Anda di halaman 1dari 5

BAB 3 STRATEGI PERLAWANAN BANGSA INDONESIA

TERHADAP PENJAJAHAN BANGSA BARAT

Strategi Perlawanan Bangsa Indonesia terhadap Penjajahan Bangsa Barat

A. Perlawanan Fisik Bangsa Indonesia terhadap Penjajahan Barat

1 Perlawanan terhadap Portugis

Perlawanan Rakyat Demak terhadap Portugis

Pada tahun 1513 Demak melakukan penyerangan terhadap Portugis di Malaka dengan
bantuan Kerajaan Aceh. Penyerangan dipimpin oleh Adipati Unus yang terkenal dengan
sebutan Pangeran Sabrang Lor. Pada masa pemerintahan Adipati Unus, Demak melakukan
blokade pengiriman beras ke Malaka sehingga Portugis kekurangan makanan.

Upaya Demak untuk mengusir Portugis diwujudkan dengan ditaklukkannya Kerajaan


Pajajaran oleh Fatahillah pada tahun 1527.Ketika orang-orang Portugis mendatangi Sunda
Kelapa (sekarang Jakarta), terjadilah perang antara Kerajaan Demak yang dipimpin
Fatahillah dan tentara Portugis. Portugis pun berhasil dipukuk mundur. Kemudian
Pelabuhan Sunda Kelapa diganti namanya menjadi Jayakarta yang berarti kejayaan yang
sempurna oleh Fatahillah.

Perlawanan Rakyat Aceh terhadap Portugis

Portugis mulai mengusik kekuasaan Kerajaan Aceh Darussalam saat berada di Malaka.
Portugis berusaha menguasai Kerajaan Aceh Darussalam yang menjadi pusat perdagangan
baru setelah jatuhnya Malaka. Pada tahun 1513, Aceh bersama Demak melancarkan
serangan ke Malaka, tapi gagal. Portugis pun sama juga gagal melancarkan serangan ke
Aceh. Aceh meminta bantuan persenjataan, militer, dan ahli perang dari Turki. Dan bantuan
dipenuhi oleh Turki pada tahun 1567. Setelah bantuan dari Turki datang, pada tahun 1568
Aceh bersama Turki menyerang Portugis di Malaka. Portugis terpaksa bertahan mati-
matian dalam menghadapi serangan tersebut di Benteng A Famassa. Namun, Portugis
dapat menggagalkan serangan dari Aceh.

Perlawanan Rakyat Ternate terhadap Portugis

Perlawanan ternate terhadap portugis – Karena ulah orang-orang Portugis yang serakah,
maka hubungannya dengan Ternate yang semula baik menjadi retak. Portugis ingin
memaksakan monopoli perdagangan kepada rakyat Ternate. Tentu saja hal itu ditentang
oleh rakyat Ternate. Perlawanan terhadap kekuasaan Portugis di Ternate berkobar pada
tahun 1533.

Untuk menghadapi Portugis, Sultan Ternate menyerukan agar rakyat dari Irian sampai ke
Pulau Jawa bersatu melawan Portugis. Maka berkobarlah perlawanan umum di Maluku
terhadap Portugis. Ya, rakyat Maluku bangkit melawan Portugis. Kerajaan Ternate dan
Tidore bersatu. Akibatnya Portugis terdesak. Karena merasa terdesak, Portugis lalu
mendatangkan pasukan dari Malaka, di bawah pimpinan Antonio Galvao. Pasukan bantuan
tersebut menyerbu beberapa wilayah di kerajaan Ternate.

Rakyat Maluku di bawah pimpinan kerajaan Ternate berjuang penuh semangat


mempertahankan kemerdekaannya. Tetapi kali ini Ternate belum berhasil mengusir
Portugis. Untuk sementara Portugis dapat menguasai Maluku.

Pada tahun 1565 rakyat Ternate bangkit kembali melawan Portugis di bawah pimpinan
Sultan Hairun. Portugis hampir terdesak, tetapi kemudian melakukan tindakan licik. Sultan
Hairun diajak berunding. Untuk itu Sultan Hairun diundang agar datang ke benteng
Portugis. Dengan jiwa kesatria dan tanpa perasaan curiga Sultan memenuhi undangan
Portugis.

Tetapi apa yang terjadi? Setiba di benteng Portugis Sultan Hairun dibunuh. Peristiwa itu
membangkitkan kemarahan rakyat Maluku. Perlawanan umum berkobar lagi di bawah
pimpinan Sultan Baabullah, pengganti Sultan Hairun. Pada tahun 1574 benteng Portugis
dapat direbut oleh Ternate. Dengan demikian rakyat Ternate berhasil mempertahankan
kemerdekaannya dari penjajahan Portugis.

Perlawanan Kraton Yogyakarta terhadap Penjajahan Bangsa Inggris

Pada saat Inggris berkuasa menggantikan Belanda di Jawa, yang mengisi kekuasaan di
pusat adalah Raffles, sedangkan Karesidenan Yogyakarta adalah John Crawfurd. Saat itu,
Karesidenan Yogyakarta dipimpin oleh Sultan Hamengkubuwana II atau Sultan Sepuh.
Sultan HB II terkenal keras dan sangat menentang pemerintah kolonial sehingga membuat
orang Eropa (Inggris) terganggu. Sikap kerasnya tersebut terlihat ketika Raffles untu
pertama kali datang ke Yogyakarta pada bulan Desember 1811. Saat itu, Sultan HB II berani
bertengkar dengan Raffles. Selanjutnya, juga terjadi pada awal Januari 1812. Dalam
pertemuan ini ada insiden kecil yang terjadi ketika tempat duduk Raffles di Keraton
Yogyakarta dibuat lebih rendah dari Sultan HB II. Insiden ini pun berhasil diatasi.

Sultan HB II tidak puas dengan hasil pertemuannya dengan Raffles. Sultan HB II semakin
kecewa dengan pemerintah Inggris. Secara diam-diam, Sunan Pakubuwana IV (Sultan PB
IV) mengutus Tumenggung Ronowijoyo untuk menghadap Sultan HB II dengan membawa
surat. Dalam surat itu, Sunan PB IV mengusulkan kerja sama untuk melawan Inggris dan
bila berhasil akan membagi 2 wilayah yang telah dirampas oleh orang Eropa. Sultan HB II
menyetujui hal itu dan mengirimkan Tumenggung Sumodiningrat. Kesepakatan tercapai
pada awal Mei 1812 di Klaten antara Ronowijoyo dan Sumodiningrat.

Tanpa sepengetahuan Sultan HB II, Sunan PB IV mengutus Patih Cokronegoro untuk


menemui putra mahkota Yogyakarta. Cokronegoro menyampaikan bahwa Sunan PB IV
menghendaki putra mahkota Surojo naik tahta dan bersedia membantunya. Sunan PB IV
menawarkan untuk kerja sama melawan Inggris dan ketika Inggris berhasil diusir dari
Jawa, wilayah Jawa akan dibagi 2 antara Surakarta dan Yogyakarta. Rencana ini pun
tercium oleh John Crawfurd yang segera mengirimkan berita itu pada Raffles. Setelah
mendengar berita tersebut, Raffles memerintahkan Mayor Jenderal Gillespie untuk
berangkat ke Yogyakarta dan menyerbu Keraton Yogyakarta.

Pada tanggal 19-20 Juni 1812, Inggris menyerbu Keraton Yogyakarta. Dalam pertempuran
2 hari, Inggris berkekuatan 1000 serdadu berseragam merah. Jumlah itu masih ditambah
500 prajurit Leguin Pangeran Prangwedono dari Mangkunegaran, Surakarta. Sultan HB II
yang menghadapi Inggris tidak mendapat bantuan dari Surakarta seperti yang tertulis
dalam surat rahasia bahwa Surakarta akan membantu Yogyakarta dalam melakukan
perlawanan terhadap Inggris. Perang ini diakhiri dengan menyerahnya Sultan HB II dan
dimulainya penjarahan besar-besaran harta, pusaka, dan pustaka Keraton Yogyakarta.
Setelah itu, Raffles memerintahkan penangkapan Sultan HB II. Sultan HB II dibawa ke
Batavia dan menunggu pengadilan disana. Sultan HB II dijatuhi hukuman pembuangan ke
Pulau Penang pada awal Juli 1812. PB IV pun dirampas sebagian wilayahnya.

Perlawanan Rakyat Palembang terhadap Penjajahan Bangsa Inggris

Raffles mengirim 3 orang utusan yang dipimpin oleh Richard Philips ke Palembang untuk
mengambil alih kantor sekaligus benteng Belanda di Palembang dan meminta hak kuasa
sultan atas tambang timah di Pulau Bangka. Sultan Mahmud Badaruddin II menolak
permintaan itu dengan merujuk pada surat Raffles sebelumnya bahwa kalau Belanda
berhasil diusir, Palembang akan menjadi kesultanan yang merdeka. Raffles pun kaget luar
biasa setelah mengetahui bahwa dengan cerdas Sultan Mahmud Badaruddin II menjadikan
isi suratnya dahulu sebagai legitimasi untuk melepaskan diri dari kekuasaan Inggris.

Raffles pun memilih untuk mengkhianati janjinya tersebut. Ia mengirim ekspedisi perang di
tahun 1812 yang dipimpin Mayor Jenderal Robert Gillespie. Ekspedisi pun sampai dalam
waktu 1 bulan di Sungai Musi. Sultan Mahmud Badaruddin II juga sudah bersiap-siap
menghadapi gempuran tersebut.

Kesultanan Palembang akhirnya jatuh ke tangan Inggris hanya dalam waktu 1 minggu
karena pertahanan di Pulau Borang sudah jebol tanpa perlawanan yang berarti. Ternyata
adik sultan yang bernama Pangeran Adipati Ahmad Najamuddin telah menjadi komandan
yang pengecut bagi pasukannya di pulau yang strategis itu. Mengetahui hal itu, Sultan
Mahmud Bdaruddin II segera meninggalkan keraton Palembang dengan membawa seluruh
tanda kebesaran kesultanan lalu mempersiapkan perlawanan gerilya terhadap Inggris.

Tanggal 26 April 1812, bendera Inggris sudah berkibar di atas benteng Palembang. Dan
tanggal 14 Mei 1812, Najamuddin diangkat oleh Robert Gillespie atas nama Inggris untuk
menggantikan kakanya sebagai Sultan Palembang. Tambang timah di Pulau Bangka dan
Belitung akhirnya diserahkan oleh sultan boneka ini kepada Inggris. Robert Gillespie
ditarik pulang ke Batavia karena keberhasilannya dan digantikan oleh Kapten R. Mearers
menjadi Residen Palembang. Pertengahan Agustus 1812, Mearers memimpin pasukannya
untuk menyerang Sultan Mahmud Badaruddin II di Buaya Langu, hulu Sungai Musi.
Mearers mengalami luka parah dalam pertempuran ini yang akhirnya meninggal di rumah
sakit di Muntok.

Mearers digantikan oleh Mayor William Robinson. Tampaknya ia tidak cocok dengan
Sultan Najamuddin yang dinilai menjadi sultan yang lemah dan tidak dihargai oleh rakyat.
Robinson tidak setuju dengan keputusan Raffles yang mengangkat sultan tersebut, dan juga
ia tidak suka dengan kebiasaan Raffles yang suka mengumbar janji, juga pembiaran yang
dilakukan Raffles pada peristiwa pembantain paukan Belanda. Atas inisiatifnya sendiri,
Robinson mengirim seorang perwira didampingi penerjemah untuk bernegosiasi dengan
Sultan Mahmud Badaruddin II, namun gagal.

Pada tangal 19 Juni 1813, Robinson datang sendiri untuk menemui Sultan Mahmud
Badaruddin II di Muara Rawas. Misi yang dilaksanakan Robinson pun berhasil. Sultan
Mahmud Badaruddin II mau kembali ke Palembang untuk menggantikan adiknya.
Akhirnya, tanggal 13 Juli 1813, Sultan Mahmud Badaruddin II kembali ke istananya
(keraton besar) di Palembang, sementara adiknya bertempat tinggal di keraton lama.

Raffles sangat tersinggung dengan keputusan Robinson karena tidak meminta pendapatnya
dulu. Akhirnya, perjanjian Robinson dengan Sultan Mahmud Badaruddin II dibatalkan
sepihak. Robinson pun dipecat dan ditangkap dengan alasan menerima suap dari Sultan
Mahmud Badaruddin II. Tanggal 4 Agustus 1813, armada Inggris dipimpin Mayor W.
Colebrooke tiba di Palembang untuk menurunkan Sultan Mahmud Badaruddin II dari
tahtanya kembali untuk digantikan oleh Sultan Najamuddin. Uang yang dikatakan uang
suap untuk Robinson dikembalikan pihak Inggris ke Sultan Mahmud Badaruddin II lengkap
dengan bunganya. Dan tanggal 21 Agustus 1813, Sultan Najamuddin kembali menduduki
tahtanya di keraton besar.

B. Strategi Perjuangan Bangsa Indonesia Melawan Penjajahan Barat sebelum dan


sesudah abad ke-20

Pada abad ke-16 bangsa Eropa berlayar ke wilayah Timur, diantaranya Portugis, Spanyol,
Inggris, dan Belanda. Tujuan mereka adalah mencari rempah-rempah dan juga
menyebarkan agama kristen. Setelah sampai Nusantara keserakahan mereka timbul, yang
awalnya hanya ingin berdagang tiba-tiba mereka ingin menguasai Nusantara. Keinginan
mereka itulah yang melatarbelakangi bangsa Indonesia melakukan perjuangan.

1 Strategi Perjuangan Bangsa Indonesia Melawan Penjajahan Barat sebelum abad ke-20

Sebelum tahun 1908, banyak bangsa lain yang ingin menjajah dan menguasai Indonesia.
Banyak yang memeras, menyiksa dan merebut hak-hak rakyat Nusantara. Perjuangan
bangsa Indonesia terhadap penjajah hampir dilakukan diseluruh wilayah, terutama di
daerah yang menjadi pusat kekuasaan penjajah.

Perjuangan bangsa Indonesia menentang penjajah VOC menggunakan senjata dimulai pada
abad ke-17, dimana perlawanan tersebut dilakukan oleh Sultan Agung dari Mataram,
Sultan Hasanuddin dari Kerajaan Gowa Sulawesi Selatan, Sultan Ageng Tirtayasa, Sultan
Iskandar Muda dari Aceh, Untung Surapati, Trunajaya, dan Ibnu Iskandar dari
Minangkabau.

Sedangkan yang berjuang pada abad ke-19 antara lain :

1. Thomas Matulesy ata Pattimura dari Maluku (1817)

2. Pangeran Diponegoro, Sentot Prawirodirjo, Kyai Mojo, dan Pangeran Mangkubumi di


Jawa (1825-1830)

3. Tuanku Imam Bonjoldari Minangkabau Sumatera Barat (1822-1837)

4. Sultan Mahmud Badaruddin II dari Palembang (1817)

5. Pangeran Antasari dan Pangeran Hidayat dari Kalimantan (1859-1862)

6. I Gusti Kentut Jelantik dari Bali (1846-1849)

7. Anak Agung Made dari Lombok (1895)

8. Teuku Umar, Panglima Polim, Teuku Cik Di Tiro, dan Cut Nyak Dien dari Aceh (1873-
1904)

i 9. Si Singamangaraja XII dari Batak (1878-1907)

Berbagai perlawanan rakyat Indonesia yang terjadi pada sebelum abad ke-20 seperti
perlawanan Diponegoro, Imam Bonjol, Sultan Agung serta perlawanan-perlawanan rakyat
lainnya masih dalam batas-batas wilayah yang sempit dan parsial. Akibatnya perlawanan-
perlawanan tersebut dapat diredam oleh kekuatan penjajah yang sudah menguasai secara
nasional di Indonesia.

Kegagalan perjuangan dengan kekerasan senjata oleh para pahlawan baik ketika melawan
Portugis, Belanda, maupun Inggris karena bangsa Indonesia mempunyai beberapa
kelemahan, sebagai berikut:

1. Perjuangan bersifat lokal / kedaerahan

2. Perlawanan terhadap penjajah dilakukan secara sporadis dan tidak dalam waktu
yang bersamaan

3. Perjuangan pada umunya dipimpin oleh pemimpin yang kharismatik

4. Perjuangan menentang penjajah sebelum masa 1908 dilakukan dengan kekerasan


senjata

5. Para pejuang mudah diadu domba sehingga sering terjadi perselisihan antar
pemimpin di Indonesia
Bangsa Indonesia sadar bahwa penjajah yang terorganisasi dengan baik tidak mungkin
dapat dikalahkan oleh perjuangan yang bersifat lokal dan tidak terorganisasi, oleh karena
itu strategi perjuangan baru lebih diorganisasi dengan baik agar setelah abad ke-20
menggunakan strategi yang baru dan bisa mengalahkan penjajah.

2 Strategi Perjuangan Bangsa Indonesia Melawan Penjajahan Barat sesudah abad ke-20

Perjuangan bangsa Indonesia setelah abad ke-20 merupakan perjuangan yang sudah
menunjukkan karakter yang bersifat nasional. Perjuangan nasional juga dikenal dengan
istilah Pergerakan Nasional.

Tak hanya bersifat nasional, tapi bersifat perjuangan diplomasi dan organisasi. Corak
perlawanan berubah dari pola perjuangan fisik (memakai senjata) menjadi non fisik
(diplomasi dan organisasi). Berubahnya corak perlawanan terhadap penjajah pada masa
pergerakan nasional terwujud berkat meningkatnya pendidikan di masa itu yang kemudian
melahirkan kelompok baru, yaitu kaum intelektual atau golongan terpelajar.

Kesimpulan

Jadi,Negara Indonesia mempunyai berbagai perlawanan terhadap bangsa barat yang


berusaha mengambil kekayaan alam diindonesia dan menguasai daerah-daerah
diindonesia contohnya seperti hal yang dijelaskan tadi. SEKIAN TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai