juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena
fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab
lain. Batu yang terdapat pada duktus koledukus distal kadang sulit
dideteksi karena terhalang oleh udara di dalam usus. Dengan USG
punktum maksimum rasa nyeri pada batu kandung empedu yang
ganggren lebih jelas daripada dengan palpasi biasa.10

Gambar 6: Hasil USG pada kolelitiasis

3.1 Penatalaksanaan
Konservatif
a). Lisis batu dengan obat-obatan
Sebagian besar pasien dengan batu empedu asimtomatik tidak
akan mengalami keluhan dan jumlah, besar, dan komposisi batu tidak
berhubungan dengan timbulnya keluhan selama pemantauan. Kalaupun
nanti timbul keluhan umumnya ringan sehingga penanganan dapat
elektif. Terapi disolusi dengan asam ursodeoksilat untuk melarutkan
batu empedu kolesterol dibutuhkan waktu pemberian obat 6-12 bulan

23
dan diperlukan monitoring hingga dicapai disolusi. Terapi efektif pada
ukuran batu kecil dari 1 cm dengan angka kekambuhan 50 % dalam 5
tahun.1

b). Disolusi kontak


Metode ini didasarkan pada prinsip PTC dan instilasi langsung
pelarut kolesterol ke kandung empedu. Prosedur ini invasif dan
kerugian utamanya adalah angka kekambuhan yang tinggi.2
c). Litotripsi (Extarcorvoral Shock Wave Lithotripsy =ESWL)
Litotripsi gelombang elektrosyok meskipun sangat populer
beberapa tahun yang lalu, analisis biaya-manfaat pada saat ini hanya
terbatas untuk pasien yang benar-benar telah dipertimbangkan untuk
menjalani terapi ini. Efektifitas ESWL memerlukan terapi adjuvant
asam ursodeoksilat.11

Penanganan operatif

a). Open kolesistektomi


Operasi ini merupakan standar untuk penanganan pasien dengan
batu empedu simtomatik. Indikasi yang paling umum untuk
kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis
akut. Komplikasi yang berat jarang terjadi, meliputi trauma CBD,
perdarahan, dan infeksi. Data baru-baru ini menunjukkan mortalitas
pada pasien yang menjalani kolesistektomi terbuka pada tahun 1989,
angka kematian secara keseluruhan 0,17 %, pada pasien kurang dari
65 tahun angka kematian 0,03 % sedangkan pada penderita diatas 65
tahun angka kematian mencapai 0,5 %.5
b). Kolesistektomi laparoskopik
Kelebihan tindakan ini meliputi nyeri pasca operasi lebih
minimal, pemulihan lebih cepat, hasil kosmetik lebih baik,
menyingkatkan perawatan di rumah sakit dan biaya yang lebih murah.

24
Indikasi tersering adalah nyeri bilier yang berulang. Kontra indikasi
absolut serupa dengan tindakan terbuka yaitu tidak dapat mentoleransi
tindakan anestesi umum dan koagulopati yang tidak dapat dikoreksi.
Komplikasi yang terjadi berupa perdarahan, pankreatitis, bocor stump
duktus sistikus dan trauma duktus biliaris. Resiko trauma duktus
biliaris sering dibicarakan, namun umumnya berkisar antara 0,51%.
Dengan menggunakan teknik laparoskopi kualitas pemulihan lebih
baik, tidak terdapat nyeri, kembali menjalankan aktifitas normal dalam
10 hari, cepat bekerja kembali, dan semua otot abdomen utuh
sehingga dapat digunakan untuk aktifitas olahraga.17
c). Kolesistektomi minilaparatomi.
Modifikasi dari tindakan kolesistektomi terbuka dengan insisi
lebih kecil dengan efek nyeri paska operasi lebih rendah.17

3.2 KOMPLIKASI

Kolesistitis akut merupakan komplikasi penyakit batu empedu yang


paling umum dan sering meyebabkan kedaruratan abdomen, khususnya
diantara wanita usia pertengahan dan manula. Peradangan akut dari
kandung empedu, berkaitan dengan obstruksi duktus sistikus atau dalam
infundibulum. Gambaran tipikal dari kolesistitis akut adalah nyeri perut
kanan atas yang tajam dan konstan, baik berupa serangan akut ataupun
didahului sebelumnya oleh rasa tidak nyaman di daerah epigastrium post
prandial. Nyeri ini bertambah saat inspirasi atau dengan pergerakan dan
dapat menjalar kepunggung atau ke ujung skapula. Keluhan ini dapat
disertai mual, muntah dan penurunan nafsu makan, yang dapat
berlangsung berhari-hari. Pada pemeriksaan dapat dijumpai tanda
toksemia, nyeri tekan pada kanan atas abdomen dan tanda klasik Murphy
sign (pasien berhenti bernafas sewaktu perut kanan atas ditekan). Masa
yang dapat dipalpasi ditemukan hanya dalam 20% kasus. Kebanyakan

25
pasien akhirnya akan mengalami kolesistektomi terbuka atau
laparoskopik.5

26
BAB III

KESIMPULAN

Kolelitiasis adalah pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu


kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu
material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu.
Batu empedu yang ditemukan pada kandung empedu di klasifikasikan
berdasarkan bahan pembentuknya sebagai batu kolesterol, batu pigment dan batu
campuran. Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang mengandung
> 50% kolesterol) atau batu campuran (batu yang mengandung 20 - 50%
kolesterol). Angka 10% sisanya adalah batu jenis pigmen, yang mana
mengandung < 20% kolesterol. Faktor yang mempengaruhi pembentukan batu
antara lain adalah keadaan statis kandung empedu, pengosongan kandung empedu
yang tidak sempurna dan konsentrasi kalsium dalam kandung empedu.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Lesmana L. 2000. Batu Empedu dalam Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid 1.
Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

2. Schwartz S, Shires G, Spencer F. 2000. Prinsip-prinsip Ilmu Bedah


(Principles of Surgery. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

3. Sjamsuhidayat R, de Jong W. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta:


Penerbit Buku Kedokteran EGC..

4. Brunner & Suddart. 2013.Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 12.Jakarta:EGC.

5. Brunicardi FC et al. 2005. Schwartzs principles of surgery. 8th edition. United


States America : McGraw Hill.

6. Price SA, Wilson LM. 2009. Kolelitiasis dan Kolesistisis dalam :


Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, edisi 4. Jakarta : EGC.

7. Guyton AC, Hall JE. 1997. Sistem Saluran Empedu dalam: Buku Ajar
Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-9. Jakarta: EGC.

8. Reeves CJ. 2001. Penyakit Kandung Empedu dalam : Keperawatan Medika


Bedah. Edisi Ke-1. Jakarta : Salemba Medika.

9. Reksoprodjo S. 1995. Ikterus Dalam Bedah, Dalam Ahmadsyah I, Kumpulan


Kuliah Ilmu Bedah, Bina Rupa Aksara, Jakarta.

10. Mansjoer A. etal, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1, Edisi 3. Penerbit
Media Aesculapius, FKUI, Jakarta.

11. Sarr MG, Cameron JL. 1996. Sistem empedu dalam : Buku Ajar Bedah.
Esentials of Surgery, edisis ke-2. Jakarta: EGC.

12. Garden Jet et al. 2007. Gallstone dalam: Principle and Practice of Surgery.
China: Elseiver.

13. Bateson M. 1991. Batu Empedu dan Penyakit Hati. Jakarta: Arcan.

28
14. Latchie M. Cholelitiasis. 1996. dalam : Oxford Handbook of Clinical Surgery.
Oxford University.

15. Bhangu AA et al. 2007. Cholelitiasis and Cholesistitis dalam: Flesh and
Bones of Surgery. China: Elseiver.

16. https://ningrumwahyuni.wordpress.com/2010/02/03/ikterus-obstruktif-
obstructive-jaundice/

17. Kasper DL et al. 2005. Cholelitiasis, Cholesistitis, and Cholangitis dalam:


Harrisons Manual of Medicine, McGraw Hill.

18. Nealon TF. 1996. Kolesistektomi Laparoskopi dalam : Ketrampilan Pokok


Ilmu Bedah. Jakarta : EGC.

29

Anda mungkin juga menyukai

  • HW Book Reading (Cover)
    HW Book Reading (Cover)
    Dokumen2 halaman
    HW Book Reading (Cover)
    Iwan PuTera PrataMa
    Belum ada peringkat
  • Ke Simp Ulan
    Ke Simp Ulan
    Dokumen1 halaman
    Ke Simp Ulan
    Iwan PuTera PrataMa
    Belum ada peringkat
  • Penyakit Pada Konjungtiva
    Penyakit Pada Konjungtiva
    Dokumen34 halaman
    Penyakit Pada Konjungtiva
    Iwan PuTera PrataMa
    Belum ada peringkat
  • THT Fix
    THT Fix
    Dokumen16 halaman
    THT Fix
    Iwan PuTera PrataMa
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    Iwan PuTera PrataMa
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen1 halaman
    Daftar Isi
    Iwan PuTera PrataMa
    Belum ada peringkat
  • Paper & Lapkas Anastesi O.P Omsk Syip
    Paper & Lapkas Anastesi O.P Omsk Syip
    Dokumen42 halaman
    Paper & Lapkas Anastesi O.P Omsk Syip
    Iwan PuTera PrataMa
    Belum ada peringkat
  • PH
    PH
    Dokumen39 halaman
    PH
    Iwan PuTera PrataMa
    Belum ada peringkat
  • Akg 2013
    Akg 2013
    Dokumen3 halaman
    Akg 2013
    schailichs
    Belum ada peringkat
  • Wawancara
    Wawancara
    Dokumen3 halaman
    Wawancara
    Iwan PuTera PrataMa
    Belum ada peringkat
  • 126 251 1 SM
    126 251 1 SM
    Dokumen12 halaman
    126 251 1 SM
    aidil
    Belum ada peringkat
  • Varikokel
    Varikokel
    Dokumen35 halaman
    Varikokel
    Iwan PuTera PrataMa
    Belum ada peringkat
  • Terapi Cairan
    Terapi Cairan
    Dokumen19 halaman
    Terapi Cairan
    Iwan PuTera PrataMa
    Belum ada peringkat
  • Definisi TB Paru
    Definisi TB Paru
    Dokumen9 halaman
    Definisi TB Paru
    Iwan PuTera PrataMa
    Belum ada peringkat
  • PPT Refrat
    PPT Refrat
    Dokumen9 halaman
    PPT Refrat
    Iwan PuTera PrataMa
    Belum ada peringkat
  • Meningioma Translt
    Meningioma Translt
    Dokumen4 halaman
    Meningioma Translt
    Iwan PuTera PrataMa
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    Iwan PuTera PrataMa
    Belum ada peringkat
  • Bab Iv
    Bab Iv
    Dokumen8 halaman
    Bab Iv
    Iwan PuTera PrataMa
    Belum ada peringkat
  • Astrocytoma Translt
    Astrocytoma Translt
    Dokumen1 halaman
    Astrocytoma Translt
    Iwan PuTera PrataMa
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen1 halaman
    Daftar Isi
    Iwan PuTera PrataMa
    Belum ada peringkat
  • Wawancara
    Wawancara
    Dokumen4 halaman
    Wawancara
    Iwan PuTera PrataMa
    Belum ada peringkat
  • Parvovirus B19
    Parvovirus B19
    Dokumen6 halaman
    Parvovirus B19
    Iwan PuTera PrataMa
    Belum ada peringkat
  • Omsk Lapkas THT
    Omsk Lapkas THT
    Dokumen33 halaman
    Omsk Lapkas THT
    Iwan PuTera PrataMa
    Belum ada peringkat
  • Bab 1 Fixx
    Bab 1 Fixx
    Dokumen36 halaman
    Bab 1 Fixx
    Iwan PuTera PrataMa
    Belum ada peringkat
  • 126 251 1 SM
    126 251 1 SM
    Dokumen12 halaman
    126 251 1 SM
    aidil
    Belum ada peringkat
  • Rinitis Atrofi
    Rinitis Atrofi
    Dokumen16 halaman
    Rinitis Atrofi
    gigikanan
    Belum ada peringkat
  • Wawancara
    Wawancara
    Dokumen3 halaman
    Wawancara
    Iwan PuTera PrataMa
    Belum ada peringkat
  • BADGE Koass Anak
    BADGE Koass Anak
    Dokumen2 halaman
    BADGE Koass Anak
    Iwan PuTera PrataMa
    Belum ada peringkat
  • Anestesi Pada THT
    Anestesi Pada THT
    Dokumen16 halaman
    Anestesi Pada THT
    Iwan PuTera PrataMa
    Belum ada peringkat