Anda di halaman 1dari 3

RANGKUMAN TENTANG RIAU

Provinsi Riau terbentuk tahun 1957 dengan Tanjung pinang sebagai ibukota sementara.
Dikemudian hari ibukota Riau dipindah ke Pekanbaru. Tokoh yang menduduki jabatan
gubernur Riau pertama adalah S.M. Amin.
Sejarah di Riau terkait erat dengan Kerajaan Sriwijaya. Sejumlah ahli sejarah berpendapat
bahwa kerajaan ini berpusat di Palembang karena disana ditemukan prasasti peninggalan
Sriwijaya. Beberapa ahli sejarah lain mengatakan bahwa puat Kerajaan Sriwijaya adalah di
Muaratakus (Riau). Masa kajayaan Kerajaan Sriwijaya adalah antara abad ke 11 sampai abad
ke 12. ketika itu kekuasaan Kerajaan Sriwijaya meliputi eluruh wilayah Indonesia bagian
barat dan seluruh Semenanjung Melayu.
Pasca keruntuhan Kerajaan Sriwijaya, di Riau muncul beberapa kerajaan. Salah satu kerajaan
besar adalah Kerajaan Malaka yang didirikan oleh Prameswara pada awal abad ke 14.
Kerajaan Malaka mencapai puncak kejayaannya pada era pemerintahan Sultan Muhammad
Iskandar Syah pada awal abad ke 15. Kejayaan Malaka ini tidak lepas dari peran panglima
angkatan lautnya, yaitu, Laksamana Hang Tuah.
Kekuasaan Kerajaan Malaka berakhir tanggal 10 Agustus 1511. ketika itu, Ketika itu, Malaka
ditaklukan oleh Portugis di bawah pimpinan Alfonso d’Albuquerque. Sultan Mahmud Syah I
yang berhasil menyelamatkan diri dari gempuran Portugis kemudian membangun kerajaan
baru di Bintan. Kerajaan Melayu ini mewarisi kekuasaan Kerajaan Malaka yang meliputi
Kelantan, Perak, Trenggano, Pahang, Johor, Singapura, Bintan, Lingga, Inderagiri, Kampar,
Siak, dan Rokan.
Setelah merasa kuat, Sultan Mahmud Syah I merencanakan untuk melancarkan
serangan balasan terhadap Portugis di Malaka. Dia kemudian melancarkan serangan
berturut-turut tahun 1515, 1516, 1519, 1523, dan 1524. namun semua serangan tersebut tidak
berhail menggoyahkan pertahanan Portugis. Bahkan kemudian Portugis melancarkan
serangan balasan tahun 1526 dan berhasil menguasai Bintan.
Sultan Mahmud Syah I meninggal dunia tahun 1528 di Pekantua. Posisinya digantikan oleh
putranya, yaitu, Sultan Alauddin Riayat Syah II. Dia melanjutkan kebijakan ayahnya dalam
menyikapi penjajah. Pada masa kekuasaannya terjadi banyak peperangan melawan Portugis.
Berbagai peperangan tersebut menelan korban jiwa yang tidak sedikit.
Selain itu, Kerajaan Melayu juga terlibat dalam beberapa kali pertempuran melawan Kerajaan
Aceh. Hubungan anrata Melayu dan Aceh semakin memanas ketika Melayu menjalin
kerjasama dengan Belanda untuk menghancurkan Portugis di Malaka. Permusuhan antara
kedua kerajaan tersebut berlangsung sampai Aceh mulai surut sepeninggal Sultan Iskandar
Muda yang meninggal dunia tahun 1636.
Setelah itu, kekuatan Kerajaan Melayu terpusat untuk menghancurkan Portugis di Malaka.
Pada bulan Juni 1640, Kerajaan Melayu yang bekerjasama dengan Belanda melakukan
penyerangan terhadap Portugis di Malaka. Portugis kalah pada bulan Januari 1641.
Hubungan baik Kerajaan Melayu dengan Belanda berlangsung sampai tahun 1784. Tanggal
30 Oktober 1784, Kerajaan Melayu diserang Belanda dan ditaklukkan. Kerajaan Melayu
kemudian mengakui kekuasaan Belanda, mulailah era kolonialisme di Keranaan Melayu.
Sebagai mana daerah lain di Indonesia, di Riau terjadi berbagai perlawanan bersenjata
terhadap kolonialisme. Perlawanan besar dilakukan rakyat di daerah Rokan di bawah
pimpinan Tuanku Tambusai (1820-1839). Sebelum berjuang melawan Belanda di Rokan,
Tuanku Tambusai berjuang dalam perang Padri, bersama-sama gurunya, yaitu, Tuanku Imam
Bonjol. Namun tuanku Tambusai tidak berhasil menghancurkan kekuatan Belanda. Dia
kemudian menyingkir ke Malaka dan menetap di daerah Seremban.
Selain tuanku Tambusai, masih banyak tokoh lain yang mengobarkan perlawanan rakyat
terhadap kolonoalisme Belanda. Namun semua perlawanan tersebut dapat dipatahkan
Belanda. Beberapa tokoh yang memimpin perlawanan rakyat adalah Panglima Besar Sulung
yang memimpin perlawanan rakyat Retih tahun 1857, Datuk Tabano di Muara Mahat (1898),
dan Sultan Zainal Abidin di Rokan (1901-1904). Setelah berbagai perlawanan tersebut dapat
diredam, Belanda semakin menancapkan kekuatannya di Riau.
Awal abad ke 20 merupakan era munculnya semangat nasionalisme. Tahun 1916 berdiri
Serikat Dagang Islam di Pekanbaru, didirikan oleh Haji Muhammad Amin. Tahun 1930
berdiri Serikat Islam di Rokan Kanan, didirikan oleh H.M. Arif. Setelah itu muncul beberapa
organisasi lain seperti Muhammadiyah.
Tahun 1942, Jepang masuk dan menguasai daerah Riau. Di era penjajahan Jepang ini, rakyat
semakin sengsara karena seluruh kegiatan rakyat ditujukan untuk mendukung peperangan
yang sedang dilancarkan Jepang di seluruh Asia Pasifik. Hasil pertanian rakyat dirampas dan
penduduk laki-laki banyak yang dijadikan romusha.
Kabar tentang proklamasi kemerdekaan sampai ke Riau tanggal 22 Agustus 1945,
namun teks lengkapnya baru sampai ke Pekanbaru seminggu kemudian. Meskipun sudah
mengatehui dengan pasti perihal kemerdekaan, namun rakyat Riau tidak berani langsung
menyambutnya. Hal ini karena tentara Jepang masih lengkap dengan senjatanya dan belum
adanya pelopor yang meneriakan kemerdekaan. Baru pada tanggal 15 September 1945, para
pemuda yang tergabung dalam Angkatan Muda PTT berinisiatif untuk menyuarakan
kemerdekaan, sejak hari tiu, pekik kemerdekaan terdengan diseluruh pelosok Riau.
Di awal kemerdekaan, Riau tidak langsung menjadi provinsi, melainkan menjadi bagian dari
provinsi Sumatera. Pada saat Sumatera dibagi menjadi tiga provinsi, yaitu, Sumatera Utara,
Sumatera Tengah, dan Sumatera Selatan, Riau menjadi bagian dari Sumatera Tengah. Baru
pada tahun 1957, status Riau meningkat menjadi Provinsi.

Anda mungkin juga menyukai