Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang

Portugis berhasil memasuki Kepulauan Maluku pada tahun 1521. Mereka


memusatkan aktivitasnya di Ternate. Pada tanggal 8 november 1521 Carvalhinho
dan Goncalo Gomes (Spanyol)  tiba di maluku. Mereka memasuki pelabuhan
Tidore dan di terima dengan baik oleh masyarakat disana.
Mulai saat itu hubungan Portugis di maluku mulai berkembang. Antonio de
Brito mendirikan bentng di Ternate yang dinamai Siant John pada tahun 1522.
Yang memerintah di Ternate adalah Kaitjil Darus yang memiliki raja yang masih
di bawah umur yang bernama Boleife. Permusuhan antara Portugis dengan Tidore
di mulai ketika Antonio de Brito mendengar kabar tentang kedatangan jungjung
dari Banda yang hendak membeli cengkeh. Portugis menganggap hal ini sebagai
saingan perdagangan. Sehingga Antonio mengirim galai untuk
menghancurkannya. Tetapi galai tenggelam dekat Tidore. Orang Tidore kemudian
memenggal kepala 16-17 orang portugis. Hal ini menyebebkan dimulainya perang
melawan Tidore. Perang antara Portugis dengan Tidore berlangsung untuk
beberapa waktu, dimana Tidore mendapat bantuan dari Spanyol yang datang lewat
Amerika selatan. Dengan demikian dalam perang terdapat di satu pihak Tidore
yang di bantu orang-orang Spanyol dan di pihak lain Portugis di bantu oleh
Ternate. Orang Portugis dapat mempertahankan kedudukannya di Ternate untuk
beberapa waktu.
Pada tahun 1529 Dom Jorge de Meneses dengan sekutu-sekutunya Ternate
dan Bacan menyerbu Tidore dan mengalahkan Tidore dan orang kastlia
(Spanyol).
Sementara itu untuk menyelesaikan persaingan antara Portugis dan Spanyol
dilaksanakan perjanjian damai, yakni Perjanjian Saragosa pada tahun 1534.
Dengan adanya Perjanjian Saragosa kedudukan Portugis di Maluku semakin kuat.
Portugis semakin berkuasa untuk memaksakan kehendaknya melakukan monopoli
perdagangan rempah-rempah di Maluku.

1
Dengan kemenangan ini Portugis menjadi semakin sombong dan sering
berlaku kasar terhadap penduduk Maluku. Hal ini menimblkan pemberontakan,
sehingga Ternate yang dulunya merupakan sekutu kini memusuhi portugis dan
meminta dari irian sampai jawa untuk mengusir portugis dari Ternate. Orang-
orang ternate mulai membakar benteng portugis di Ternate. Mereka menempatkan
kembali Dajalo ke tahta kerajaan dan membentuk pertahanan yang kuat melawan
portugis.
Seluruh maluku boleh di katakan bangun melawan portugis. Mereka
merampas kapal milik portugis, membunuh dan melukai orang portugis dan
budak-budaknya. Mereka-pun berhasil merampas senjata-senjata milik portugis.
Kekalahan-kekalahan yang dialami Tritoa Altaida (Portugis) menyebabkan harus
meminta bantuan kembali ke Maluku dimana Antonio Galvao sedang menderita
sakit waktu itu. Ketika Antonio Galvao mendengar kabar tentang keadaan di
maluku yang sanagt gawat bagi keadaan portugis ia menyiapkan dua buah kapal
yang kuat, senjata yang banyak, dan bahan peledak. Di samping itu atas biaya
sendiri Galvao memperlengkapi suatu kapal untuk memuat banyak orang dan
perlengkapan. Ia pun berangkat tanpa persetujuan kapitan Malaka.
Pada tanggal 27 oktober 1556 Antonio Galvao tiba di maluku, mendapati
benteng portugis dalam keadaan sanagt menyedihkan. Meskipun Galvao
menderita sakit ia mempersiapkan diri untuk berperang. Orang portugis di Ternate
sangat khawatir akan keamanan mereka, karena merasa Tidore dengan sekutunya
sangat kuat.
Oleh sebab itu, mereka mengkehendaki bantuan dari India atau tidak
melakukan perang terbuka melainkan bergerilya. Pihak Maluku mempersiapakan
diri dengan sejumlah besar pasukan, senjata api, meriam yang berjumlah antara
500-600 buah. Untuk melindungi badannya orang-orang Maluku memakai lapisan
kulit, baju zirah, jas jas dari lempeng tembaga, topi baja, pedang, tombak dan
perisai. Senjata tersebut adalah hasil rampasan senjata dari orang portugis atau
yang di beri orang Spanyol.
Disamping senjata Eropa mreka juga mempunyai senjata pribumi.
Kemudian Galvao membawa armadanya ke depan kota tidore, dan disana

2
mengatakan bahwa ia datang bukan untuk berperang. Tetapi orang Tidore yang
sudah siap berperang tidak mau begitu saja mempercayainya. Orang-orang tidore
mulai menembak armadanya.
Tetapi atas perintah Galvao portugis harus mematikan lampu pada malam
hari dan tidak membalas tembakan. Pada malam berikutnya Galvao
memberanikan diri mendarat di Tidore. Pada suatu ketika ia berhadapan dengan
Dajalo raja Ternate yang memusuhi portugis. Dajalo bersenjata lengkap dan
memakai baju zirah. Tapi sial bagi Dajalo ia dapat dikalahkan dalam suatu duel
pedang, sehingga Galvao berhasil memasuki benteng Tidore. Dan dari sini Galvao
berhasil merebut koat.
 
Meskipun telah mengalami kekalahan, Tidore masih mencoba melakukan
perlawanan dengan penyerbuan di laut denagn kora-kora. Tetapi ternyata kora-
kora bukan tandingan bagi kapal-kapal portugis.
Tidak lama kemudian raja Maluku menginsafi bahwa Galvao benar-benar
tidak dapat mereka kalahkan. Akan tetapi setelah Galvao berkuasa di maluku
(1536-1540) daerah itu kembali menjadi korban pegawai-pegawai portugis yang
membuat rakyat sengsara dan tertindas. Akibatnya rakyat Ternate di bawah
pimpinan Sultan Kairun bangkit memberontak terhadap kesewenang-wenangan
portugis. Serangan terhadap benteng portugis terus di lancarkan terutama pada
tahun 1565. Rakyat ternate makin marah setelah sultannya yaitu Khairun ditipu
dan diam-diam di bunuh dengan dalih untuk berunding pada tahun 1570.
Pimpinan perlawanan di ambil alih Babullah sehingga benteng-benteng portugis
dapat di duduki.
Pada tanggal 28 desember 1577 rakyat Ternate berhasil mengusir portugis dari
negerinya. Orang-orang portugis pindah dekat Tahula, tidak beberapa jauh dari
tidore.
Pada tanggal 15 nopember 1582 portugis dan Spanyol di satukan di bawah
Raja Felipe II, dan raja ini menyuruh Gubrnur Jendral Spanyol yang
berkedudukan di Filipna untuk memberi bantun pada orang-orang Portugis di
maluku. Orang Spanyol mencoba merebut Ternate kembali, akan tetapi tidak

3
berhasil, karena tidak lama orang-orang Belanda mulai muncul di praiarn maluku
di mana Steven van der Haghen merebut benteng Portugis di Ambonia pada
tanggal 23 februari 1605.
Pada tahun 1605 orang Belanda kembali dan mereka mendapat bantuan
dari Ternate yang membenci Spanyol yang telah membawa Sultan sebagai
sandera. Dengan bantuan Ternate orang Beanda kembali menduduki Ternate dan
mendirikan benteng-benteng disana. Mereka mulai menyerang orang Spanyol di
Tidore. Belanda kemudian berhasil merebut Makin dan Motir dari Spanyol, dan
mendirikan benteng di tempat ini. Tahun 1624-1639 sering terjadi perang Belanda
dengan Spanyol di mana pihak Spanyol mengalami kekalahan. Ahirnya kekuasaan
Portugis dan Spanyol di maluku berakhir dan di gantikan oleh Belanda. Orang-
orang Portugis kemudian melarikan diri dan menetap di Ambon sampai tahun
1605. Tahun itu Portugis dapat diusir oleh VOC dari Ambon dan kemudian
menetap di Timor Timur.
Serangkaian rakyat terus terjadi terhadap Portugis maupun VOC yang
melakukan tindakan kejam dan sewenang-wenang kepada rakyat. Misalnya pada
periode tahun 1635-1646 terjadi serangan sporadis dari rakyat Hitu yang dipimpin
oleh Kakiali dan Telukabesi. Perlawanan rakyat ini juga meluas ke Ambon. Tahun
1650 perlawanan rakyat juga terjadi di Ternate yang dipimpin oleh Kecili Said.
Sementara perlawanan secara gerilya terjadi seperti di Jailolo. Namun berbagai
serangan itu selalu dapat dipatahkan oleh kekuatan VOC yang memiliki peralatan
senjata lebih lengkap. Rakyat terus mengalami penderitaan akibat kebijakan
monopoli rempah-rempah yang disertai dengan Pelayaran Hongi.
Pada tahun 1680, VOC memaksakan sebuah perjanjian baru dengan
penguasa Tidore. Kerajaan Tidore yang semula sebagai sekutu turun statusnya
menjadi vassal VOC, dan sebagai penguasa yang baru diangkatlah Putra Alam
sebagai Sultan Tidore (menurut tradisi kerajaan Tidore yang berhak sebagai sultan
semestinya adalah Pangeran Nuku).
Penempatan Tidore sebagai vassal atau daerah kekuasaan VOC telah
menimbulkan protes keras dari Pangeran Nuku. Akhirnya Nuku memimpin
perlawanan rakyat. Timbullah perang hebat antara rakyat Maluku di bawah

4
pimpinan Pangeran Nuku melawan kekuatan kompeni Belanda (tentara VOC).
Sultan Nuku mendapat dukungan rakyat Papua di bawah pimpinan Raja Ampat
dan juga orang-orang Gamrange dari Halmahera. Oleh para pengikutnya,
Pangeran Nuku diangkat sebagai sultan dengan gelar Tuan Sultan Amir
Muhammad Syafiudin Syah. Sultan Nuku juga berhasil meyakinkan Sultan Aharal
dan Pangeran Ibrahim dari Ternate untuk bersama-sama melawan VOC. Bahkan
dalam perlawanan ini Inggris juga memberi dukungan terhadap Sultan Nuku.
Belanda kewalahan dan tidak mampu membendung ambisi Nuku untuk lepas dari
dominasi Belanda. Sultan Nuku berhasil mengembangkan pemerintahan yang
berdaulat melepaskan diri dari dominasi Belanda di Tidore sampai akhir hayatnya
(tahun 1805).
Belanda juga merebut benteng Tidore. Karena di jaga oleh sekelompok
kecil tentara belanda, benteng Tidore berhasil di serbu Spanyol pada tahun 1606
di bawah pimpinan Acuna. Benteng Gamulamu di rebut Spanyol, raja Ternate
Sahid Barkat di paksa menyerahkan semua benteng dari sekutsekutunya dan
melepaskan semua tawanan Kriten dan orang-orang jajahan Spanyol. Dan Sultan
dan beberapa putranya di angkut ke Mnali untuk di jadikan sandera. ( Nugroho
Notosusanto, 62 : 1992)

Sampai dengan abad 18 penetrasi kekuasaan Belanda semakin besar dan


meluas, bukan hanya dalam bidang ekonomi dan politik saja namun juga meluas
ke bidang-bidang lainnya seperti kebudayaan dan agama. Penetrasi dan dominasi
yang semakin besar dan meluas terhadap kehidupan bangsa Indonesia
menyebabkan terjadinya berbagai peristiwa perlawanan dan perang melawan
penindasan dan penjajahan bangsa Eropa. Tindakan sewenang-wenang dan
penindasan yang dilakukan oleh penguasa kolonial Eropa telah menimbulkan
kesengsaraan dan kepedihan bangsa Indonesia. Menghadapi tindakan penindasan
itu, rakyat Indonesia memberikan perlawanan yang sangat gigih. Perlawanan
mula-mula ditujukan kepada kekuasaan Portugis dan VOC.
Perlawanan yang dilakukan bangsa Indonesia tersebut di bagi ke dalam
dua periode, yaitu perlawanan sebelum tahun 1800 dan perlawanan sesudah tahun

5
1800. Pembagian waktu tersebut dilakukan untuk memudahkan pemahaman
mengenai sejarah perlawanan bangsa Indonesia terhadap Bangsa-Bangsa Barat
tersebut. Perlawanan sebelum tahun 1800, yaitu : Perlawanan Rakyat Mataram,
Perlawanan Rakyat Banten, Perlawanan Rakyat Makasar, Pemberontakan Untung
Surapati. Sedangkan perlawanan sesudah tahun 1800, yaitu : Perlawanan Sultan
Nuku(Tidore), Perlawanan Patimura, Perang Diponegoro,Perang Paderi, Perang
Aceh, Perang Bali, Perang Banjarmasin.
Proses penjajahan di Indonesia adalah proses perjuangan yang tidak akan
cukup tergambarkan dalam satu atau dua buku. Berbagai pristiwa yang pernah
dialami maupun berbagai peninggalan yang masih tersisa merupakan saksi yang
masih banyak menyimpan rahasiah yang mungkin belum mampu terungkap.

1.2  Rumusan Makalah

1. Apa yang melatar belakangi dalam prlawanan tersebut ?


2. Bagaimana strategi yang dilakukan di setiap daerah untuk melawan Belanda?
3. Siapa tokoh yang paling berperan dalam perlawanan tersebut?
4. Bagaimana proses dalam perlawanan tersebut ?
5. Bagaimana akhir dari perlawanan tersebut ?

1.2 Tujuan Makalah


1. Apa yang melatar belakangi dalam prlawanan tersebut ?
2. Bagaimana strategi yang dilakukan di setiap daerah untuk melawan
Belanda?
3. Siapa tokoh yang paling berperan dalam perlawanan tersebut?
4. Bagaimana proses dalam perlawanan tersebut ?
5. Bagaimana akhir dari perlawanan tersebut ?

6
BAB II
PEMBAHASAN

2.1.  Latar Belakang Terjadinya Perlawanan


Tidakan sewenang-wenang yang dilakukan VOC di Maluku kembali
dilanjutkan oleh pemerintah Kolonial Hindia Belanda setelah berkuasa kembali
pada tahun 1816 dengan berakhirnya pemerintah Inggris di Indonesia tahun 1811-
1816.
Berbagai tindakan yang dilakukan oleh pemerintah Kolonial Hindia Belanda
di bawah ini menyebabkan timbulnya perlawanan rakyat Maluku :

1. Penduduk wajib kerja paksa untuk kepentingan Belanda misalnya di


perkebunan-perkebunan dan membuat garam.
2. Penyerahan wajib berupa ikan asin, dendeng dan kopi.
3. Banyak guru dan pegawai pemerintah diberhentikan dan sekolah hanya
dibuka di kota-kota besar saja.
4. Jumlah pendeta dikurangi sehingga kegaitan menjalankan ibadah menjadi
terhalang.
5. Secara khusus yang menyebabkan kemarahan rakyat adalah penolakan
Residen Van den Berg terhadap tuntutan rakyat untuk membayar harga
perahu yang dipisah sesuai dengan harga sebenarnya.

Tahun 1817 rakyat Saparua mengadakan pertemuan dan menyepakati untuk


memilih Thomas Matulessy (Kapitan Pattimura) untuk memimpin perlawanan.
Keesokan harinya mereka berhasil merebut benteng Duurstede di Saparua
sehingga residen Van den Berg tewas. Selain Pattimura tokoh lainnya adalah
Paulus Tiahahu dan puterinya Christina Martha Tiahahu. Anthoni Reoak, Phillip
Lattumahina, Said
Perintah dan lain-lain. Perlawanan juga berkobar di pulau-pulau lain yaitu
Hitu, Nusalaut dan Haruku penduduk berusaha merebut benteng Zeeeland. Untuk
merebut kembali benteng Duurstede, pasukan Belanda didatangkan dari Ambon

7
dibawah pimpinan Mayor Beetjes namun pendaratannya digagalkan oleh
penduduk dan mayor Beetjes tewas. Pada bulan Nopember 1817 Belanda
mengerahkan tentara besar-besaran dan melakukan sergapan pada malam hari
Pattimura dan kawan-kawannya tertangkap. Mereka menjalani hukuman gantung
pada bulan Desember 1817 di Ambon. Paulus Tiahahu tertangkap dan menjalani
hukuman gantung di Nusalaut. Christina Martha Tiahahu dibuang ke pulau Jawa.
Selama perjalanan ia tutup mulut dan mogok makan yang menyebabkan sakit dan
meninggal dunia dalam pelayaran pada awal Januari tahun 1818.
Latar belakang timbulnya perlawanan Pattimura, di samping adanya
tekanan-tekanan yang berat di bidang ekonomi sejak kekuasaan VOC juga
dikarenakan hal sebagai berikut :

1. Sebab ekonomis, yakni adanya tindakan-tindakan pemerintah Belanda


yang memperberat kehidupan rakyat, seperti sistem penyerahan secara
paksa, kewajiban kerja blandong, penyerahan atap dan gaba-gaba,
penyerahan ikan asin, dendeng dan kopi. Selain itu, beredarnya uang
kertas yang menyebabkan rakyat Maluku tidak dapat menggunakannya
untuk keperluan sehari-hari karena belum terbiasa.

2. Sebab psikologis, yaitu adanya pemecatan guru-guru sekolah akibat


pengurangan sekolah dan gereja, serta pengiriman orang-orang Maluku
untuk dinas militer ke Batavia. Hal-hal tersebut di atas merupakan
tindakan penindasan pemerintah Belanda terhadap rakyat Maluku. 

2.2. Tokoh / Pemimpin Perang


Bangsa Portugis adalah bangsa Eropa pertama yang berhasil menguasai
Maluku pada tahun 1512, kemudian disusul oleh bangsa Spanyol. Lalu disusul
bangsa Inggris menguasai Maluku pada tahun 1811. Berdasarkan Convention of
London (1814), daerah Maluku diserahkan oleh Inggris kepada Belanda. Belanda
kemudian menerapkan praktek monopoli perdagangan di Maluku, dan melakukan
tindakan-tindakan lain yang sangat merugikan rakyat Maluku. Diantaranya

8
diadakan "pelayaran hongi" dan "ekstirpasi" yaitu aksi penebangan pohon pala
dan cengkeh yang melanggar aturan monopoli.
Akibat penderitaan yang dialami rakyat Maluku, maka timbullah reaksi
dan perlawanan rakyat Maluku pada tahun 1817 dibawah pimpinan Thomas
Matulessy atau lebih dikenal dengan nama Kapitan Pattimura, seorang bekas
sersan mayor pada dinas angkatan perang Inggris. Pattimura dibantu oleh
beberapa pejuang lainnya antara lain, Anthony Rhebok, Thomas Pattiwael dan
seorang pejuang putri Christina Martha Tiahahu.

2.3 Proses Perang


Serangan pertama terhadap Belanda dilancarkan pada malam hari tanggal 18
Mei 1817.Serangan ini berhasil dengan dibakarnya perahu-perahu pos di Porto
(pelabuhan). Keesokan harinya mereka menyerang Benteng Duurstede dan
berhasil merebutnya. Pada saat itu Residen Van Den Berg beserta keluarga dan
pengawalnya yang ada di benteng berhasil dibunuh.
Untuk membalas dan merebut kembali benteng Duurstede, Belanda
mendatangkan bala bantuan dari Ambon ke Haruku pada tanggal 19 Mei 1817.
Bantuan itu berkekuatan 200 orang prajurit dan dipimpin oleh seorang mayor.
Mereka memusatkan kekuatan di benteng Zeelandia.
Raja-raja di Maluku mengerahkan rakyatnya untuk menyerang benteng
Zeelandia. Belanda menerobos kepungan rakyat dan melanjutkan perjalanan ke
Saparua. Terjadi pertempuran sengit di Saparua. Banyak jatuh korban dipihak
tentara Belanda. Dengan demikian berhasillah pasukan Pattimura
mempertahankan benteng Duurstede.
Kemenangan yang gemilang ini menambah semangat juang rakyat Maluku,
sehingga perlawanan meluas ke daerah lain seperti Seram, Hitu dan lain-lain.
Perlawanan rakyat di Hitu, ditangani oleh Ulupaha (80 tahun). Karena
pengkhianatan terhadap bangsa sendiri, akhirnya Ulupaha terdesak dan tertangkap
oleh Belanda.
Pada bulan Juli 1817, Belanda mendatangkan bala bantuan berupa kapal
perang yang dilengkapi dengan meriam-meriam. Benteng Duurstede yang

9
dikuasai oleh Pattimura dihujani meriam-meriam yang ditembakkan dari laut.
Akhirnya benteng Duurstede berhasil direbut kembali oleh Belanda. Pasukan
Pattimura melanjutkan perjuangan dengan siasat perang gerilya.
Pada bulan Oktober 1817, Belanda mengerahkan pasukan besar-besaran
untuk menghadapi Pattimura. Sedikit demi sedikit pasukan Pattimura terdesak.
Akhirnya pada bulan November 1817, Belanda berhasil menangkap Pattimura,
Anthonie Rhebok dan Thomas Pattiwael.
Pada tanggal 16 Desember 1817, Kapitan Pattimura dan teman-teman
menjalani hukuman gantung di depan benteng Neuw Victoria di Ambon.
Sementara Kapitan Paulus Tiahahu ditembak mati dan putrinya Christina Martha
Tiahahu diasingkan ke Pulau Jawa pada tanggal 2 Januari 1818 dan meninggal
diatas kapal perang Eversten. Christina meninggal diusia 17 tahun. Jenazahnya
diluncurkan di Laut Banda.
Atas jasa-jasanya, Pemerintah memberi gelar Pahlawan Nasional kepada Kapitan
Pattimura an Christina Martha Tiahahu.

2.4  Akhir Perang


Di sebuah rumah di Siri Sori, Kapitan Pattimura berhasil ditangkap pasukan
Belanda. Bersama beberapa anggota pasukannya, dia dibawa ke Ambon. Di sana
beberapa kali dia dibujuk agar bersedia bekerjasama dengan pemerintah Belanda
namun selalu ditolaknya.
Akhirnya dia diadili di Pengadilan kolonial Belanda dan hukuman gantung
pun dijatuhkan kepadanya. Walaupun begitu, Belanda masih berharap Pattimura
masih mau berobah sikap dengan bersedia bekerjasama dengan Belanda. Satu hari
sebelum eksekusi hukuman gantung dilaksanakan, Pattimura masih terus dibujuk.
Tapi Pattimura menunjukkan kesejatian perjuangannya dengan tetap menolak
bujukan itu. Di depan benteng Victoria, Ambon pada tanggal 16 Mei 1817,
eksekusi pun dilakukan.

10
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Belanda tetap berusaha keras untuk menyelesaikan perang dalam waktu
singkat. pada bulan Oktober 1817, pasukan Belanda dikerahkan besar-besaran.
Pada suatu pertempuran pada bulan November 1817, Belanda dapat menangkap
Pattimura, Anthonie Rebok, Thomas Pattiwael, dan Raja Tiow. Beberapa hari
kemudian para pemimpin yang lain pun tertangkap.
Akhirnya pada bulan Desember 1817, perlawanan padam. Pada tanggal 16
Desember 1817 Pattimura dihukum gantung di Ambon. Kemudian para pemimpin
yang lain juga dihukum gantung.

3.2 Saran
Semoga dengan dibuatnya makalah ini, kita bisa mengetahui bagaimana
susahnya pejuang Indonesia zaman dahulu merebut NKRI, dari bertaruh harta
maupun nyawa. Janganlah melupakan jasa pahlawan yang telah gugur dalam
membela Indonesia dan semoga kita bisa mengambil nilai-nilai luhur dari mereka.

11
DAFTAR PUSTAKA

http://manabf.blogspot.com/2015/12/makalah-perang-maluku.html

https://vivaladupat.wordpress.com/2017/10/26/contoh/

https://www.seputarpengetahuan.co.id/2016/02/perlawanan-rakyat-maluku-
terhadap-voc-perlawanan-pattimura.html

12

Anda mungkin juga menyukai