Anda di halaman 1dari 5

TUGAS PENANGGULANGAN PENYAKIT TROPIS DAN ENDEMIS

DIFTERI

Dosen : Riska Ovany, SKM,M.Kes

Disusun Oleh :

Kelompok 11

Pitriya Eisi

Priska Riansi

Siti

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA SEKOLAH TINGGI ILMU

KESEHATAN PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN TAHUN

AJARAN 2017-2018
MATERI PENANGGULANGAN PENYAKIT TROPIS DAN ENDEMIS

DIFTERI

1. Pengertian Penyakit Difteri


Difteria adalah suatu penyakit bakteri akut terutama menyerang tonsil,faring,laring,
hidung, adakalanya menyerang selaput lendir atau kulit sertakadang-kadang konjunngtiva
atau vagina. Timbulnya lesi yang khas disebabkanoleh cytotoxin spesifik yang dilepas oleh
bakteri. Lesi nampak sebagai suatumembran asimetrik keabu-abuan yang dikelilingi dengan
daerah inflamasi.Tenggorokan terasa sakit, sekalipun pada difteria faucial atau pada
difterifaringotonsiler diikuti dengan kelenjar limfe yang membesar dan melunak. Padakasus-
kasus yang berat dan sedang ditandai dengan pembengkakan dan oedema dileher dengan
pembentukan membran pada trachea secara ektensif dan dapatterjadi obstruksi jalan napas.

Difteri hidung biasanya ringan dan kronis dengan satu rongga hidung tersumbatdan
terjadi ekskorisasi (ledes). Infeksi subklinis (atau kolonisasi ) merupakankasus terbanyak.
Toksin dapat menyebabkan myocarditis dengan heart block dankegagalan jantung kongestif
yang progresif,timbul satu minggu setelah gejalaklinis difteri. Bentuk lesi pada difteri kulit
bermacam-macam dan tidak dapatdibedakan dari lesi penyakit kulit yang lain, bisa seperti
atau merupakan bagiandari impetigo.(Kadun,2006)

2. Penyebab Penyakit Difteri


Penyebab penyakit difteri adalah Corynebacterium diphtheriae berbentuk batang
gram positif, tidak berspora, bercampak atau kapsul. Infeksi oleh kuman sifatnya tidak
invasive, tetapi kuman dapat mengeluarkan toxin, yaitu exotoxin. Toxin difteri ini, karena
mempunyai efek patoligik menyebabkan orang jadi sakit. Ada tiga type variants
dari Corynebacterium diphtheriaeini yaitu : type mitis, typeintermedius dan type gravis.
Corynebacterium diphtheriae dapat dikalsifikasikan dengan cara bacteriophage lysis menjadi
19 tipe.

Tipe 1-3 termasuk tipe mitis, tipe 4-6 termasuk tipe intermedius, tipe 7 termasuk tipe
gravis yang tidak ganas, sedangkan tipe-tipe lainnya termasuk tipe gravis yang
virulen. Corynebacterium diphtheriae ini dalam bentuk satu atau dua varian yang tidak ganas
dapat ditemukan pada tenggorokan manusia, pada selaput mukosa.
3. Gejala Penyakit Difteri
Tenggorokan dilapisi selaput tebal berwarna abu-abu
Radang tenggorokan dan serak
Pembengkakan kelenjar pada leher
Masalah pernapasan dan saat menelan
Cairan pada hidung, ngiler
Demam dan menggigil
Batuk yang keras
Perasaan tidak nyaman
Perubahan pada penglihatan
Bicara yang melantur
Tanda-tanda shock, seperti kulit yang pucat dan dingin, berkeringat dan jantung berdebar
cepat
4. Pencegahan/Penggulangan Penyakit Difteri
1) Pencegahan
a. Isolasi Penderita
Penderita difteria harus di isolasi dan baru dapat dipulangkan setelah pemeriksaan
sediaan langsung menunjukkan tidak terdapat lagi Corynebacterium diphtheriae.
b. Imunisasi
Pencegahan dilakukan dengan memberikan imunisasi DPT (difteria, pertusis, dan
tetanus) pada bayi, dan vaksin DT (difteria, tetanus) pada anak-anak usia sekolah
dasar.
c. Pencarian dan kemudian mengobati karier difteria
Dilakukan dengan uji Schick, yaitu bila hasil uji negatif (mungkin penderita karier
pernah mendapat imunisasi), maka harus diiakukan hapusan tenggorok. Jika ternyata
ditemukan Corynebacterium diphtheriae, penderita harus diobati dan bila perlu
dilakukan tonsilektomi.
2) Pengobatan
Tujuan pengobatan penderita difteria adalah menginaktivasi toksin yang belum terikat
secepatnya, mencegah dan mengusahakan agar penyulit yang terjadi minimal,
mengeliminasi C. diptheriae untuk mencegah penularan serta mengobati infeksi penyerta
dan penyulit difteria.
a. Pengobatan Umum
Pasien diisolasi sampai masa akut terlampaui dan biakan hapusan tenggorok negatif 2
kali berturut-turut. Pada umumnya pasien tetap diisolasi selama 2-3 minggu. Istirahat tirah
baring selama kurang lebih 2-3 minggu, pemberian cairan serta diet yang adekuat. Khusus
pada difteria laring dijaga agar nafas tetap bebas serta dijaga kelembaban udara dengan
menggunakan humidifier.
b. Pengobatan Khusus

Antitoksin : Anti Diptheriar Serum (ADS)


Antitoksin harus diberikan segera setelah dibuat diagnosis difteria. Dengan pemberian
antitoksin pada hari pertama, angka kematian pada penderita kurang dari 1%. Namun
dengan penundaan lebih dari hari ke-6 menyebabkan angka kematian ini bisa
meningkat sampai 30%. Sebelum pemberian ADS harus dilakukan uji kulit atau uji
mata terlebih dahulu.
Antibiotik
Antibiotik diberikan bukan sebagai pengganti antitoksin, melainkan untuk membunuh
bakteri dan menghentikan produksi toksin. Pengobatan untuk difteria digunakan
eritromisin , Penisilin, kristal aqueous pensilin G, atau Penisilin prokain.
Kortikosteroid
Dianjurkan pemberian kortikosteroid pada kasus difteria yang disertai gejala.
c. Pengobatan Penyulit
Pengobatan terutama ditujukan untuk menjaga agar hemodinamika tetap baik.
Penyulit yang disebabkan oleh toksin umumnya reversibel. Bila tampak kegelisahan,
iritabilitas serta gangguan pernafasan yang progresif merupakan indikasi tindakan
trakeostomi.
d. Pengobatan Kontak
Pada anak yang kontak dengan pasien sebaiknya diisolasi sampai tindakan berikut
terlaksana, yaitu biakan hidung dan tenggorok serta gejala klinis diikuti setiap hari
sampai masa tunas terlampaui, pemeriksaan serologi dan observasi harian. Anak yang
telah mendapat imunisasi dasar diberikan booster toksoid difteria.
e. Pengobatan Karier
Karier adalah mereka yang tidak menunjukkan keluhan, mempunyai uji Schick
negatif tetapi mengandung basil difteria dalam nasofaringnya. Pengobatan yang dapat
diberikan adalah penisilin 100 mg/kgBB/hari oral/suntikan, atau eritromisin 40
mg/kgBB/hari selama satu minggu. Mungkin diperlukan tindakan
tonsilektomi/adenoidektomi.

5. Tantangan dalam penanggulanagan penyakit diftteri


Di Indonesia tingkat pencemaran udara sangat memprihatinkan, Bahkan salah
satu studi mengemukan Indonesia salah satu Negara mempunyai tingkat populasi dan
mempunyai kepadatan penduduk yang tinggi sehingga kondisi ini menyebabkan
sanitasi lingkungan yang buruk sehingga agent penyakit difteri terus berkembang
sehingga mempermudah penularan, serta kurangnya kesadaran masyarakat untuk
melakukan vaksinasi imunisasi diteri.

6. Saran/Inovasi Penyakit Difteri


Karena difteri adalah penyebab kematian pada anak-anak, maka disarankan
untuk anak-anak wajib diberikan imunisasi yaitu vaksin DPT yang merupakan wajib
pada anak, tetapi kekebalan yang diperoleh hanya selama 10 tahun setelah imunisasi.
Sehingga orang dewasa sebaiknya menjalani vaksinasi booster (DT) setiap 10 tahun
sekali, dan harus dilakukan pencarian dan kemudian mengobati carier difteri dan
dilkaukan uji schick.
Selain itu juga kita dapat menyarankan untuk mengurangi minum es karena
minum minuman yang terlalu dingin secara berlebihan dapat mengiritasi tenggorokan
dan menyebabkan tenggorokan tersa sakit. Juga menjaga kebersihan badan, pakaian,
dan lingkungan karena difteri mudah menular dalam lingkungan yang buruk dengan
tingkat sanitasi rendah. Dan makanan yang dikonsumsi harus bersih yaitu makan
makanan 4 sehat 5 sempurna.

Anda mungkin juga menyukai