Anda di halaman 1dari 17

http://gadar-stikesaisyiyahsurakarta..co.id/p/trauma-thorax.

html

A. Konsep Dasar Medis

1. Definisi
Trauma dada atau Trauma Thorak adalah abnormalitas rangka dada yang
disebabkan oleh benturan pada dinding dada yang mengenai tulang rangka dada,
pleura paru-paru, diafragma ataupun isi mediastinal baik oleh benda tajam
maupun tumpul yang dapat menyebabkan gangguan system pernafasan.

Trauma adalah cedera/rudapaksa atau kerugian psikologis atau emosional


(Dorland, 2002).
Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis akibat
gangguan emosional yang hebat (Brooker, 2001).
Trauma adalah penyebab kematian utama pada anak dan orang dewasa
kurang dari 44 tahun. Penyalahgunaan alkohol dan obat telah menjadi faktor
implikasi pada trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak
disengaja (Smeltzer, 2001)..

KLASIFIKASI
1. Tamponade jantung : disebabkan luka tusuk dada yang tembus ke
mediastinum/daerah jantung.
2. Hematotoraks : disebabkan luka tembus toraks oleh benda tajam, traumatik atau
spontan.
3. Pneumothoraks : spontan (bula yang pecah) ; trauma (penyedotan luka rongga
dada) ; iatrogenik (pleural tap, biopsi paaru-paru, insersi CVP, ventilasi dengan
tekanan positif) (FKUI, 1995).
4. Cedera trakea dan Bronkus. Cedera ini jarang tetapi mungkin disebabkan oleh
trauma tumpul atau trauma tembus, manifestasi klinisnya yaitu yang biasanya
timbul dramatis, dengan hemoptisis bermakna, hemopneumothorax, krepitasi
subkutan dan gawat nafas. Empisema mediastinal dan servical dalam atau
pneumothorax dengan kebocoran udara masif. Penatalaksanaan yaitu dengan
pemasangan pipa endotrakea ( melalui kontrol endoskop ) di luar cedera untuk
kemungkinan ventilasi dan mencegah aspirasi darah, pada torakostomi diperlukan
untuk hemothorax atau pneumothorax.
Pembagian trauma thorax:
1. Trauma mengancam jiwa identifikasi dengan primary survey
a) Tension pneumothoraks
b) Open pneumothoraks
c) Massive hematothoraks
d) Flail chest
e) Cardiac tamponade

2. Trauma thorax yang potensial mengancam nyawa


a) Kontusio pulmonum dengan atau tanpa flail chest
b) Rupture aorta thorakalis
c) Cedera trakea dan Bronkus
d) Perforasi esofagus
e) Robekan diafragma
f) Contusio miokard

3. Trauma thoraks yang berat


a) Subcutaneus emphysema
b) Pneumothoraks
c) Hemothoraks
d) Fraktur costa

3. Etiologi

Trauma dada dapat disebabkan oleh :

a. Tension pneumothorak-trauma dada pada selang dada, penggunaan therapy


ventilasi mekanik yang berlebihan, penggunaan balutan tekan pada luka dada
tanpa pelonggaran balutan.

b. Pneumothorak tertutup-tusukan pada paru oleh patahan tulang iga, ruptur oleh
vesikel flaksid yang seterjadi sebagai sequele dari PPOM.
Tusukan paru dengan prosedur invasif.
c. Kontusio paru-cedera tumpul dada akibat kecelakaan kendaraan atau tertimpa
benda berat.
d. Pneumothorak terbuka akibat kekerasan (tikaman atau luka tembak)
e. Fraktu tulang iga
f. Tindakan medis (operasi)
g. Pukulan daerah torak.

5. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala yang sering muncul pada penderita trauma dada;
a. Nyeri pada tempat trauma, bertambah pada saat inspirasi.
b. Pembengkakan lokal dan krepitasi yang sangat palpasi.
c. Pasien menahan dadanya dan bernafas pendek.
d. Dyspnea, takipnea
e. Takikardi
f. Tekanan darah menurun.
g. Gelisah dan agitasi
h. Kemungkinan cyanosis.
i. Batuk mengeluarkan sputum bercak darah.
j. Hypertympani pada perkusi di atas daerah yang sakit.
MANIFESTASI KLINIS
1. Tamponade jantung :
a. Trauma tajam didaerah perikardium atau yang diperkirakan menembus jantung.
b. Gelisah.
c. Pucat, keringat dingin.
d. Peninggian TVJ (tekanan vena jugularis).
e. Pekak jantung melebar.
f. Bunyi jantung melemah.
g. Terdapat tanda-tanda paradoxical pulse pressure.
h. ECG terdapat low voltage seluruh lead.
i. Perikardiosentesis keluar darah (FKUI, 1995).
2. Hematotoraks :
a. Pada WSD darah yang keluar cukup banyak dari WSD
b. Gangguan pernapasan (FKUI, 1995).
3. Pneumothoraks :
a. Nyeri dada mendadak dan sesak napas.
b. Gagal pernapasan dengan sianosis.
c. Kolaps sirkulasi.
d. Dada atau sisi yang terkena lebih resonan pada perkusi dan suara napas yang
terdengar jauh atau tidak terdengar sama sekali.
e. Pada auskultasi terdengar bunyi klik (Ovedoff, 2002).
6. Penatalaksanaan Medis

1. Konservatif
a. Pemberian analgetik
b. Pemasangan plak/plester
c. Jika perlu antibiotika
d. Fisiotherapy
2. Operatif/invasif
a. Pamasangan Water Seal Drainage (WSD).
b. Pemasangan alat bantu nafas.
c. Pemasangan drain.
d. Aspirasi (thoracosintesis).
e. Operasi (bedah thoraxis)
f. Tindakan untuk menstabilkan dada:
1) Miring pasien pada daerah yang terkena.
2) Gunakan bantal pasien pada dada yang terkena
g. Gunakan ventilasi mekanis dengan tekanan ekspirai akhir positif, didasarkan pada
kriteria sebagai berikut:
1) Gejala contusio paru
2) Syok atau cedera kepala berat.
3) Fraktur delapan atau lebih tulang iga.
4) Umur diatas 65 tahun.
5) Riwayat penyakit paru-paru kronis.
h. Pasang selang dada dihubungkan dengan WSD, bila tension Pneumothorak
mengancam.
i. Oksigen tambahan.
. Komplikasi

a. Surgical Emfisema Subcutis


Kerusakan pada paru dan pleura oleh ujung patahan iga yang tajam
memungkinkan keluarnya udara ke dalam cavitas pleura dari jaringan dinding
dada, paru.
Tanda-tanda khas: penmbengkakan kaki, krepitasi.
b. Cedera Vaskuler
Di antaranya adalah cedera pada perikardium dapat membuat kantong tertutup
sehingga menyulitkan jantung untuk mengembang dan menampung darah vena
yang kembali. Pembulu vena leher akan mengembung dan denyut nadi cepat serta
lemah yang akhirnya membawa kematian akibat penekanan pada jantung.
c. Pneumothorak
Adanya udara dalam kavum pleura. Begitu udara masuk ke dalam tapi keluar lagi
sehingga volume pneumothorak meningkat dan mendorong mediastinim menekan
paru sisi lain.
d. Pleura Effusion
Adanya udara, cairan, darah dalam kavum pleura, sama dengan efusi pleura yaitu
sesak nafas pada waktu bergerak atau istirahat tetapi nyeri dada lebih mencolok.
Bila kejadian mendadak maka pasien akan syok.
Akibat adanya cairan udara dan darah yang berlebihan dalam rongga
pleura maka terjadi tanda tanda :
1) Dypsnea sewaktu bergerak/ kalau efusinya luas pada waktu istirahatpun bisa
terjadi dypsnea.
2) Sedikit nyeri pada dada ketika bernafas.
3) Gerakan pada sisi yang sakit sedikit berkurang.
4) Dapat terjadi pyrexia (peningkatan suhu badan di atas normal).
e. Plail Chest
Pada trauma yang hebat dapat terjadi multiple fraktur iga dan bagian tersebut.
Pada saat insprirasi bagian tersebut masuk sedangkan saat ekspirasi keluar, ini
menunjukan adanya paroxicqalmution (gerakan pernafasan yang berlawanan)
f. Hemopneumothorak
Yaitu penimbunan udara dan darah pada kavum pleura.
PENATALAKSANAAN
1. Darurat
a. Anamnesa yang lengkap dan cepat. Anamnesa termasuk pengantar yang
mungkin melihat kejadian. yang ditanyakan :
o Waktu kejadian
o Tempat kejadian
o Jenis senjata
o Arah masuk keluar perlukaan
o Bagaimana keadaan penderita selama dalam transportasi.
b. Pemeriksaan harus lengkap dan cepat, baju penderita harus dibuka, kalau perlu
seluruhnya.
o Inspeksi
- Kalau mungkin penderita duduk, kalau tidak mungkin tidur. Tentukan luka
masuk dan keluar.
- Gerakkan dan posisi pada akhir inspirasi.
- Akhir dari ekspirasi.
o Palpasi
- Diraba ada/tidak krepitasi
- Nyeri tekan anteroposterior dan laterolateral.
- Fremitus kanan dan kiri dan dibandingkan
o Perkusi
- Adanya sonor, timpanis, atau hipersonor.
- Aadanya pekak dan batas antara yang pekak dan sonor seperti garis lurus atau
garis miring.
o Auskultasi
- Bising napas kanan dan kiri dan dibandingkan.
- Bising napas melemah atau tidak.
- Bising napas yang hilang atau tidak.
- Batas antara bising napas melemah atau menghilang dengan yang normal.
- Bising napas abnormal dan sebutkan bila ada.
Pemeriksaan tekanan darah.
Kalau perlu segera pasang infus, kalau perlu s yang besar.
Pemeriksan kesadaran.
Pemeriksaan Sirkulasi perifer.
Kalau keadaan gawat pungsi.
Kalau perlu intubasi napas bantuan.
Kalau keadaan gawat darurat, kalau perlu massage jantung.
Kalau perlu torakotomi massage jantung internal.
Kalau keadaan stabil dapat dimintakan pemeriksaan radiologik (Foto thorax
AP, kalau keadaan memungkinkan).
2. Therapy
a. Chest tube / drainase udara (pneumothorax).
b. WSD (hematotoraks).
c. Pungsi.
d. Torakotomi.
e. Pemberian oksigen.

VI. INITIAL ASSESSMENT DAN PENGELOLAAN.


1. Pengelolaan penderita terdiri dari :
a. Primary survey. Yaitu dilakukan pada trauma yang mengancam jiwa,
pertolongan ini dimulai dengan airway, breathing, dan circulation.
b. Resusitasi fungsi vital.
c. Secondary survey yang terinci.
d. Perawatan definitif.
2. Karena hipoksia adalah masalah yang sangat serius pada Trauma thorax,
intervensi dini perlu dilakukan untuk pencegahan dan mengoreksinya.
3. Trauma yang bersifat mengancam nyawa secara langsung dilakukan terapi
secepat dan sesederhana mungkin.
4. Kebanyakan kasus Trauma thorax yang mengancam nyawa diterapi dengan
mengontrol airway atau melakukan pemasangan selang thorax atau dekompresi
thorax dengan jarum.
5. Secondary survey membutuhkan riwayat trauma dan kewaspadaan yang tinggi
terhadap adanya trauma trauma yang bersifat khusus.

Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
Pengkajian pasien dengan trauma thoraks (. Doenges, 1999) meliputi :
a. Aktivitas / istirahat
Gejala : dipnea dengan aktivitas ataupun istirahat.

b. Sirkulasi
Tanda : Takikardia ; disritmia ; irama jantunng gallops

c. Integritas ego
Tanda : ketakutan atau gelisah.

d. Makanan dan cairan


Tanda : adanya pemasangan IV vena sentral/infuse tekanan.

e. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : nyeri uni lateral, timbul tiba-tiba selama batuk atau regangan, tajam dan nyeri,
menusuk-nusuk yang diperberat oleh napas dalam, kemungkinan menyebar ke
leher,bahudanabdomen.Tanda : berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi,
mengkerutkan wajah.

f. Pernapasan
Gejala : kesulitan bernapas ; batuk ; riwayat bedah dada/trauma, penyakit paru kronis,
inflamasi,/infeksi paaru, penyakit interstitial menyebar, keganasan ; pneumothoraks spontan
sebelumnya, PPOM.Tanda : Takipnea ; peningkatan kerja napas ; bunyi napas turun atau tak
ada ; fremitus menurun ; perkusi dada hipersonan ; gerakkkan dada tidak sama ; kulit pucat,
sianosis, berkeringat, krepitasi subkutan ; mental ansietas, bingung, gelisah, pingsan ;
penggunaan ventilasi mekanik tekanan positif.

g. Keamanan
Gejala : adanya trauma dada ; radiasi/kemoterapi untuk keganasan.

h. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat factor risiko keluarga, TBC, kanker ; adanya bedah intratorakal/biopsyparu.

B. Pemeriksaan Fisik
1. Sistem Pernapasan :
1) Sesak napas
2) Nyeri, batuk-batuk.
3) Terdapat retraksi klavikula/dada.
4) Pengambangan paru tidak simetris.
5) Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain.
6) Pada perkusi ditemukan Adanya suara sonor/hipersonor/timpani, hematotraks
(redup)
7) Pada asukultasi suara nafas menurun, bising napas yang berkurang/menghilang.
8) Pekak dengan batas seperti garis miring/tidak jelas.
9) Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
10) Gerakan dada tidak sama waktu bernapas.
2. Sistem Kardiovaskuler :
a) Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk.
b) Takhikardia, lemah
c) Pucat, Hb turun /normal.
d) Hipotensi.

3. Sistem Persyarafan :
Tidak ada kelainan.

4. Sistem Perkemihan.
Tidak ada kelainan.

5. Sistem Pencernaan :
Tidak ada kelainan.

6. Sistem Muskuloskeletal - Integumen.


a) Kemampuan sendi terbatas.
b) Ada luka bekas tusukan benda tajam.
c) Terdapat kelemahan.
d) Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi sub kutan.

7. Sistem Endokrine :
a) Terjadi peningkatan metabolisme.
b) Kelemahan.

8. Sistem Sosial / Interaksi.


Tidak ada hambatan.

9. Spiritual :
Ansietas, gelisah, bingung, pingsan.

10. Pemeriksaan Diagnostik :


Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara/cairan pada area pleural.
Pa Co2 kadang-kadang menurun.
Pa O2 normal / menurun.
Saturasi O2 menurun (biasanya).
Hb mungkin menurun (kehilangan darah).
Toraksentesis : menyatakan darah/cairan,

C. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan merupaka suatu pernyataan dari masalah pasien yang nyata
ataupun potensial dan membutuhkan tindakan keperawatan sehingga masalah pasien dapat
ditanggulangi atau dikurangi:

1. Gangguan Perfusi Jaringan berhubungan dengan Hipoksia, tidak adekuatnya


pengangkutan oksigen ke jaringan
2. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekpansi paru yang tidak
maksimal karena trauma, hipoventilasi
3. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi
sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
4. Perubahan kenyamanan : Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek
spasme otot sekunder.
5. Resiko terjadinya syok Hipovolemia berhubungan dengan perdarahan yang
berlebihan, pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler
6. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang bullow
drainage.
7. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan
ketahanan untuk ambulasi dengan alat eksternal.

D.Intervensi

1. Diagnosa : Gangguan Perfusi Jaringan berhubungan dengan Hipoksia, tidak adekuatnya


pengangkutan oksigen ke jaringan
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan dapat
mempertahankan perfusi jaringan dengan
Kriteria hasil : a.Tanda-tanda vital dalam batas normal
b.Kesadaran meningkat
c.menunjukkan perfusi adekuat

Intervensi Dx 1: Gangguan Perfusi Jaringan berhubungan dengan Hipoksia, tidak adekuatnya


pengangkutan oksigen ke jaringan.

1. Kaji faktor penyebab dari situasi/keadaan individu/penyebab penurunan perfusi


jaringan.
Rasional : Deteksi dini untuk memprioritaskan intervensi, mengkaji status
neurologi/tanda-tanda kegagalan untuk menentukan perawatan kegawatan atau
tindakan pembedahan
2. Monitor GCS dan mencatatnya
Rasional : Menganalisa tingkat kesadaran
3. Monitor keadaan umum pasien.
Rasional : - Memberikan informasi tentang derajat/keadekuatan perfusi jaringan dan
membantu menentukan keb. intervensi.
4. Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi
Rasional : Memaksimalkan transport oksigen ke jaringan
5. Kolaborasi pengawasan hasil pemeriksaan laboraturium. Berikan sel darah merah
lengkap/packed produk darah sesuai indikasi.
Rasional : Mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan pengobatan /respons terhadap
terapi.

2. Diagnosa : Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekpansi paru yang


tidak maksimal karena trauma, hipoventilasi.

Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan dapat mempertahankan


jalan nafas pasien dengan
Kriteria hasil : a.Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.
b.Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektive.
c.Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.

Intervensi Dx 2: Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekpansi paru yang


tidakmaksimal karena trauma, hipoventilasi.

1. Berikan posisi yang nyaman, biasanya dengan peninggian kepala tempat tidur. Balik ke
sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.
Rasional : Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekspansi paru dan ventilasi
pada sisi yang tidak sakit.

2. Observasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan tanda-
tanda vital.
Rasional : Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebgai akibat
stress fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock sehubungan dengan
hipoksia.

3. Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan.
Rasional : Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan
mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.

4. Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dnegan menggunakan
pernapasan lebih lambat dan dalam.
Rasional : Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat
dimanifestasikan sebagai ketakutan/ansietas.

5. Perhatikan alat bullow drainase berfungsi baik, cek setiap 1 2 jam


Rasional : Mempertahankan tekanannegatif intrapleural sesuai yang diberikan, yang
meningkatkan ekspansi paru optimum/drainase cairan.

3. Diagnosa : Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan


sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.

a. Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama diharapkan jalan nafas


pasien normal dengan
b. Kriteria hasil : a.Menunjukkan batuk yang efektif.
b.Tidak ada lagi penumpukan sekret di sal. Pernapasan
c.Klien tampak nyaman.

Intervensi Dx 3: Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan


sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.

1. Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat
penumpukan sekret di saluran Pernapasan.
Rasional : Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan
klien terhadap rencana teraupetik

2. Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.


Rasional : Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif,
menyebabkan frustasi

3. Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.


Rasional : Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien.

4. Dorong atau berikanperawatan mulut yang baik setelah batuk


Rasional : Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah
bau mulut.

5. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain Pemberian antibiotika atau expectorant.


Rasional : Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan
mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya

4. Diagnosa : Perubahan kenyamanan : Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan dan


reflek spasme otot sekunder.

Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama diharapkan


nyeriberkurang
Kriteria hasil : a.Nyeri berkurang/ dapat diatasi
b.Dapat mengindentifikasia aktivitas yang meningkatkan/
menurunkan nyeri
c.Pasien tidak gelisah.

Intervensi Dx 4 : Perubahan kenyamanan : Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan dan


reflek spasme otot sekunder.

1. Jelaskan dan bantu klien dnegan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan non
invasive
Rasional : Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya
telah menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri
2. Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang nyaman ;
misal waktu tidur, belakangnya dipasang bantal kecil
Rasional : Istirahat akan merelaksasi semua jaringan sehingga akan meningkatkan
kenyamanan.

3. Tingkatkan pengetahuan tentang : sebab-sebab nyeri, dan menghubungkan berapa


lama nyeri akan berlangsung
Rasional : Pengetahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi nyerinya. Dan
dapat membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik
-Analgetik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri akan berkurang

4. Kolaborasi denmgan dokter, pemberian analgetik


Rasiional : Analgetik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri akan berkurang

5. Observasi tingkat nyeri, dan respon motorik klien, 30 menit setelah pemberian obat
analgetik untuk mengkaji efektivitasnya. Serta setiap 1 - 2 jam setelah tindakan
perawatan selama 1 - 2 hari.
Rasional : Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data yang obyektif
untuk mencegah kemungkinan komplikasi dan melakukan intervensi yang tepat.

5. Diagnosa : Resiko terjadinya syok Hipovolemia berhubungan dengan perdarahan


yang berlebihan, pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler

Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama diharapkan klien tidak


mengalami syok hipovolemik
Kriteria hasil : Tanda Vital dalam batas normal (N: 120-60 x/menit, S : 36-
37o C, RR : 20x/menit)
Intervensi Dx 5 : Resiko terjadinya syok Hipovolemia berhubungan dengan perdarahan yang
berlebihan, pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler

1. Monitor keadaan umum pasien


Rasional : Untuk memonitor kondisi pasien selama perawatan terutama saat terjadi
perdarahan. Perawat segera mengetahui tanda-tanda presyok / syok

2. Observasi vital sign setiap 3 jam atau lebih


Rasional : Perawat perlu terus mengobaservasi vital sign untuk memastikan tidak
terjadi presyok / syok

3. Jelaskan pada pasien dan keluarga tanda perdarahan, dan segera laporkan jika terjadi
perdarahan
Rasional : Dengan melibatkan pasien dan keluarga maka tanda-tanda perdarahan
dapat segera diketahui dan tindakan yang cepat dan tepat dapat segera diberikan.

4. Kolaborasi : Pemberian cairan intravena


Rasional : Cairan intravena diperlukan untuk mengatasi kehilangan cairan tubuh
secara hebat
5. Kolaborasi : pemeriksaan : HB, PCV, trombosit
Rasionali : Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah yang dialami pasien
dan untuk acuan melakukan tindakan lebih lanjut.
6. Diagnosa : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik
terpasang bullow drainage.

Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama diharapkan dapat


mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai
Kriteria hasil : a.tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus
b.luka bersih tidak lembab dan tidak kotor
c.Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.

Anda mungkin juga menyukai