Anda di halaman 1dari 39

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM Makassar, 21 Maret 2017

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

LAPORAN KASUS
DIABETES MELITUS TIPE 2
KAKI DIABETIK

DISUSUN OLEH:
Afiyati Abdullah
111 2016 2061

PEMBIMBING:
Dr. dr. A.Muh. Lutfi Parewangi, Sp.PD,KGEH

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2017

1
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertandangan di bawah ini menyatakan bahwa :

Nama : Afiyati Abdullah


NIM : 111 2016 2061
Judul : Diabetes Melitus tipe 2 dan Kaki Diabetik

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia

Makassar, Maret 2017

Pembimbing

Dr. dr. A.Muh. Lutfi Parewangi, Sp.PD,KGEH

2
BAB I
PENDAHULUAN

Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan


karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin atau keduanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan
kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh
terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah. World Health
Organization (WHO) sebelumnya telah merumuskan bahwa DM merupakan
sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat
tetapi secara umum dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik
dan kimiawi akibat dari sejumlah faktor di mana didapat defisiensi insulin absolut
atau relatif dan gangguan fungsi insulin.(1)
Pada orang dengan metabolisme normal, insulin dilepaskan dari sel-sel
beta () pulau langerhans pankreas setelah makan (postprandial), dan mengirim
sinyal ke jaringan sensitif terhadap insulin dalam tubuh (misalnya, otot, adiposa)
untuk menyerap glukosa. Hal ini akan menurunkan kadar glukosa darah. Sel-sel
beta mengurangi output insulin saat kadar glukosa darah turun, dengan akibat
glukosa darah dijaga pada sekitar 5 mmol/L (mM) atau 90 mg/dL. Pada orang
dengan resistensi insulin, kadar normal insulin tidak memiliki efek yang sama
pada sel-sel otot dan adiposa, dengan hasil kadar glukosa tetap lebih tinggi dari
biasanya. Untuk mengkompensasi hal ini, pankreas dalam individu resistensi
insulin dirangsang untuk melepaskan lebih banyak insulin.(2)
Resistensi insulin yang berakhir dengan kerusakan progresif sel Beta
pancreas dan hiperglikemia merupakan patogenesis utama diabetes melitus (DM)
tipe 2. Dimana target akhir terapi DM tipe 2 adalah mencapai kadar glukosa darah
yang mendekati normal, tanpa menyebabkan hipoglikemia. Untuk mencapai target
tersebut diperlukan tatalaksana DM tipe 2 yang agresif.(3)
Kaki diabetes merupakan salah satu komplikasi kronik DM yang paling
ditakuti. Hasil pengelolaan kaki diabetes sering mengecewakan baik bagi dokter
pengelola maupun penyadang DM dan keluarganya.Sering kali kaki diabetes

3
berakhir dengan kecacatan dan kematian. Ada bukti yang menunjukkan bahwa
etiologi diabetes bermacam-macam. Meskipun berbagai lesi dengan jenis yang
berbeda akhirnya mengarah pada insufisiensi insulin, tetapi determinan genetic
biasanya memegang peranan penting pada mayoritas penderita diabetes melitus.(1)

4
BAB II
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. M
Umur : 53 tahun
Tanggal Lahir : 01 Januari 1964
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : IRT
Alamat : Jl. Dusun Pattene, Kel.Minasa Baji, Kec.Bantimurung
Maros
Telp/ HP : 082 187 478 919
Agama : Islam
No. RM : 212117
Tanggal Masuk : 03 Maret 2017, 20:00
Tanggal Keluar : 15 Maret 2017
Nama RS : RSUD Salewangeng Maros
Rg Perawatan : Flamboyan K6

ANAMNESIS
Autoanamnesis
Keluhan Utama : Luka pada kaki kanan
Anamnesis Terpimpin:
Pasien masuk dengan luka pada jari kaki kanan yang baru disadari
sejak 2 minggu yang lalu, kadang-kadang nyeri. Awalnya pasien tidak
merasakan adanya luka tersebut sampai dia diberitahu oleh keluarganya dan
melihat sendiri luka dikakinya yang semakin meluas dan sulit sembuh.
Demam tidak ada. Keluhan batuk tidak ada, mual dan muntak tidak ada. BAB
normal warna kuning, BAK lancar warna kuning. Riwayat DM ada beberapa
tahun yang lalu dan mengkonsumsi metformin 500 mg 2x1 tapi tidak berobat
teratur. Riwayat penyakit ginjal, penyakit jantung, dan TB paru disangkal.

5
II. STATUS PRESENT
Sakit Sedang / Gizi cukup / Composmentis
BB : 56 kg,
TB : 155 cm,
IMT : 23,3kg/m2 (normal)
Tanda vital :
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Nadi : 84 x/menit
Pernapasan : 22 x/menit
Suhu : 36,2C

III. PEMERIKSAAN FISIS


Kepala
Ekspresi : Biasa
Simetris muka : Simetris kiri = kanan
Deformitas : (-)
Rambut : Hitam lurus, alopesia (-)
Mata
Eksoptalmus/Enoptalmus : (-/-)
Gerakan : Ke segala arah

Kelopak Mata : Edema (-/-)


Konjungtiva : Anemis (-/-)
Sklera : Ikterus (-/-)
Kornea : Jernih
Pupil : Bulat isokor
Telinga
Pendengaran : Keduanya dalam batas normal
Nyeri tekan di prosesus mastoideus : (-/-)

6
Hidung
Perdarahan : (-/-)
Sekret : (-/-)
Kongesti : (-/-)
Mulut
Bibir : Pucat (-), kering (-)
Lidah : Kotor (-), tremor (-), hiperemis (-)
Tonsil : T1 T1, hiperemis (-)
Faring : Hiperemis (-)
Gigi geligi : Dalam batas normal
Gusi : Dalam batas normal
Leher
Kelenjar getah bening : Tidak terdapat pembesaran
Kelenjar gondok : Tidak terdapat pembesaran
Pembuluh darah : Tidak terdapat kelainan
Kaku kuduk : (-)
Tumor : (-)
Dada
Inspeksi
Bentuk : Normochest, simetris kiri = kanan
Pembuluh darah : Tidak ada kelainan
Buah dada : Dalam batas normal
Sela iga : Dalam batas normal
Paru
Palpasi
Fremitus raba : Dalam batas normal, kiri = kanan
Nyeri tekan : (-)
Perkusi
Paru kiri : Sonor
Paru kanan : Sonor
Batas paru-hepar : ICS VI dekstra anterior,

7
Batas paru belakang kanan : CV Th. IX dekstra
Batas paru belakang kiri : CV Th. X sinistra
Auskultasi
Bunyi pernapasan : Vesikuler
Bunyi tambahan : Rh -/-, Wh -/-
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Pekak, batas jantung dalam batas normal (batas jantung
kanan linea parasternalis dextra, batas jantung kiri linea
midclavicularis sinistrra ICS V, batas atas jantung ICS II)
Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni regular, bunyi tambahan (-)
Perut
Inspeksi : Datar, ikut gerak napas
Palpasi : Nyeri tekan (-) MT (-)
Hepar tidak teraba
Lien tidak teraba.
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal
Alat Kelamin
Tidak dilakukan pemeriksaan
Anus dan Rektum
Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas
Status lokalis : Luka kronis di Regio jari kaki kanan dan Plantar Pedis
dextra, tepi luka tidak teratur, warna dasar luka kemerahan, pus (+), bau
(+), kulit sekitar luka kering, nyeri, edema +, tampak nekrosis (kehitaman)
pada jari IV dan kulit berwarna keputihan pada jari V

8
Tampak depan Tampak belakang

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Darah Rutin
GDS/GDP
Cek SGOT/SGPT
Ur/Cr

V. RESUME
Pasien An.M, Perempuan, 53 tahun, masuk ke UGD pada pukul 20.00
dengan luka pada kaki kanan yang semakin meluas dan sulit sembuh sejak
2 minggu yang lalu sebelum masuk rumah sakit, kadang-kadang dirasakan
nyeri. Awalnya pasien tidak merasakan adanya luka tersebut sampai ada
keluarga yang memberitahukan. Keluhan batuk tidak ada, mual dan muntah
tidak ada. BAB normal warna kuning, BAK lancar warna kuning. Riwayat
DM ada beberapa tahun yang lalu dan pernah mengkonsumsi Metformin 2 x
1. Riwayat HT disangkal. Riwayat penyakit ginjal, penyakit jantung, dan TB
paru disangkal. Dari pemeriksaan fisis keadaan umum lemah, status lokalis
extremitas : Luka kronis di regio jari kaki kanan dan Plantar Pedis dextra,
tepi luka tidak teratur, warna dasar luka kemerahan, pus (+), bau (+), kulit
sekitar luka kering, nyeri, edema +, tampak nekrosis (kehitaman) pada jari IV
dan kulit berwarna keputihan pada jari V

9
VI. ASSESSMENT
- Diabates Melitus tipe 2
- Hipertensi Grade II
- Kaki Diabetik Wegner II

VII. PLANNING
- Cefuroxyme 750 mg/12jam/IV
- Metronidazole 0,5 gr/8jam/drips
- Ketorolac 30 mg/8jam/IV
- Ranitidin 50 mg/8jam/IV
- Lantus 0-0-8 IU/sc
- Novorapid 10-10-10 IU/sc
- GDP/hari

10
FOLLOW UP
TGL PERJALANAN PENYAKIT INSTRUKSI DOKTER
06/03 T : 140/80 mmHg S: P:
/2017 N : 88 x/mnt Luka pada kaki kanan (+), nyeri RL 20 tpm
P : 20 x/mnt (+), demam (-), batuk (-), Cefuroxyme750 mg/12jam/IV
S : 37C Sakit kepala (-) Metronidazole 0,5 gr/8jam/IV
Nyeri ulu hati (+), mual (-), Ketorolac 30 mg/8jam/IV
muntah (-), kembung Ranitidin 50 mg/8jam/IV
BAB : biasa, BAK : lancar Lantus 0-0-8 IU/sc
O: Novorapid 10-10-10 IU/sc
SS / GC / CM
Anemis -/-, ikterus -/-,
BP : vesikuler, Anjuran :
BT : Rh -/-, Wh -/- Cek GDS,SGOT/SGPT,
Peristaltik (+), kesan N, Ur/Cr,
Hepatomegali (-)
Splenomegali (-) Tunggu hasil :
Ext : Edema -/-, peteki -/-
Status Lokalis : Regio jari kaki
kanan dan Plantar Pedis dextra, tepi
luka tidak teratur, warna dasar luka
kemerahan, pus (+), bau (+), kulit
sekitar luka kering, nyeri, edema +,
tampak nekrosis (kehitaman) pada
jari IV dan kulit berwarna keputihan
pada jari V

GDS : 252

A:
Ulkus diabetik
DM Tipe 2

TANGGAL 06 Maret 2017


Laboratorium
Kimia Darah SGOT 30 U/L Pr < 31; Lk < 38
SGPT 28 U/L Pr < 32; Lk < 41
Ureum 37 mg/dl 10 50 mg/dl
Kreatinin 0.7 mg/dl Pr < 1,1; Lk < 1,3

GDS 252 mg/dl 70-110 mg/dl

11
07/03 T:150/100 mmHg S: P:
/2017 N: 80 x/mnt Luka pada kaki kanan (+), nyeri RL 20 tpm
P : 22 x/mnt (+), demam (-), batuk (-), Cefuroxyme750 mg/12jam/IV
S : 36,5 C Sakit kepala (+), pusing (+) Metronidazole 0,5 gr/8jam/IV
Nyeri ulu hati (+), mual (-), Ketorolac 30 mg/8jam/IV
muntah (-), Ranitidin 50 mg/8jam/IV
BAB : biasa, BAK : lancar Lantus 0-0-8 IU/sc
O: Novorapid 10-10-10 IU/sc
SS / GC / CM GDP/hari
Anemis -/-, ikterus -/-,
BP : vesikuler, Anjuran :
BT : Rh -/-, Wh -/- Candesartan 8 mg/24jam/oral
Peristaltik (+), kesan N,
Hepatomegali (-) Tunggu hasil :
Splenomegali (-) -
Ext : Edema -/-, peteki -/-
Status Lokalis : Regio jari kaki
kanan dan Plantar Pedis dextra, tepi
luka tidak teratur, warna dasar luka
kemerahan, pus (+), bau (+), kulit
sekitar luka kering, nyeri, edema +,
tampak nekrosis (kehitaman) pada
jari IV dan kulit berwarna keputihan
pada jari V

GDP : 254
A:
Ulkus diabetik
DM Tipe 2
Hipertensi Gr. II

TANGGAL 07 Maret 2017


Laboratorium
GDP 254 mg/dl 70-110 mg/dl

12
08/03 T : 120/70 mmHg S: P:
/2017 N : 80 x/mnt Luka pada kaki kanan (+), nyeri Diet Rendah Garam
P : 18 x/mnt (+), demam (-), batuk (-), RL 20 tpm
S : 36,2C Sakit kepala (+), pusing (+) Cefuroxyme750 mg/12jam/IV
Nyeri ulu hati (+), mual (-), Metronidazole 0,5 gr/8jam/IV
muntah (-), Ketorolac 30 mg/8jam/IV
BAB : biasa, BAK : lancar Ranitidin 50 mg/8jam/IV
O: Lantus 0-0-8 IU/sc
SS / GC / CM Novorapid 10-10-10 IU/sc
Anemis -/-, ikterus -/-, Candesartan 8 mg/24jam/oral
BP : vesikuler,
BT : Rh -/-, Wh -/- Anjuran :
Peristaltik (+), kesan N, GDP/hari
Hepatomegali (-)
Splenomegali (-) Tunggu hasil :
Ext : Edema -/-, peteki -/-
Status Lokalis : Regio jari kaki
kanan dan Plantar Pedis dextra, tepi
luka tidak teratur, warna dasar luka
kemerahan, pus (+), bau (+), kulit
sekitar luka kering, nyeri, edema +,
tampak nekrosis (kehitaman) pada
jari IV dan kulit berwarna keputihan
pada jari V

GDP : 216
A:
Ulkus diabetik
DM Tipe 2
Hipertensi gr II
TANGGAL 08 Maret 2017
Laboratorium
GDP 216 mg/dl 70-110 mg/dl

09/03 T : 140/90 mmHg S: P:


/2017 N : 80 x/mnt Nyeri di tempat operasi post Diet Rendah Garam
P : 20 x/mnt debridement, lemas (+), demam RL 20 tpm
S : 36,0 C (-), penurunan nafsu makan (+) Cefuroxyme750 mg/12jam/IV
Sakit kepala (-) Ketorolac 30 mg/8jam/IV
Nyeri ulu hati (+), mual (-), Ranitidin 50 mg/8jam/IV
muntah (-) Lantus 0-0-8 IU/sc

13
BAB : biasa, BAK : lancar Novorapid 10-10-10 IU/sc
O: Candesartan 8 mg/24jam/oral
SS / GC / CM
Anemis -/-, ikterus -/-, Anjuran :
BP : vesikuler,
BT : Rh -/-, Wh -/-
Peristaltik (+), kesan N, Tunggu hasil :
Hepatomegali (-)
Splenomegali (-)
Ext : Edema -/-, peteki -/-.

A:
Ulkus diabetik
DM Tipe 2
Hipertensi Gr. II
TANGGAL 09 Maret 2017
Laboratorium
GDS 205 mg/dl 70-110 mg/dl
10/03 T : 140/80 mmHg S: P:
/2017 N : 80 x/mnt Nyeri di tempat operasi post Diet Rendah Garam
P : 22 x/mnt debridement, lemas (-), demam RL 20 tpm
S : 37,1 C (-), penurunan nafsu makan (-) Cefuroxyme750 mg/12jam/IV
Sakit kepala (-) Ketorolac 30 mg/8jam/IV
Nyeri ulu hati (-), mual (-), Ranitidin 50 mg/8jam/IV
muntah (-), Gatal pada ketiak Lantus 0-0-10 IU/sc
BAB : biasa, BAK : lancar Novorapid 10-10-10 IU/sc
O: Candesartan 8 mg/24jam/oral
SS / GC / CM Anjuran :
Anemis -/-, ikterus -/-,
BP : vesikuler,
BT : Rh -/-, Wh -/- Tunggu hasil :
Peristaltik (+), kesan N,
Hepatomegali (-)
Splenomegali (-)
A:
Ulkus diabetik
DM Tipe 2
Hipertensi Gr. II

TANGGAL 10 Maret 2017


Laboratorium
GDS 202 mg/dl 70-110 mg/dl

14
11/03 T : 120/80 mmHg S: P:
/2017 N : 88 x/mnt Nyeri di tempat operasi post Diet Rendah Garam
P : 20 x/mnt debridement, lemas (-), demam RL 20 tpm
S : 36,5 C (-), penurunan nafsu makan (-) Cefuroxyme750 mg/12jam/IV
Sakit kepala (-) Ketorolac 30 mg/8jam/IV
Nyeri ulu hati (-), mual (-), Ranitidin 50 mg/8jam/IV
muntah (-), Gatal pada ketiak Lantus 0-0-10 IU/sc
BAB : biasa, BAK : lancar Novorapid 10-10-10 IU/sc
O: Candesartan 8 mg/24jam/oral
SS / GC / CM
Anemis -/-, ikterus -/-, Anjuran :
BP : vesikuler,
BT : Rh -/-, Wh -/- Tunggu hasil :
Peristaltik (+), kesan N,
Hepatomegali (-)
Splenomegali (-).
Pedis : post debridement
A:
Ulkus diabetik
DM Tipe 2
Hipertensi Gr.II

TANGGAL 11 Maret 2017


Laboratorium
GDP 175 mg/dl 70-110 mg/dl
12/03 T : 130/70 mmHg S: P:
/2017 N : 80 x/mnt Nyeri di tempat operasi post Diet Rendah Garam
P : 20 x/mnt debridement, lemas (-), demam RL 20 tpm
S : 37 C (-), penurunan nafsu makan (-) Cefuroxyme750 mg/12jam/IV
Sakit kepala (-) Ketorolac 30 mg/8jam/IV
Nyeri ulu hati (-), mual (-), Ranitidin 50 mg/8jam/IV
muntah (-), Lantus 0-0-10 IU/sc
BAB : biasa, BAK : lancar Novorapid 10-10-10 IU/sc
Candesartan 8 mg/24jam/oral
O:
SS / GC / CM
Anemis +, ikterus - Anjuran :
BP : vesikuler,
BT : Rh -/-, Wh -/- Tunggu hasil :
Peristaltik (+), kesan N,
Hepatomegali (-)
Splenomegali (-)
Ext : Pedis : post debridement

15
A:
Ulkus diabetik
DM Tipe 2
Hipertensi Gr.II

TANGGAL 12 Maret 2017


Laboratorium
GDP 201 mg/dl 70-110 mg/dl

13/03 T : 120/90 mmHg S: P:


/2017 N : 80 x/mnt Nyeri di tempat operasi post Diet Rendah Garam
P : 20 x/mnt debridement, lemas (-), demam RL 20 tpm
S : 37,2 C (-), penurunan nafsu makan (-) Cefuroxyme750 mg/12jam/IV
Sakit kepala (-) Ketorolac 30 mg/8jam/IV
Nyeri ulu hati (-), mual (-), Ranitidin 50 mg/8jam/IV
muntah (-), Lantus 0-0-10 IU/sc
BAB : biasa, BAK : lancar Novorapid 10-10-10 IU/sc
O: Candesartan 8 mg/24jam/oral
SS / GC / CM
Anemis -/-, ikterus -/-, Anjuran :
BP : vesikuler,
BT : Rh -/-, Wh -/-
Peristaltik (+), kesan N, Tunggu hasil :
Hepatomegali (-)
Splenomegali (-)
A:
Ulkus diabetik
DM Tipe 2
Hipertensi Gr.II

TANGGAL 13 Maret 2017


Laboratorium
GDP 190 mg/dl 70-110 mg/dl

14/03 T : 130/80 mmHg S: P:


/2017 N : 85 x/mnt Nyeri di tempat operasi post Diet Rendah Garam
P : 20 x/mnt debridement, lemas (-), demam RL 20 tpm
S : 36,8 C (-), penurunan nafsu makan (-) Ciprofloxacin
Sakit kepala (-) 500mg/12jam/0ral
Nyeri ulu hati (-), mual (-), Asam mefenamat 500
muntah (-), mg/8jam/oral
BAB : biasa, BAK : lancar Ranitidin 150 mg/8jam/oral
Lantus 0-0-10 IU/sc
Novorapid 10-10-10 IU/sc

16
O: Candesartan 8 mg/24jam/oral
SS / GC / CM
Anemis -/-, ikterus -/-, Anjuran :
BP : vesikuler,
BT : Rh -/-, Wh -/-
Peristaltik (+), kesan N, Tunggu hasil :
Hepatomegali (-)
Splenomegali (-)
A:
Ulkus diabetik
DM Tipe 2
Hipertensi Gr.II

TANGGAL 14 Maret 2017


Laboratorium
GDP 206 mg/dl 70-110 mg/dl

15/03 T : 120/80 mmHg Nyeri di tempat operasi post P :


/2017 N : 88 x/mnt debridement, lemas (-), demam Diet Rendah Garam
P : 20 x/mnt (-), penurunan nafsu makan (-) Ciprofloxacin
S : 36,6 C Sakit kepala (-) 500mg/12jam/0ral
Nyeri ulu hati (-), mual (-), Asam mefenamat 500
muntah (-), mg/8jam/oral
BAB : biasa, BAK : lancar Ranitidin 150 mg/8jam/oral
O: Lantus 0-0-10 IU/sc
SS / GC / CM Novorapid 10-10-10 IU/sc
Anemis -/-, ikterus -/-, Candesartan 8 mg/24jam/oral
BP : vesikuler,
BT : Rh -/-, Wh -/-
Peristaltik (+), kesan N, Anjuran :
Hepatomegali (-)
Splenomegali (-)
A: Tunggu hasil :
Ulkus diabetik
DM Tipe 2
Hipertensi Gr.II

VIII. PROGNOSIS
Quad ad functionam : Dubia ad malam
Quad ad sanationam : Dubia ad malam
Quad et vitam : Dubia ad bonam

17
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 DIABETES MELITUS


3.1.1 PENDAHULUAN
Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemi (kenaikan gula darah) yang terjadi karena
kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.(4) Faktor risiko yang
berubah secara epidemiologi diperkirakan adalah: bertambahnya usia, lebih
banyak dan lebih lamanya obesitas, distribusi lemak tubuh, kurangnya aktifitas
jasmani dan hyperinsulinemia. Semua factor ini berinteraksi dengan beberapa
factor genetik yang berhubungan dengan terjadinya DM tipe 2.(4)

3.1.2 DEFINISI DIABETES MELITUS


Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin atau kedua-duanya.(4)
Diabetes melitus adalah penyakit metabolik yang berlangsung kronik
progesif, dengan manifestasi gangguan metabolik glukosa dan lipid, disertai
komplikasi kronik sampai dengan kerusakan organ tubuh. Diabetes melitus tidak
bisa disembuhkan, tetapi bisa dikurangi dan dikontrol kadar gula darahnya.(5)

3.1.3 ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI


Resistensi insulin pada otot dan liver serta kegagalan sel beta pankreas
telah dikenal sebagai patofisiologi kerusakan sentral dari DM tipe-2 Belakangan
diketahui bahwa kegagalan sel beta terjadi lebih dini dan lebih berat daripada
yang diperkirakan sebelumnya. Selain otot, liver dan sel beta, organ lain seperti:
jaringan lemak (meningkatnya lipolisis), gastrointestinal (defisiensi incretin), sel
alpha pancreas (hiperglukagonemia), ginjal (peningkatan absorpsi glukosa), dan
otak (resistensi insulin), kesemuanya ikut berperan dalam menimbulkan terjadinya
gangguan toleransi glukosa pada DM tipe-2.(6)

18
Dalam patofisiologi DM tipe 2 terdapat beberapa keadaan yang berperan
yaitu :
1. Resistensi insulin
2. Disfungsi sel B pancreas
Diabetes melitus tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin,
namun karena sel sel sasaran insulin gagal atau tidak mampu merespon insulin
secara normal. Keadaan ini lazim disebut sebagai resistensi insulin.
Resistensi insulinbanyak terjadi akibat dari obesitas dan kurang nya
aktivitas fisik serta penuaan.Pada penderita diabetes melitus tipe 2 dapat juga
terjadi produksi glukosa hepatik yang berlebihan namun tidak terjadi pengrusakan
sel-sel B langerhans secara autoimun seperti diabetes melitus tipe 1. Defisiensi
fungsi insulin pada penderita diabetes melitus tipe 2 hanya bersifat relatif dan
tidak absolut.
Pada awal perkembangan diabetes melitus tipe 2, sel B menunjukan
gangguan pada sekresi insulin fase pertama,artinya sekresi insulin gagal
mengkompensasi resistensi insulin. Apabila tidak ditangani dengan baik,pada
perkembangan selanjutnya akan terjadi kerusakan sel-sel B pankreas. Kerusakan
sel-sel B pankreas akan terjadi secara progresif seringkali akan menyebabkan
defisiensi insulin,sehingga akhirnya penderita memerlukan insulin eksogen. Pada
penderita diabetes melitus tipe 2 memang umumnya ditemukan kedua faktor
tersebut, yaitu resistensi insulin dan defisiensi insulin.
Awalnya resistensi insulin masih belum menyebabkan diabetes secara
klinis. Pada saat tersebut sel beta pankreas masih dapat mengkompensasi keadaan
ini dan terjadi suatu hiperinsulinemia dan glukosa darah masih normal atau baru
sedikit meningkat. Kemudian setelah terjadi diabetes melitus secara klinis, yang
ditandai dengan terjadinya peningkatan kadar glukosa darah yang memenuhi
kriteria diagnosis diabetes melitus. Otot adalah pengguna glukosa yang paling
banyak sehingga resistensi insulin mengakibatkan kegagalan ambilan glukosa
oleh otot. Fenomena resistensi insulin ini terjadi beberapa dekade sebelum onset
DM dan telah dibuktikan pada saudara kandung DM tipe 2 yang normoglikemik .
selain genetik, faktor lingkungan juga mempengaruhi kondisi resistensi insulin.

19
Pada awalnya, kondisi resistensi insulin ini dikompensasi oleh peningkatan
sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Seiring dengan progresifitas penyakit maka
produksi insulin ini berangsur menurun menimbulkan klinis hiperglikemia yang
nyata. Hiperglikemia awalnya terjadi pada fase setelah makan saat otot gagal
melakukan ambilan glukosa dengan optimal. Pada fase berikutnya dimana
produksi insulin semakin menurun, maka terjadi produksi glukosa hati yang
berlebihan dan mengakibatkan meningkatnya glukosa darah pada saat puasa.
Hiperglikemia yang terjadi memperberat gangguan sekresi insulin yang sudah ada
dan disebut dengan fenomena glukotoksisitas.
Selain pada otot, resistensi insulin juga terjadi pada jaringan adiposa
sehingga proses lipolisis dan meningkatkan asam lemak bebas. Hal ini juga
mengakibatkan gangguan proses ambilan glukosa oleh sel otot dan mengganggu
sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Fenomena ini yang disebut dengan
lipotoksisitas.(1,7)

3.1.4 FAKTOR RESIKO


Menurut American Diabetes Association (ADA) bahwa DM berkaitan dengan 2
faktor risiko,yaitu: (1)
A. Faktor resiko yang tidak dapat diubah :
1. Riwayat keluarga dengan DM (first degree relative)
2. Umur 45 tahun
3. Etnik
4. Riwayat melahirkan bayi dengan berat badan lahir bayi >4000 gram atau
riwayat pernah menderita DM gestasional dan riwayat lahir dengan beratbadan
rendah (<2,5 kg).

B. Faktor risiko yang dapat diubah meliputi :


1. Obesitas berdasarkan IMT 25kg/m2 atau lingkar perut 80 cm pada wanita
dan 90 cm pada laki-laki
2. Kurangnya aktivitas fisik
3. Hipertensi

20
4. Dislipidemia
5. Diet tidak sehat.

3.1.5 GEJALA KLINIS


PERKENI membagi menjadi dua bagian besar ada tidaknya gejala khas
DM. Gejala khas DM terdiri dari : Poliphagia (banyak makan), polidipsia (banyak
minum), Poliuria (banyak kencing/sering kencing di malam hari), Berat badan
turun dengan cepat (5-10 kg dalam waktu 2-4 minggu). Gejala tidak khas diabetes
melitus yaitu : Kesemutan, kulit terasa panas atau seperti tertusuk tusuk jarum,
rasa kebas di kulit, kram, kelelahan, mudah mengantuk, pandangan mulai kabur,
gigi mudah goyah dan mudah lepas, kemampuan seksual menurun bahkan pada
pria bisa terjadi impotensi, pada ibu hamil sering terjadi keguguran atau kematian
janin dalam kandungan atau dengan bayi berat lahir lebih dari 4kg.(1)

3.1.6 DIAGNOSIS
Keluhan klasik pada diabetes melitus berupa:(4) poliuria (banyak berkemih)
polidipsia (rasa haus sehingga jadi banyak minum)
polifagia (banyak makan karena perasaan lapar terus-menerus)
penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya
Dalam menegakkan diagnosis DM harus diperhatikan asal bahan darah yang
diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai:
A. Pemeriksaan Penyaring (8)
Pemeriksaan penyaring perlu dilakukan pada kelompok dengan salah satu
faktor risiko untuk DM, yaitu:
1) Kelompok usia dewasa tua ( > 45 tahun )
2) Kegemukan {BB (kg) > 120% BB idaman atau IMT > 27 (kg/m2)}
3) Tekanan darah tinggi (> 140/90 mmhg)
4) Riwayat keluarga DM
5) Riwayat kehamilan dengan bb lahir bayi > 4000 gram
6) Riwayat dm pada kehamilan
7) Dislipidemia (HDL < 35 mg/dl dan atau trigliserida > 250 mg/dl

21
8) Pernah TGT (toleransi glukosa terganggu) atau GDPT (glukosa darah puasa
terganggu)

B. Penegakan Diagnosis(6)
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah.
Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa
secara enzimatik dengan bahan plasma darah vena. Pemantauan hasil
pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah
kapiler dengan glukometer. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar
adanya glukosuria. Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang DM.
Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhanseperti:
Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat
badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi
ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita

Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria normal atau kriteria DM


digolongkan ke dalam kelompok prediabetes yang meliputi: toleransi glukosa
terganggu (TGT) dan glukosa darah puasa terganggu (GDPT).
Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT): Hasil pemeriksaanglukosa plasma
puasa antara 100-125 mg/dl dan pemeriksaanTTGO glukosa plasma 2-jam
<140 mg/dl;
Toleransi Glukosa Terganggu (TGT): Hasil pemeriksaan glukosaplasma 2 -jam
setelah TTGO antara 140-199 mg/dl dan glukosaplasma puasa <100 mg/dl
Bersama-sama didapatkan GDPT dan TGT
Diagnosis prediabetes dapat juga ditegakkan berdasarkan hasilpemeriksaan
HbA1c yang menunjukkan angka 5,7-6,4%.

22
Alur diagnosa diabetes mellitus

3.1.7 PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas hidup
penyandang diabetes. Tujuan penatalaksanaan meliputi:(6)
1. Tujuan jangka pendek: menghilangkan keluhan DM, memperbaiki kualitas
hidup, dan mengurangi risiko komplikasi akut.
2. Tujuan jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit
mikroangiopati dan makroangiopati.
3. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM.

Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah,


tekanan darah, berat badan, dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara
komprehensif.
I.
Langkah-langkah Penatalaksanaan Umum(8)
Evaluasi medis yang lengkap pada pertemuan pertama
a. Riwayat Penyakit
Gejala yang dialami oleh pasien.

23
Pengobatan lain yang mungkin berpengaruh terhadap glukosa darah.
Faktor risiko: merokok, hipertensi, riwayat penyakit jantung koroner,
obesitas, danriwayat penyakit keluarga (termasuk penyakit DM dan
endokrin lain).
Riwayat penyakit dan pengobatan.
Pola hidup, budaya, psikososial, pendidikan, dan status ekonomi.
b. Pemeriksaan Fisik
Pengukuran tinggi dan berat badan.
Pengukuran tekanan darah, nadi, rongga mulut, kelenjar tiroid, paru dan
jantung
Pemeriksaan kaki secara komprehensif
c. Evaluasi Laboratorium
HbA1c diperiksa paling sedikit 2 kali dalam 1 tahun pada pasien yang
mencapaisasaran terapi dan yang memiliki kendali glikemik stabil. dan
4 kali dalam 1 tahunpada pasien dengan perubahan terapi atau yang
tidak mencapai sasaran terapi.
Glukosa darah puasa dan 2 jam setelah makan.
d. Penapisan Komplikasi
Penapisan komplikasi harus dilakukan pada setiap penderita yang baru
terdiagnosis DMT2 melalui pemeriksaan:
Profil lipid dan kreatinin serum.
Urinalisis dan albumin urin kuantitatif.
Elektrokardiogram.
Foto sinar-X dada
Funduskopi dilatasi dan pemeriksaan mata secara komprehensif oleh
dokter spesialis mata atau optometris.
Pemeriksaan kaki secara komprehensif setiap tahun untuk mengenali
faktor risiko prediksi ulkus dan amputasi: inspeksi, denyut pembuluh
darah kaki, tes monofilament 10 g, dan Ankle Brachial Index (ABI).

24
II. Langkah-langkah Penatalaksanaan Khusus(6)
Penatalaksanaan DM dimulai dengan pola hidup sehat, dan bila perlu
dilakukan intervensi farmakologis dengan obat antihiperglikemia secara oral
dan/atau suntikan.
1. Edukasi
Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan sebagai
bagian dari upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting
dari pengelolaan DM secara holistik.
2. Terapi Nutrisi Medis (TNM)
Penyandang DM perlu diberikan penekanan mengenai pentingnya
keteraturan jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama pada
mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin.
3. Latihan Jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-5 hari
seminggu selama sekitar 30-45 menit, dengan total 150 menit perminggu,
dengan jeda antar latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut. Latihan
jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik
dengan intensitas sedang (50-70% denyut jantung maksimal) seperti jalan
cepat, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Denyut jantung maksimal
dihitung dengan cara = 220-usia pasien
4. Intervensi Farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan
latihan jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat
oral dan bentuk suntikan.

a. Obat Antihiperglikemia Oral (6)


Berdasarkan cara kerjanya, obat antihiperglikemia oral dibagi menjadi 5
golongan:
1) Pemacu Sekresi Insulin (Insulin Secretagogue): Sulfonilurea dan Glinid
- Sulfonilurea

25
Obat golongan ini mempunyai efek utama memacu sekresi insulin oleh
sel betapankreas.
- Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea,
dengan penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. Obat
ini dapat mengatasi hiperglikemia post prandial.

2) Peningkat Sensitivitas terhadap Insulin: Metformin dan Tiazolidindion


(TZD)
- Metformin mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa
hati(glukoneogenesis), dan memperbaiki ambilan glukosa perifer.
Metformin merupakan pilihan pertama pada sebagian besar kasus
DMT2.
- Tiazolidindion (TZD) merupakan agonis dari Peroxisome Proliferator
Activated Receptor Gamma (PPAR-), suatu reseptor inti termasuk di
sel otot, lemak, dan hati. Golongan ini mempunyai efek menurunkan
resistensi insulin dengan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga
meningkatkan ambilan glukosa di perifer.Obat ini dikontraindikasikan
pada pasien dengan gagal jantung (NYHA FC IIIIV) karena dapat
memperberat edema/retensi cairan. Hati-hati pada gangguan faal hati,
dan bila diberikan perlu pemantauan faal hati secara berkala. Obat yang
masuk dalam golongan ini adalah Pioglitazone.

3) Penghambat Absorpsi Glukosa: Penghambat Glukosidase Alfa.


Obat ini bekerja dengan memperlambat absorbsi glukosa dalam usus
halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah
sesudah makan. Penghambat glukosidase alfa tidak digunakan bila GFR
30ml/min/1,73 m2, gangguan faal hati yang berat, irritable bowel
syndrome.
4) Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl Peptidase-IV)

26
Obat golongan penghambat DPP-IV menghambat kerja enzim DPP-IV
sehinggaGLP-1 (Glucose Like Peptide-1) tetap dalam konsentrasi yang
tinggi dalam bentukaktif. Aktivitas GLP-1 untuk meningkatkan sekresi
insulin dan menekan sekresi glukagon bergantung kadar glukosa darah
(glucose dependent).

5) Penghambat SGLT-2 (Sodium Glucose Co-transporter 2)


Obat golongan penghambat SGLT-2 merupakan obat anti diabetes oral
jenis baru yang menghambat reabsorpsi glukosa di tubuli distal ginjal
dengan cara menghambat transporter glukosa SGLT-2. Obat yang
termasuk golongan ini antara lain:Canagliflozin, Empagliflozin,
Dapagliflozin, Ipragliflozin

Tabel 1. Golongan Obat Antihiperglikemia Oral(6)

27
b. Obat Antihiperglikemia Suntik (9)
1) Insulin

28
Terapi insulin dibagi menjadi 60% preprandial dan 40% basal. Dosis insulin
basal berdasarkan GDP:
<70 mg/dL: turunkan dosis 2 unit
70 130 mg/dL: pertahankan dosis
>130 mg/dL: naikkan dosis 2 unit setiap 3 hari
>180 mg/dL: naikkan dosis 4 unit tiap 3 hari
Gambar 3.Memulai terapi insulin pada diabetes melitus

2) Agonis GLP-1/Incretin Mimetic


Pengobatan dengan dasar peningkatan GLP-1 merupakan pendekatan baru
untukpengobatan DM. Agonis GLP-1 dapat bekerja sebagai perangsang
pengelepasaninsulin yang tidak menimbulkan hipoglikemia ataupun
peningkatan berat badan yangbiasanya terjadi pada pengobatan insulin
ataupun sulfonilurea. Agonis GLP-1 bahkanmungkin menurunkan berat
badan. Efek samping yang timbul pada pemberian obatini antara lain rasa
sebah dan muntah.

29
c. Terapi Kombinasi
Terapi dengan obat antihiperglikemia oral kombinasi baik secara terpisah
ataupun fixeddose combination dalam bentuk tablet tunggal, harus
menggunakan dua macam obatdengan mekanisme kerja yang berbeda. Pada
keadaan tertentu dapat terjadi sasaran kadarglukosa darah yang belum tercapai,
sehingga perlu diberikan kombinasi tiga obatantihiperglikemia oral dari
kelompok yang berbeda atau kombinasi obat anti hiperglikemia oral dengan
insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan klinisdimana insulin tidak
memungkinkan untuk dipakai, terapi dengan kombinasi tiga obat anti
hiperglikemia oral dapat menjadi pilihan.
Kombinasi obat antihiperglikemia oral dan insulin yang banyak
dipergunakan adalah kombinasi obat antihiperglikemia oral dan insulin basal
(insulin kerja menengah atauinsulin kerja panjang), yang diberikan pada
malam hari menjelang tidur. Pendekatanterapi tersebut pada umumnya dapat
mencapai kendali glukosa darah yang baik dengandosis insulin yang cukup
kecil. Dosis awal insulin kerja menengah adalah 6 10unit yangdiberikan
sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan
menilaikadar glukosa darah puasa keesokan harinya. Pada keadaaan dimana
kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak terkendali meskipun sudah
mendapat insulin basal, makaperlu diberikan terapi kombinasi insulin basal dan
prandial, serta pemberian obat anti hiperglikemia oral dihentikan

3.1.8 KOMPLIKASI
Pada DM yang tidak terkendali dapat terjadi komplikasi metabolik akut maupun
komplikasi vaskuler kronik, baik mikroangiopati maupun makroangiopati.(1)
Komplikasi akut yang dapat terjadi diantaranya :
1. Ketoasidosis Diabetik
2. Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik
Komplikasi kronis yang dapat terjadi akibat diabetes yang tidak terkendali adalah:
1. Kerusakan saraf (Neuropati)
2. Kerusakan ginjal (Nefropati)

30
3. Kerusakan mata (Retinopati)
4. Penyakit jantung koroner (PJK)
5. Stroke
6. Hipertensi
7. Penyakit pembuluh darah perifer
8. Gangguan pada hati
9. Penyakit paru
10. Gangguan saluran cerna
11. Infeksi

3.1.9 PENCEGAHAN
Pencegahan diabetes mellitus tipe 2 sebagai berikut: (1)

1. Pencegahan primer
Modifikasi gaya hidup ( pola makan sesuai, aktivitas fisik, penurunan berat
badan) dengan didukung program edukasi yang berkelanjutan.
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan terjadinya komplikasi akut maupun jangka panjang. Kadar glukosa
darah harus selalu terkendali mendekati angka normal, dalam upaya
pengendalian kadar glukosa darah harus diutamakan cara-cara
nonfarmakologis terlebih dahulu secara maksimal agar tidak terjadi resistensi
insulin misalnya dengan aktifitas fisik, edukasi makanan, dan lain-lain.bila
tidak berhasil, baru megginakan obat,baik obat oral maupun insulin.
3. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier adalah upaya untuk mencegah komplikasi atau kecacatan
yang timbul akibat komplikasi.

31
3.2 KAKI DIABETIK
3.2.1 DEFINISI
Kaki diabetik yang merupakan komplikasi dari diabetes mellitus
disebabkan oleh penyakit vaskuler perifer atau oleh neuropati namun seringkali
disebabkan oleh keduanya.(10)

3.2.2 ETIOLOGI
Infeksi kaki diabetes biasanya muncul baik dalam ulserasi kulit yang
terjadi sebagai konsekuensi perifer (sensorik dan motorik) neuropati atau luka
disebabkan oleh beberapa bentuk trauma. Berbagai mikroorganisme menyebabkan
kerusakan jaringan yaitu, infeksi klinis. Infeksi ini dapat kemudian menyebar,
termasuk ke dalam jaringan yang lebih dalam, sering mencapai tulang.(11)

Faktor-faktor risiko terjadinya kaki diabetik:


1. Umur 60 tahun
2. Lama DM 10 tahun
3. Neuropati
4. Obesitas
5. Hipertensi
6. Glikolisasi hemoglobin (HbA1c) dan kadar glukosa darah tidak terkendali
7. Kolesterol total, HDL, trigliserida tidak terkendali
8. Kebiasaan merokok
9. Ketidakpatuhan Diet DM
10. Kurangnya aktivitas fisik
11. Perawatan kaki tidak teratur
12. Penggunaan alas kaki tidak tepat
13. Infeksi mikroba

32
3.2.3 PATOFISIOLOGI
1. Berikut gambar patofisiologi terjadinya kaki diabetes.(1)

Terjadinya masalah kaki diawali adanya hiperglikemia pada penyandang


DM yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah.
Neuropati, baik sensorik maupun motorik dan autonomik akan mengakibatkan
berbagai perubahan pada kulit dan otot, yang kemudian menyebabkan terjadinya
perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki dan selanjutnya akan
mempermudah terjadinya ulkus. Adanya kerentanan terhadap infeksi
menyebabkan infeksi mudah merebak menjadi infeksi yang luas. Faktor aliran
darah yang kurang juga akan lebih lanjut menambah rumitnya pengelolaan kaki
diabetes.(1)

33
3.2.4 KLASIFIKASI
Tabel Klasifikasi Wagner
0 Kulit intak atau utuh
1 Tukak Superfisial
2 Tukak dalam (sampai tendon,tulang)
3 Tukak dalam dengan infeksi
4 Tukak dengan gangren pada 1-2 jari kaki
5 Tukak dengan gangren luas pada seluruh kaki

Adanya klasifikasi kaki diabetes yang dapat diterima oleh semua pihak akan
mempermudah para peneliti dalam membandingkan hasil peneliti dari berbagai
tempat di muka bumi. (1)

3.2.5 TATALAKSANA KAKI DIABETIK

Dalam pengelolaan kaki diabetes, kerjasama multidisipliner sangat


diperlukan. Berbagai hal yang harus ditangani dengan baik agar diperoleh hasil
pengellaan yang maksimal dapat digolongkan sebgai berikut, dari semuanya harus
dikelola bersama:
1. Mechanical control-pressure control
Jika tetap dipakai untuk berjalan, berarti kaki dipakai untuk menahan
berat badan-weight bearing.
2. Wound control
Untuk menjaga suasana kondusif bagi kesembuhan luka dipakai kasa yang
dibahsahi dengan slain. Cara tersebut saat ini banyak sekali dipakai di
temapat perawatan kaki diabetes.
3. Microbiolgical control infection control
Antibiotik yang dianjurkan harus selalu disesuaikan dengan hasil biakan
kuman dan resistensinya. Umumnya didapatkan pola kuma yang
polimikrobial, campuran garma negative dan gram positif serta kuman
anaerob untuk luka yang dlam dan berbau. Karena itu, untuk lini pertama

34
pemberian antibiotik harus diberikan antibiotik dengan spektrum luas,
mencakup kuman garam negative dan positif seperti misalnya golongann
sefalosporin ), dikombinasikan dengan obat-obatan yang bermannfaat
untuk kuman anaerob (seperti misalnya metronidazole).
4. Vascular control
Keadaan vaskular yang buruk tentu akan menghambat kesembuhan luka.
Umumya kelainan pembuuh darah perifer dapat dikenali melalui berbagai
cara sederhana seperti warna dan suhu kulit, perabaan arteri dorsalis pedis
dan arteri tibialis posterior serta ditambah pengukuran tekanan darah.
Setelah dilakukan diagnosis keadaan vaskularnya, dapat dilakukan
pengelolaan unntuk kelainnan pembuluh darah perifer dari sudut vaskuler,
yaitu berupa:
a) Modifikasi faktor resiko
Stop merokok dan memperbaiki berbagai factor resiko terkait
aterosklerosis ( hiperglikemia, hipertensi, dyslipidemia ).
b) Revaskularisasi
Jika kemunngkinan kesembuhan luka rendah dan jika ada claudicatio
intermitten yang hebat, tindakan revaskulrisasi sangat dianjurkan.
Sebelum tindakan revaskularisasi diperlukan permeriksaan arteriografi
untuk mendpatkan gambaran pembulu darah yang lebih jelas, sehingga
dokter ahli bedah vaskuler dapat lebih mudah melakukan rencana
tindakan dan menngerjakaannya.
5. Metabolic control
Konsentrasi glukosa daraah diusahakan agar selalu senormal mungkin,
untuk memperbaiki berbgai factor terkait hiperglikemia yang daapat
menghambat penyembuhan luka. Umumnya diperlukan insulin untuk
menormalisasi konsentrasi glukosa darah. Status nutrisi harus diperhatikan
da diperbaiki seperti konsentrasi albumin serum, konsentrasi Hb dan
derajat oksigenasi jaringan. Demikian juga fungsi ginjalnya.
6. Educational control.

35
Pemakaian alas kaki/sepatu khusus untuk mengurangi tekanan plantar
akan sangat membantu mencegah terjadinya ulkus baru. Ulkus yang
terjadinya berikut memberikan prognosis yang jauh lebih buruk daripada
ulkus yang pertama. (1)

36
BAB IV
PEMBAHASAN

Pasien An. M, Perempuan, 53 tahun, dengan riwayat Diabetes Melitus


beberapa tahun yang lalu memiliki resiko terjadinya komplikasi kronik dari DM
itu sendiri serta melihat prevalensi pasien DM yang cenderung terjadi pada
wanita. Salah satu komplikasi terpaut keluhan dan penampilan fisik yang terlihat
mengacu pada neuropati diabetik dan kaki diabetes. Tampak luka pada telapak
kaki kanan dengan pus, hiperemis dan kehitaman pada jari IV kaki kanan, hal
tersebut dapat terjadi karena hiperglikemia yang berkepanjangan sehingga
menyebabkan kelainan neuropati sensorik maupun motorik yang akan
mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan otot, yang kemudian
menyebabkan terjadinya perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki dan
selanjutnya mempermudah terjadinya ulkus.
Pasien mengeluh tidak mengetahui luka sampai ada keluarga yang
memberitahukannya. Dari informasi tersebut, bisa di simpulkan bahwa pasien
mengalami kelainan neuropati, baik itu sensorik maupun motorik. Terlihat pula
adanya pus disebabkan karena kerentanan terhadap infeksi yang menyebabkan
infeksi mudah merebak menjadi infeksi yang luas.
Hiperglikemi persisten merangsang produksi radikal bebas oksidatif yang
disebut reactive oxygen species (ROS). Radikal bebas ini membuat kerusakan
endotel vaskular dan menetralisasi NO, yang berefek menghalangi vasodilatasi
mikrovaskular. Mekanisme kelainan mikrovaskular tersebut dapat melalui
penebalan membrana basalis, trombosit pada steriol intraneural, peningkatan
agregasi trombosit dan berkurangnya deformabilitas eritrosit, berkurangnya aliran
darah saraf dan penigkatan resistensi vaskular, statis aksonal, pembengkakan dan
demielinisasi pada saraf akibat iskemia akut. Faktor aliran darah yang kurang juga
akan lebih lanjut menambah rumitnya pengelolaan kaki diabetes.
Pada pasien ini pada pemeriksaan tekanan darah di dapatkan 150/100
mmHg. Dengan adanya hipertensi maka akan memperberat kondisi pasien
Diabetes Melitus, dimana akan menyebabkan kelainan pada pembuluh darah,

37
perubahan struktural dalam arteri-arteri kecil dan arteriola menyebabkan
penyumbatan pembuluh darah progresif. Bila pembuluh darah menyempit maka
aliran arteri terganggu maka dapat menyebabkan infark pada daerah setempat.
Nantinya LDL akan masuk ke tunika intima dan lama kelamaan semakin banyak
sehingga membuat inflamasi dan mediator inflamasi akan datang untuk mengatasi
inflamasi tersebut namun akan membuat plak pada daerah sekitar tempat
terjadinya inflamasi, sehingga diameter menjadi lebih sempit dan aliran darah
menjadi lebih cepat, keduanya saling mempengaruhi.

38
DAFTAR PUSTAKA
1. Aru W. Sudoyo. Editor. Buku Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, Edisi V.
Jakarta: Interna Publishing: 2009. H. 1865, 1875-9, 1880-2, 1922, 191-5
2. Waspadji, Sarwono, Kartini Sukardji, Meida Oktarina. 2004. Pedoman
Diet Diabetes Melitus. Jakarta: Balai Penerbit FK UI.Garber AJ, Duncan
TG, Goodman AM, Mills DJ, Rohlf JL. 1997. Efficacy of metformin in
type II diabetes: results of a double-blind, placebo-controlled, dose-
response trial. Am J Med.
3. Rojas LBA, Gomes MB. 2013. Metformin: an old but still the best
treatment fortype 2 diabetes. Diabetology & Metabolic Syndrome.
4. Suryono, Slamet. 2014. Diabetes Melitus di Indonesia dalam Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Edisi VI Jilid II. Jakarta: Interna Publishing
5. Batis, Krisnawati. 2004. Epidemiologi Penyakit Diabetes Mellitus. Depok:
FKM UI
6. Rudijanto, Achmad dkk. Konsensus dan Pengelolaan Diabetes Melitus
Tipe 2 di Indonesia. 2015. Jakarta: PB Endokrinologi Indonesia
7. (Lauralee sherwood. Editor. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, Edisi 6.
Jakarta; EGC; 2009. H. 666-8, 780, 782, 783, 789, 790.)
8. Shahab, Alwi,2006.Diagnosis Dan Penatalaksanaan Diabetes Melitus
(Disarikan Dari Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus Di Indonesia:
Perkeni 2006).Sub bagian Endokrinologi Metabolik, Bagian Ilmu Penyakit
Dalam, Fk Unsri/ Rsmh Palembang, Palembang.
9. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Petunjuk Praktis: Terapi Insulin
Pada Pasien Diabetes Melitus, PB. PERKENI. Jakarta. 2015
10. Ben Greenstein dan Diana Wood. Editor. At Glance Sistem Endokrin,
Edisi Ke dua. Jakarta: Erlangga; 2010. H 86,87.
11. Hastuti, Faktor-Faktor Resiko Ulkus Diabetica pada Penderita Diabetes
Mellitus. Undip. 2008.

39

Anda mungkin juga menyukai