FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
LAPORAN KASUS
DIABETES MELITUS TIPE 2
KAKI DIABETIK
DISUSUN OLEH:
Afiyati Abdullah
111 2016 2061
PEMBIMBING:
Dr. dr. A.Muh. Lutfi Parewangi, Sp.PD,KGEH
1
HALAMAN PENGESAHAN
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia
Pembimbing
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
berakhir dengan kecacatan dan kematian. Ada bukti yang menunjukkan bahwa
etiologi diabetes bermacam-macam. Meskipun berbagai lesi dengan jenis yang
berbeda akhirnya mengarah pada insufisiensi insulin, tetapi determinan genetic
biasanya memegang peranan penting pada mayoritas penderita diabetes melitus.(1)
4
BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. M
Umur : 53 tahun
Tanggal Lahir : 01 Januari 1964
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : IRT
Alamat : Jl. Dusun Pattene, Kel.Minasa Baji, Kec.Bantimurung
Maros
Telp/ HP : 082 187 478 919
Agama : Islam
No. RM : 212117
Tanggal Masuk : 03 Maret 2017, 20:00
Tanggal Keluar : 15 Maret 2017
Nama RS : RSUD Salewangeng Maros
Rg Perawatan : Flamboyan K6
ANAMNESIS
Autoanamnesis
Keluhan Utama : Luka pada kaki kanan
Anamnesis Terpimpin:
Pasien masuk dengan luka pada jari kaki kanan yang baru disadari
sejak 2 minggu yang lalu, kadang-kadang nyeri. Awalnya pasien tidak
merasakan adanya luka tersebut sampai dia diberitahu oleh keluarganya dan
melihat sendiri luka dikakinya yang semakin meluas dan sulit sembuh.
Demam tidak ada. Keluhan batuk tidak ada, mual dan muntak tidak ada. BAB
normal warna kuning, BAK lancar warna kuning. Riwayat DM ada beberapa
tahun yang lalu dan mengkonsumsi metformin 500 mg 2x1 tapi tidak berobat
teratur. Riwayat penyakit ginjal, penyakit jantung, dan TB paru disangkal.
5
II. STATUS PRESENT
Sakit Sedang / Gizi cukup / Composmentis
BB : 56 kg,
TB : 155 cm,
IMT : 23,3kg/m2 (normal)
Tanda vital :
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Nadi : 84 x/menit
Pernapasan : 22 x/menit
Suhu : 36,2C
6
Hidung
Perdarahan : (-/-)
Sekret : (-/-)
Kongesti : (-/-)
Mulut
Bibir : Pucat (-), kering (-)
Lidah : Kotor (-), tremor (-), hiperemis (-)
Tonsil : T1 T1, hiperemis (-)
Faring : Hiperemis (-)
Gigi geligi : Dalam batas normal
Gusi : Dalam batas normal
Leher
Kelenjar getah bening : Tidak terdapat pembesaran
Kelenjar gondok : Tidak terdapat pembesaran
Pembuluh darah : Tidak terdapat kelainan
Kaku kuduk : (-)
Tumor : (-)
Dada
Inspeksi
Bentuk : Normochest, simetris kiri = kanan
Pembuluh darah : Tidak ada kelainan
Buah dada : Dalam batas normal
Sela iga : Dalam batas normal
Paru
Palpasi
Fremitus raba : Dalam batas normal, kiri = kanan
Nyeri tekan : (-)
Perkusi
Paru kiri : Sonor
Paru kanan : Sonor
Batas paru-hepar : ICS VI dekstra anterior,
7
Batas paru belakang kanan : CV Th. IX dekstra
Batas paru belakang kiri : CV Th. X sinistra
Auskultasi
Bunyi pernapasan : Vesikuler
Bunyi tambahan : Rh -/-, Wh -/-
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Pekak, batas jantung dalam batas normal (batas jantung
kanan linea parasternalis dextra, batas jantung kiri linea
midclavicularis sinistrra ICS V, batas atas jantung ICS II)
Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni regular, bunyi tambahan (-)
Perut
Inspeksi : Datar, ikut gerak napas
Palpasi : Nyeri tekan (-) MT (-)
Hepar tidak teraba
Lien tidak teraba.
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal
Alat Kelamin
Tidak dilakukan pemeriksaan
Anus dan Rektum
Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas
Status lokalis : Luka kronis di Regio jari kaki kanan dan Plantar Pedis
dextra, tepi luka tidak teratur, warna dasar luka kemerahan, pus (+), bau
(+), kulit sekitar luka kering, nyeri, edema +, tampak nekrosis (kehitaman)
pada jari IV dan kulit berwarna keputihan pada jari V
8
Tampak depan Tampak belakang
V. RESUME
Pasien An.M, Perempuan, 53 tahun, masuk ke UGD pada pukul 20.00
dengan luka pada kaki kanan yang semakin meluas dan sulit sembuh sejak
2 minggu yang lalu sebelum masuk rumah sakit, kadang-kadang dirasakan
nyeri. Awalnya pasien tidak merasakan adanya luka tersebut sampai ada
keluarga yang memberitahukan. Keluhan batuk tidak ada, mual dan muntah
tidak ada. BAB normal warna kuning, BAK lancar warna kuning. Riwayat
DM ada beberapa tahun yang lalu dan pernah mengkonsumsi Metformin 2 x
1. Riwayat HT disangkal. Riwayat penyakit ginjal, penyakit jantung, dan TB
paru disangkal. Dari pemeriksaan fisis keadaan umum lemah, status lokalis
extremitas : Luka kronis di regio jari kaki kanan dan Plantar Pedis dextra,
tepi luka tidak teratur, warna dasar luka kemerahan, pus (+), bau (+), kulit
sekitar luka kering, nyeri, edema +, tampak nekrosis (kehitaman) pada jari IV
dan kulit berwarna keputihan pada jari V
9
VI. ASSESSMENT
- Diabates Melitus tipe 2
- Hipertensi Grade II
- Kaki Diabetik Wegner II
VII. PLANNING
- Cefuroxyme 750 mg/12jam/IV
- Metronidazole 0,5 gr/8jam/drips
- Ketorolac 30 mg/8jam/IV
- Ranitidin 50 mg/8jam/IV
- Lantus 0-0-8 IU/sc
- Novorapid 10-10-10 IU/sc
- GDP/hari
10
FOLLOW UP
TGL PERJALANAN PENYAKIT INSTRUKSI DOKTER
06/03 T : 140/80 mmHg S: P:
/2017 N : 88 x/mnt Luka pada kaki kanan (+), nyeri RL 20 tpm
P : 20 x/mnt (+), demam (-), batuk (-), Cefuroxyme750 mg/12jam/IV
S : 37C Sakit kepala (-) Metronidazole 0,5 gr/8jam/IV
Nyeri ulu hati (+), mual (-), Ketorolac 30 mg/8jam/IV
muntah (-), kembung Ranitidin 50 mg/8jam/IV
BAB : biasa, BAK : lancar Lantus 0-0-8 IU/sc
O: Novorapid 10-10-10 IU/sc
SS / GC / CM
Anemis -/-, ikterus -/-,
BP : vesikuler, Anjuran :
BT : Rh -/-, Wh -/- Cek GDS,SGOT/SGPT,
Peristaltik (+), kesan N, Ur/Cr,
Hepatomegali (-)
Splenomegali (-) Tunggu hasil :
Ext : Edema -/-, peteki -/-
Status Lokalis : Regio jari kaki
kanan dan Plantar Pedis dextra, tepi
luka tidak teratur, warna dasar luka
kemerahan, pus (+), bau (+), kulit
sekitar luka kering, nyeri, edema +,
tampak nekrosis (kehitaman) pada
jari IV dan kulit berwarna keputihan
pada jari V
GDS : 252
A:
Ulkus diabetik
DM Tipe 2
11
07/03 T:150/100 mmHg S: P:
/2017 N: 80 x/mnt Luka pada kaki kanan (+), nyeri RL 20 tpm
P : 22 x/mnt (+), demam (-), batuk (-), Cefuroxyme750 mg/12jam/IV
S : 36,5 C Sakit kepala (+), pusing (+) Metronidazole 0,5 gr/8jam/IV
Nyeri ulu hati (+), mual (-), Ketorolac 30 mg/8jam/IV
muntah (-), Ranitidin 50 mg/8jam/IV
BAB : biasa, BAK : lancar Lantus 0-0-8 IU/sc
O: Novorapid 10-10-10 IU/sc
SS / GC / CM GDP/hari
Anemis -/-, ikterus -/-,
BP : vesikuler, Anjuran :
BT : Rh -/-, Wh -/- Candesartan 8 mg/24jam/oral
Peristaltik (+), kesan N,
Hepatomegali (-) Tunggu hasil :
Splenomegali (-) -
Ext : Edema -/-, peteki -/-
Status Lokalis : Regio jari kaki
kanan dan Plantar Pedis dextra, tepi
luka tidak teratur, warna dasar luka
kemerahan, pus (+), bau (+), kulit
sekitar luka kering, nyeri, edema +,
tampak nekrosis (kehitaman) pada
jari IV dan kulit berwarna keputihan
pada jari V
GDP : 254
A:
Ulkus diabetik
DM Tipe 2
Hipertensi Gr. II
12
08/03 T : 120/70 mmHg S: P:
/2017 N : 80 x/mnt Luka pada kaki kanan (+), nyeri Diet Rendah Garam
P : 18 x/mnt (+), demam (-), batuk (-), RL 20 tpm
S : 36,2C Sakit kepala (+), pusing (+) Cefuroxyme750 mg/12jam/IV
Nyeri ulu hati (+), mual (-), Metronidazole 0,5 gr/8jam/IV
muntah (-), Ketorolac 30 mg/8jam/IV
BAB : biasa, BAK : lancar Ranitidin 50 mg/8jam/IV
O: Lantus 0-0-8 IU/sc
SS / GC / CM Novorapid 10-10-10 IU/sc
Anemis -/-, ikterus -/-, Candesartan 8 mg/24jam/oral
BP : vesikuler,
BT : Rh -/-, Wh -/- Anjuran :
Peristaltik (+), kesan N, GDP/hari
Hepatomegali (-)
Splenomegali (-) Tunggu hasil :
Ext : Edema -/-, peteki -/-
Status Lokalis : Regio jari kaki
kanan dan Plantar Pedis dextra, tepi
luka tidak teratur, warna dasar luka
kemerahan, pus (+), bau (+), kulit
sekitar luka kering, nyeri, edema +,
tampak nekrosis (kehitaman) pada
jari IV dan kulit berwarna keputihan
pada jari V
GDP : 216
A:
Ulkus diabetik
DM Tipe 2
Hipertensi gr II
TANGGAL 08 Maret 2017
Laboratorium
GDP 216 mg/dl 70-110 mg/dl
13
BAB : biasa, BAK : lancar Novorapid 10-10-10 IU/sc
O: Candesartan 8 mg/24jam/oral
SS / GC / CM
Anemis -/-, ikterus -/-, Anjuran :
BP : vesikuler,
BT : Rh -/-, Wh -/-
Peristaltik (+), kesan N, Tunggu hasil :
Hepatomegali (-)
Splenomegali (-)
Ext : Edema -/-, peteki -/-.
A:
Ulkus diabetik
DM Tipe 2
Hipertensi Gr. II
TANGGAL 09 Maret 2017
Laboratorium
GDS 205 mg/dl 70-110 mg/dl
10/03 T : 140/80 mmHg S: P:
/2017 N : 80 x/mnt Nyeri di tempat operasi post Diet Rendah Garam
P : 22 x/mnt debridement, lemas (-), demam RL 20 tpm
S : 37,1 C (-), penurunan nafsu makan (-) Cefuroxyme750 mg/12jam/IV
Sakit kepala (-) Ketorolac 30 mg/8jam/IV
Nyeri ulu hati (-), mual (-), Ranitidin 50 mg/8jam/IV
muntah (-), Gatal pada ketiak Lantus 0-0-10 IU/sc
BAB : biasa, BAK : lancar Novorapid 10-10-10 IU/sc
O: Candesartan 8 mg/24jam/oral
SS / GC / CM Anjuran :
Anemis -/-, ikterus -/-,
BP : vesikuler,
BT : Rh -/-, Wh -/- Tunggu hasil :
Peristaltik (+), kesan N,
Hepatomegali (-)
Splenomegali (-)
A:
Ulkus diabetik
DM Tipe 2
Hipertensi Gr. II
14
11/03 T : 120/80 mmHg S: P:
/2017 N : 88 x/mnt Nyeri di tempat operasi post Diet Rendah Garam
P : 20 x/mnt debridement, lemas (-), demam RL 20 tpm
S : 36,5 C (-), penurunan nafsu makan (-) Cefuroxyme750 mg/12jam/IV
Sakit kepala (-) Ketorolac 30 mg/8jam/IV
Nyeri ulu hati (-), mual (-), Ranitidin 50 mg/8jam/IV
muntah (-), Gatal pada ketiak Lantus 0-0-10 IU/sc
BAB : biasa, BAK : lancar Novorapid 10-10-10 IU/sc
O: Candesartan 8 mg/24jam/oral
SS / GC / CM
Anemis -/-, ikterus -/-, Anjuran :
BP : vesikuler,
BT : Rh -/-, Wh -/- Tunggu hasil :
Peristaltik (+), kesan N,
Hepatomegali (-)
Splenomegali (-).
Pedis : post debridement
A:
Ulkus diabetik
DM Tipe 2
Hipertensi Gr.II
15
A:
Ulkus diabetik
DM Tipe 2
Hipertensi Gr.II
16
O: Candesartan 8 mg/24jam/oral
SS / GC / CM
Anemis -/-, ikterus -/-, Anjuran :
BP : vesikuler,
BT : Rh -/-, Wh -/-
Peristaltik (+), kesan N, Tunggu hasil :
Hepatomegali (-)
Splenomegali (-)
A:
Ulkus diabetik
DM Tipe 2
Hipertensi Gr.II
VIII. PROGNOSIS
Quad ad functionam : Dubia ad malam
Quad ad sanationam : Dubia ad malam
Quad et vitam : Dubia ad bonam
17
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
18
Dalam patofisiologi DM tipe 2 terdapat beberapa keadaan yang berperan
yaitu :
1. Resistensi insulin
2. Disfungsi sel B pancreas
Diabetes melitus tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin,
namun karena sel sel sasaran insulin gagal atau tidak mampu merespon insulin
secara normal. Keadaan ini lazim disebut sebagai resistensi insulin.
Resistensi insulinbanyak terjadi akibat dari obesitas dan kurang nya
aktivitas fisik serta penuaan.Pada penderita diabetes melitus tipe 2 dapat juga
terjadi produksi glukosa hepatik yang berlebihan namun tidak terjadi pengrusakan
sel-sel B langerhans secara autoimun seperti diabetes melitus tipe 1. Defisiensi
fungsi insulin pada penderita diabetes melitus tipe 2 hanya bersifat relatif dan
tidak absolut.
Pada awal perkembangan diabetes melitus tipe 2, sel B menunjukan
gangguan pada sekresi insulin fase pertama,artinya sekresi insulin gagal
mengkompensasi resistensi insulin. Apabila tidak ditangani dengan baik,pada
perkembangan selanjutnya akan terjadi kerusakan sel-sel B pankreas. Kerusakan
sel-sel B pankreas akan terjadi secara progresif seringkali akan menyebabkan
defisiensi insulin,sehingga akhirnya penderita memerlukan insulin eksogen. Pada
penderita diabetes melitus tipe 2 memang umumnya ditemukan kedua faktor
tersebut, yaitu resistensi insulin dan defisiensi insulin.
Awalnya resistensi insulin masih belum menyebabkan diabetes secara
klinis. Pada saat tersebut sel beta pankreas masih dapat mengkompensasi keadaan
ini dan terjadi suatu hiperinsulinemia dan glukosa darah masih normal atau baru
sedikit meningkat. Kemudian setelah terjadi diabetes melitus secara klinis, yang
ditandai dengan terjadinya peningkatan kadar glukosa darah yang memenuhi
kriteria diagnosis diabetes melitus. Otot adalah pengguna glukosa yang paling
banyak sehingga resistensi insulin mengakibatkan kegagalan ambilan glukosa
oleh otot. Fenomena resistensi insulin ini terjadi beberapa dekade sebelum onset
DM dan telah dibuktikan pada saudara kandung DM tipe 2 yang normoglikemik .
selain genetik, faktor lingkungan juga mempengaruhi kondisi resistensi insulin.
19
Pada awalnya, kondisi resistensi insulin ini dikompensasi oleh peningkatan
sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Seiring dengan progresifitas penyakit maka
produksi insulin ini berangsur menurun menimbulkan klinis hiperglikemia yang
nyata. Hiperglikemia awalnya terjadi pada fase setelah makan saat otot gagal
melakukan ambilan glukosa dengan optimal. Pada fase berikutnya dimana
produksi insulin semakin menurun, maka terjadi produksi glukosa hati yang
berlebihan dan mengakibatkan meningkatnya glukosa darah pada saat puasa.
Hiperglikemia yang terjadi memperberat gangguan sekresi insulin yang sudah ada
dan disebut dengan fenomena glukotoksisitas.
Selain pada otot, resistensi insulin juga terjadi pada jaringan adiposa
sehingga proses lipolisis dan meningkatkan asam lemak bebas. Hal ini juga
mengakibatkan gangguan proses ambilan glukosa oleh sel otot dan mengganggu
sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Fenomena ini yang disebut dengan
lipotoksisitas.(1,7)
20
4. Dislipidemia
5. Diet tidak sehat.
3.1.6 DIAGNOSIS
Keluhan klasik pada diabetes melitus berupa:(4) poliuria (banyak berkemih)
polidipsia (rasa haus sehingga jadi banyak minum)
polifagia (banyak makan karena perasaan lapar terus-menerus)
penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya
Dalam menegakkan diagnosis DM harus diperhatikan asal bahan darah yang
diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai:
A. Pemeriksaan Penyaring (8)
Pemeriksaan penyaring perlu dilakukan pada kelompok dengan salah satu
faktor risiko untuk DM, yaitu:
1) Kelompok usia dewasa tua ( > 45 tahun )
2) Kegemukan {BB (kg) > 120% BB idaman atau IMT > 27 (kg/m2)}
3) Tekanan darah tinggi (> 140/90 mmhg)
4) Riwayat keluarga DM
5) Riwayat kehamilan dengan bb lahir bayi > 4000 gram
6) Riwayat dm pada kehamilan
7) Dislipidemia (HDL < 35 mg/dl dan atau trigliserida > 250 mg/dl
21
8) Pernah TGT (toleransi glukosa terganggu) atau GDPT (glukosa darah puasa
terganggu)
B. Penegakan Diagnosis(6)
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah.
Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa
secara enzimatik dengan bahan plasma darah vena. Pemantauan hasil
pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah
kapiler dengan glukometer. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar
adanya glukosuria. Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang DM.
Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhanseperti:
Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat
badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi
ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita
22
Alur diagnosa diabetes mellitus
3.1.7 PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas hidup
penyandang diabetes. Tujuan penatalaksanaan meliputi:(6)
1. Tujuan jangka pendek: menghilangkan keluhan DM, memperbaiki kualitas
hidup, dan mengurangi risiko komplikasi akut.
2. Tujuan jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit
mikroangiopati dan makroangiopati.
3. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM.
23
Pengobatan lain yang mungkin berpengaruh terhadap glukosa darah.
Faktor risiko: merokok, hipertensi, riwayat penyakit jantung koroner,
obesitas, danriwayat penyakit keluarga (termasuk penyakit DM dan
endokrin lain).
Riwayat penyakit dan pengobatan.
Pola hidup, budaya, psikososial, pendidikan, dan status ekonomi.
b. Pemeriksaan Fisik
Pengukuran tinggi dan berat badan.
Pengukuran tekanan darah, nadi, rongga mulut, kelenjar tiroid, paru dan
jantung
Pemeriksaan kaki secara komprehensif
c. Evaluasi Laboratorium
HbA1c diperiksa paling sedikit 2 kali dalam 1 tahun pada pasien yang
mencapaisasaran terapi dan yang memiliki kendali glikemik stabil. dan
4 kali dalam 1 tahunpada pasien dengan perubahan terapi atau yang
tidak mencapai sasaran terapi.
Glukosa darah puasa dan 2 jam setelah makan.
d. Penapisan Komplikasi
Penapisan komplikasi harus dilakukan pada setiap penderita yang baru
terdiagnosis DMT2 melalui pemeriksaan:
Profil lipid dan kreatinin serum.
Urinalisis dan albumin urin kuantitatif.
Elektrokardiogram.
Foto sinar-X dada
Funduskopi dilatasi dan pemeriksaan mata secara komprehensif oleh
dokter spesialis mata atau optometris.
Pemeriksaan kaki secara komprehensif setiap tahun untuk mengenali
faktor risiko prediksi ulkus dan amputasi: inspeksi, denyut pembuluh
darah kaki, tes monofilament 10 g, dan Ankle Brachial Index (ABI).
24
II. Langkah-langkah Penatalaksanaan Khusus(6)
Penatalaksanaan DM dimulai dengan pola hidup sehat, dan bila perlu
dilakukan intervensi farmakologis dengan obat antihiperglikemia secara oral
dan/atau suntikan.
1. Edukasi
Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan sebagai
bagian dari upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting
dari pengelolaan DM secara holistik.
2. Terapi Nutrisi Medis (TNM)
Penyandang DM perlu diberikan penekanan mengenai pentingnya
keteraturan jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama pada
mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin.
3. Latihan Jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-5 hari
seminggu selama sekitar 30-45 menit, dengan total 150 menit perminggu,
dengan jeda antar latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut. Latihan
jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik
dengan intensitas sedang (50-70% denyut jantung maksimal) seperti jalan
cepat, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Denyut jantung maksimal
dihitung dengan cara = 220-usia pasien
4. Intervensi Farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan
latihan jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat
oral dan bentuk suntikan.
25
Obat golongan ini mempunyai efek utama memacu sekresi insulin oleh
sel betapankreas.
- Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea,
dengan penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. Obat
ini dapat mengatasi hiperglikemia post prandial.
26
Obat golongan penghambat DPP-IV menghambat kerja enzim DPP-IV
sehinggaGLP-1 (Glucose Like Peptide-1) tetap dalam konsentrasi yang
tinggi dalam bentukaktif. Aktivitas GLP-1 untuk meningkatkan sekresi
insulin dan menekan sekresi glukagon bergantung kadar glukosa darah
(glucose dependent).
27
b. Obat Antihiperglikemia Suntik (9)
1) Insulin
28
Terapi insulin dibagi menjadi 60% preprandial dan 40% basal. Dosis insulin
basal berdasarkan GDP:
<70 mg/dL: turunkan dosis 2 unit
70 130 mg/dL: pertahankan dosis
>130 mg/dL: naikkan dosis 2 unit setiap 3 hari
>180 mg/dL: naikkan dosis 4 unit tiap 3 hari
Gambar 3.Memulai terapi insulin pada diabetes melitus
29
c. Terapi Kombinasi
Terapi dengan obat antihiperglikemia oral kombinasi baik secara terpisah
ataupun fixeddose combination dalam bentuk tablet tunggal, harus
menggunakan dua macam obatdengan mekanisme kerja yang berbeda. Pada
keadaan tertentu dapat terjadi sasaran kadarglukosa darah yang belum tercapai,
sehingga perlu diberikan kombinasi tiga obatantihiperglikemia oral dari
kelompok yang berbeda atau kombinasi obat anti hiperglikemia oral dengan
insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan klinisdimana insulin tidak
memungkinkan untuk dipakai, terapi dengan kombinasi tiga obat anti
hiperglikemia oral dapat menjadi pilihan.
Kombinasi obat antihiperglikemia oral dan insulin yang banyak
dipergunakan adalah kombinasi obat antihiperglikemia oral dan insulin basal
(insulin kerja menengah atauinsulin kerja panjang), yang diberikan pada
malam hari menjelang tidur. Pendekatanterapi tersebut pada umumnya dapat
mencapai kendali glukosa darah yang baik dengandosis insulin yang cukup
kecil. Dosis awal insulin kerja menengah adalah 6 10unit yangdiberikan
sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan
menilaikadar glukosa darah puasa keesokan harinya. Pada keadaaan dimana
kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak terkendali meskipun sudah
mendapat insulin basal, makaperlu diberikan terapi kombinasi insulin basal dan
prandial, serta pemberian obat anti hiperglikemia oral dihentikan
3.1.8 KOMPLIKASI
Pada DM yang tidak terkendali dapat terjadi komplikasi metabolik akut maupun
komplikasi vaskuler kronik, baik mikroangiopati maupun makroangiopati.(1)
Komplikasi akut yang dapat terjadi diantaranya :
1. Ketoasidosis Diabetik
2. Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik
Komplikasi kronis yang dapat terjadi akibat diabetes yang tidak terkendali adalah:
1. Kerusakan saraf (Neuropati)
2. Kerusakan ginjal (Nefropati)
30
3. Kerusakan mata (Retinopati)
4. Penyakit jantung koroner (PJK)
5. Stroke
6. Hipertensi
7. Penyakit pembuluh darah perifer
8. Gangguan pada hati
9. Penyakit paru
10. Gangguan saluran cerna
11. Infeksi
3.1.9 PENCEGAHAN
Pencegahan diabetes mellitus tipe 2 sebagai berikut: (1)
1. Pencegahan primer
Modifikasi gaya hidup ( pola makan sesuai, aktivitas fisik, penurunan berat
badan) dengan didukung program edukasi yang berkelanjutan.
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan terjadinya komplikasi akut maupun jangka panjang. Kadar glukosa
darah harus selalu terkendali mendekati angka normal, dalam upaya
pengendalian kadar glukosa darah harus diutamakan cara-cara
nonfarmakologis terlebih dahulu secara maksimal agar tidak terjadi resistensi
insulin misalnya dengan aktifitas fisik, edukasi makanan, dan lain-lain.bila
tidak berhasil, baru megginakan obat,baik obat oral maupun insulin.
3. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier adalah upaya untuk mencegah komplikasi atau kecacatan
yang timbul akibat komplikasi.
31
3.2 KAKI DIABETIK
3.2.1 DEFINISI
Kaki diabetik yang merupakan komplikasi dari diabetes mellitus
disebabkan oleh penyakit vaskuler perifer atau oleh neuropati namun seringkali
disebabkan oleh keduanya.(10)
3.2.2 ETIOLOGI
Infeksi kaki diabetes biasanya muncul baik dalam ulserasi kulit yang
terjadi sebagai konsekuensi perifer (sensorik dan motorik) neuropati atau luka
disebabkan oleh beberapa bentuk trauma. Berbagai mikroorganisme menyebabkan
kerusakan jaringan yaitu, infeksi klinis. Infeksi ini dapat kemudian menyebar,
termasuk ke dalam jaringan yang lebih dalam, sering mencapai tulang.(11)
32
3.2.3 PATOFISIOLOGI
1. Berikut gambar patofisiologi terjadinya kaki diabetes.(1)
33
3.2.4 KLASIFIKASI
Tabel Klasifikasi Wagner
0 Kulit intak atau utuh
1 Tukak Superfisial
2 Tukak dalam (sampai tendon,tulang)
3 Tukak dalam dengan infeksi
4 Tukak dengan gangren pada 1-2 jari kaki
5 Tukak dengan gangren luas pada seluruh kaki
Adanya klasifikasi kaki diabetes yang dapat diterima oleh semua pihak akan
mempermudah para peneliti dalam membandingkan hasil peneliti dari berbagai
tempat di muka bumi. (1)
34
pemberian antibiotik harus diberikan antibiotik dengan spektrum luas,
mencakup kuman garam negative dan positif seperti misalnya golongann
sefalosporin ), dikombinasikan dengan obat-obatan yang bermannfaat
untuk kuman anaerob (seperti misalnya metronidazole).
4. Vascular control
Keadaan vaskular yang buruk tentu akan menghambat kesembuhan luka.
Umumya kelainan pembuuh darah perifer dapat dikenali melalui berbagai
cara sederhana seperti warna dan suhu kulit, perabaan arteri dorsalis pedis
dan arteri tibialis posterior serta ditambah pengukuran tekanan darah.
Setelah dilakukan diagnosis keadaan vaskularnya, dapat dilakukan
pengelolaan unntuk kelainnan pembuluh darah perifer dari sudut vaskuler,
yaitu berupa:
a) Modifikasi faktor resiko
Stop merokok dan memperbaiki berbagai factor resiko terkait
aterosklerosis ( hiperglikemia, hipertensi, dyslipidemia ).
b) Revaskularisasi
Jika kemunngkinan kesembuhan luka rendah dan jika ada claudicatio
intermitten yang hebat, tindakan revaskulrisasi sangat dianjurkan.
Sebelum tindakan revaskularisasi diperlukan permeriksaan arteriografi
untuk mendpatkan gambaran pembulu darah yang lebih jelas, sehingga
dokter ahli bedah vaskuler dapat lebih mudah melakukan rencana
tindakan dan menngerjakaannya.
5. Metabolic control
Konsentrasi glukosa daraah diusahakan agar selalu senormal mungkin,
untuk memperbaiki berbgai factor terkait hiperglikemia yang daapat
menghambat penyembuhan luka. Umumnya diperlukan insulin untuk
menormalisasi konsentrasi glukosa darah. Status nutrisi harus diperhatikan
da diperbaiki seperti konsentrasi albumin serum, konsentrasi Hb dan
derajat oksigenasi jaringan. Demikian juga fungsi ginjalnya.
6. Educational control.
35
Pemakaian alas kaki/sepatu khusus untuk mengurangi tekanan plantar
akan sangat membantu mencegah terjadinya ulkus baru. Ulkus yang
terjadinya berikut memberikan prognosis yang jauh lebih buruk daripada
ulkus yang pertama. (1)
36
BAB IV
PEMBAHASAN
37
perubahan struktural dalam arteri-arteri kecil dan arteriola menyebabkan
penyumbatan pembuluh darah progresif. Bila pembuluh darah menyempit maka
aliran arteri terganggu maka dapat menyebabkan infark pada daerah setempat.
Nantinya LDL akan masuk ke tunika intima dan lama kelamaan semakin banyak
sehingga membuat inflamasi dan mediator inflamasi akan datang untuk mengatasi
inflamasi tersebut namun akan membuat plak pada daerah sekitar tempat
terjadinya inflamasi, sehingga diameter menjadi lebih sempit dan aliran darah
menjadi lebih cepat, keduanya saling mempengaruhi.
38
DAFTAR PUSTAKA
1. Aru W. Sudoyo. Editor. Buku Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, Edisi V.
Jakarta: Interna Publishing: 2009. H. 1865, 1875-9, 1880-2, 1922, 191-5
2. Waspadji, Sarwono, Kartini Sukardji, Meida Oktarina. 2004. Pedoman
Diet Diabetes Melitus. Jakarta: Balai Penerbit FK UI.Garber AJ, Duncan
TG, Goodman AM, Mills DJ, Rohlf JL. 1997. Efficacy of metformin in
type II diabetes: results of a double-blind, placebo-controlled, dose-
response trial. Am J Med.
3. Rojas LBA, Gomes MB. 2013. Metformin: an old but still the best
treatment fortype 2 diabetes. Diabetology & Metabolic Syndrome.
4. Suryono, Slamet. 2014. Diabetes Melitus di Indonesia dalam Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Edisi VI Jilid II. Jakarta: Interna Publishing
5. Batis, Krisnawati. 2004. Epidemiologi Penyakit Diabetes Mellitus. Depok:
FKM UI
6. Rudijanto, Achmad dkk. Konsensus dan Pengelolaan Diabetes Melitus
Tipe 2 di Indonesia. 2015. Jakarta: PB Endokrinologi Indonesia
7. (Lauralee sherwood. Editor. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, Edisi 6.
Jakarta; EGC; 2009. H. 666-8, 780, 782, 783, 789, 790.)
8. Shahab, Alwi,2006.Diagnosis Dan Penatalaksanaan Diabetes Melitus
(Disarikan Dari Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus Di Indonesia:
Perkeni 2006).Sub bagian Endokrinologi Metabolik, Bagian Ilmu Penyakit
Dalam, Fk Unsri/ Rsmh Palembang, Palembang.
9. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Petunjuk Praktis: Terapi Insulin
Pada Pasien Diabetes Melitus, PB. PERKENI. Jakarta. 2015
10. Ben Greenstein dan Diana Wood. Editor. At Glance Sistem Endokrin,
Edisi Ke dua. Jakarta: Erlangga; 2010. H 86,87.
11. Hastuti, Faktor-Faktor Resiko Ulkus Diabetica pada Penderita Diabetes
Mellitus. Undip. 2008.
39