Anda di halaman 1dari 14

KEBIJAKAN

PEMERINTAH
KOLONIAL YANG
MEMICU
PERLAWANAN LOKAL

PORTUGIS

BELANDA

A.KEBIJAKAN PEMERINTAH
PORTUGIS
1. Monopoli Perdagangan Rempah-rempah
Pada
tahun
1511
bangsa
Portugis
berhasil
menaklukan Malaka di bawah pimpinan Agonso de
Albuquerque. Meskipun demikian, orang-orang Portugis
tidak dapat memonopoli sepenuhnya perdagangan di
wilayah Asia yang berpusat di tempat tersebut, serta
mereka bertahan hanya sampai bulan November tahun
1511 di Malaka.
Ada beberapa faktor internal dan faktor eksternal
terhadap gagalnya praktik monopoli perdagangan
Portugis di Malaka. Faktor internal berupa kekurangan
dana, keterbatasan personil atau prajurit, serta
perilaku koruptif pejabat-pejabat bangsa Portugis.
Sedangkan faktor eksternal berupa perlawanan yang
dilakukan oleh Kesultana Johor dan Kesultanan Aceh.

Pada tahun 1512, Portugis melakukan ekspedisi


penyelidikan sumber rempah-rempah ke wilayah Hindia
timur, yaitu Maluku. Pada tahun yang sama pula,
mereka terlibat dalam upaya menjalin persekutuan
dengan Kerajaan Padjajaran atau Kerajaan Sunda.
Tujuan utama
Kerajaan Padjajaran sesungguhnya
adalah
mendapatkan
perlindungan
Portugis
dari
ancaman ekspansi oleh Kerajaan Demak. Sebagai
gantinya, Kerajaan Padjajaran memberi kekuasaan
kepada Portugis untuk memonopoli perdagangan lada
di wilayahnya, terutama di Pelabuhan Sunda Kelapa.
Pelabuhan Sunda Kelapa yang dikuasai oleh Kerajaan
Padjajaran dan Kerajaan Demak merupakan pusat
perdagangan lada yang sangat ramai di Jawa.

Ancaman praktik monopoli serta ambisi Portugis


memperluas pengaruh dan hegemoni di Jawa membuat
Kesultanan Demak malakukan serangan preventif ke
Malaka pada tahun 1512 dan 1513 dan ke Sunda Kelapa
pada tahun 1526 dan 1527. Serangan ke Malaka gagal,
namun serangan ke wilayah kekuasaan Padjajaran yaitu
Sunda Kelapa, berhasil mencegah ekspansi Portugis.
Kehadiran Portugis di Maluku juga mendapatkan
perlawanan dari
rakyat dan Kesultanan Ternate.
Kesultanan Ternate menganggap kebijakan monopoli
bertentangan dengan praktik perdagangan yang telah
berabad-abad berlangsung di bumi Nusantara di antara
kerajaan-kerajaan lokal serta antara kerajaan lokal
dengan saudagar-saudagar Arab, Cina, Jawa, dan
Melayu.

2. Penyebaran Agama Kristen


Salah satu hipotesis menyatakan, kalau agama
menjadi salah satu pemicu terjadinya perlawananperlawanan. Sementara hipotesis lainnya menyatakan,
Ternate baru menyadari adanya misi keagamaan
Portugis dalam perjalanan waktu.
Alasan yang sama kiranya juga memicu serangan
Demak ke Malaka pada tahun 1513 dan kemudian ke
Sunda Kelapa pada tahun 1526 dan 1527. Maka, selain
karena alasan ekonomi, serangan Demak ke Malaka
dankemudian ke Sunda Kelapa juga dilatarbelakangi
oleh kekhawatiran Demak bahwa Portugis akan
menghambat penyebaran agama lslam di seluruh pulau
Jawa.

B. KEBIJAKAN VOC DAN


PEMERINTAH KOLONIAL BELANDA
1. Monopoli perdagangan rempah-rempah
Harga dan jumlah produk-produk petani di seperti
rempah-rempah di tentukan oleh Belanda (VOC). untuk
mendukung hal tersebut, VOC menerapkan kebijakan
ekstirpasi dan Pelayaran Hongi. Hal ini sangat merugikan
rakyat,
terutama
di
Maluku.
Dampaknya
adalah
runtuhnya wibawa dan martabat raja-raja pribumi karena
wilayahnya dikuasai, raja-rajanya diasingkan akibat
menolak kebijakan VOC, dan kerajaannya di pecah-belah.
Hal tersebut memicu perlawanan rakyat Banda terhadap
VOC pada tahun 1609 dan 1621, serangan Sultan Agung
ke sasara-sasaran VOC di Jepara pada tahun 1618 dan
Batavia pada tahun 1628 dan 1629, perlaanan Sultan
Hasanuddin dari Makasar pada tahun 1665, serta
perlawana Pattimura di Maluku pada tahun 1817.

Setalah era VOC, pemerintahan Hindia-Belanda


melancarkan serangan terhadap Kesultanan Aceh serta
memihak Kerajaan Pagaruyung di Sumatra barat. Di
Aceh, Belanda bermaksud mengendalikan jalur-jalur
perdagangan di Semenanjung dan Selat Malaya
(penghubung Cina-lndia). Sementara itu, dengan ikut
campur tangan masalah internal masyarakat Sumatera
Barat,
Belanda
berharap
dapat
memonopoli
perdagangan kopi serta menguasai pertambangan batu
bara di wilayah tersebut.

2. Campur tangan terhadap masalah internal kerajaan


Ini merupakan bagian dari upaya melancarkan
monopoli perdagangan. Intervensi umumnya terjadi
ketika terjadi perebutan takhta di dalam istana. Selain
itu, campur tangan VOC juga tampak dalam hal
penentuan kebijakan ekonomi-politik kerajaan. Namun,
bentuk intervensi yang paling dominan pada masa VOC
adalah dalam kasus perebutan takhta.
Perlawanan yang ditimbulkan misalnya adalah
perlawanan Kesultanan Palembang pada tahun 1819
dan perlawanan Kesultanan Banjar pada tahun 18591905.

3. Ekspansi wilayah demi melancarkan kebijakan Pintu


Terbuka
Sejak kebijakan ini diberlakukan pada tahun 1870,
Belanda gencar melakukan ekspansi ke wilayah-wilayah
kerajaan-kerajaan
yang
belum
merdeka.
Wilayah
tersebut di antaranya adalah Tapanuli yang menjadi
wilayah kekuasaan Kerajaan Batak dan Kalimantan
bagian selatan yang menjadi wilayah kekuasaan
Kerajaan Banjar. Kekuasaan tersebut dimaksudkan
untuk dijadikan lahan bagi perkebunan-perkebunan
besar swasta asing serta memudahkan eksplotasi
bahan-bahan mineral.
Ekspansi ini mendapat perlawanan sengit dari
Kerajaan Batak dan Kesultanan Aceh.

4. Arogansi Belanda terhadap kerajaan pribumi


Perang terhadap Belanda juga dilancarkan karena
arogansi serta kesewenang-wenangannya terhadap
para bangsawan dan raja-raja pribumi. Belanda kerap
memperlakukan para bangsawan dan raja pribumi
sebagai bawahan. Adat istiadat, kebiasaan, aturan,
serta privilise mereka tidak dihormati oleh Belanda. Hal
itu juga yang sekiranya ikut melatarbelakangi Perang
Diponegoro pada tahun 1825-1930 dan perlawanan
kerajaan-kerajaan di Bali pada tahun 1846-1849.

5. Adanya praktik diskriminasi terhadap penduduk


pribumi
Pada masa kolonial, penduduk lndonesia dibedakan
berdasarkan ras, dan status sosialnya. Tingkatan
penduduk di lndonesia pada masa kependudukan
Belanda :
Golongan Eropa (Belanda, lnggris, Belgia, Swiss,
Perancis) dan Amerika
Orang-orang lndo (keturunan campuran pribumi dan
Eropa)
Orang-orang keturunan Timur Asing (Cina, lndia, dan
Arab)
Orang-orang pribumi (lndonesia) atau inlander

Pembagian penduduk berdasarkan golongan ini


memiliki konsekuensi tertentu baik dalam bidang
sosial, hukum, ekonomi, maupun politik. Golongan
Eropa mendapat perlakuan istimewa dalam bidang
sosial, hukum, ekonomi, dan politik.
Sementara itu, golongan Timur Asing diberi perlakuan
khusus oleh Balanda dalam bentuk keleluasaan dalam
bidang perdagangan.
Golongan pribumi masih dibedakan lagi berdasarkan
aspek keturunan, pekerjaan, dan pendidikan.

6. Penderitaan rakyat akibat sistem Tanam Paksa,


kebijakan Pintu Terbuka, serta Politik Etis
Ujung tombak dari setiap perlawanan yang dimotori
oleh para raja dan bangsawan itu adalah rakyat
Nusantara. Merekalah yang paling merasakan dampak
negatif dari berbagai kebijakan Belanda itu : monopoli
perdagangan, pajak, Tanam Paksa, kebijakan Pintu
Terbuka, dan Politik Etis. Kebijakan Tanam Paksa,
misalnya, menjadi penyebab terjadinya kelaparan
hebat di Corebon (Jawa Barat) pada tahun 1843 dan di
Jawa Tengah, seperti di daerah Grobogan, antara tahun
1848-1850.

Anda mungkin juga menyukai