Anda di halaman 1dari 11

RESPON BANGSA INDONESIA

TERHADAP IMPERIALISME DAN KOLONIALISME

A. Latar Belakang Kolonialisme dan Imperialisme di Indonesia

Kolonialisme dan imperialisme sudah dilakukan oleh bangsa Eropa sejak abad
ke-15 di seluruh dunia, sampai akhirnya masuk ke nusantara (Indonesia). Pada
saat itu, latar belakang bangsa Eropa masuk ke wilayah nusantara disebabkan
oleh beberapa hal, seperti jatuhnya Konstantinopel di kawasan Laut Tengah ke
kekuasaan Turki Usmani pada tahun 1453, merosotnya ekonomi dan
perdagangan bangsa Eropa, serta terjadinya revolusi industri.

Perlu diketahui, kolonialisme dan imperialisme modern muncul setelah


terjadinya revolusi industri karena bertujuan untuk mengembangkan
perekonomian bangsa Eropa. Revolusi industri, membuat bangsa Eropa
menciptakan kapal laut yang digunakan untuk menjelajah samudra demi
mencari sumber daya di belahan dunia lain. Disamping itu, misi ini juga
dilakukan untuk melanjutkan semangat Perang Salib.

Dalam upaya tersebut, bangsa Eropa mulai menyebar ke seluruh dunia, sampai
akhirnya kolonialisme dan imperialisme di Indonesia pun terjadi. Di sisi lain,
kejatuhan Konstantinopel ke tangan Turki Usmani pada tahun 1453,
menyebabkan akses bangsa Eropa dalam mendapatkan rempah-rempah yang
lebih murah di kawasan Laut Tengah menjadi tertutup dan membuat harga
rempah-rempah di Eropa meningkat tajam. Bangsa Eropa kemudian terdorong
untuk mencari dan menemukan wilayah-wilayah penghasil rempah-rempah ke
dunia baru yang ada di timur Eropa.

Lama-kelamaan, mereka semakin berambisi menguasai berbagai negara untuk


keuntungan ekonomi dan kejayaan politik mereka, terutama pada wilayah-
wilayah seperti Indonesia yang merupakan penghasil rempah-rempah, seperti
lada, cengkih, pala, dan lain-lain. Rempah-rempah yang dihasilkan di
Indonesia mendorong mereka untuk melakukan kolonialisme dan
imperialisme karena rempah-rempah pada masa itu menjadi komoditas yang
sangat laris di Eropa. Bangsa Eropa kemudian menyebut nusantara sebagai
Hindia

Imperialisme adalah suatu sistem politik yang tujuannya adalah menjajah


bangsa atau negara lain demi untuk memperoleh kekuasaan dan keuntungan
secara sepihak yang jauh lebih besar. Sementara yang dimaksud
dengan kolonialisme adalah tindakan penguasaan atas suatu wilayah dan
penduduk suatu bangsa dengan tujuan yang sifatnya militer juga ekonomi.

Penjajahan bangsa Barat dan Jepang di Indonesia adalah contoh


nyata kolonialisme dan imperialisme sebab tujuan penguasaan atas sejumlah
wilayah di nusantara adalah untuk memperluas kekuasaan dan mendapatkan
keuntungan ekonomi. Periode panjang penjajahan di sebagian wilayah
Indonesia seringkali menyebabkan penderitaan dan kesengsaraan bagi rakyat
Indonesia, munculnya berbagai perlawanan dari para tokoh Bangsa Indonesia
membuat gambaran betapa banga kita bukan bangsa yang diam saja ketika
mengalami penindasan, berbagai periode penjajahan dari bangsa Belanda yang
digambarkan di garis waktu di bawah ini, semuanya memunculkan respon
perlawanan dari Bangsa Indonesia.

Akibat adanya rasa-rasa tertekan yang muncul akibat diskriminasi, bangsa


Indonesia mulai melakukan beberapa kegiatan sebagai respon
terhadap kolonialisme dan imperialisme. Respon bangsa Indonesia dapat
dilihat dari berbagai bidang.

B. Respon Bangsa Indonesia Terhadap Kolonialisme dan Imperialisme


Ada empat aspek utama yang terjadi di Indonesia setelah merespon sistem
kolonialisme dan imperialisme, antara lain ekonomi dan politik, sosial dan
budaya, seni dan sastra, serta pendidikan. Berikut penjelasannya:

1. Respon Bangsa Indonesia terhadap Kolonialisme dan Imperialisme


dalam Bidang Politik
Adanya penjajahan dari bangsa Eropa, terutama Belanda memulai
pemahaman Indonesia terhadap lepasnya dari penjajahan. Para pendahulu
melakukan masa pergerakan nasional di Indonesia dengan berdirinya
organisasi-organisasi pergerakan. Masa pergerakan nasional (1908-1942),
dibagi dalam tiga tahap berikut.
1. Masa penyusunan (1908 – 1920) berdiri organisasi seperti Budi
Utomo, Sarekat Islam, dan Indische Partij.
2. Masa radikal/nonkooperasi (1920 – 1930), berdiri organisasi seperti
Partai Komunis Indonesia (PKI), Perhimpunan Indonesia (PI), dan
Partai Nasional Indonesia (PNI).
3. Masa moderat/kooperasi (1930 – 1942), berdiri organisasi seperti
Parindra, Partindo, dan Gapi. Di samping itu juga berdiri organisasi
keagamaan, organisasi pemuda, dan organisasi perempuan.

Bangsa Indonesia pada masa kolonialisme dan imperialisme dirugikan


dalam bidang ekonomi dan politik. Oleh karena itu, bangsa Indonesia
melakukan perlawanan terhadap Portugis, VOC, dan pemerintahan Hindia
Belanda. Beberapa perlawanan berupa perang akibat ekonomi dan politik
in, di antaranya:

a. Perlawanan Terhadap Portugis


Ada beberapa peristiwa besar yang terjadi akibat upaya bangsa
Indonesia melawan penjajahan bangsa Portugis, antara lain:
 Perlawanan Kesultanan Ternate
Kebijakan monopoli perdagangan bangsa Portugis membuat Sultan
Hairun memimpin perlawanan rakyat Ternate terhadap mereka.
Sayangnya, Sultan Hairun berhasil ditangkap dan dihukum mati
oleh bangsa Portugis pada tahun 1570. Meski demikian,
perlawanan Kesultanan Ternate tidak berhenti di situ. Perjuangan
Sultan Hairun kemudian dilanjutkan oleh Sultan Baabulah.
Di bawah kepemimpinan Sultan Baabulan inilah Kesultanan
Ternate berhasil mengusir bangsa Portugis dari Maluku pada tahun
1575. Bangsa Portugis yang terusir dari Maluku ini kemudian
menyingkir ke Pulai Timor dan berkuasa di Timor Timur hingga
menjelang akhir abad ke-20.

 Perlawanan Kesultanan Demak


Selain di Ternate, bangsa Portugis juga melakukan praktik
monopoli perdagangan mereka di Malaka. Praktik monopoli
tersebut membuat para saudagar Muslim di Malaka merasa
terganggu. Kesultanan Demak yang khawatir bangsa Portugis juga
akan mengekspansi pulau Jawa dan merasa perlu menunjukkan
solidaritas mereka terhadap Kesultanan Malaka dan para saudagar
Muslim yang ada di Malaka, akhirnya memutuskan untuk
menyerang bangsa Portugis.
Di bawah pimpinan Sultan Trenggono, Kesultanan Demak
menyerang Sunda Kelapa pada tahun 1526 dan berhasil menguasai
wilayah tersebut. Setahun kemudian, pada tahun 1527, bangsa
Portugis yang saat itu tidak menyadari kalau Sunda Kelapa sudah
dikuasai oleh Kesultanan Demak, datang untuk membangun
benteng di sana.
Akibatnya, bangsa Portugis pun berhasil diusir oleh Kesultanan
Demak di bawah kepemimpinan Fatahillah. Fatahillah kemudian
mengganti nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta, yang berarti
kemenangan yang gemilang.

 Perlawanan Kesultanan Aceh


Perlawanan Kesultanan Aceh terhadap bangsa Portugis dimulai
pada tahun 1514–1540 di bawah kepemimpinan Sultan Ali
Mughayat Syah. Pada masa itu Kesultanan Aceh berhasil mengusir
bangsa Portugis dari wilayah Aceh. Perlawanan Kesultanan Aceh
terhadap bangsa Portugis kemudian dilanjutkan oleh Sultan
Alaudin Riayat Syah Al-Qahar pada tahun 1538–1571 dengan
bantuan Turki.
Sultan Alaudin Riayat Syah, yang menjadi penggantinya, juga
menyerang bangsa Portugis di Malaka pada tahun 1573 dan 1575.
Sultan Iskandar Muda pun pernah menyerang bangsa Portugis di
Malaka pada tahun 1615 dan 1629.
Sekalipun Sultan Iskandar Muda tidak berhasil mengusir bangsa
Portugis, dari Malaka, perlawanan rakyat Aceh terus berlanjut
sampai Malaka jatuh ke tangan VOC pada tahun 1641.

b. Perlawanan Terhadap VOC


Ada beberapa peristiwa penting yang terjadi sebagai upaya bangsa
Indonesia melawan penjajahan VOC, antara lain:
 Perlawanan Kesultanan Mataram
Awalnya, hubungan Kesultanan Mataram dengan VOC berjalan
dengan baik, sampai-sampai Kesultanan Mataram mengizinkan VOC
mendirikan benteng sebagai kantor perwakilan dagang di wilayah
Jepara. Namun, lama-kelamaan Sultan Agung menyadari kalau
keberadaan VOC membahayakan pemerintahannya.

Sultan Agung pun mulai menyerang VOC pada tahun 1628, tapi
serangan pertama ini gagal dan mengakibatkan sekitar 1.000 prajurit
Mataram gugur. Serangan kedua yang dilakukan pada bulan Agustus–
Oktober 1629 pun mengalami kegagalan karena Kesultanan Mataram
kalah persenjataan, kekurangan persediaan makanan (karena lumbung-
lumbung persediaan makanan yang ada di Tegal, Cirebon, dan
Karawang dimusnahkan VOC), jarak yang terlalu jauh, dan wabah
penyakit yang menyerang pasukan Mataram.

 Perlawanan Kesultanan Gowa


Perlawanan Kesultanan Gowa dimulai dengan pelucutan dan
perampasan armada VOC di Maluku, di bawah kepemimpinan Sultan
Hasanuddin. Perang Makassar pun pecah karena pelucutan dan
perampasan armada tersebut. Perang Makassar berlangsung selama
tiga tahun, dari tahun 1666–1669. Dalam Perang Makassar, VOC
bersekutu dengan Arung Palaka, Raja Bone, yang saat itu berseteru
dengan Kerajaan Gowa.

 Perlawanan Kesultanan Banten


Perlawanan Kesultanan Banten dimulai karena persaingan dagang
dengan VOC dan gangguan VOC terhadap politik Kerajaan Banten.
Sultan Ageng Tirtayasa pada akhirnya melawan VOC dengan bekerja
sama dengan pedagang-pedagang asing lainnya, seperti pedagang
Inggris.
Sultan Ageng kemudian menyerang kapal-kapal VOC yang ada di
perairan Banten serta wilayah-wilayah yang berbatasan dengan
Batavia, seperti peperangan di daerah Angke dan Tangerang pada
tahun 1658–1659.

c. Perlawanan Terhadap Pemerintahan Hindia Belanda


Awalnya, masa pemerintahan Hindia Belanda tidak lagi menerapkan
praktik kolonialisme ala VOC, namun hal tersebut tak membuat
praktik dagang dan kerja rodi berakhir. Saat Belanda kembali
berkuasa, penindasan pun terjadi lagi di Indonesia, berikut
penjelasannya:

 Perlawanan Rakyat Maluku


Perlawanan rakyat Maluku dilakukan karena mereka tidak mau orang
Belanda kembali ke wilayah mereka. Saat Thomas Stamford Raffles
berkuasa di Hindia Belanda, beberapa aturan VOC seperti praktik
monopoli dagang dan kerja rodi tidak diterapkan.
Namun, saat Belanda kembali berkuasa pada tahun 1817, aturan-aturan
yang menindas seperti praktik monopoli perdagangan cengkih dan
kerja rodi kembali diterapkan. J.R van den Berg, Residen Saparua
yang baru pada saat itu, juga dianggap tidak peka pada keluhan rakyat.
Belanda juga memaksa para pemuda Maluku untuk menjadi tentara
yang ditugaskan ke Jawa.

 Perlawanan Rakyat Palembang


Perlawanan rakyat Palembang yang dipimpin oleh Sultan Baharuddin
terjadi karena Belanda berusaha menguasai Palembang yang memiliki
letak strategis dan kaya akan barang (Kepulauan Bangka Belitung).
Sultan Baharuddin kemudian memimpin penyerangan ke benteng-
benteng pertahanan Belanda. Saat pergantian kekuasaan dari Belanda
ke Inggris terjadi pada tahun 1811 karena Perjanjian Tuntang, Inggris
memusatkan sebagian besar perhatiannya ke pulau Jawa.
Sultan Baharuddin pun memanfaatkan kondisi ini dengan menyerang
garnisun Belanda di Palembang. Sultan Baharuddin juga menentang
keberadaan Inggris di wilayah kekuasaannya. Inggris yang tidak
menyukai perlawanan dari Sultan Baharuddin pun menyerang
Palembang pada tahun 1812. Mereka menjarah isi istana dan melantik
Ahmad Najamuddin, adik Sultan Baharuddin, menjadi Sultan.
 Perlawanan Rakyat Sumatera Utara
Perlawanan rakyat Tapanuli di bawah kepemimpinan Raja
Sisingamangaraja XII terjadi karena Belanda ingin menjajah Tapanuli
dengan membentuk Pax Neerlandica (ambisi Belanda menguasai
seluruh Nusantara). Keinginan Belanda inilah yang menyebabkan
terjadinya Perang Tapanuli pada tahun 1870–1907.

2. Respon Bangsa Indonesia terhadap Kolonialisme dan Imperialisme


dalam Bidang Ekonomi
Pada masa Belanda, bangsa Indonesia mulai mengenal industri
pertambangan dengan dibukanya kilang minyak bumi di Tarakan Kaltim
oleh Belanda. Belanda membangun rel kereta api untuk memperlancar
arus perdagangan. Kemudian, adanya eksploitasi di bidang ekonomi,
berupa monopoli dagang VOC menyebabkan mundurnya perdagangan
nusantara di panggung perdagangan internasional. Pembentukan VOC
tidak ada yang menguntungkan bagi rakyat Indonesia kebanyakan. Hanya
segelintir pihak yang mendapat keuntungan, yaitu elit bangsawan yang
menjadi kepanjangan dan kaki tangan pemerintah Belanda maupun
penguasa VOC. Berikut contoh respon perlawanan terhadap sistem
monopoli dari VOC tersebut
1. Perlawanan Rakyat Maluku
2. Perlawanan Sultan Ageng Tirtayasa terhadap Monopoli Belanda di
Banten
Masuknya bangsa Eropa di Indonesia membawa berbagai pengaruh
termasuk dalam kehidupan perekonomian bangsa Indonesia. Pada masa
penjajahan, penduduk Indonesia diperkenalkan dengan mata uang yaitu
uang kertas dan logam. Hal ini kemudian yang mendorong munculnya
sistem perbankan modern ditandai dengan berdirinya de Javasche Bank,
bank modern pertama di Hindia-Belanda yang didirikan di
Batavia (sekarang Jakarta) pada tahun 1828. Kehidupan perekonomian
yang mulai membaik kemudian mempengaruhi sektor lain seperti
pembangunan jalan raya pos Anyer hingga Panarukan, jaringan kereta api,
hingga industri pertambangan. Meskipun banyak pembangunan di
berbagai daerah, hal tersebut sama sekali tidak membuat kehidupan rakyat
Indonesia makmur. Sistem kerja paksa, buah dari masif nya pembangunan
oleh Pemerintah Kolonial, membuat rakyat menderita. Selain kerja paksa,
berikut ini dampak lain dari kolonialisme dan imperialisme di bidang
ekonomi: Monopoli dan penguasaan suatu daerah atau koloni oleh
penjajah yang menimbulkan situasi yang tidak sehat dalam hal
perdagangan. Perekonomian bergeser dari pertanian pangan menjadi
industri perkebunan. Praktik monopoli perdagangan oleh VOC membuat
mundurnya perdagangan Nusantara dari kancah perdagangan
internasional. VOC memanfaatkan para penguasa tradisional dalam
mengeksploitasi tanah jajahandengan menerapkan sistem indirect
rule, dalam penyerahan wajib hasil bumi dan pemungutan pajak hasil
bumi. Penerapan sistem tanam paksa menyebabkan rakyat Indonesia
mengenal jenis tanaman baru. Munculnya pedagang-pedagang perantara
dalam perdagangan internasional yang dipegang oleh orang Timur Asing,
sedangkan bangsa Indonesia hanya sebagai pengecer Munculnya kota-kota
baru di sekitar perusahaan-perusahaan Belanda. Sistem ekonomi uang
yang diperkenalkan kepada masyarakat Indonesia. Dampak yang
ditimbulkan salah satunya adalah sistem utang. Dalam pengerjaan lahan
pertanian, penduduk memulai mengenal pinjaman modal. Namun mereka
harus mengembalikan uang dengan sistem bunga yang memperparah
perekonomian

3. Respon Bangsa Indonesia terhadap Kolonialisme dan Imperialisme


dalam Bidang Sosial-Budaya

Kolonialisme dan Imperialisme Bangsa Belanda di Indonesia banyak


berdampak terhadap kehidupan sosial-budaya masyarakat Indonesia,
berbagai dampak tersebut antara lain:
1. Terciptanya kelas sosial dalam masyarakat. Bangsa Eropa dianggap
sebagai yang tertinggi, disusul oleh Asia Timur Jauh. Sedangkan,
golongan Bumiputera sebagai warga asli mendapatkan perlakuan
diskriminatif.
2. Perubahan berbagai ritual dan tradisi kuno di istana-istana, keratin, dan
masyarakat. Tradisi secara perlahan digantikan oleh tradisi pemerintah
belanda.
3. Mundurnya aktivitas perdagangan laut. Daerah Indonesia pada saat
abad ke XVII masih banyak bergantung pada aktivitas di tepi laut
sehingga perubahan aktivitas perdagangan berdampak pada kehidupan
di pedalaman. Kemunduran perdagangan di laut secara tak langsung
menimbulkan budaya feodalisme di pedalaman. Di bawah prinsip
feodalisme.
4. Respon dalam bentuk karya sastra. Karya sastra ini turut membentuk
sebuah identitas nasional keIndonesiaan dengan ciri khas penulisan
menggunakan Bahasa melayu, yang kelak akan digunakan sebagai
Bahasa Nasional di Indonesia, yaitu Bahasa Indonesia.
5. Respon dalam bentuk karya seni musik. Salah satu tokoh seni musik
tersebut adalah seorang kelahiran Jakarta, yang bernama Ismail
Marzuki. Ismail Marzuki merupakan musisi pemberontak di
zamannya.

Perlawanan bangsa Indonesia terhadap kolonialisme dan imperialisme


juga dilakukan dalam bentuk gerakan sosial-budaya. Beberapa gerakan
tersebut adalah sebagai berikut:

a. Gerakan Sosial di atas Tanah Partikelir


Gerakan sosial ini adalah bentuk protes dan perlawanan atas peraturan
Belanda yang tidak adil, serta rasa tidak puas atas kondisi sosial-
ekonomi yang kurang memberikan tempat bagi kehidupan para pelaku
dan pendukung gerakan sosial ini. Gerakan sosial ini muncul di
kalangan petani yang merasakan ketidakadilan karena praktik
penjualan atau pemberian hadiah tanah oleh Pemerintah Belanda
kepada perseorangan atau swasta, yang kemudian menjadi tuan tanah.
Tanah inilah yang kemudian menjadi tanah partikelir (swasta). Para
tuan tanah tersebut merasa memiliki hak untuk menindas penduduk
yang ada di tanah partikelir mereka. Penduduk di tanah tersebut
diharuskan menyerahkan hasil garapan mereka dan memeras tenaga
mereka selayaknya budak.

b. Gerakan Mesianisme
Gerakan mesianisme merupakan gerakan yang berasal dari harapan
akan datangnya ratu adil atau imam mahdi sebagai juru selamat rakyat.
Dalam gerakan ini biasanya terdapat seorang pimpinan yang dianggap
sebagai juru selamat, pimpinan agama, atau bahkan nabi. Gerakan ini
bersandar pada dasar-dasar kekuatan gaib sang pemimpin dan
menghadapkan munculnya era baru dan datangnya zaman keemasan
yang meniadakan penderitaan rakyat dan hilangnya konflik serta
ketidakadilan.
Beberapa contoh dari gerakan mesianisme adalah Kasan Mukmin
(1903), Gerakan Darmojo (1907), dan dukun yang mengaku keturunan
Sultan Hamengku Buwono V dan akan bertindak sebagai ratu adil dan
calon sultan Yogyakarta (1918).

c. Aspek Seni dan Sastra


Seni sastra pada masa perjuangan melawan kolonialisme dan
imperialisme juga memiliki peranan yang sangat penting. Karya-karya
sastra yang lahir pada masa itu menyuarakan ketidakadilan yang
dialami oleh para pribumi karena kolonialisme dan imperialisme yang
dilakukan oleh bangsa Belanda ke luar Hindia Belanda, termasuk ke
negara Belanda sendiri.
Karya-karya sastra pada masa itu juga membangkitkan semangat
kemerdekaan bagi para pembacanya. Beberapa sastrawan pada masa
itu dan karya sastra mereka adalah sebagai berikut:

Eduard Douwes Dekker: Max Havelaar


Eduard Douwes Dekker merupakan nama pena dari Multatuli, seorang
Belanda yang peduli pada nasib kaum pribumi. Nama Multatuli sendiri
diambil dari bahasa Latin yang berarti “banyak yang sudah aku derita”.
Kepedulian Douwes Dekker ini kemudian dituangkan dalam novelnya
yang berjudul Max Havelaar (1860). Novel inilah yang kemudian
menjadi inspirasi pergerakan nasional Indonesia serta mendorong
sastrawan-sastrawan Indonesia menuangkan pemikiran mereka
mengenai penjajahan Belanda, khususnya angkatan Pujangga Baru
(1933–1942).

Mas Marco Kartodikromo: Student Hidjo dan Rasa Merdeka


Mas Marco merupakan keturunan priyayi rendahan di Cepu, Blora,
Jawa Tengah. Mas Marco bergabung dengan Medan Prijaji yang
menjadi surat kabar yang menyuarakan pemikiran pribumi terpelajar.
Medan Prijaji ini dipimpin oleh Tirto Adhi Suryo. Saat bekerja di
Medan Prijaji, Mas Marco bertemu dengan Ki Hajar Dewantara dan
Douwes Dekker, yang kemudian menjadi bagian dari Indische Partij.
Lewat tulisan-tulisannya, Mas Marco mengajak kaum terdidik
Indonesia pada masa itu untuk membangun kesadaran politik
masyarakat pribumi. Kesadaran politik ini dianggap penting untuk
menggerakkan masyarakat pribumi untuk bergerak melawan
pemerintahan kolonial dalam kesetaraan dan solidaritas.
Tulisan-tulisannya inilah yang kemudian membuat Mas Marco
ditangkap dan dibuang oleh pemerintah kolonial ke Boven-Digoel,
Papua, pada tahun 1926. Mas Marco kemudian meninggal di sana pada
tahun 1932 karena malaria.

Soewarsih Djojopoespito: Manusia Bebas


Soewarsih merupakan pengarang perempuan yang menulis novel
“Manusia Bebas” pada tahun 1940. Novel tersebut diterbitkan dalam
bahasa Belanda dengan judul “Buiten het Gareel” yang berarti “Di
Luar Kekang”.
Novel ini berkisah mengenai para pendiri dan guru “sekolah liar” yang
tak pernah putus asa walau hidup serba kekurangan dan tak pernah
mengenal takut sekalipun diawasi dan diancam ditangkap pemerintah
kolonial Hindia Belanda. Sekolah liar pada masa penjajahan Belanda
adalah sekolah-sekolah swasta yang didirikan oleh para tokoh
pendidikan Indonesia untuk memajukan pendidikan bagi masyarakat
pribumi
4. Respon Bangsa Indonesia terhadap Kolonialisme dan Imperialisme
dalam Bidang Pendidikan

Di bidang pendidikan, Pemerintah Kolonial berhasil memanfaatkan rakyat


kita untuk dijadikan pegawai administrasi yang terdidik, terampil, tapi
dihargai murah. Secara pendidikan formal, Belanda menyusun kurikulum
pengajarannya sendiri sampai abad ke-19. Makanya, ada kecenderungan
politik dan kebudayaan yang dimasukkan melalui pendidikan.
Masalahnya, akses untuk pendidikan ini dibatasi oleh mereka. Belanda
lagi-lagi membuat sekat dan kasta. Karena mereka takut kalau rakyat kita
terlalu pintar, kita bisa bersatu untuk menggulingkan kekuasaan mereka.
Makanya, hanya orang-orang “berada” yang bisa masuk. Seperti keturunan
raja, bangsawan, dan pengusaha kaya
Lama-kelamaan, hal ini membuat sebagian kalangan menjadi geram.
Alhasil, mulai bermunculan akademisi yang mementingkan pendidikan di
Indonesia. Mulai dari bedirinya Budi Utomo. Masuknya pendiidikan
berbasis agama seperti Muhammadiyah. Dan, tentu saja, lewat bapak
pendidikan kita, Ki Hajar Dewantara.
Gimana, Squad, ternyata cukup banyak ya dampak imperialisme dan
kolonialisme terhadap bangsa indonesia. Baik di bidang politik, sosial
budaya, ekonomi, dan pendidikan. Meskipun terkesan banyak yang
negatif, tetapi keberadaan mereka memicu semangat kita untuk tetap maju
di bidang-bidang tadi

a) Indonesische Nederlandse School Kayu Tanam

Indonesische Nederlandse School adalah suatu lembaga pendidikan


menengah swasta yang didirikan pada tanggal 31 Oktober 1926, di
Kayu Tanam. Sekolah ini didirikan di atas lahan seluas 18 hektare.
Pendirinya adalah Mohammad Syafei, seorang pendidik Nasional
yang di percaya menjadi Mentri Pendidikan dan Kebudayaan
Indonesia yang ketiga setelah Ki Hajar Dewantara dan Todung Sultan
Gunung Mulia.

Setelah lulus sekolah raja ( sekolah guru ) di Bukittinggi, Sumatra


Barat, Syfei merantau ke Batavia dan mengajar di sekolah Kartini
selama enam tahun. Pada tanggal 3 Mei 1922, Syafei berangkat ke
Belanda untuk memperdalam ilmu musik, menggambar, sandiwara,
serta pendidikan dan keguruan. Dan pada tahun 1925, ia kembali ke
Sumatra Barat dan pada tanggal 31 Oktober 1926 ia merintis sebuah
sekolah yang diberi nama Indonesische Nederlandse School Kayu
Tanam.

Visi pendidikanMoh. Syafei dapat diringkas dalam tiga kata atau 3H,
yaitu head, heart, dan hand.
1. Head artinya sekolah memfasilitas peserta didik agar mampu berpikir
secara rasional
2. Heart artinya sekolah memfasilitas peserta didik menjadi pribadi –
pribadi yang berkarakter mulia. Karakter mulia tersebut terwujud
dalam sikap cinta tanah air, dan bertanggung jawab atas kondisi
bangsa yang terpuruk akibat penjajahan
3. Hand artinya sekolah memfasilitas peserta didik agar pada akhirnya
mereka memiliki keterampilan yang nyata sesuai dengan bakat yang
dikaruniakan Tuhan pada tiap – tiap orang. Tujuannya agar tiap – tiap
insan indonesia tidak bergantung pada orang lain, seperti penjajahan,
tetapi hidup mandiri di atas kakinya sendiri.

b) Taman Siswa
Taman siswa merupakan salah satu organisasi pergerakan dengan fokus
kegiatan dalam bidang pendidikan. Taman siswa didirikan oleh Ki Hajar
Dewantara pada tanggal 3 Juli 1922 di Yogyakarta. Organisasi ini
meyakini pendidikan sebagai sarana yang efektif untuk mewujudkan
perubahan sosial dan dapat menjadi resep unggulan untuk memajukan
bangsa. Ki Hajar Dewantara menerapkan tiga konsep pengajaran dalam
kegiatan pendidikan di Taman Siswa, yaitu :
1. Ing ngarso sung tulodo, artinya para guru yang memiliki tanggung
jawab memberikan pendidikan, harus dapat memberi contoh dengan
sikap dan perilaku yang baik, sehingga dapat menjadi teladan bagi
siswanya.
2. Ing madyo mangun karsa, artinya guru harus dapat memberi motivasi
yang baik bagi siswanya, memberikan bimbingan yang terus menerus
agar siswa dapat berkembang sesuai dengan bakat dan minatnya
3. Tut wuri handayani, artinya guru wajib membimbing siswa untuk
dapat menggali sendiri pengetahuannya, menemukan makna dari
pengetahuan yang diperolehnya sehingga pengetahuan itu dapat
berguna bagi kehidupannya.
Perjuangan Taman Siswa bukan tidak mengalami hambatan karena
Belanda mengeluarkan aturan, yaitu akan menutup semua sekolah –
sekolah liar. Namun Ki Hajar Dewantara berjuang agar sekolah Taman
Siswa tidak dibubarkan. Perjuangan yang panjang itu akhirnya
menghasikan buah yang manis. Pada tahun 1935 Belanda mencabut
undang – undang ( ordonasi ) tentang sekolah liar. Atas jasa dan
perjuangannya mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia menuju
kemerdekaan, hari kelahiran Ki Hajar Dewantara diperingati sebagai Hari
Pendidikan Nasional ( tanggal 2 Mei )
TUGAS MAKALAH
RESPON BANGSA INDONESIA TERHADAP
KOLONIALISME DAN IMPERIALISME

Nama Kelompok:

1. FATMA NUR AMALIA


2. DELA ALHSUNA
3. SULISTIA RAHMA SUCI
4. SIRI RAHMA
5. AHMAD KADAVI
6. GILANG RAMADHAN

Kelas: XI IPS.3

PEMERINTAH PROVINSI LAMPUNG


DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
SMA NEGERI 1 BUKITKEMUNING

Anda mungkin juga menyukai