Anda di halaman 1dari 24

MENGENAL SEJARAH SINGKAT BERDIRINYA BUDI UTOMO

Mengingat kembali sejarah kebangkitan nasional Indonesia. kali ini kita akan membahas
mengenai berdirinya organisasi Budi Utomo,yaitu sebuah organisasi yang lahir pada masa
kebangkitan nasional indonesia (1908) dan didirikan oleh Dr. Sutomo dan beranggotakan
oleh para mahasiswa STOVIA.

Dalam resume ini kita akan mempelajari seputar organisasi BUDI UTOMO yaitu mengenai
latar belakang berdirinya, tujuannya, perkembanganya dan reaksi yang ditimbulkan dll.
langsung saja kita simak penjelasan dibawah ini!

1. Latar Belakang Berdirinya Budi Utomo


Kebangkitan nasional adalah masa dimana bangkitnya rasa dan semangat persatuan, kesatuan
dan nasionalisme serta kesadaran untuk memperjuangkan kemerdekaan republik Indonesia.
Bangkitnya nasionalisme di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari bangkitnya nasionalisme di
Asia yang ditandai adanya kemenangan Jepang atas Rusia pada tahun 1905.

Sebab-sebab bangkitnya nasionalisme di Indonesia dan tumbuhnya pergerakan nasional


Indonesia itu, tidak hanya dipengaruhi adanya pengaruh dari luar Indonesia saja. Namun
reaksi pada masa sebelum tahun 1905 yang pernah dicetuskan dengan adanya perlawanan
senjata di berbagai daerah, seperti perlawanan Pattimura, Diponegoro, Si Singamangaraja
serta Hassanudin. Hal ini telah membuktikan nyata adanya semangat nasionalisme telah lam
bergejolak pada adda bangsa Indonesia sebagai reaksi terhadap penderitaan lahir dan batin
akibat kolonialisme.

Penderitaan lahir batin yang tak tertahankan lagi ditambah pengaruh kejadian-kejadian
didalam maupun diluar tanah air yang merupakan dorongan yang mempercepat lahirnya
pergerakan nasional dan titik berangkat lahirnya Budi Utomo pada tanggal 20 Mei 1908
sebagai organisasi pelajar guna memajukan kepentingan-kepentingan priyayi rendah, dimana
jangkauan geraknya terbatas pada penduduk Pulau Jawa dan Madura. (M.C.Ricklefs : 1998 :
249)

Lahirnya Organisasi Budi Utomo di Indonesia


Budi Utomo merupakan sebuah organisasi pelajar yang didirikan oleh Dr.Sutomo dan para
mahasiswa STOVIA (School tot Opleiding voor Inlandsche Arsten) yaitu Goenawan,
Dr.Cipto Mangoenkeosoemo dan Soeraji serta R.T Ario Tirtokusumo, yang didirikan di
Jakarta pada 20 Mei 1908. Organisasi ini bersifat sosial, ekonomi, kebudayaan serta tidak
bersifat politik.

Berdirinya Budi Utomo tak bisa lepas dari peran Dr. Wahidin Sudirohusodo. Walaupun
bukan pendiri Budi Utomo, namun beliaulah yang telah menginspirasi Dr.Sutomo dan
kawan-kawan untuk mendirikan organisasi pergerakan nasional ini. Dr.Wahidin
Sudirohusodo sendiri adalah seorang alumni STOVIA yang sering berkeliling di kota-kota
besar di Pulau Jawa untuk mengkampanyekan gagasannya mengenai bantuan dana bagi
pelajar-pelajar pribumi berprestasi yang tidak mampu melanjutkan sekolah. Gagasan ini
akhirnya beliau kemukakan kepada pelajar-pelajar STOVIA di Jakarta, dan ternyata mereka
menyambut baik gagasan mengenai organisasi tersebut dan dari sinilah awal perkembangan
menuju keharmonisan bagi orang Jawa dan Madura.
Tujuan Berdirinya Organisasi Budi Utomo di Indonesia
Budi utomo sebagai organisasi pelajar yang baru muncul ini, secara samar-samar
merumuskan tujuannya untuk kemajuan Hindia, dimana yang jangkauan gerak semulanya
hanya terbatas pada Pulau Jawa dan Madura yang kemudian diperluas untuk penduduk
Hindia seluruhnya dengan tidak memperhatikan perbedaan keturunan, jenis kelamin dan
agama. Namun dalam perkembangannya terdapat perdebatan mengenai tujuan Budi Utomo,
dimana Dr.Cipto Mangunkusumo yang bercorak politik dan radikal, Dr.Radjiman
Wedyodiningrat yang cenderung kurang memperhatikan keduniawian serta Tirtokusumo
(Bupati Karanganyar) yang lebih banyak memperhatikan reaksi dari pemerintah kolonial dari
pada memperhatikan reaksi dari penduduk pribumi.

Setelah perdebatan yang panjang, maka diputuskan bahwa jangkauan gerak Budi Utomo
hanya terbatas pada penduduk Jawa dan Madura dan tidak akan melibatkan diri dalam
kegiatan politik. Bidang kegiatan yang dipilihnya pendidikan dan budaya. Pengetahuan
bahasa Belanda mendapat prioritas utama, karena tanpa bahasa itu seseorang tidak dapat
mengharapakan kedudukan yang layak dalam jenjang kepegawaian kolonial. Dengan
demikian Budi Utomo cenderung untuk memejukan pendidikan bagi golongan priyayi dari
pada bagi penduduk pribumi pada umumnya. Slogan Budi Utomo berubah dari perjuangan
untuk mempertahnkan penghidupan menjadi kemajuan secara serasi. Hal ini menunjukkan
pengaruh golongan tua yang moderat dan golongan priyayi yang lebih mengutamakan
jabatannya. (Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto : 1984 : 178)

Perkembangan Organisasi Budi Utomo di Indonesia


Pancaran eksistensi Budi Utomo di Indonesia dibuktikan dengan diadakannya konggresnya
yang pertama di Yogyakarta pada tanggal 3-5 Oktober 1908. Dalam waktu singkat Budi
Utomo mengalami perubahan orientasi. Kalau semula orientasinya terbatas pada kalangan
priyayi maka menurut edaran yang dimuat dalam Bataviaasch Nieuwsblad tanggal 23 Juli
1908, Budi Utomo cabang Jakarta menekankan cara baru bagaimana memperbaiki kehidupan
rakyat.

Di dalam konggres tersebut menghasilkan beberapa keputusan,sebagai berikut :


1. Tidak mengadakan kegiatan politik
2. Bidang utama adalah pendidikan dan kebudayaan
3. Terbatas wilayah Jawa dan Madura
4. Mengangkat Raden Adipati Tirtokusumo (Bupati Karanganyar) sebagai ketua Budi Utomo.

Semenjak dipimpin oleh Raden Adipati Tirtokoesoemo, banyak anggota baru BU yang
bergabung dari kalangan bangsawan dan pejabat kolonial, sehingga banyak anggota muda
yang memilih untuk menyingkir. Dibawah kepengurusan generasi tua, kegiatan Budi Utomo
yang awalnya terpusat di bidang pendidikan, sosial, dan budaya, akhirnya mulai bergeser di
bidang politik. Strategi perjuangan BU juga ikut berubah dari yang awalnya sangat
menonjolkan sifat protonasionalisme menjadi lebih kooperatif dengan pemerintah kolonial
belanda.

Perkembangan selanjutnya merupakan periode yang paling lamban bagi Budi Utomo.
Aktivitasnya hanya terbatas pada penerbitan majalah bulanan Goeroe Desa dan beberapa
petisi, yang di buatnya kepada pemerintah berhubung dengan usaha meninggikan mutu
sekolah menengah pertama. Tatkala kepemimpinan pengurus pusat makin melemah, maka
cabang-cabang BU melakukan aktivitas sendiri yang tidak banyak hasilnya. Pemerintah yang
mengawasi perkembangan BU sejak berdirinya, dengan penuh perhatian dan harapan
akhirnya menarik kesimpulan bahwa pengaruh BU terhadap penduduk pribumi tidak begitu
besar.

Pada tahun 1912 terjadi pergantian pemimpin dari Tirtokusumo ke tangan Pangeran Noto
Dirodjo yang berusaha dengan sepenuh tenaga mengejar ketinggalan. Dengan ketua yang
baru itu,perkembangan Budi Utomo tidak begitu pesat lagi. Hasil-hasil yang pertama di
capainya yaitu perbaikan pengajaran di daerah kesultanan dan kasunanan. Budi utomo
mendirikan organisasi darmoworo. Tetapi hasilnya tidak begitu pesat. Dalam masa
kepemimpinannya terdapat dua organisasi nasional lainnya yaitu syarekat Islam dan Indische
Partij. Kedua partai tersebut merupakan unsur-unsur yang tidak puas terhadap Budi Utomo.

Kekuatan Budi Utomo kembali bangkit sejak mulai pecahnya Perang Dunia I pada tahun
1914. Berdasarkan adanya kemungkinan intervemsi kekuasaan asing maka Budi Utomo
melancarkan isu pentingnya pertahanan sendiri dan yang pertama mengajukam gagasan wajib
militer pribumi. Diskusi yang terjadi berturut-turut dalam pertemuan-pertemuan setempat
justru menggeser perhatian rakyat dari soal wajib militer kearah soal perwakilan rakyat,
sehingga dikirimlah ebuah misi kenegri Belanda oleh komite" Indie Weerbaar " untuk
pertahanan India dalam tahun 1916-1917 yang merupakan pertanda masa yang amat berhasil
bagi Budi Utomo.

Dwidjosewoyo sebagai wakil Budi Utomo dalam misi tersebut berhasil mengadakan
pendekatan dengan pemimpin-pemimpin Belanda terkemuka keterangan menteri urusan
jajahan tentang pembentukan Volksraad (Dewan Rakyat) yang waktu itu dibicarakan didalam
dewan perwakilan rakyat Belanda, dimana ia menekankan badan itu akan dijadikan Dewan
Perwakilan Rakyat yang nantinya akan menggembirakan anggota misi Budi Utomo. Undang-
undang wajib militer gagal sebaliknya undang-undang pembentukan Volksraad disahkan
pada bulan November 1914 .

Di dalam sidang Volksraad wakil-wakil Budi Utomo masih tetap berhati-hati dalam
melancarkan kritik terhadap kebijaksanaan politik pemerintah. Sebaliknua para anggota
pribumi yang lebih radikal dan juga anggota sosialis Belanda di dalam Volksraad melaukan
kritik terhadap pemerintah dengan memakai kesempatan adanya krisis bulan November 1918
di negeri Belanda mereka menuntut perubahan bagi Volksraad dan kebijakan politik negeri
Belanda umumnya sampai akhirnya dibentuk sebuah komisi pada tahun 1919.

Reaksi Belanda terhadap berdirinya Organisasi Budi Utomo di Indonesia


Kehadiran Budi Utomo di Indonesia mengundang reaksi yang kurang enak dari orang
Belanda yang tidak senang dengan kehadiran "si Molek " dan mengatakan bahwa orang Jawa
makin banyak "cincong". (Prof.Dr.Suhartono : 2001 : 30)

Lain halnya menurut M.C.Ricklefs dalam bukunya Sejarah Indonesia Modern yang
menyebutkan bahwa Gubernur Jenderal van Heutsz yang menyambut baik Budi Utomo,
sebagai tanda keberhasilan politik ethis yang menghendakaki adanya suatu organisasi
pribumi yang progresif-moderat yang dikendalikan oleh para pejabat yang maju. Namun
pejabat pejabat Belanda lainnya mencurigai Budi Utomo yang dianggap sebagai gangguan
yang potensial.

Penyebab ketidakhadiran Organisasi Budi Utomo dalam Lapangan Politik Indonesia


Mengapa Budi Utomo tidak langsung terjun ke lapangan politik seperti organisasi yang
kemudian lahir? Rupanya Budi Utomo menempuh cara dan menyesuaikan dengan situasi dan
kondisi pada waktu itu sehingga wajar jika Budi Utomo berorientasi pada kultural. Tindakan
yang tepat ini berarti Budi Utomo tanggap terhadap politik kolonial yang sedang berlaku.
Contohnya ialah bahwa pemerintah sudah memasang rambu Regeerings Reglement (RR)
pasal 111 yang bertujuan membatasi hak untuk rapat dan berbicara, dengan perkataan lain
adanya pembatasan hak berpolitik.

Selama RR masih berlaku maka kegiatan Budi Utomo hanya terbatas pada bidang sosio-
kultural. Ini merupakan bukti bahwa Budi Utomo selalu menyesuaikan diri dengan keadaan
sehingga gerakan kultural lebih mewarnai kegiatan Budi Utomo pada fase awal. Kebudayaan
sendiri dijunjung tinggi guna menghargai harkat diri agar mampu menghadapi kultur asing
yang masuk. (Prof.Dr. Suhartono : 2001 : 32)

Penyebab berakhirnya Organisasi Budi Utomo di Indonesia


Pada dekade ketiga abad XX kondisi-kondisi sosio-politik makin matang dan Budi Utomo
mulai mencari orientasi politik yang mantap dan mencari massa yang lebih luas. Kebijakan
politik yang dilakukan oleh pemerintah kolonial, khususnya tekanan terhadap pergerakan
nasional maka Budi Utomo mulai kehilangan wibawa, sehingga terjadilah perpisahan
kelompok moderat dan radikal dalam Budi Utomo. Selain itu juga, karena Budi Utomo tidak
pernah mendapat dukungan massa, kedudukannya secara politik kurang begitu penting,
sehingga pada tahun 1935 organisasi ini resmi dibubarkan. (M.C.Ricklefs : 1998 : 251)

Tujuan organisasi Budi Utomo tidak maksimal karena banyak hal, yaitu :
1. Adanya kesulitan finansial.
2. Adanya sikap Raden Adipati Tirtokusumo yang lebih memperhatikan kepentingan
pemerintah kolonial dari pada rakyat.
3. Lebih memajukan pendidikan kaum priyayi dibanding rakyat jelata.
4. Keluarnya anggota dari gologan mahasiswa.
5. Bahasa Belanda lebih menjadi prioritas utama dibandingkan dengan Bahasa Indonesia.
6. Priyayi yang lebih mementingkan jabatan lebih kuat dibandingkan jiwa nasionalisnya.
SEJARAH SUMPAH PEMUDA

Peristiwa sejarah Soempah Pemoeda atau Sumpah Pemuda merupakan suatu pengakuan dari
Pemuda-Pemudi Indonesia yang mengikrarkan satu tanah air, satu bangsa dan satu bahasa.
Sumpah Pemuda dibacakan pada tanggal 28 Oktober 1928 hasil rumusan dari Kerapatan
Pemoeda-Pemoedi atau Kongres Pemuda II Indonesia yang hingga kini setiap tahunnya
diperingati sebagai Hari Sumpah Pemuda
Kongres Pemuda II dilaksanakan tiga sesi di tiga tempat berbeda oleh organisasi
Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI) yang beranggotakan pelajar dari seluruh
wilayah Indonesia. Kongres tersebut dihadiri oleh berbagai wakil organisasi kepemudaan
yaitu Jong Java, Jong Batak, Jong, Celebes, Jong Sumatranen Bond, Jong Islamieten Bond,
Jong Ambon, dsb serta pengamat dari pemuda tiong hoa seperti Kwee Thiam Hong, John
Lauw Tjoan Hok, Oey Kay Siang dan Tjoi Djien Kwie.

Gagasan penyelenggaraan Kongres Pemuda Kedua berasal dari Perhimpunan Pelajar Pelajar
Indonesia (PPPI), sebuah organisasi pemuda yang beranggota pelajar dari seluruh Indonesia.
Atas inisiatif PPPI, kongres dilaksanakan di tiga gedung yang berbeda dan dibagi dalam tiga
kali rapat.

Rapat pertama, Sabtu, 27 Oktober 1928, di Gedung Katholieke Jongenlingen Bond (KJB),
Waterlooplein (sekarang Lapangan Banteng). Dalam sambutannya, ketua PPPI Sugondo
Djojopuspito berharap kongres ini dapat memperkuat semangat persatuan dalam sanubari
para pemuda. Acara dilanjutkan dengan uraian Moehammad Yamin tentang arti dan
hubungan persatuan dengan pemuda. Menurutnya, ada lima faktor yang bisa memperkuat
persatuan Indonesia yaitu sejarah, bahasa, hukum adat, pendidikan, dan kemauan

Rapat kedua, Minggu, 28 Oktober 1928, di Gedung Oost-Java Bioscoop, membahas masalah
pendidikan. Kedua pembicara, Poernomowoelan dan Sarmidi Mangoensarkoro, berpendapat
bahwa anak harus mendapat pendidikan kebangsaan, harus pula ada keseimbangan antara
pendidikan di sekolah dan di rumah. Anak juga harus dididik secara demokratis.

Pada rapat penutup, di gedung Indonesische Clubgebouw di Jalan Kramat Raya 106, Sunario
menjelaskan pentingnya nasionalisme dan demokrasi selain gerakan kepanduan. Sedangkan
Ramelan mengemukakan, gerakan kepanduan tidak bisa dipisahkan dari pergerakan nasional.
Gerakan kepanduan sejak dini mendidik anak-anak disiplin dan mandiri, hal-hal yang
dibutuhkan dalam perjuangan.

Adapun panitia Kongres Pemuda terdiri dari :

Ketua : Soegondo Djojopoespito (PPPI)


Wakil Ketua : R.M. Djoko Marsaid (Jong Java)
Sekretaris : Mohammad Jamin (Jong Sumateranen Bond)
Bendahara : Amir Sjarifuddin (Jong Bataks Bond)
Pembantu I : Djohan Mohammad Tjai (Jong Islamieten Bond)
Pembantu II : R. Katja Soengkana (Pemoeda Indonesia)
Pembantu III : Senduk (Jong Celebes)
Pembantu IV : Johanes Leimena (yong Ambon)
Pembantu V : Rochjani Soe'oed (Pemoeda Kaoem Betawi)
Peserta :
Abdul Muthalib Sangadji
Purnama Wulan
Abdul Rachman
Raden Soeharto
Abu Hanifah
Raden Soekamso
Adnan Kapau Gani
Ramelan
Amir (Dienaren van Indie)
Saerun (Keng Po)
Anta Permana
Sahardjo
Anwari
Sarbini
Arnold Manonutu
Sarmidi Mangunsarkoro
Assaat
Sartono
Bahder Djohan
S.M. Kartosoewirjo
Dali
Setiawan
Darsa
Sigit (Indonesische Studieclub)
Dien Pantouw
Siti Sundari
Djuanda
Sjahpuddin Latif
Dr.Pijper
Sjahrial (Adviseur voor inlandsch Zaken)
Emma Puradiredja
Soejono Djoenoed Poeponegoro
Halim
R.M. Djoko Marsaid
Hamami
Soekamto
Jo Tumbuhan
Soekmono
Joesoepadi
Soekowati (Volksraad)
Jos Masdani
Soemanang
Kadir
Soemarto
Karto Menggolo
Soenario (PAPI & INPO)
Kasman Singodimedjo
Soerjadi
Koentjoro Poerbopranoto
Soewadji Prawirohardjo
Martakusuma
Soewirjo
Masmoen Rasid
Soeworo
Mohammad Ali Hanafiah
Suhara
Mohammad Nazif
Sujono (Volksraad)
Mohammad Roem
Sulaeman
Mohammad Tabrani
Suwarni
Mohammad Tamzil
Tjahija
Muhidin (Pasundan)
Van der Plaas (Pemerintah Belanda)
Mukarno
Wilopo
Muwardi
Wage Rudolf Soepratman
Nona Tumbel

Rumusan Sumpah Pemuda ditulis Moehammad Yamin pada sebuah kertas ketika Mr.
Sunario, sebagai utusan kepanduan tengah berpidato pada sesi terakhir kongres. Sumpah
tersebut awalnya dibacakan oleh Soegondo dan kemudian dijelaskan panjang-lebar oleh
Yamin

Isi Dari Sumpah Pemuda Hasil Kongres Pemuda Kedua adalah sebagai berikut :

PERTAMA : Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mengakoe Bertoempah Darah Jang Satoe,
Tanah Indonesia. (Kami Putra dan Putri Indonesia, Mengaku Bertumpah Darah Yang Satu,
Tanah Indonesia).

KEDOEA : Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mengakoe Berbangsa Jang Satoe, Bangsa
Indonesia. (Kami Putra dan Putri Indonesia, Mengaku Berbangsa Yang Satu, Bangsa
Indonesia).

KETIGA : Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mendjoendjoeng Bahasa Persatoean, Bahasa
Indonesia. (Kami Putra dan Putri Indonesia, Menjunjung Bahasa Persatuan, Bahasa
Indonesia).

Dalam peristiwa sumpah pemuda yang bersejarah tersebut diperdengarkan lagu kebangsaan
Indonesia untuk yang pertama kali yang diciptakan oleh W.R. Soepratman. Lagu Indonesia
Raya dipublikasikan pertama kali pada tahun 1928 pada media cetak surat kabar Sin Po
dengan mencantumkan teks yang menegaskan bahwa lagu itu adalah lagu kebangsaan. Lagu
itu sempat dilarang oleh pemerintah kolonial hindia belanda, namun para pemuda tetap terus
menyanyikannya.

Apabila kita ingin mengetahui lebih lanjut mengenai banyak hal tentang Sumpah Pemuda
kita bisa menunjungi Museum Sumpah Pemuda yang berada di Gedung Sekretariat PPI Jl.
Kramat Raya 106 Jakarta Pusat. Museum ini memiliki koleksi utama seperti biola asli milik
Wage Rudolf Supratman yang menciptakan lagu kebangsaan Indonesia Raya serta foto-foto
bersejarah peristiwa Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928 yang menjadi tonggak
sejarah pergerakan pemuda-pemudi Indonesia.
PERISTIWA SEJARAH PERTEMPURAN SURABAYA 10 NOVEMBER 1945
Pertempuran Surabaya merupakan peristiwa sejarah perang antara pihak tentara Indonesia
dan pasukan Belanda. Peristiwa besar ini terjadi pada tanggal 10 November 1945 di kota
Surabaya, Jawa Timur. Pertempuran ini adalah perang pertama pasukan Indonesia dengan
pasukan asing setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan satu pertempuran terbesar dan
terberat dalam sejarah Revolusi Nasional Indonesia yang menjadi simbol nasional atas
perlawanan Indonesia terhadap kolonialisme.

Kronologi Penyebab Peristiwa

Kedatangan Tentara Jepang ke Indonesia


Tanggal 1 Maret 1942, tentara Jepang mendarat di Pulau Jawa, dan tujuh hari kemudian
tanggal 8 Maret 1945, pemerintah kolonial Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang
berdasarkan perjanjian Kalidjati. Setelah penyerahan tanpa syarat tesebut, Indonesia secara
resmi diduduki oleh Jepang.

Proklamasi Kemerdekaan Indonesia


Tiga tahun kemudian, Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu setelah dijatuhkannya
bom atom (oleh Amerika Serikat) di Hiroshima dan Nagasaki. Peristiwa itu terjadi pada bulan
Agustus 1945. Dalam kekosongan kekuasaan asing tersebut, Soekarno kemudian
memproklamirkan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.

Kedatangan Tentara Inggris & Belanda


Setelah kekalahan pihak Jepang, rakyat dan pejuang Indonesia berupaya melucuti senjata
para tentara Jepang. Maka timbullah pertempuran-pertempuran yang memakan korban di
banyak daerah. Ketika gerakan untuk melucuti pasukan Jepang sedang berkobar, tanggal 15
September 1945, tentara Inggris mendarat di Jakarta, kemudian mendarat di Surabaya pada
25 Oktober 1945. Tentara Inggris datang ke Indonesia tergabung dalam AFNEI (Allied
Forces Netherlands East Indies) atas keputusan dan atas nama Blok Sekutu, dengan tugas
untuk melucuti tentara Jepang, membebaskan para tawanan perang yang ditahan Jepang, serta
memulangkan tentara Jepang ke negerinya. Namun selain itu tentara Inggris yang datang juga
membawa misi mengembalikan Indonesia kepada administrasi pemerintahan Belanda sebagai
negeri jajahan Hindia Belanda. NICA (Netherlands Indies Civil Administration) ikut
membonceng bersama rombongan tentara Inggris untuk tujuan tersebut. Hal ini memicu
gejolak rakyat Indonesia dan memunculkan pergerakan perlawanan rakyat Indonesia di
mana-mana melawan tentara AFNEI dan pemerintahan NICA.

Insiden di Hotel Yamato, Tunjungan, Surabaya


Setelah munculnya maklumat pemerintah Indonesia tanggal 31 Agustus 1945 yang
menetapkan bahwa mulai 1 September 1945 bendera nasional Sang Saka Merah Putih
dikibarkan terus di seluruh wilayah Indonesia, gerakan pengibaran bendera tersebut makin
meluas ke segenap pelosok kota Surabaya. Klimaks gerakan pengibaran bendera di Surabaya
terjadi pada insiden perobekan bendera di Yamato Hoteru / Hotel Yamato (bernama Oranje
Hotel atau Hotel Oranye pada zaman kolonial, sekarang bernama Hotel Majapahit) di Jl.
Tunjungan no. 65 Surabaya.
Sekelompok orang Belanda di bawah pimpinan Mr.
W.V.Ch Ploegman pada sore hari tanggal 18 September 1945, tepatnya pukul 21.00,
mengibarkan bendera Belanda (Merah-Putih-Biru), tanpa persetujuan Pemerintah RI Daerah
Surabaya, di tiang pada tingkat teratas Hotel Yamato, sisi sebelah utara. Keesokan harinya
para pemuda Surabaya melihatnya dan menjadi marah karena mereka menganggap Belanda
telah menghina kedaulatan Indonesia, hendak mengembalikan kekuasan kembali di
Indonesia, dan melecehkan gerakan pengibaran bendera Merah Putih yang sedang
berlangsung di Surabaya.
Tak lama setelah mengumpulnya massa di Hotel Yamato, Residen Sudirman, pejuang dan
diplomat yang saat itu menjabat sebagai Wakil Residen (Fuku Syuco Gunseikan) yang masih
diakui pemerintah Dai Nippon Surabaya Syu, sekaligus sebagai Residen Daerah Surabaya
Pemerintah RI, datang melewati kerumunan massa lalu masuk ke hotel Yamato dikawal Sidik
dan Hariyono. Sebagai perwakilan RI dia berunding dengan Mr. Ploegman dan kawan-
kawannya dan meminta agar bendera Belanda segera diturunkan dari gedung Hotel Yamato.
Dalam perundingan ini Ploegman menolak untuk menurunkan bendera Belanda dan menolak
untuk mengakui kedaulatan Indonesia. Perundingan berlangsung memanas, Ploegman
mengeluarkan pistol, dan terjadilah perkelahian dalam ruang perundingan. Ploegman tewas
dicekik oleh Sidik, yang kemudian juga tewas oleh tentara Belanda yang berjaga-jaga dan
mendengar letusan pistol Ploegman, sementara Sudirman dan Hariyono melarikan diri ke luar
Hotel Yamato. Sebagian pemuda berebut naik ke atas hotel untuk menurunkan bendera
Belanda. Hariyono yang semula bersama Sudirman kembali ke dalam hotel dan terlibat
dalam pemanjatan tiang bendera dan bersama Kusno Wibowo berhasil menurunkan bendera
Belanda, merobek bagian birunya, dan mengereknya ke puncak tiang bendera kembali
sebagai bendera Merah Putih.
Setelah insiden di Hotel Yamato tersebut, pada tanggal 27 Oktober 1945 meletuslah
pertempuran pertama antara Indonesia melawan tentara Inggris . Serangan-serangan kecil
tersebut di kemudian hari berubah menjadi serangan umum yang banyak memakan korban
jiwa di kedua belah pihak Indonesia dan Inggris, sebelum akhirnya Jenderal D.C. Hawthorn
meminta bantuan Presiden Sukarno untuk meredakan situasi.

Kematian Brigadir Jenderal Mallaby


Setelah gencatan senjata antara pihak Indonesia dan pihak tentara Inggris ditandatangani
tanggal 29 Oktober 1945, keadaan berangsur-angsur mereda. Walaupun begitu tetap saja
terjadi bentrokan-bentrokan bersenjata antara rakyat dan tentara Inggris di Surabaya.
Bentrokan-bentrokan bersenjata di Surabaya tersebut memuncak dengan terbunuhnya
Brigadir Jenderal Mallaby, (pimpinan tentara Inggris untuk Jawa Timur), pada 30 Oktober
1945 sekitar pukul 20.30. Mobil Buick yang ditumpangi Brigadir Jenderal Mallaby
berpapasan dengan sekelompok milisi Indonesia ketika akan melewati Jembatan Merah.
Kesalahpahaman menyebabkan terjadinya tembak menembak yang berakhir dengan tewasnya
Brigadir Jenderal Mallaby oleh tembakan pistol seorang pemuda Indonesia yang sampai
sekarang tak diketahui identitasnya, dan terbakarnya mobil tersebut terkena ledakan granat
yang menyebabkan jenazah Mallaby sulit dikenali. Kematian Mallaby ini menyebabkan
pihak Inggris marah kepada pihak Indonesia dan berakibat pada keputusan pengganti
Mallaby, Mayor Jenderal E.C. Mansergh untuk mengeluarkan ultimatum 10 November 1945
untuk meminta pihak Indonesia menyerahkan persenjataan dan menghentikan perlawanan
pada tentara AFNEI dan administrasi NICA.

Perdebatan tentang pihak penyebab baku tembak


Tom Driberg, seorang Anggota Parlemen Inggris dari Partai Buruh Inggris (Labour Party).
Pada 20 Februari 1946, dalam perdebatan di Parlemen Inggris (House of Commons)
meragukan bahwa baku tembak ini dimulai oleh pasukan pihak Indonesia. Dia
menyampaikan bahwa peristiwa baku tembak ini disinyalir kuat timbul karena
kesalahpahaman 20 anggota pasukan India pimpinan Mallaby yang memulai baku tembak
tersebut tidak mengetahui bahwa gencatan senjata sedang berlaku karena mereka terputus
dari kontak dan telekomunikasi. Berikut kutipan dari Tom Driberg:
Sekitar 20 orang (serdadu) India (milik Inggris), di sebuah bangunan di sisi lain alun-
alun, telah terputus dari komunikasi lewat telepon dan tidak tahu tentang gencatan senjata.
Mereka menembak secara sporadis pada massa (Indonesia). Brigadir Mallaby keluar dari
diskusi (gencatan senjata), berjalan lurus ke arah kerumunan, dengan keberanian besar, dan
berteriak kepada serdadu India untuk menghentikan tembakan. Mereka patuh kepadanya.
Mungkin setengah jam kemudian, massa di alun-alun menjadi bergolak lagi. Brigadir
Mallaby, pada titik tertentu dalam diskusi, memerintahkan serdadu India untuk menembak
lagi. Mereka melepaskan tembakan dengan dua senapan Bren dan massa bubar dan lari untuk
berlindung; kemudian pecah pertempuran lagi dengan sungguh gencar. Jelas bahwa ketika
Brigadir Mallaby memberi perintah untuk membuka tembakan lagi, perundingan gencatan
senjata sebenarnya telah pecah, setidaknya secara lokal. Dua puluh menit sampai setengah
jam setelah itu, ia (Mallaby) sayangnya tewas dalam mobilnya-meskipun (kita) tidak benar-
benar yakin apakah ia dibunuh oleh orang Indonesia yang mendekati mobilnya; yang
meledak bersamaan dengan serangan terhadap dirinya (Mallaby).
Saya pikir ini tidak dapat dituduh sebagai pembunuhan licik karena informasi saya dapat
secepatnya dari saksi mata, yaitu seorang perwira Inggris yang benar-benar ada di tempat
kejadian pada saat itu, yang niat jujurnya saya tak punya alasan untuk pertanyakan

Ultimatum 10 November 1945

Setelah terbunuhnya Brigadir Jenderal


Mallaby, penggantinya, Mayor Jenderal Mansergh mengeluarkan ultimatum yang
menyebutkan bahwa semua pimpinan dan orang Indonesia yang bersenjata harus melapor dan
meletakkan senjatanya di tempat yang ditentukan dan menyerahkan diri dengan mengangkat
tangan di atas. Batas ultimatum adalah jam 6.00 pagi tanggal 10 November 1945.
Ultimatum tersebut kemudian dianggap sebagai penghinaan bagi para pejuang dan rakyat
yang telah membentuk banyak badan-badan perjuangan / milisi. Ultimatum tersebut ditolak
oleh pihak Indonesia dengan alasan bahwa Republik Indonesia waktu itu sudah berdiri, dan
Tentara Keamanan Rakyat (TKR) juga telah dibentuk sebagai pasukan negara. Selain itu,
banyak organisasi perjuangan bersenjata yang telah dibentuk masyarakat, termasuk di
kalangan pemuda, mahasiswa dan pelajar yang menentang masuknya kembali pemerintahan
Belanda yang memboncengi kehadiran tentara Inggris di Indonesia.

Pada 10 November pagi, tentara Inggris mulai melancarkan serangan berskala besar, yang
diawali dengan bom udara ke gedung-gedung pemerintahan Surabaya, dan kemudian
mengerahkan sekitar 30.000 infanteri, sejumlah pesawat terbang, tank, dan kapal perang.
Berbagai bagian kota Surabaya dibombardir dan ditembak dengan meriam dari laut dan darat.
Perlawanan pasukan dan milisi Indonesia kemudian berkobar di seluruh kota, dengan bantuan
yang aktif dari penduduk. Terlibatnya penduduk dalam pertempuran ini mengakibatkan
ribuan penduduk sipil jatuh menjadi korban dalam serangan tersebut, baik meninggal mupun
terluka.
Di luar dugaan pihak Inggris yang menduga bahwa perlawanan di Surabaya bisa ditaklukkan
dalam tempo tiga hari, para tokoh masyarakat seperti pelopor muda Bung Tomo yang
berpengaruh besar di masyarakat terus menggerakkan semangat perlawanan pemuda-pemuda
Surabaya sehingga perlawanan terus berlanjut di tengah serangan skala besar Inggris. Tokoh-
tokoh agama yang terdiri dari kalangan ulama serta kyai-kyai pondok Jawa seperti KH.
Hasyim Asyari, KH. Wahab Hasbullah serta kyai-kyai pesantren lainnya juga mengerahkan
santri-santri mereka dan masyarakat sipil sebagai milisi perlawanan (pada waktu itu
masyarakat tidak begitu patuh kepada pemerintahan tetapi mereka lebih patuh dan taat
kepada para kyai) sehingga perlawanan pihak Indonesia berlangsung lama, dari hari ke hari,
hingga dari minggu ke minggu lainnya. Perlawanan rakyat yang pada awalnya dilakukan
secara spontan dan tidak terkoordinasi, makin hari makin teratur. Pertempuran skala besar ini
mencapai waktu sampai tiga minggu, sebelum seluruh kota Surabaya akhirnya jatuh di tangan
pihak Inggris.
Setidaknya 6,000 pejuang dari pihak Indonesia tewas dan 200,000 rakyat sipil mengungsi
dari Surabaya. [2]. Korban dari pasukan Inggris dan India kira-kira sejumlah 600.
Pertempuran berdarah di Surabaya yang memakan ribuan korban jiwa tersebut telah
menggerakkan perlawanan rakyat di seluruh Indonesia untuk mengusir penjajah dan
mempertahankan kemerdekaan. Banyaknya pejuang yang gugur dan rakyat sipil yang
menjadi korban pada hari 10 November ini kemudian dikenang sebagai Hari Pahlawan oleh
Republik Indonesia hingga sekarang.

Isi Dari Pidato Bung Tomo : Bismillahirrohmanirrohim..


MERDEKA!!!
Saudara-saudara rakyat jelata di seluruh Indonesia
terutama saudara-saudara penduduk kota Surabaya
kita semuanya telah mengetahui bahwa hari ini
tentara inggris telah menyebarkan pamflet-pamflet
yang memberikan suatu ancaman kepada kita semua
kita diwajibkan untuk dalam waktu yang mereka tentukan
menyerahkan senjata-senjata yang telah kita rebut dari tangannya tentara jepang
mereka telah minta supaya kita datang pada mereka itu dengan mengangkat tangan
mereka telah minta supaya kita semua datang pada mereka itu dengan membawa bendera
puitih tanda bahwa kita menyerah kepada mereka
Saudara-saudara
di dalam pertempuran-pertempuran yang lampau kita sekalian telah menunjukkan
bahwa rakyat Indonesia di Surabaya
pemuda-pemuda yang berasal dari Maluku
pemuda-pemuda yang berawal dari Sulawesi
pemuda-pemuda yang berasal dari Pulau Bali
pemuda-pemuda yang berasal dari Kalimantan
pemuda-pemuda dari seluruh Sumatera
pemuda Aceh, pemuda Tapanuli, dan seluruh pemuda Indonesia yang ada di surabaya ini
di dalam pasukan-pasukan mereka masing-masing
dengan pasukan-pasukan rakyat yang dibentuk di kampung-kampung
telah menunjukkan satu pertahanan yang tidak bisa dijebol
telah menunjukkan satu kekuatan sehingga mereka itu terjepit di mana-mana
hanya karena taktik yang licik daripada mereka itu saudara-saudara
dengan mendatangkan presiden dan pemimpin2 lainnya ke Surabaya ini
maka kita ini tunduk utuk memberhentikan pentempuran
tetapi pada masa itu mereka telah memperkuat diri
dan setelah kuat sekarang inilah keadaannya
Saudara-saudara kita semuanya
kita bangsa indonesia yang ada di Surabaya ini
akan menerima tantangan tentara inggris itu
dan kalau pimpinan tentara inggris yang ada di Surabaya
ingin mendengarkan jawaban rakyat Indoneisa
ingin mendengarkan jawaban seluruh pemuda Indoneisa yang ada di Surabaya ini
dengarkanlah ini tentara inggris
ini jawaban kita
ini jawaban rakyat Surabaya
ini jawaban pemuda Indoneisa kepada kau sekalian
hai tentara inggris
kau menghendaki bahwa kita ini akan membawa bendera putih untuk takluk kepadamu
kau menyuruh kita mengangkat tangan datang kepadamu
kau menyuruh kita membawa senjata2 yang telah kita rampas dari tentara jepang untuk
diserahkan kepadamu
tuntutan itu walaupun kita tahu bahwa kau sekali lagi akan mengancam kita
untuk menggempur kita dengan kekuatan yang ada
tetapi inilah jawaban kita:
selama banteng-banteng Indonesia masih mempunyai darah merah
yang dapat membikin secarik kain putih merah dan putih
maka selama itu tidak akan kita akan mau menyerah kepada siapapun juga
Saudara-saudara rakyat Surabaya, siaplah! keadaan genting!
tetapi saya peringatkan sekali lagi
jangan mulai menembak
baru kalau kita ditembak
maka kita akan ganti menyerang mereka itukita tunjukkan bahwa kita ini adalah benar-benar
orang yang ingin merdeka
Dan untuk kita saudara-saudara
lebih baik kita hancur lebur daripada tidak merdeka
semboyan kita tetap: merdeka atau mati!

Dan kita yakin saudara-saudara


pada akhirnya pastilah kemenangan akan jatuh ke tangan kita
sebab Allah selalu berada di pihak yang benar
percayalah saudara-saudara
Tuhan akan melindungi kita sekalian
Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar!
MERDEKA!!!
PERISTIWA SEJARAH MENJADI NEGARA PELOPOR GNB DAN KAA
Konferensi Tingkat Tinggi AsiaAfrika (disingkat KTT Asia Afrika atau KAA; kadang juga
disebut Konferensi Bandung) adalah sebuah konferensi antara negara-negara Asia dan
Afrika, yang kebanyakan baru saja memperoleh kemerdekaan. KAA diselenggarakan oleh
Indonesia, Myanmar (dahulu Burma), Sri Lanka (dahulu Ceylon), India dan Pakistan dan
dikoordinasi oleh Menteri Luar Negeri Indonesia Sunario. Pertemuan ini berlangsung antara
18 April-24 April 1955, di Gedung Merdeka, Bandung, Indonesia dengan tujuan
mempromosikan kerjasama ekonomi dan kebudayaan Asia-Afrika dan melawan kolonialisme
atau neokolonialisme Amerika Serikat, Uni Soviet, atau negara imperialis lainnya.

Sebanyak 29 negara yang mewakili lebih dari setengah total penduduk dunia pada saat itu
mengirimkan wakilnya. Konferensi ini merefleksikan apa yang mereka pandang sebagai
ketidakinginan kekuatan-kekuatan Barat untuk mengkonsultasikan dengan mereka tentang
keputusan-keputusan yang memengaruhi Asia pada masa Perang Dingin; kekhawatiran
mereka mengenai ketegangan antara Republik Rakyat Tiongkok dan Amerika Serikat;
keinginan mereka untuk membentangkan fondasi bagi hubungan yang damai antara Tiongkok
dengan mereka dan pihak Barat; penentangan mereka terhadap kolonialisme, khususnya
pengaruh Perancis di Afrika Utara dan kekuasaan kolonial perancis di Aljazair; dan keinginan
Indonesia untuk mempromosikan hak mereka dalam pertentangan dengan Belanda mengenai
Irian Barat.

Sepuluh poin hasil pertemuan ini kemudian tertuang dalam apa yang disebut Dasasila
Bandung, yang berisi tentang "pernyataan mengenai dukungan bagi kerusuhan dan kerjasama
dunia". Dasasila Bandung ini memasukkan prinsip-prinsip dalam Piagam PBB dan prinsip-
prinsip Nehru.

Konferensi ini akhirnya membawa kepada terbentuknya Gerakan Non-Blok pada 1961.

Pelopor KAA

1. Ali Sastroamidjojo, Indonesia


2. Mohammad Ali Bogra, Pakistan
3. Jawaharlal Nehru, India
4. John Kotelawala, Sri Lank
5. U Nu, Myanmar
Tujuan KAA

Tujuan utama adalah menciptakan perdamaian dan ketenteramkan hidup bangsa bangsa-
bangsa yang ada di kawasan asia afrika. Tujuan lainnya:

Memajukan kerja sama antar bangsa Asia Afrika untuk mengembangkan kepentingan
bersama,persahabatan,dan hubungan bertetangga yang baik.
Mempertimbangkan masalah-masalah sosial ,ekonomi,dan kebudayaan negara-negara
anggota.
Mempertimbangkan masalah-masalah khusus bangsa-bangsa di Asia Afrika,seperti
kedaulatan nasional,rasialisme dan kolonialisme.
Meninjau kedudukan Asia Afrika serta rakyatnya di dunia ini ,serta sumbangan bagi
perdamaian dan kerja sama di dunia.

Pokok pembicaraan dalam KAA

Usaha untuk meningkatkan kerja sama bidang ekonomi ,sosial,budaya dan HAM.
Hak untuk menentukan nasib sendiri.
Rasialisme(perbedaan warna kulit).
Kerja sama internasional.
Pelucutan senjata.
Masalah rakyat yang masih terjajah di Afrika Utara.
Masalah Irian Barat.

Pelaksanaan kerja sama KAA

Kerja sama ekonomi.


Kerja sama kebudayaan.
HAM dan hak menentukan nasib sendiri.
Masalah negara-negara yang belum merdeka.
Peningkatan kerja sama dunia.

Kilas balik

23 Agustus 1953 - Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo (Indonesia) di Dewan


Perwakilan Rakyat Sementara mengusulkan perlunya kerjasama antara negara-negara di Asia
dan Afrika dalam perdamaian dunia.
25 April2 Mei 1954 - Berlangsung Persidangan Kolombo di Sri Lanka. Hadir dalam
pertemuan tersebut para pemimpin dari India, Pakistan, Burma (sekarang Myanmar), dan
Indonesia. Dalam konferensi ini Indonesia memberikan usulan perlunya adanya Konferensi
Asia-Afrika.
2829 Desember 1954 - Untuk mematangkan gagasan masalah Persidangan Asia-
Afrika, diadakan Persidangan Bogor. Dalam persidangan ini dirumuskan lebih rinci tentang
tujuan persidangan, serta siapa saja yang akan diundang.
1824 April 1955 - Konferensi Asia-Afrika berlangsung di Gedung Merdeka,
Bandung. Persidangan ini diresmikan oleh Presiden Soekarno dan diketuai oleh PM Ali
Sastroamidjojo. Hasil dari persidangan ini berupa persetujuan yang dikenal dengan Dasasila
Bandung.

Pertemuan kedua (2005)

Untuk memperingati lima puluh tahun sejak pertemuan bersejarah tersebut, para Kepala
Negara negara-negara Asia dan Afrika telah diundang untuk mengikuti sebuah pertemuan
baru di Bandung dan Jakarta antara 19-24 April 2005. Sebagian dari pertemuan itu
dilaksanakan di Gedung Merdeka, lokasi pertemuan lama pada 50 tahun lalu. Sekjen PBB,
Kofi Annan juga ikut hadir dalam pertemuan ini. KTT AsiaAfrika 2005 menghasilkan
NAASP (New Asian-African Strategic Partnership, Kerjasama Strategis Asia-Afrika yang
Baru), yang diharapkan akan membawa Asia dan Afrika menuju masa depan yang lebih baik
berdasarkan ketergantungan-sendiri yang kolektif dan untuk memastikan adanya lingkungan
internasional untuk kepentingan para rakyat Asia dan Afrika.

Pertemuan ketiga (2015)

72 Negara Pastikan Hadiri Peringatan KAA ke-60

Terkait kepastian para kepala negara yang akan hadir dalam KAA, sampai saat ini sudah ada
72 kepala negara yang menyatakan kesiapan hadir dalam KAA. Kementerian Luar Negeri
memastikan 72 negara telah mengonfirmasi kehadirannya. KAA ke-60 akan dilaksanakan di
2 kota yaitu Jakarta pada 19-23 April dan Bandung pada 24 April. Agenda KAA meliputi
"Asia-Afrika Bussiness Summit" dan "Asia-Africa Carnival". Tema yang dibawa Indonesia
dalam acara yang akan dihadiri 109 pemimpin negara dan 25 organisasi internasional tersebut
adalah peningkatan kerja sama negara-negara di kawasan Selatan, kesejahteraan, serta
perdamaian.

Menurut informasi, dari 109 negara, 17 observer yang diundang, sampai beberapa hari lalu
yang menyatakan partisipasi 85 negara. Kepala negara yang konfirmasi hadir itu sebanyak 24
kepala negara. Tapi, konten lebih lengkap ada di Kementerian Luar Negeri. Pemimpin Korea
Utara Kim Jong-un sempat dikabarkan akan hadir dalam Konferensi Asia Afrika (KAA). Hal
tersebut sebelumnya diberitakan di yonhap.kr.co, Minggu 25 Januari lalu. Jika kehadiran itu
benar-benar terjadi, hal ini merupakan yang pertama bagi pemimpin Korea Utara itu
menghadiri pertemuan internasional. Semenjak dia mengambil alih pemerintahan Korea
Utara pada 2011, belum pernah ada laporan resmi mengenai perjalanan luar negeri Kim Jong-
un. Tetapi sebelumnya dikabarkan, Dubes Republik Demokratik Rakyat Korea
(DPRK/Korut) untuk Indonesia Ri Jong Ryul membantah informasi kedatangan 'Supreme
Leader'. Dia mengatakan, Presiden Presidium Majelis Tertinggi Rakyat DPRK Kim Yong-
nam yang bakal datang ke Tanah Air, bukan Kim Jong-un. Apabila Kim Jong-un bisa hadir di
KAA ke-60, maka ini merupakan sejarah baru.

Indonesia Galang Deklarasi Dukungan Palestina Merdeka

Sebentar lagi acara skala internasional Konferensi Asia-Afrika (KAA) tahun ini akan digelar.
Undangan untuk beberapa negara terkait pun telah dikirim. Penanggung jawab Panitia
Nasional Peringatan 60 Tahun Konferensi Asia Afrika (KAA) Luhut Pandjaitan mengatakan,
dari 109 negara di Asia dan Afrika, tidak semua mendukung kemerdekaan Palestina. Karena
itu, Pemerintah RI akan mendorong peserta KAA yang hadir, agar turut mendukung deklarasi
tersebut. Dukungan pemerintah Indonesia terhadap Palestina sebagai negara merdeka, akan
diwujudkan dalam pelaksaan Konferensi Asia Afrika (KAA). Indonesia akan menggalang
deklarasi dukungan penuh. Hingga saat ini draf dukungan Palestina merdeka masih dibahas
perwakilan Indonesia di New York. Luhut di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa 31/3/2015
mengatakan, "Saya belum tahu perkembangan terakhir. Tapi itu menjadi usulan dari
pemerintah Indonesia dan itu janji presiden. Kementerian Luar Negeri kita masih melobi itu.
Mudah-mudahan bisa kita capai." Sebagai negara dengan mayoritas penduduk beragama
Islam, Indonesia mempunyai arti penting bagi Palestina. Seperti komitmen Jokowi sejak awal
menjadi presiden, pemerintah RI akan terus mendorong deklarasi ini, agar Palestina menjadi
negara merdeka dan masuk anggota PBB. "Dan itu saya pikir, sangat penting untuk kita
dorong mengenai kemerdekaan Palestina dan dukungan penuh Palestina masuk PBB," tegas
Luhut.) Hal ini, mendukung bagi kemerdekaan suatu bangsa, merupakan komitmen Indonesia
sejak diproklamasikan sebagaimana tertuang di dalam pembukaan Undang-Undang Dasar
1945.

Raja Yordania Akan Bahas Pemahaman Islam

Salah satu yang telah menerima undangan dan menyatakan ingin menghadiri acara yang akan
dilaksanakan di Jakarta dan Bandung pada 22-24 April mendatang adalah Yordania. Namun
kepastian kehadiran Raja Yordania, Abdullah II belum bisa dipastikan. Masih perlu
menunggu konfirmasi dari pihak protokol kerajaan. Hal itu, disampaikan Raja Abdullah II
kepada Utusan Khusus Presiden RI, Alwi Shihab, di Istana Hussainiya, Amman, Yordania,
Rabu 18 Maret 2015. Pada pertemuan tersebut, Raja Yordania dan Utusan Khusus Presiden
RI juga mendiskusikan berbagai isu penting di kawasan yang menjadi perhatian bersama.
Salah satu isu yang mengemuka adalah mengenai pentingnya pengembangan pemikiran dan
pemahaman Islam yang moderat di kalangan umat Islam. "Kedua pihak memandang bahwa
langkah tersebut dapat mendorong berkembangnya pemikiran dan gerakan umat Islam yang
membawa pesan damai dan manfaat bagi seluruh umat manusia," demikian dijelaskan pihak
Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) yang diterima Jumat, 20/3/2015.

Peserta

Afganistan, Arab Saudi, Burma, Ceylon, Republik Rakyat Tiongkok, Ethiopia, India,
Indonesia, Irak, Iran, Jepang, Kamboja, Laos, Lebanon, Liberia, Libya, Mesir, Nepal,
Pakistan, Filipina, Siprus, Sudan, Suriah, Thailand, Turki, Republik Demokratik Vietnam,
Negara Vietnam (Republik Vietnam), Kerajaan Mutawakkilyah Yaman, Yordania.
PERISTIWA SEJARAH LEPASNYA TIMOR TIMUR
Tepat pada 4 September 1999 di Dili dan di PBB hasil jajak pendapat masyarakat Timor
Timur tentang pilihan untuk menerima otonomi khusus atau berpisah dengan NKRI
diumumkan. Dan akhirnya, 78,5 persen penduduk menolak otonomi khusus dan memilih
untuk memisahkan diri dari NKRI. Sejak itulah, isu disentegrasi bangsa menjadi suatu
persoalan yang tidak bisa dinomorduakan sebab bukan tidak mungkin muncul
kecemburuan dari daerah lain yang merasa dirinya kaya dan mampu mengurus daerahnya
sendiri memilih memisahkan diri juga dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Untunglah, kekhawatiran itu tidak terjadi pasca Timor Timur menyatakan sikap untuk
membuat negara sendiri yang kini bernama Timor Leste. Meskipun demikian, ancaman-
ancaman untuk merobohkan bangunan NKRI selalu saja terbit ketika bangsa ini lemah dan
lengah. Namun, siapakah pelaku yang mencoba merobohkan kebhinekaan Indonesia? Kalau
boleh jujur, ini adalah lagu lama. Permusuhan dan permainan negara-negara yang merasa
dirinya digdaya antara AS yang berkiblat pada ideologi liberalis dan negara-negara yang
beraliran komunis.

Ada benarnya, apa yang ditulis oleh wartawan Batam Pos pada Selasa (28/8), Bung Abdul
Latif dalam tulisannya di kolom opini, DCA, Ancam Integritas Bangsa bahwasanya ada
intervensi atau campur tangan AS (Amerika Serikat) dalam perjanjian DCA antara Indonesia
dan Singapura. Kekhawatiran ini, menurut hemat penulis bukanlah sesuatu hal yang
mengada-ada, tetapi perlu dicermati bersama format seperti apa yang kita butuhkan untuk
menjaga stabilitas dan keutuhan bangsa. Oleh sebab itu, ada baiknya kita belajar banyak dari
sikap Timor Timur mengapa masyarakat di sana lebih memilih berpisah daripada bergabung
dan menerima otonomi khusus dari pemerintah RI.

Bergabungnya Timor Timur sebagai propinsi ke-27 di masa pemerintahan Presiden Soeharto
merupakan suatu cerita panjang bagi kehidupan kesejarahan dunia global umumnya dan
khususnya bagi Indonesia. Bagaimana tidak, propinsi yang pernah dirasuki dan dikuasai
Portugis itu, sekarang telah mengingkari janji-nya sendiri. Sebuah kesepakatan untuk setia
kepada wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Namun, dibalik bergabungnya Timor Timur itu masih menyimpan teka-teki.yang mungkin
tak terlalu sulit untuk dijawab. Mengapa negara lain khususnya Amerika Serikat mendukung
pada saat disahkan RUU tentang integrasi Timor Timur ke wilayah Republik Indonesia. Ada
apa, toh Amerika sebagai negara yang mengaku dirinya adalah negara super power atau adi
daya tidak memperoleh keuntungan materi dari disahkannya RUU itu menjadi UU. Aneh tapi
nyata, segala kesulitan-kesulitan yang dihadapi Indonesia selalu dibantu oleh negara
penganut paham liberal tersebut. Khususnya tentang loby pihak Amerika kepada negara-
negara lain untuk mengakui bahwa Timor Timur telah resmi bergabung dengan Indonesia.

Negara-negara lain biasanya mengamini saja kalau Amerika yang mempunyai kemauan.
Akan tetapi, itu semua belum dapat menjawab teka-teki yang penulis katakan tak sulit untuk
dijawab tadi. Inti dari belas kasih negeri yang sekarang dipimpin George W. Bush ini
merupakan umpan empuk yang dipergunakan untuk memberangus paham atau ideologi
komunis.

Kalau Timor Leste saat itu tidak bergabung, maka Amerika tentu akan merasa sulit untuk
menyuntikkan paham-paham liberalnya, karena saat itu paham komunis terlebih dahulu
masuk daripada paham yang mereka anut. Sementara, komunis bagi mereka adalah faktor
penghambat sekaligus penghalang bagi mereka untuk menguasai dunia, sehingga membuat
mereka menyusun kekuatan dengan pemerintah Indonesia pada saat itu untuk memberangus
komunis di Timor Timur.

Bantuan setengah hati dari Amerika itu membuat Indonesia terbuai. Ketika paham komunis
telah berhasil mereka tumpas, maka mereka mulai lepas tangan. Sehingga, pemerintah
Indonesia terhanyut dalam kegamangan dan kekayaan propinsi-propinsi yang berpotensi
besar menyumbangkan upetinya ke pemerintahan pusat. Selanjutnya, Timor Timur menjadi
anak adopsi yang tak terurus. Mereka hanya diberikan uang jajan selebihnya dibiarkan.

Timor Timur: Upaya Amerika Memberangus Komunis


Memang secara fisik Amerika tidak sedikit pun mempengaruhi apalagi menjajah Timor
Timur untuk digali hasil kekayaannya secara materi, tetapi intervensi yang mereka lakukan
hanyalah semata-mata untuk menolong dan mendukung Timor Timur, sehingga mereka
mencari teman terdekat untuk diajak kerjasama yaitu Indonesia. Perbuatan yang kelihatannya
terpuji menyimpan maksud terselubung yaitu terciumnya bau komunis di wilayah itu. Jadi,
dengan bergabungnya Timor Timur dengan Indonesia, Amerika berharap, ideologi itu dapat
diberangus guna mempermudah dan memuluskan paham modernisasi.

Sebagaimana yang ditulis Andi Yusran (1999: 128) bahwasanya masalah Timor Timur
sebenarnya tidak melulu masalah politik, melainkan juga adalah persoalan hukum, persoalan
yang selalu mengedepan saat ini dan sebelumnya adalah tidak adanya kepastian hukum bagi
status Timor Timur, sejarah mencatat bahwa sejak awal integrasi (1975), integrasi tersebut
tidak mendapat pengakuan dari PBB, namun demikian negara-negara barat seperti Amerika
Serikat dan Australia, justru lebih awal memberikan dukungan, bahkan sejarah juga
menunjukkan kalau AS terlibat dalam proses tersebut.

Masih menurutnya, dukungan negara-negara barat atas integrasi Timor Timur ke dalam
wilayah RI itu bernuansa politik strategis, yakni usaha membendung pelebaran sayap
komunisme, karena Fretelin yang sebelumnya telah memproklamirkan kemerdekaan atas
Timor Timur secara sepihak (Nov 1974), dianggap beraliran Marxis. Dalam konteks ini,
maka wajar jika Indonesia merasa telah di atas angin, karena telah mendapat dukungan AS
dan negara Barat lainnya, konsekuensi dari semua itu Indonesia menjadi lengah (setengah
hati?) tidak memperjuangkan status hukum atas Timor Timur, padahal sekiranya Indonesia
mengangkat isu keabsahan Timor Timur di forum PBB minimal sebelum perang dingin
berakhir (1989), besar kemungkinan AS beserta sekutu baratnya akan menjadi negara
pertama yang mengakui integrasi tersebut.
Bermula dari perang saudara di Timor Timur, Fretelin golongam yang beraliran Marxis
mendapat bantuan persenjataan. Bantuan persenjataan yang berasal dari Portugis menjadikan
mereka kelompok yang berkuasa khususnya di daerah Dili. Pada 28 November 1975 secara
sepihak Fretelin memproklamasikan berdirinya Republik Demokrasi Timor Timur dengan
Xavier do Amaral sebagai presidennya, Ramos Horta sebagai menteri luar negeri dan Nicola
Lobato sebagai perdana menteri.

Namun, proklamasi ini tidak mendapat dukungan dari masyarakat Timor Timur sendiri. Demi
mewujudkan impiannya, Fretelin kemudian melakukan tindakan pembersihan terhadap
lawan-lawan politiknya untuk menguasai wilayah Timor Timur sehingga terjadilah perang
saudara. Fretelin sebagai partai beraliran komunis terpaksa menghadapi empat partai lain
yang juga menguasai wilayah Timor Timur. Empat partai (UDT, Apodeti, KOTA dan
Trabalista) yang menggabungkan kekuatan itu, melakukan proklamasi tandingan yang
dikenal sebagai Proklamasi Balibo pada 30 November 1975 yang menyatakan diri bergabung
dengan Indonesia pada 7 Desember 1975.
Selanjutnya, pasukan Indonesia membantu keempat partai tersebut untuk melumpuhkan
kekuatan Fretelin. Pernyataan integrasi masyarakat Timor Timur ke Indonesia di Balibo
diulang kembali oleh para pendukungnya di Kupang (NTT) pada 12 Desember 1975. Melalui
pengulangan proklamasi terebut, maka para pendukungnya sepakat membentuk Pemerintahan
Sementara Timor Timur (PSTT) pada 17 Desember 1975 yang beribukota di Dili dan
dipimpin oleh Arnaldo dos Reis Araujo sebagai ketua dan wakilnya Francisco Xavier Lopez
da Cruz serta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang diketuai oleh Guilherme Maria
Gonsalvez dengan wakilnya Gaspocorria Silva Nones.

Pada 31 Desember 31 Mei 1976 saat sidang DPR tentang masalah Timor Timur dikeluarkan
petisi yang mendesak pemerintah RI untuk secepatnya menerima dan mengesahkan integrasi
Timor Timur ke dalam negara kesatuan RI tanpa referendum. Integrasi Timor Timur ke
dalam wilayah RI diajukan secara resmi pada 29 Juni 1976. Dan seterusnya, pemerintah
mengajukan RUU integrasi Timor Timur ke wilayah RI kepada DPR RI.

DPR melalui sidang plenonya menyetujui RUU tersebut menjadi UU Nomor. 7 Tahun 1976
pada 17 Juli 1976 dan ketentuan ini semakin kuat setelah MPR menetapkan TAP MPR No.
VI / MPR/ 1978. Walhasil, Timor Timur menjadi Propinsi Indonesia yang ke-27. Dan
propinsi yang baru lahir tersebut memiliki 13 kabupaten yang terdiri dari beberapa
kecamatan. Ketigabelas kabupaten itu adalah Dili, Baucau, Monatuto, Lautem, Viqueque,
Ainaro, Manufani, Kovalima, Ambeno, Bobonaru, Liquisa, Ermera dan Aileu. Arnaldo dos
Reis Araujo dan Franxisco Xavier Lopez da Cruz diangkat oleh Presiden Soeharto menjadi
gubernur dan wakil gubernur yang selanjutnya dilantik oleh Amir Machmud sebagai Menteri
Dalam Negeri pada 3 Agustus 1976.

Persoalan Belum Selesai


Bergabungnya Timor Timur ke wilayah Indonesia bukan berarti persoalan Timor Timur
selesai begitu saja. Sementara, bagi pemerintah RI Timor Timur telah sah bergabung wilayah
Indonesia dan menganggap ancaman disintegrasi kecil kemungkinan untuk terjadi.
Kelompok-kelompok penekan yang menentang integrasi memang tak dapat tumbuh dan
berkembang di masa itu, tetapi mereka terus bergerilya menyusun rencana dan mencari
moment yang tepat untuk bergerak meneruskan perjuangan mereka untuk lepas dari wilayah
Republik Indonesia.

Memang tokoh-tokoh sentral yang mengingkari pengintegrasian tersebut seperti Alexander


Kay Rala alias Xanana Gusmao telah ditahan oleh pihak-pihak yang berwenang di
lingkungan pengamanan pada Era Orde Baru. Dan itu tak lepas dari peran Presiden Soeharto
yang jeli melihat aksi-aksi kritis yang mencoba memecah belah persatuan.

Di dunia internasional, Portugal yang memasuki wilayah Timor Timur pertama kali
mempersoalkan propinsi yang berlambang dasar perisai berbentuk persegi lima tersebut.
Indonesia menganggap ini bukan sesuatu yang membahayakan dan menganggap hal ini
biasa-biasa saja karena memandang masalah Timor Timur sudah selesai dan Timor Timur
telah mereka anggap sebagai anak kandung yang paling bungsu. Selalu dimanja dan dipuja-
puja. Pemerintah telah memberikan bantuan dana bagi daerah ini sebesar 92 persen untuk
tahun 1998.
Meskipun demikian, Dewan Keamanan PBB, terus mengobok-obok bergabungnya Timor
Timur ke wilayah Indonesia dan mereka belum mengakui integrasi Timor Timur ke dalam
wilayah RI. Seperti yang ditulis Nico Thamien R (2003: 46) dalam bukunya yang berjudul.
Sejarah untuk Kelas Tiga SMU,

Posisi Indonesia semakin sulit ketika terjadi peristiwa Santa Cruz pada bulan November
1991 yang menimbulkan korban jiwa. Peristiwa ini memperkeras kritik dunia internasional
dan lembaga-lembaga non pemerintah terhadap pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).
Namun, bukan berarti pemerintahan Indoenesia lepas tangan begitu saja. Sejak tahun 1980
sebenarnya mereka telah mencium bau yang tak sedap ini dan sering melakukan pembicaraan
rutin dengan Portugal, tetapi pembicaraan itu tak mencapai titik temu.

Hingga pemerintahan Soeharto mengundurkan diri dari tampuk kekuasaan. Angin


disentegrasi yang semula sepoi-sepoi berhembus, sekarang hembusannya semakin kencang.
Apalagi bos CNRRT (Conselho Nacional de Resistencia Timorese) yang merupakan tempat
oposisi Fretelin bergabung setelah disudutkan, Xanana Goemao telah dilepaskan. Rencana
apik yang telah dia susun di dalam kerangkeng semakin mudah dia lakukan bersama konco-
konconya.

B. J Habibie yang menggantikan mantan presiden Soeharto mau tidak mau turut tertimpa
masalah dan beragam krisis termasuk krisis disentegari di Timor Timur yang merupakan
warisan orang yang mengajarkan sekaligus mendiktenya untuk berpolitik itu. Habibie yang
terkesan tidak tegas, plin-plan dalam mengambil keputusan merupakan faktor keberuntungan
yang dimiliki oleh Xanana Goesmao untuk mengacaubalaukan rasa nasionalime rakyat Timor
Timur.

Xanana Goesmao yang didukung oleh negara luar seperti Australia dan Portugal semakin
menggebu-gebu untuk menyuarakan kemerdekaan. Akan tetapi, Presiden B.J Habibie
berupaya keras untuk menampal luka lama Partai Fretelin itu. Sayangnya, manusia brilliant
asal Indonesia itu tidak mampu menutup luka secara utuh, hanya ditutup sebagian saja,
sebagian lagi dibiar terbuka.

Dua opsi (pilihan alternatif) yang dia tawarkan untuk memecahkan masalah Timor Timur
yaitu pemberian otonomi khusus di dalam negara kesatuan RI atau memisahkan diri dari
Indonesia. Portugal dan PBB menyambut baik tawaran ini. Selanjutnya, perundingan Tripartit
di New York pada 5 Mei 1999 antara Indonesia, Portugal dan PBB menghasilkan
kesepakatan tentang pelaksanaan jajak pendapat mengenai status masa depan Timor Timur
atau United Nations Mission in East Timor (UNAMET).

Jajak pendapat diselenggarakan pada tanggal 30 Agustus 1999 yang diikuti oleh 451.792
orang pemilih yang dianggap penduduk Timor Timur berdasarkan kriteria yang ditetapkan
UNAMET, baik yang berada di wilayah Indonesia maupun luar negeri. Hasil jajak pendapat
diumumkan pada 4 September 1999 di Dili dan di PBB. Sejumlah 78,5 persen penduduk
menolak dan 21,5 persen menerima otonomi khusus yang ditawarkan. Dengan
mempertimbangkan hal ini maka MPR RI dalam Sidang Umum MPR pada 1999 mencabut
TAP MPR No. VI/1978 dan mengembalikan Timor Timur seperti pada 1975.
Memperkuat NKRI

Di mulai dari kisah visi-misi Amerika Serikat untuk memberangus komunis hingga drama
bergabungnya Timor Timur, penulis mencoba memetik hikmah dari lepasnya Timor Timur.
Dan ada dua item penting yang dapat kita petik yaitu penyelesaian masalah Timor Timur
memberikan citra positif Indonesia di forum internasional, terlepas dari citra negatif yang
datangnya dari kelompok-kelompok penekan untuk menjatuhkan mantan Presiden Habibie
dan Indonesia secara ekonomis diuntungkan, sebagaimana kata Andi Yusran (1999: 127)
dalam buku karangannya,.Reformasi Ekonomi Politik. Dengan lepasnya Timor Timur
setidaknnya membawa keuntungan atau kepentingan strategis bagi Indonesia.

Pertama, secara politik, penyelesaian sesegera mungkin secara bijaksana dan bertanggung
jawab atas masalah Timor Timur akan memberikan citra positif bagi Indonesia di forum
internasional. Kedua, secara ekonomis Timor Timur bukanlah daerah basah penghasil
devisa negara, sebaliknya Timor Timur justru telah menjadi beban ekonomi bagi
pemerintahan Indonesia, PAD sebesar 8 persen dari APBD setidaknya mengindikasikan
posisi geo-ekonomi, Timor Timur tersebut minimal membawa konsekuensi ekonomis atas
masalah Timor Timur sendiri.

Satu hal perlu menjadi catatan bagi masyarakat Indonesia untuk mempertangguh
keintegrasian Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebagian besar suatu anggota
masyarakat tersebut sepakat mengenai batas-batas teritorial dari negara sebagai suatu
kehidupan politik dalam mana mereka menjadi warganya dan apabila sebagian besar anggota
masyarakat tersebut bersepakat mengenai sturuktur pemerintahan dan aturan-aturan daripada
proses-proses politik yang berlaku bagi seluruh masyarakat di atas wilayah negara tersebut.
Hal ini seperti yang dikutip Nasikun (1983) dari Liddle.

Menurut Soleman B. Taneko, SH dalam bukunya yang berjudul, Konsepsi Sistem Sosial dan
Sistem Sosial, untuk mendukung hal yang penulis maksud di atas diperlukan lima cara
antara lain. Pertama, penciptaan musuh dari luar. Kedua, gaya politik para pemimpin. Ketiga,
ciri dari lembaga-lembaga politik seperti birokrasi tentara, parpol dan badan legislatif.
Keempat, ideologi nasional dan terakhir kesempatan perluasan ekonomi. Di saat usia
Indonesia yang ke-62, semoga bangsa ini tetap utuh dan selalu jaya.

Anda mungkin juga menyukai