Dalam salah satu annual letter-nya, Warren Buffett pernah ngomong begini,
Kami berharap bahwa anda akan bersama kami untuk seterusnya (baca: menjadi
pemegang saham Berkshire Hathaway untuk seterusnya), dan tidak akan
keluar/menjual saham anda hanya karena anda khawatir ketika terjadi gejolak
ekonomi dan politik di Amerika Serikat. Nah, perhatikan bahwa Buffett
menyebutkan dua kata: ekonomi, dan politik. Buffett mengatakan kalimat
tersebut karena, berdasarkan pengalamannya selama menjadi investor, terdapat
setidaknya dua hal yang bisa membuat pasar saham Amerika, termasuk kinerja
para perusahaan didalamnya, mengalami penurunan, yakni jika ada masalah
terhadap perekonomian ataupun situasi politik, baik dalam skala nasional maupun
global.
Dan faktanya, ekonomi dan politik merupakan dua hal yang sangat berbeda
namun tidak dapat dipisahkan, dan keduanya sama-sama berpengaruh terhadap
kinerja bursa saham. IHSG sebagai indikator kinerja bursa saham di Indonesia
hanya bisa naik secara konsisten jika ditopang oleh perekonomian yang
bertumbuh secara riil. Sementara ekonomi Indonesia hanya bisa maju jika suhu
politiknya kondusif, dan suhu politik hanya bisa kondusif jika para pelakunya
(para politisi) mampu untuk paling tidak berhenti tonjok-tonjokkan dan mulai
bekerja dengan semestinya. Kesimpulannya, IHSG akan bisa naik secara
konsisten jika para penghuni gedung parlemen bisa benar-benar bekerja untuk
rakyat seperti yang mereka kampanyekan, dan bukannya saling lempar interupsi
ketika dilakukan sidang paripurna atau semacamnya.
Sementara jika yang terjadi tidak seperti itu, maka dampaknya terhadap IHSG
akan buruk. Selama ini penulis sendiri mengira bahwa satu-satunya hal yang
mempengaruhi pergerakan IHSG adalah terkait perekonomian, baik secara makro
(ekonomi negara secara keseluruhan), sektoral, maupun mikro (kinerja
perusahaan-perusahaan), sementara politik tidak berpengaruh sama sekali. Namun
ternyata itu adalah karena suasana politik di Indonesia, khususnya selama
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berkuasa, terbilang kondusif. Satu-
satunya gonjang-ganjing politik yang penulis ingat adalah ketika pada tahun 2009
2010, SBY dan Partai Demokrat-nya diserang habis-habisan oleh para oposisi di
parlemen menggunakan Kasus Bank Century, dan kasus Cicak vs
Buaya (terkait pelemahan KPK), ketika itu bahkan sampai ada wacana untuk
melengserkan Presiden segala. Namun toh, Sir Beye berhasil meredam itu semua
(termasuk 'membungkam wakilnya, Pak Boediono, untuk nurut saja sama beliau).
Logo PT Bank Mutiara, Tbk (BCIC), yang dahulu bernama Bank Century
Karena tidak ada masalah politik yang benar-benar serius, maka jadilah selama
10 tahun ini hanya faktor ekonomi saja yang bisa meruntuhkan IHSG, salah
satunya ketika dunia dilanda krisis global pada tahun 2008 dimana Indonesia
terkena imbasnya, dan ketika Indonesia mengalami perlambatan pertumbuhan
ekonomi yang serius di tahun 2013. Diluar itu, bursa saham kita nyaris selalu
maju terus pantang mundur.
Kondisi yang berbeda terjadi di Amerika Serikat (AS). Sejak masalah Krisis
Yunani reda pada akhir tahun 2011, panggung bursa saham dunia dipenuhi oleh
berita-berita terkait Debt Ceiling, Quantitative Easing, Fiscal Cliff, hingga United
States Shut Down. Butuh waktu yang agak lama bagi penulis untuk menyadari
bahwa berbagai isu tersebut ternyata bukanlah isu ekonomi, melainkan lebih
merupakan isu politik di negeri Paman Sam. Pada kasus United States Shut Down
dimana Pemerintah AS menutup kantor-kantor pemerintahan dan merumahkan
ratusan ribu PNS, misalnya, maka itu adalah buntut dari perselisihan antara
Presiden Obama dan House of Representative (kalau di Indonesia sama dengan
DPR) terkait rancangan APBN Amerika, dan bukan karena perekonomian AS
sedang bermasalah. Namun tetap saja: Ketika shutdown tersebut diumumkan,
tak lama kemudian Dow Jones cs langsung berjatuhan.
Jika SBY adalah seorang politisi ulung, maka diakui atau tidak, tidak demikian
halnya dengan Joko Widodo alias Jokowi. Sebagai seorang pekerja & pelayan
rakyat, Jokowi punya track record yang luar biasa baik selama beliau menjadi
walikota Solo, termasuk ketika menjadi Gubernur DKI Jakarta, dimana hanya
dalam waktu kurang dari 2 tahun sejak beliau dilantik, ada banyak sekali
perubahan positif yang bisa langsung dirasakan oleh seluruh warga Jakarta
(termasuk penulis).
However, sebagai politisi, Jokowi masih belum cukup berpengalaman. Jika anda
membaca profil dari politisi-politisi senior di Indonesia, maka anda akan
menemukan bahwa mereka biasanya sudah berpolitik sejak masih sangat
muda, biasanya dengan menjadi aktivis di kampusnya masing-masing (jika dia
adalah tokoh sipil). Contohnya Bung Karno, yang sudah bergabung dengan
organisasi politik sejak berusia 16 tahun, dan sudah mendirikan partainya sendiri
(Partai Nasional Indonesia/PNI) pada usia 28 tahun.
Sementara bagi para politisi dengan latar belakang militer, kemampuan berpolitik
itu telah terbentuk dengan sendirinya sejak ia masih di dinas militer, dimana untuk
bisa naik pangkat menjadi sersan, mayor, letnan, kolonel, hingga jendral, maka
seorang tentara harus memiliki kemampuan untuk memimpin (leadership) para
anak buahnya di medan perang, dimana semakin tinggi kemampuannya dalam
memimpin, maka semakin tinggi pangkatnya. Dan kemampuan untuk
memimpin itu adalah dasar dari politik itu sendiri bukan?
Lalu, Jokowi? Well, Jokowi adalah warga sipil biasa, tanpa latar belakang militer,
tanpa latar belakang keuturunan ningrat atau keluarga kaya, dan juga: Tanpa latar
belakang politik. Karier politik Jokowi benar-benar baru dimulai ketika beliau
menjadi Walikota Solo pada tahun 2005, atau hingga saat ini belum genap 10
tahun. Sementara sebelum itu, Jokowi adalah seorang pengusaha dengan kisah
karier yang juga biasa-biasa saja: Lulus kuliah, nganggur sebentar lalu kerja di
perusahaan, lalu resign dan nekad buka perusahaan sendiri dibidang meubel,
mengalami jatuh bangun termasuk kena tipu, dan akhirnya sukses hingga bisa
mengekspor meubel ke Eropa.
Pendek kata, Jokowi bukanlah figur yang spesial sama sekali, karena beliau
benar-benar merupakan orang yang biasa-biasa saja, atau kasarnya: rakyat jelata.
Dalam hal inilah penulis jadi maklum ketika Prabowo kemarin nggak bisa
langsung legowo setelah kalah Pilpres, karena bagaimana mungkin seorang
mantan jendral, masih turunan ningrat (Prabowo merupakan keturunan generasi
kesekian dari Tumenggung Banyakwide, seorang jendral kepercayaan Pangeran
Diponegoro), pimpinan tertinggi dari partai politik yang cukup besar, dan punya
aset trilyunan, bisa-bisanya kalah sama seorang.. tukang kayu?
Kembali ke Jokowi. Meski tidak punya latar belakang sebagai politisi yang
berpengalaman, namun faktanya Jokowi adalah Presiden terpilih Indonesia untuk
periode 2014 2019. However, ketiadaan pengalaman berpolitik tersebut
menyebabkan posisi Jokowi sebagai Presiden, secara politik, mau tidak mau
menjadi tidak cukup kuat. Sebab, ingat ini: Tugas presiden bukan melulu soal
melaksanakan pembangunan, mensejahterakan rakyat, dan semacamnya, tapi juga
membangun koalisi di parlemen, karena seperti itulah cara kerja sistem
demokrasi. Pak Harto sukses menjadi Presiden selama 32 tahun karena selama
itu beliau mampu mengendalikan para penghuni gedung DPR dengan tangan
besinya. Sir Beye dan Bu Mega juga mampu menjalankan tugas sebagai Presiden
hingga akhir periode jabatannya masing-masing, karena mampu menjalin
komunikasi dengan para anggota dewan.
Sementara BJ Habibie dan Gus Dur, mereka berdua tidak bisa mengendalikan
ataupun menjalin komunikasi dengan warga Senayan, dan alhasil dua-duanya
didepak lebih awal. Kesalahan BJ Habibie dan Gus Dur bukanlah karena mereka
tidak berpihak kepada rakyat, melainkan karena tidak bisa berdamai dengan
pihak legislatif, atau dengan kata lain: Tidak mampu berpolitik.
Tapi kalau Megawati nggak setuju dengan keberadaan SBY di koalisi, maka
Jokowi bisa apa?
Dalam hal ini penulis sempat berpikir bahwa, kalau mau pemerintahannya
berjalan mulus, maka Jokowi mungkin harus mengkudeta Megawati sebagai
pimpinan partai, dan menjadikan PDI-P sebagai miliknya sendiri. Sebab ketika
kemarin Anas Urbaningrum mulai punya kubu sendiri di Demokrat, maka SBY
langsung bergerak cepat dengan meng-KPK-kannya, sehingga Demokrat kembali
menjadi milik beliau sendiri. Tidak boleh ada dua orang pemimpin dalam satu
partai. Dan karena Jokowi yang jadi presiden, maka harusnya ia pula yang
menjadi pemimpin tertinggi partai, bukan Megawati.
Namun Jokowi bukan tipe backstabber seperti itu. Malah mungkin, beliau sama
sekali tidak peduli soal itu. Penulis bisa membayangkan bahwa yang ada di benak
Jokowi saat ini adalah soal tugas-tugas apa yang bisa ia kerjakan sebagai seorang
Presiden, dimana ia bisa blusukan dari Aceh hingga Papua, mengawasi secara
langsung berbagai kegiatan pembangunan, ketimbang buang-buang waktu untuk
debat kusir dengan anggota dewan. Dan jika rakyat bisa melihat hal tersebut,
maka meski Jokowi mungkin akan sering diganggu oleh Fadli Zon dkk di
parlemen, namun beliau tetap akan memperoleh simpati rakyat, dan itu adalah
bekal yang sangat berharga untuk menjaga agar pemerintahannya tetap kokoh.
Masih ingat bagaimana ketika Jokowi dikritik habis-habisan oleh seorang politisi
yang merupakan anggota DPRD DKI Jakarta, namun justru malah si anggota
dewan ini yang jadi bulan-bulanan publik di televisi dan media sosial?
Tapi apapun itu, berbeda dengan SBY yang merupakan politisi ulung (dan karena
itu pula Indonesia relatif aman dari gejolak politik selama 10 tahun beliau
berkuasa), maka Jokowi tidak atau belum memiliki kapasitas berpolitik tersebut.
Dan karena itulah penulis melihat bahwa selain isu-isu ekonomi, pergerakan
IHSG kedepannya akan juga sesekali digoyang oleh isu-isu politik. Termasuk
penurunan IHSG akhir-akhir inipun, itu jelas karena kubu Jokowi gagal dalam
pertarungan RUU Pilkada dan Pemilihan Ketua di DPR (diluar faktor lain seperti
pelemahan Rupiah). Jika nanti kubu Jokowi kalah lagi dalam Pemilihan Ketua
MPR, maka pasar juga akan terguncang sekali lagi. Well see.
Catatan: Politik adalah tema yang sangat menarik untuk didiskusikan, jadi kalau
anda punya pendapat tersendiri mengenai perkembangan politik di Indonesia saat
ini, silahkan anda menyampaikannya melalui kolom komentar dibawah.
DAMPAK POLITIK TERHADAP NILAI TUKAR DAN IHSG
Dari keduanya, yang paling tidak disukai oleh investor adalah dominasi KMP di
DPR. Apalagi, kisruh UU Pilkada cenderung mereda karena Presiden SBY telah
menerbitkan peraturan pemerintah pengganti UU atau perppu yang
mengembalikan pilkada langsung.
Kami tidak percaya kepada KMP. Keputusan di DPR itu kepentingan partai saja,
bukan kepentingan rakyat, walau mereka mengatasnamakan rakyat, ucapnya.
Data menunjukkan, setelah politisi Partai Golkar Setya Novan terpilih menjadi
Ketua DPR periode 2014-2019, Kamis (2/10), indeks harga saham gabungan
(IHSG) terpuruk 2,73 persen ke level 5.000,81 atau yang paling dalam sejak sejak
Mei 2014.
Juga pemberitaan yang bernada negatif terhadap pimpinan DPR, kata Reza,
Jumat.
Mungkin ada juga imbas dari politik. Kami telah mencoba mengesampingkan
sentimen politik. Namun, saya dan tim melihat ini tahun politik, bagaimanapun,
tentu ada imbas dari politik, ujar Reza.
KMP sukses memenangkan Paket B yang terdiri dari Zulkifli Hasan sebagai
Ketua MPR, dengan para wakilnya Mahyudin, EE Mangindaan, Hidayat Nur
Wahid, dan Oesman Sapta Odang sebagai pimpinan MPR yang baru setelah
memenangkan voting sebanyak 347 suara berbanding 330 suara.
Sentiment sesaat, problemnya enggak semudah itu. Yang akan datang yang perlu
dihadapi Pak Jokowi itu BBM, defisit transaksi berjalan. Dan perlu realisasi
programnya, ini langkah awal positif, ujarnya saat dihubungi Sindonews, Senin
(20/10/2014).
Dia menuturkan, menguatnya nilai tukar rupiah dan IHSG ini juga dibantu
pertemuan antara Jokowi dan rivalnya Prabowo Subianto beberapa waktu lalu.
Kalau enggak ada pertemuan enggak seoptimis sekarang penguatannya.
Rekonsiliasi Jokowi menjelang pelantikan dan Prabowo hadir dalam pelantikan
ini dukungan positif dan direspon baik pelaku pasar, tutur Lana.
Namun, pada dasarnya yang ditunggu pasar adalah komposisi kabinet Jokowi dan
para personil yang akan mengisi kursi para pembantu Presiden tersebut.
Ada memang satu fase sudah dilalui, Presiden resmi dan yang ditunggu itu yang
penting komposisi kabinet, pasar masih menunggu personilnya. Kalau
mengembirakan menguat lebih jauh, jelasnya.
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) pada hari ini ditutup
terapresiasi sejalan dengan makin menguatnya Indeks Harga Saham Gabungan
(IHSG) pada akhir perdagangan awal pekan ini.
Seperti diketahui, nilai tukar rupiah terhadap USD berdasarkan data Bloomberg
hari ini berakhir pada level Rp12.032 per USD. Posisi tersebut terapresiasi 56
poin dibanding penutupan Jumat (17/10/2014) di level Rp12.110 per USD.
Sumber:
http://brita.indo.com/2014/09/ihsg-anjlok-setelah-dpr-menghapus-pilkada-
langsung/
http://www.tribunnews.com/bisnis/2014/10/04/kalangan-investor-tak-percaya-
koalisi-merah-putih
http://finance.detik.com/read/2014/10/08/090707/2712705/6/ihsg-anjlok-40-
poin-pasca-terpilihnya-pimpinan-mpr
http://detik.club/pelantikan-jokowi-bakal-bikin-rupiah-perkasa-orang-ramai-
ramai-lepas-dolar/
Advertisements
DAMPAK POLITIK TERHADAP NILAI TUKAR
DAN INDEKS SAHAM
Posted on 01.52 by hasan akmal alatas
0
Pelantikan Jokowi
Menjelang pelantikan Joko Widodo sebagai Presiden RI periode 2014-2019,
pasar modal menunjukkan gairah positif. Pada pembukaan perdagangan Senin, 20
Oktober 2014, indeks harga saham gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia
melaju signifikan.
Indeks melesat 0,79 persen, dari 5.028,946 (penutupan pada akhir pekan
kedua Oktober 2014) menjadi 5.068,583. Dalam setengah jam pertama
perdagangan, indeks sempat menyentuh level tertinggi 5.096,277 dan terendah di
5.067,879.
Setelah membuat IHSG menguat 1,56 persen pada akhir pekan kedua
Oktober 2014, efek pelantikan Jokowi sebagai presiden terus berlanjut. "Efek
Jokowi" ini bakal mempengaruhi sikap investor pada perdagangan awal pekan
ketiga.
sumber:
http://www.beritaindoonline.com/2014/10/ekonom-dampak-pilkada-lewat-dprd-
investor-jadi-enggan-masuk-ke-indonesia/
http://www.tempo.co/read/news/2014/10/08/088612772/Pemilihan-Ketua-MPR-
Usai-Saham-Langsung-Jeblok
http://www.medanbisnisdaily.com/news/read/2014/10/18/123997/rupiah-dan-
ihsg-langsung-menguat/
http://www.tempo.co/read/news/2014/10/20/090615612/Jelang-Pelantikan-
Jokowi-Indeks-Saham-Melesat
POSTED IN BERITA
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook
Pengaruh Saham terhadap Ekonomi Riil
Secara sederhana, ekonomi riil bisa diartikan sebagai bagian dari aktivitas
ekonomi yang berhubungan dengan barang, jasa, dan serta sumber daya
yang lainnya. Ekonomi riil akan menggunakan dan memanfaatkan sumber
daya yang ada untuk menghasilkan / memproduksi barang dan jasa
sehingga bisa memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen. Hal yang
paling berkaitan erat dengan ekonomi riil ini diantaranya adalah bidang
industri. Sebagai pelaku utama ekonomi riil, bidang industri memegang
peranan yang penting atas suplai barang dan jasa di masyarakat. Beberapa
pelaku industri skala besar biasanya telah terdaftar (listing) di pasar modal
yang berarti perusahaan tersebut telah menerbitkan saham sebagai bukti
kepemilikan atas perusahaan tersebut. Kalau begitu, bagaimana pengaruh
saham terhadap ekonomi riil?
Banyak pakar yang mengatakan bahwa kondisi harga serta penjualan saham di
pasar modal sama sekali tidak sepenuhnya mencerminkan kondisi dari
perusahaan itu sendiri. Karena harga saham akan sangat sensitif terhadap
isu - isu krusial yang berhubungan dengan perusahaan. Sebagai contoh,
berita pemilik perusahaan meninggal dunia saja bisa langsung
memperngaruhi harga saham, padahal kondisi perusahaan baik - baik saja.
Dari contoh tersebut kita bisa menyimpulkan bahwa saham memiliki
pengaruh yang tidak signifikan terhadap ekonomi riil.
Bila kita berbicara tentang ekonomi riil, maka secara tidak langsung kita
berbicara tentang pasar nyata. Karena barang dan jasa yang dihasilkan
sebagai bagian dari kegiatan ekonom riil diperjualbelikan di pasar nyata.
Sedangkan saham sebagai bukti kepemilikan atas sebuah perusahaan
diperjualbelikan di pasar abstrak atau pasar tidak nyata. Pada negara maju
yang masyarakatnya telah "pasar modal minded" dimana kebanyakan dari
mereka memilih untuk menginvestasikan uangnya pada saham serta surat
berharga lainnya, maka pengaruh saham terhadap ekonomi rill bisa
dirasakan dengan jelas.
Kenaikan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang saat ini telah
menembus level 4,800 (5/3) merupakan yang tertinggi kenaikannya di
Asia sangat menarik perhatian investor dalam dan luar negeri untuk
menanamkan dananya di pasar modal Indonesia. Volatilitas pasar modal
yang cukup tinggi sangat dipengaruhi oleh kestabilan politik dan ekonomi
di Indonesia. Kondisi ekonomi Indonesia yang cukup stabil tentu
merupakan modal dalam menjaga iklim investasi di Indonesia tetap
kondusif.
Sementara itu upaya lembaga negara untuk mengusut tuntas kasus hukum
yang merembet ke ranah politik perlu keseriusan para pelaku sehingga
betul-betul menjalankan akuntabilitasnya kepada publik di Indonesia.
Demikian sedikit ulasan mengenai pengaruh politik terhadap sistem ekonomi
di Indonesia semoga tulisan ini dapat bermanfaat.
Orde Baru
Pada awal pemerintahan Orde Baru, pemerintah mencanangkan
pembangunan ekonomi dan industri. Pada waktu itu posisi pengusaha dalam
negeri masih dalam keadaan yang tidak kuat untuk berdiri sendiri.. Akibatnya,
pemerintah (negara) menjadi dominan dalam perekonomian. Pengusaha
menggantungkan diri kepada pemerintah. Hal ini menimbulakan konsekuensi
yaitu pemerintah menjadi mesin pertumbuhan ekonomi atau dengan kata lain
pemerintah menjadi sumber penggerak investasi dan pengalokasian kekayaan
nasional. Dalam hal ini pemerintah tidak hanya menyediakan proyek, kontrak,
konsesi pengeboran minyak dan eksploitasi hutan, serta lisensi agen tunggal,
melainkan juga kredit besar dan subsidi. Pemerintah juga menunjang dengan
kebijakan proteksi serta pemberian hak monopoli impor dan pasar.
Pada masa tersebut, pemerintah cenderung menghasilkan dua lapisan
ekonomi-politik utama, yaitu birokrat-politik yang melibatkan lingkup
keluarganya dalam bisnis, serta pengusaha yang dapat berkembang berkat
dukungan khusus dari pemerintah (mulai berkembangnya KKN). Kedua lapisan
ini mendominasi perekonomian dan politik. Dalam perkembangan sistem
ekonomi tersebut, pemerintah sebagai sumber penggerak investasi dan
pengalokasian kekayaan nasional hanyalah bersifat jangka pendek. Kemampuan
pemerintah menyediakan segalanya dibatasi oleh gerak sistem ekonomi.
Indonesia menjadi rawan akan krisis. Pola bisnis tersebut memerlukan sebuah
rezim politik yang mampu mengendalikan reaksi kaum buruh dan gerakan
demokratisasi. Untuk keperluan ini rakyat berhasil dijauhkan dari partisipasi
politik. Pembangunan ekonomi dijaga dengan kekuatan militer yang kuat
sehingga terlihat stabil. Pertumbuhan partai politik dan pengekpresian politik
dilarang dalam upaya menciptakan kestabilan untuk pertumbuhan ekonomi.
Rakyat seakan dibungkam untuk menuntut hak-haknya atas nama
pembangunan ekonomi. Pada masa Orde baru, bentuk partisipasi rakyat diatur
agar hanya terlibat pada pemilihan umum anggota DPR dan DPRD. Hal ini
menunjukkan betapa kuatnya kaitan politik dan birokratik dalam pola bisnis.
Pemerintah sudah sejak awal jadi mesin pertumbuhan ekonomi, yang
menyebabkan para birokrat-politik terlibat bisnis yang bersifat jangka pendek.
Pola ini tidak mendorong tumbuhnya kepercayaan dunia usaha untuk jangka
panjang..
Sistem politik Indonesia pada masa itu mempunyai kelemahan, salah
satu diantaranya adalah sedikitnya sumber-sumber yang dapat menjadi penekan
dan penyeimbang atas kekuatan pemerintah, di tingkat nasional atau daerah.
Padahal, kekuatan penekan sangat diperlukan untuk melakukan kontrol,
maupun sumbangan-sumbangan gagasan dan pemikiran untuk membentuk
bangunan sosial politik yang lebih aspiratif.
Pengaruh kalangan non-pemerintah, termasuk dari pengusaha dan
profesional sangat terbatas dan acap diabaikan. Kecuali para pengusaha
tertentu yang mempunyai koneksi langsung dengan penguasa. Ketergantungan
ekonomi swasta pada pemerintah menimbulkan hubungan yang sangat tidak
sehat di antara keduanya, yang jika dipandang dari sudut politik, bisnis, dan
masyarakat luas sangatlah merugikan. Konsekuensi dari hubungan yang tidak
sehat tampak nyata ketika Indonesia diterpa krisis ekonomi, sosial dan politik
sekaligus, yang mengalami kesulitan untuk diperbaiki.
Kalangan bisnis dan profesi swasta yang merupakan unsur krusial dalam
pembentukan kelas menengah, selama zaman Orde Baru tidak memiliki
kesempatan untuk membentuk asosiasi maupun organisasi yang mampu
berfungsi sebagai sumber kritik, pengaruh, dan sumbangan ide pada
perencanaan politik, ekonomi dan sosial. Unsur-unsur baru dari kalangan
profesional maupun kalangan bisnis cenderung menghindarkan diri dari politik
dan berkonsentrasi pada bidangnya sendiri yang sempit.
Semua hal tersebut membuat sistem ekonomi Indonesia menjadi cukup
rawan krisis, terutama krisis fiskal dan krisis keuangan. Terjadinya krisis rupiah
dan berbagai dampaknya membuat pemerintah terpaksa harus mengeluarkan
sejumlah kebijakan deregulasi di bidang ekonomi. Secara politik, kebijakan ini
memacu pertumbuhan sektor swasta, termasuk swastanisasi BUMN. Hal ini
menuntut pemerintah untuk melakukan pembenahan besar-
besaran. Pemerintah terpaksa menerima tawaran IMF untuk menyetujui Nota
Kesepakatan menuju reformasi ekonomi. Krisis ekonomi memang menimbulkan
dampak politik yang lebih kuat. pemerintah semakin didesak untuk melepaskan
keterlibatannya dari bisnis dan untuk lebih menjalankan fungsi sebagai
perlengkapan politik supaya dapat bertugas menyehatkan sistem ekonomi.
Sistem peraturan hukum yang kuat sangat dibutuhkan untuk menopang
kinerja reformasi ekonomi. Kalangan dunia usaha semakin menuntut kepastian
hukum. Krisis rupiah yang semakin parah sampai menggerogoti sistem ekonomi,
telah memperlemah posisi birokrat-politik. Banyak dari mereka yang mulai
terbuka terhadap reformasi politik. Banyak telah menyatakan perlunya
reformasi. Hasil kemajuan ekonomi secara internal telah menghasilkan sebagian
lapisan yang menghendaki reformasi politik. Kalangan bisnis menghendaki
tumbuhnya kepercayaan dunia usaha untuk jangka panjang. Semua ini hanya
dapat dicapai dengan program reformasi ekonomi dan diperkuat dengan
reformasi politik.
Era Reformasi
Struktur dan pandangan rezim Orde Baru telah menjadikan kalangan
bisnis dan profesional merasa lebih mudah dan aman untuk mengikuti keadaan
daripada mencoba mendorongnya ke arah lain yang lebih sehat. Kecenderungan
ini dengan sendirinya memperluaskan korupsi, kolusi, dan penyalahgunaan
kekuasaan pada zaman Orde Baru. Pada era reformasi, gejala-gejala itu sulit
dihilangkan karena telah mengakar di setiap lembaga negara, maupun di
kalangan bisnis dan profesional. Masalahnya bukan hanya korupsi yang sulit
diatasi, tetapi juga hilangnya orientasi terhadap kepentingan masyarakat luas
dan lemahnya kemauan untuk merombak sistem politik, termasuk lembaga-
lembaga negara yang amat perlu diperbaiki, struktur ekonomi, dan hubungan
antara warga negara dan negara.
Di dalam negeri, perubahan di bidang politik dan pemerintahan yang
diwarnai dengan adanya perubahan signifikan dalam sistem politik (terjadi
proses demokratisasi) membuka suatu peluang baru dan juga ancaman baru
bagi dunia usaha di Indonesia. Keputusan-keputusan politik atau hukum perlu
juga selalu dicermati. Perubahan-perubahan kepemimpinan seringkali berakibat
terjadinya perubahan dalam keputusan politik dan yang akhirnya berdampak
secara langsung terhadap kondisi bisnis. Sebagai contoh. Pada saat Orde baru,
perdagangan Bahan Pangan Pokok selalu dikendalikan oleh Pemerintah melalui
BULOG, sehingga ada kondisi yang stabil dalam perdagangan Bahan Pangan
Pokok tersebut. Tetapi, setelah reformasi peran BULOG diredefinisi sehingga
tidak menjadi pemain sentral dan akhirnya seringkali berdampak terhadap
terjadinya fluktuasi harga dan kelangkaan barang yang disebabkan permainan
spekulan, sehingga yang terkena dampak/pengaruhnya adalah rakyat miskin
yang semakin menderita untuk mendapakan kebutuhan pangan mereka.
Di tahun 2007 yang lalu kondisi perpolitikan nasional relatif stabil,
walaupun banyak unjuk rasa diberbagai daerah terutama menyangkut
kekisruhan hasil Pilkada dan di tingkat nasional menyangkut kebijakan
pemerintah tentang UU PA, UU PMA, UU Pornografi dan UU Politik yang banyak
menimbulkan kontroversi dari masyarakat. Dari kondisi politik yang demikian
ternyata pengaruh terhadap sektor ekonomi tidak begitu signifikan. Tercatat
kondisi pertumbuhan ekonomi di tahun 2007 merupakan kondisi terbaik sejak
krisis ekonomi 1998. Berbagai sektor ekonomi mengalami peningkatan, di sektor
properti, nilai kredit properti yang dirilis Bank Indonesia (BI) per Juni 2007
sebesar Rp130,93 Trilyun naik 7-8% dibandingkan tahun sebelumnya. (1)
Di tahun 2008 ini perilaku ekonomi menjadi sering kali sulit diprediksi.
Bahkan oleh Pemerintah sekalipun yang memiliki ekonom-ekonom yang sangat
pakar di bidangnya. Sebagai contoh yang nyata adalah dalam penyusunan APBN
2008 prediksi harga minyak 80 US $ per barel, tapi pada awal tahun
perekonomian nasional dikejutkan dengan kenaikan harga minyak dunia yang
menembus batas sampai 100 US $ per barel bahkan melewati 110 US $ per barel
sampai akhir kuartal pertama 2008. Kenaikan ini tentunya berpengaruh
terhadap asumsi APBN tahun 2008 sehingga pemerintah mau tidak mau
dihadapkan pada pilihan sulit antara tetap mempertahankan subsidi BBM
dengan harga yang ada atau menaikkan harga BBM untuk mengurangi defisit
APBN yang terlalu berat. Selain itu dari sektor perbankan, pemerintah telah
mengeluarkan kebijakan menurunkan BI rate menjadi 8% per Januari 2008. (2)
Dengan dikeluarkan kebijakan ini memberikan peluang bagi sektor properti
untuk bisa berkembang. Namun dari bidang politik kemungkinan-kemungkinan
negatif bisa terjadi mengingat kondisi tahun 2008 masih rawan karena semua
partai politik akan bekerja keras untuk meraih dukungan massa, gesekan-
gesekan politik kemungkinan akan mudah terjadi. Tentunya kondisi serupa
dihadapi oleh para pebisnis, sulit sekali untuk secara akurat memprediksi kondisi
ekonomi. Hal ini antara lain juga dampak globalisasi yang menyebabkan kondisi
ekonomi di suatu negara dapat berpengaruh besar terhadap kondisi ekonomi
negara lainnya. Bahkan ketika ramalan tentang kondisi ekonomi akurat, masih
belum jelas dampak ekonomi terhadap industri tertentu. Sebagai contoh nyata,
seperti yang telah diketahui bersama saat ini beberapa sektor industri sedang
digoncang krisis akibat pengaruh krisis global yang tengah melanda dunia.
Beberapa perusahaan telah berencana merumahkan bahkan memPHK
karyawan-karyawannya.
Dalam sektor perbankan, kalangan perbankan mengkhawatirkan gejolak
ekonomi global akan menggerus kinerja perbankan di tengah situasi politik yang
mulai menghangat menjelang pemilihan umum 2009. Di sisi lain, Bank Indonesia
meyakini fundamental industri perbankan dalam negeri cukup kuat, sehingga
bank sentral meminta sejumlah kalangan agar tetap optimistis. Direktur Bank
NISP Rudy Hamdani menyatakan pihaknya mulai 'mencium' gelagat dampak dari
gejolak perekonomian dunia terhadap perekonomian dalam negeri, disusul
peningkatan suhu politik menjelang 2009. Akan tetapi di sisi lain, di tengah
indikator ekonomi akabibat kenaikan harga bahan bakar minyak, yang
berpengaruh besar dan cenderung negatif terhadap perilaku bisnis, kalangan
perbankan merasa optimis dapat meningkatkan pertumbuhan kredit. Suhu
politik Pemilu 2009 yang sudah mulai terasa, diharapkan dapat mendorong
gairah perekonomian. Dana-dana politik dan perputaran uang untuk tujuan
politik dan kampanye semakin lancar sehingga diharapakan terjadi
pertumbuhan dana ekonomi pihak ketiga dan pertumbuhan bisnis yang
berkaitan dengan politik, sebagai contoh bisnis percetakan dan bisnis sablon
bendera dan sebagainya.
Proyeksi semua sektor ekonomi pada tahun 2008 selalu dikaitkan
dengan variabel politik. Hal ini disebabkan suhu politik di tahun 2008 diprediksi
akan meningkat karena persiapan Pemilu 2009. Faktor politik pasti berdampak
pada perekonomian, terutama pada investasi. Situasi politik menjelang pemilu
dan Sidang Umum MPR, melahirkan iklim ketidakpastian bagi investor, terutama
investor asing. Adapun pengaruh politik menjelang Pemilihan Presiden 2009
diyakini akan memengaruhi uang beredar. Di satu sisi, aktivitas ekonomi akan
menurun seiring dengan keterlibatan pelaku ekonomi dalam pemilu.
Hubungan sektor bisnis dengan politik lebih mengacu pada konteks
ekonomi yang dipengaruhi oleh kebijakan politik, apabila kondisi politik tidak
menentu atau mengalami kekacauan (chaos) akan berdampak kepada
perekonomian terutama menyangkut sektor industri; permintaan dan
penawaran tidak seimbang dan distribusi barang akan terganggu. Apabila ini
berlanjut maka akan terjadi inflasi tinggi yang ditandai dengan kenaikan harga
akibat permintaan yang menurun drastis atau bajhkan tidak adanya permintaan.
Di sisi lain,pengaruh gejolak politik pada kegiatan ekonomi, tidak dapat diukur
dengan eksak dan laporan angka-angka. Para pengamat hanya dapat
menganalisa kualitas dampaknya.
bisnis
Dalam suasana sekarang yang penuh ketidakpastian politik dan
ekonomi, ada semacam peluang untuk mengatasi hubungan antara pemerintah
dan bisnis melalui pembagian kekuasaan, strategi pembangunan menurut
sektor-sektor yang sebaiknya diurus para pengusaha swasta atau negara, dan
seterusnya. Selain itu, diperlukan juga semacam ideologi dan program tentang
peranan bisnis, harapannya, dan tanggung jawabnya pada masyarakat, tentang
hak dan kewajiban yang bersangkutan dengan penegakkan etika bisnis,
tanggung jawab sosial perusahaan dan sejenisnya.
Hal ini tentu saja bukan pekerjaan yang mudah. Berbagai masalah yang
sedang melilit negeri ini seperti stabilitas politik, kesulitan ekonomi, peninggalan
masa lalu terhadap buruknya praktik bisnis, serta ketegangan dalam hubungan
antara pemerintah dan perusahaan swasta sangat mempengaruhi proses
tersebut. Memperbaiki pandangan umum terhadap dunia usaha sangat penting
sekaligus sangat sukar, dan menghilangkan kecurigaan rakyat terhadap kalangan
bisnis membutuhkan waktu. Tetapi semua harus dilakukan secara terencana dan
terorganisir. Sebuah harapan terwujudnya trias etika: etika pemerintahan, etika
profesi, dan etika bisnis. ICW mengambil posisi untuk bersama-sama rakyat
membangun gerakan sosial memberantas korupsi dan berupaya mengimbangi
persekongkolan kekuatan birokrasi pemerintah dan bisnis. Dengan demikian
reformasi di bidang hukum, politik, ekonomi dan sosial untuk menciptakan tata
kelola pemerintahan yang demokratis dan berkeadilan sosial serta berekonomi
baik dapat diwujudkan.
Pada akhirnya kondisi perekonomian akan bisa tumbuh apabila
pemerintah tetap berperan sebagai partner yang menguntungkan bagi
berkembangnya perilaku bisnis yang dipengaruhi oleh kondisi politik dalam
negeri. Instrumen-intrumen investasi perlu diinovasi, birokrasi perijinan dan
sektor perbankan diharapkan mampu mendukung sektor bisnis dalam
menghadapai pengaruh situasi dan kondisi politik.
Daftar Pustaka
http://64.203.71.11/kompas-cetak.htm
www.korantempo.com
www.pajak.go.id
www.vibiznews.com
Sentiment sesaat, problemnya enggak semudah itu. Yang akan datang yang perlu
dihadapi Pak Jokowi itu BBM, defisit transaksi berjalan. Dan perlu realisasi
programnya, ini langkah awal positif, ujarnya saat dihubungi Sindonews, Senin
(20/10/2014).
Dia menuturkan, menguatnya nilai tukar rupiah dan IHSG ini juga dibantu pertemuan
antara Jokowi dan rivalnya Prabowo Subianto beberapa waktu lalu