berbagai perlawanan lokal. Salah satu kebijakan yang memicu perlawanan lokal adalah
monopoli perdagangan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial. Kehadiran Portugis kemudian
membawa pengaruh terhadap bidang ekonomi dan politik pada kerajaan-kerajaan yang ada di
wilayah Nusantara. Pada tahun 1511 Portugis menguasai Malaka dibawah pimpinan Alfonso de
Alburquerquen dan ingin memonopoli perdagangan di Nusantara. Meskipun demikian Portugis
tidak dapat memonopoli sepenuhnya perdagangan di kawasan Asia. Hal ini disebabkan oleh
beberapa faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Pada tahun 1512 Portugis terlibat
perjanjian dagang dengan Kerajaan Sunda atau Pajajaran yang merupakan kerajaan bercorak
agama Hindu. Bagi Kerajaan Pajajaran kerjasama ini bertujuan memperkuat posisinya jika
sewaktu-waktu diserang oleh kerajaan lain. Bagi Portugis kerjasama ini sangat menguntungkan
karena Portugis mendapatkan keuntungan besar dari perdagangan lada di Pajajaran.
Persekutuan Portugis Pajajaran mencemaskan kerajaan-kerajaan Islam diwilayah Jawa,
terutama Kesultanan Demak. Kesultanan Demak khawatir Portugis akan menguasai Jawa,
kemudian Demak melakukan penyerangan terhadap Pajajaran pada tahun 1526 dan 1527. Pada
perkembangan berikutnya Portugis kemudian memperluas ekspansinya ke wilayah Maluku
pada tahun 1512. Kehadiran Portugis di Maluku mendapatkan perlawanan dari Kesultanan
Ternate. Pengaruh Portugis yang kedua adalah menyebarkan agama Kristen (Katolik) oleh
misionaris Portugis di tengah komunitas islam di Maluku menjadi pemicu perlawanan oleh
Ternate, Tidore dan Demak. Penyebaran agama Kristen ditentang oleh Demak dan Ternate yang
merupakan kerajaan yang mamiliki ajaran agama islam yang sangat kuat. Masyarakat Ternate
yang awalnya bersekutu dengan Potrugis kemudian berubah menjadi melakukan perlawanan,
setelah mereka menyadari adanya misi keagamaan yang dibawah oleh Portugis.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan perlawanan rakyat Indonesia terhadap VOC
dan pemerintah Belanda. Faktor tersebut diantaranya karena eksploitasi sumber daya alam dan
adanya eksploitasi sumber daya manusia, eksploitasi tersebut dilakukan untuk menumpuk
kekayaan dan menciptakan kemakmuran Belanda. Bagi rakyat Indonesia penjajahan Belanda
justru menimbulkan penderitaan yang luar biasa. Ada beberapa faktor yang menyebabkan
rakyat Indonesia melakukan perlawanan , faktor pertama yaitu karena monopoli perdagangan
rempah-rempah, VOC (Belanda) menetukan harga dan jumlah produk petani dengan cara
memonopoli. Sebagai bagian dari kebijakan itu maka VOC menerapkan kebijakan Ekstirpasi.
Kebijakan Ekstirpasi adalah menebang kelebihan jumlah tanaman agar produksinya tidak
berlebihan dan harga tetap stabil. Kemudian yang kedua Pelayaran Hongi yaitu kegiatan
pelayaran yang dilakukan untuk mengawasi perdagangan VOC dari penyelundupan. Dampak
kebijakan ekstripasi adalah runtuhnya martabat para raja-raja pribumi, raja-rajapun diasingkan
akibat menolak kebijakan VOC dan kerajaanya bahkan dipecah belah. Perlawanan lain yang
pernah dilakukan yaitu di daerah Banda pada tahun 1609 dan 1621. Adapula serangan dari
Sultan Agung terhadap VOC di Jepara pada tahun 1618 dan Batavia pada tahun 1628 dan 1629.
Sedamgkan di Makassar perlawananya dipimpin oleh Sultan Hasanudin yaitu pada tahun 1665.
Faktor kedua yaitu campur tangan terhadap masalah internal kerajaan yang bertujuan untuk
melakukan monopoli perdagangan . Intervensi dilakukan ketika terjadi perebutan tahta di
dalam istana. Dalam hal itu kemudian VOC berupaya memperuncing masalah dan melakukan
politik pecah belah yaitu Devide et Impera dengan memihak salah satu kubu yang bersedia
untuk bekerjasama dengannya. Bentuk kerjasamanya yaitu dapat berupa mengakui kebijakan
monopoli, mengizinkan VOC untuk menguasai sebagian wilayah kerajaan atau menyerahkan
kedaulatan kepada VOC seperti di Surakarta pada tahun 1749. Faktor ketiga yaitu ekspansi
wilayah demi melancarkan kebijakan pintu terbuka yang diterapkan pada tahun 1870. Faktor
yang keempat yaitu arogansi belanda terhadap kerajaan pribumi sehingga menimbulkan perang
terhadap Belanda. Bahkan Belanda kerap memperlakukan para bangsawan dan raja pribumi
sebagai bawahannya. Faktor kelima yaitu praktik diskriminasi terhadap penduduk pribumi.
Faktor keenam disebabkan oleh penderitaan rakyat akibat sistem tanam paksa, kebijakan pintu
terbuka serta politik etis. Rakyat Nusantara sangat mendrita dan sengsara akibat perlakuan
pemerintahan kolonial.
Pada saat bangsa Eropa menguasai Nusantara mereka harus berhadapan dengan
penguasa lokal yaitu kerajaan-kerajaan lokal yang tersebar diwilayah Indonesia. Para penguasa
lokal ini telah memiliki sistem politik dan ekonomi sendiri serta memiliki kedaulatan. Ketika
kebijakan bangsa penjajah melukai rasa keadilan dan menimbulkan rasa penderitaan bagi
rakyat di kerajaan-kerajaan ini maka muncullah perlawanan. Semangat perlawanan ini
merupakan bentuk nasionalisme yang paling awal, yang merupakan pondasi awal lahirnya
kesadaran nasional di Indonesia. Ciri-ciri perlawanan yang lahir sebelum kesadaran nasional
yaitu bersifat lokal, bergantung pada seorang tokoh yang kharismatik, perlawanan bersifat fisik
dan mudah dipecah-belah.
Pada awalnya Portugis menjadi sekutu terdekat Ternate seiring berjalannya waktu,
Ternate melakukan perlawanan terhadap Portugis. Perlawanan kesultanan Ternate terhadap
Portugis didorong oleh tindakan bangsa Portugis yang sewenang-wenang dan merugikan rakyat
Ternate. Perlawanan rakyat Ternate disebabkan oleh beberapa hal yaitu Portugis melakukan
monopoli perdagangan , Portugis ikut campur tangan dalam pemerintahan dan Portugis ingin
menyebarkan agama Katolik yang bertentangan dengan agama yang dianut oleh masyarakat
Ternate yaitu agamanya Islam. Pada tahun 1565 Ternate melakukan perlawanan terhadap
Portugis yang dipimpin oleh Raja Ternate yang sangat gigih yaitu Sultan Hairun yang bersift
sangat anti Portugis. Untuk menghentikan perlawanan Ternate maka Portugis berusaha
menangkap sultan Hairun, namun rakyat bangkit untuk melawan Portugis dan berhasil
membebaskan Sultan Hairun dan tawanan lainnya. Dibawah pimpinan Sultan Hairun, rakyat
Ternate melakukan perlawanan dengan menyerang dan membakar benteng-benteng milik
Portugis. Pada tahun 1570 Portugis menawarkan tipu perdamaian kepada rakyat Ternate, de
Mosquito (utusan Portugis) mengundang sultan Hairun untuk menghadiri pesta perdamaian di
benteng. Sultan Hairun menghadiri pesta tersebut dan dibunuh oleh kaki tangan Portugis.
Sultan Baabullah adalah anak dari Sultan Hairun yang melanjutkan perlawanan ayahnya kepada
Portugis. Sultan Baabullah dan pasukannya memusatkan penyerangan untuk mengepung
benteng Portugis di Ternate. Lima tahun lamanya Portugis mampu bertahan didalam benteng,
hingga akhirnya kemudian Portugis menyerah pada tahun 1575 karena kehabisan bekal.
Portugis melarikan diri ke Timor Timur dan menetap sampai tahun 1975.
Banten merupakan salah satu kesultanan yang memiliki potensi geogrsfis dan alam yang
sangat strategis, Banten terletk di ujung pulau Jawa dan dekat selat Sunda, pelabuhan Banten