Anda di halaman 1dari 6

MA LU K U AN GK AT SEN J ATA : PER SA IN GA N TER N ATE & TID OR E

BER U JU N G   PER SATU A N


Portugis berhasil memasuki Kepulauan Maluku pada tahun 1521. Mereka memusatkan
aktivitasnya di Ternate. Pada tanggal 8 november 1521 Carvalhinho dan Goncalo
Gomes (Spanyol)  tiba di maluku. Mereka memasuki pelabuhan Tidore dan di terima
dengan baik oleh masyarakat disana.

Mulai saat itu hubungan Portugis di maluku mulai berkembang. Antonio de Brito
mendirikan bentng di Ternate yang dinamai Siant John pada tahun 1522. Yang
memerintah di Ternate adalah Kaitjil Darus yang memiliki raja yang masih di bawah
umur yang bernama Boleife. Permusuhan antara Portugis dengan Tidore di mulai ketika
Antonio de Brito mendengar kabar tentang kedatangan jungjung dari Banda yang
hendak membeli cengkeh. Portugis menganggap hal ini sebagai saingan perdagangan.
Sehingga Antonio mengirim galai untuk menghancurkannya. Tetapi galai tenggelam
dekat Tidore. Orang Tidore kemudian memenggal kepala 16-17 orang portugis. Hal ini
menyebebkan dimulainya perang melawan Tidore.

Perang antara Portugis dengan Tidore berlangsung untuk beberapa waktu, dimana
Tidore mendapat bantuan dari Spanyol yang datang lewat Amerika selatan. Dengan
demikian dalam perang terdapat di satu pihak Tidore yang di bantu orang-orang
Spanyol dan di pihak lain Portugis di bantu oleh Ternate. Orang Portugis dapat
mempertahankan kedudukannya di Ternate untuk beberapa waktu.
Pada tahun 1529 Dom Jorge de Meneses dengan sekutu-sekutunya Ternate dan
Bacan menyerbu Tidore dan mengalahkan Tidore dan orang kastlia (Spanyol).

Sementara itu untuk menyelesaikan persaingan antara Portugis dan Spanyol


dilaksanakan perjanjian damai, yakni Perjanjian Saragosa pada tahun 1534. Dengan
adanya Perjanjian Saragosa kedudukan Portugis di Maluku semakin kuat. Portugis
semakin berkuasa untuk memaksakan kehendaknya melakukan monopoli perdagangan
rempah-rempah di Maluku.

Dengan kemenangan ini Portugis menjadi semakin sombong dan sering berlaku kasar
terhadap penduduk Maluku. Hal ini menimblkan pemberontakan, sehingga Ternate
yang dulunya merupakan sekutu kini memusuhi portugis dan meminta dari irian sampai
jawa untuk mengusir portugis dari Ternate. Orang-orang ternate mulai membakar
benteng portugis di Ternate. Mereka menempatkan kembali Dajalo ke tahta kerajaan
dan membentuk pertahanan yang kuat melawan portugis.

Seluruh maluku boleh di katakan bangun melawan portugis. Mereka merampas kapal
milik portugis, membunuh dan melukai orang portugis dan budak-budaknya. Mereka-
pun berhasil merampas senjata-senjata milik portugis. Kekalahan-kekalahan yang
dialami Tritoa Altaida (Portugis) menyebabkan harus meminta bantuan kembali ke
Maluku dimana Antonio Galvao sedang menderita sakit waktu itu. Ketika Antonio
Galvao mendengar kabar tentang keadaan di maluku yang sanagt gawat bagi keadaan
portugis ia menyiapkan dua buah kapal yang kuat, senjata yang banyak, dan bahan
peledak. Di samping itu atas biaya sendiri Galvao memperlengkapi suatu kapal untuk
memuat banyak orang dan perlengkapan. Ia pun berangkat tanpa persetujuan kapitan
Malaka.
Pada tanggal 27 oktober 1556 Antonio Galvao tiba di maluku, mendapati benteng
portugis dalam keadaan sanagt menyedihkan. Meskipun Galvao menderita sakit ia
mempersiapkan diri untuk berperang. Orang portugis di Ternate sangat khawatir akan
keamanan mereka, karena merasa Tidore dengan sekutunya sangat kuat.

Oleh sebab itu, mereka mengkehendaki bantuan dari India atau tidak melakukan
perang terbuka melainkan bergerilya. Pihak Maluku mempersiapakan diri dengan
sejumlah besar pasukan, senjata api, meriam yang berjumlah antara 500-600 buah.
Untuk melindungi badannya orang-orang Maluku memakai lapisan kulit, baju zirah, jas
jas dari lempeng tembaga, topi baja, pedang, tombak dan perisai. Senjata tersebut
adalah hasil rampasan senjata dari orang portugis atau yang di beri orang Spanyol.

Disamping senjata Eropa mreka juga mempunyai senjata pribumi. Kemudian Galvao
membawa armadanya ke depan kota tidore, dan disana mengatakan bahwa ia datang
bukan untuk berperang. Tetapi orang Tidore yang sudah siap berperang tidak mau
begitu saja mempercayainya. Orang-orang tidore mulai menembak armadanya.

Tetapi atas perintah Galvao portugis harus mematikan lampu pada malam hari dan
tidak membalas tembakan. Pada malam berikutnya Galvao memberanikan diri
mendarat di Tidore. Pada suatu ketika ia berhadapan dengan Dajalo raja Ternate yang
memusuhi portugis. Dajalo bersenjata lengkap dan memakai baju zirah. Tapi sial bagi
Dajalo ia dapat dikalahkan dalam suatu duel pedang, sehingga Galvao berhasil
memasuki benteng Tidore. Dan dari sini Galvao berhasil merebut koat.

Meskipun telah mengalami kekalahan, Tidore masih mencoba melakukan perlawanan


dengan penyerbuan di laut denagn kora-kora. Tetapi ternyata kora-kora bukan
tandingan bagi kapal-kapal portugis.
Tidak lama kemudian raja Maluku menginsafi bahwa Galvao benar-benar tidak dapat
mereka kalahkan. Akan tetapi setelah Galvao berkuasa di maluku (1536-1540) daerah
itu kembali menjadi korban pegawai-pegawai portugis yang membuat rakyat sengsara
dan tertindas. Akibatnya rakyat Ternate di bawah pimpinan Sultan Kairun bangkit
memberontak terhadap kesewenang-wenangan portugis. Serangan terhadap benteng
portugis terus di lancarkan terutama pada tahun 1565. Rakyat ternate makin marah
setelah sultannya yaitu Khairun ditipu dan diam-diam di bunuh dengan dalih untuk
berunding pada tahun 1570. Pimpinan perlawanan di ambil alih Babullah sehingga
benteng-benteng portugis dapat di duduki.

Pada tanggal 28 desember 1577 rakyat Ternate berhasil mengusir portugis dari
negerinya. Orang-orang portugis pindah dekat Tahula, tidak beberapa jauh dari tidore.

Pada tanggal 15 nopember 1582 portugis dan Spanyol di satukan di bawah Raja Felipe
II, dan raja ini menyuruh Gubrnur Jendral Spanyol yang berkedudukan di Filipna untuk
memberi bantun pada orang-orang Portugis di maluku. Orang Spanyol mencoba
merebut Ternate kembali, akan tetapi tidak berhasil, karena tidak lama orang-orang
Belanda mulai muncul di praiarn maluku di mana Steven van der Haghen merebut
benteng Portugis di Ambonia pada tanggal 23 februari 1605.

Raja Felipe II

 
Belanda juga merebut benteng Tidore. Karena di jaga oleh sekelompok kecil tentara
belanda, benteng Tidore berhasil di serbu Spanyol pada tahun 1606 di bawah pimpinan
Acuna. Benteng Gamulamu di rebut Spanyol, raja Ternate Sahid Barkat di paksa
menyerahkan semua benteng dari sekutsekutunya dan melepaskan semua tawanan
Kriten dan orang-orang jajahan Spanyol. Dan Sultan dan beberapa putranya di angkut
ke Mnali untuk di jadikan sandera. ( Nugroho Notosusanto, 62 : 1992)

Pada tahun 1605 orang Belanda kembali dan mereka mendapat bantuan dari Ternate
yang membenci Spanyol yang telah membawa Sultan sebagai sandera. Dengan
bantuan Ternate orang Beanda kembali menduduki Ternate dan mendirikan benteng-
benteng disana. Mereka mulai menyerang orang Spanyol di Tidore. Belanda kemudian
berhasil merebut Makin dan Motir dari Spanyol, dan mendirikan benteng di tempat ini.
Tahun 1624-1639 sering terjadi perang Belanda dengan Spanyol di mana pihak
Spanyol mengalami kekalahan. Ahirnya kekuasaan Portugis dan Spanyol di maluku
berakhir dan di gantikan oleh Belanda. Orang-orang Portugis kemudian melarikan diri
dan menetap di Ambon sampai tahun 1605. Tahun itu Portugis dapat diusir oleh VOC
dari Ambon dan kemudian menetap di Timor Timur.

Serangkaian rakyat terus terjadi terhadap Portugis maupun VOC yang melakukan
tindakan kejam dan sewenang-wenang kepada rakyat. Misalnya pada periode tahun
1635-1646 terjadi serangan sporadis dari rakyat Hitu yang dipimpin oleh Kakiali dan
Telukabesi. Perlawanan rakyat ini juga meluas ke Ambon. Tahun 1650 perlawanan
rakyat juga terjadi di Ternate yang dipimpin oleh Kecili Said. Sementara perlawanan
secara gerilya terjadi seperti di Jailolo. Namun berbagai serangan itu selalu dapat
dipatahkan oleh kekuatan VOC yang memiliki peralatan senjata lebih lengkap. Rakyat
terus mengalami penderitaan akibat kebijakan monopoli rempah-rempah yang disertai
dengan Pelayaran Hongi.
Pada tahun 1680, VOC memaksakan sebuah perjanjian baru dengan penguasa Tidore.
Kerajaan Tidore yang semula sebagai sekutu turun statusnya menjadi vassal VOC, dan
sebagai penguasa yang baru diangkatlah Putra Alam sebagai Sultan Tidore (menurut
tradisi kerajaan Tidore yang berhak sebagai sultan semestinya adalah Pangeran Nuku).

Pangeran Nuku

Penempatan Tidore sebagai vassal atau daerah kekuasaan VOC telah menimbulkan
protes keras dari Pangeran Nuku. Akhirnya Nuku memimpin perlawanan rakyat.
Timbullah perang hebat antara rakyat Maluku di bawah pimpinan Pangeran Nuku
melawan kekuatan kompeni Belanda (tentara VOC). Sultan Nuku mendapat dukungan
rakyat Papua di bawah pimpinan Raja Ampat dan juga orang-orang Gamrange dari
Halmahera. Oleh para pengikutnya, Pangeran Nuku diangkat sebagai sultan dengan
gelar Tuan Sultan Amir Muhammad Syafiudin Syah. Sultan Nuku juga berhasil
meyakinkan Sultan Aharal dan Pangeran Ibrahim dari Ternate untuk bersama-sama
melawan VOC. Bahkan dalam perlawanan ini Inggris juga memberi dukungan terhadap
Sultan Nuku. Belanda kewalahan dan tidak mampu membendung ambisi Nuku untuk
lepas dari dominasi Belanda. Sultan Nuku berhasil mengembangkan pemerintahan
yang berdaulat melepaskan diri dari dominasi Belanda di Tidore sampai akhir hayatnya
(tahun 1805).

Anda mungkin juga menyukai