Anda di halaman 1dari 36

Latar Belakang Maluku Angkat Senjata

Perlawanan rakyat Maluku terhadap penjajah dilakukan sejak tahun 1512, dipimpini oleh
Sultan Khairun dan Sultan Baabullah (1575). Kemarahan rakyat terhadap Portugis sudah
tidak dapat dibendung lagi, karena mereka selalu bersikap sewenang-wenang kepada rakyat.
Pada tahun 1533, rakyat Ternate membakar benteng milik Portugis yang dipimpin oleh
Dajalo. Portugis pun membalas tindakan rakyat Ternate, dan segera mengirim bala-bantuan
dari Malaka di bawah pimpinan Antonio Galvao pada tahun 1536. Mereka menyerbu Temate
dan berhasil mengalahkannya. Dengan demikian, Portugis masih dapat mempertahankan
kekuasaannya di wilayah Maluku. Selama Galvao berkuasa (1536-1540), ia berhasil menjalin
hubungan baik dengan rakyat Maluku. Namun, setelah Galvao diganti, Portugis kembali
memonopoli perdagangan rempah-rempah di Maluku. Perlawanan rakyat Maluku pun
kembali berkobar di bawah pimpinan Sultan Khairun yang berakhir pada tahun 1565 melalui
perundingan. Perundingan tersebut berlangstmg antara Gubernur Lopez de Mosquita dan
Sultan Khairun. Namun, tidak lama setelah perjanjian itu ditandatangani; Sultan Khairun
dibunuh oleh kaki-tangan Portugis. Kejadian tersebut menyulut kemarahan rakyat, terutama
Sultan Baabullah, putra Sultan Khairun. Peperangan pun berkobar dan berakhir dengan
kemenangan Temate.
Namun, perjuangan rakyat Maluku untuk mengusir penjajah belum selesai, karena selain
oleh Portugis, Maluku pun dijajah oleh VOC (Belanda). Sama halnya dengan Portugis, VOC
pun bertujuan untuk memonopoli perdagangan rempah-rempah di Maluku. Dalam meraih
ambisinya tersebut, VOC bekerja sama dengan Ternate di bawah pimpinan Sultan Hamzah.
Tindakan VOC yang memonopoli perdagangan di Maluku mengundang perlawanan rakyat di
bawah pimpinan Kokiali di Kepulauan Ambon. Pemerintah Belanda mengirimkan pasukan
untuk memadamkan perlawanan tersebut di bawah pimpinan Gubernur Jenderal Antonio Van
Dieman yang datang dari Batavia pada tahun 1637 dan 1638. Perlawanan berhasil
dipadamkan dan Kokiali gugur dalam pertempuran. Sementara itu, di Hitu pun timbul
perlawanan yang dipimpin oleh Telukabesi, namun pada tahun 1646, perlawanan itu dapat
dikalahkan oleh Belanda.
Pada tahun 1649, Belanda melaksanakan Hongi (perjalanan keliling dengan menggunakan
perahu kecil) dengan tujuan membinasakan tanaman pala dan cengkeh milik rakyat. Tindakan
tersebut menimbulkan perlawanan dari rakyat Maluku di bawah pimpinan Saidi. Namun
perlawanan rakyat Maluku dapat dikalahkan, Saidi tertangkap dan dihukum mati (1656).
Pada tahun 1675, di daerah Jailolo terjadi lagi perlawanan rakyat. Seperti biasa, Belanda
berhasil mengalahkan perlawanan rakyat Maluku. Sementara itu, Belanda melakukan
penangkapan terhadap Sultan Jamaluddin dari Tidore. Penangkapan tersebut dilakijkan
karena sultan tidak bersedia untuk menyerahkan Seram Timur kepada Belanda. Tindakan
Belanda tersebut kembali menimbulkan kemarahan rakyat Maluku.
Sultan Nuku (putra Sultan Jamaluddin) melakukan perlawanan terhadap VOC. Dengan
siasat cerdiknya, Sultan Nuku memperalat bangsa Inggris untuk memerangi Belanda. Setelah
berhasil mengusir Belanda, Sultan Nuku berbalik menyerang Inggris dan berhasil
mengusirnya. Selain para pejuang yang telah disebutkan di atas, terdapat pejuang Maluku lain
yang bernama Thomas Matulesi (Kapitan Pattimura). Perlawanan yang dilakukannya diawali
dengan menyerbu Benteng Duurstede (Benteng Belanda) di Saparua. Ia berhasil merebut
benteng tersebut. Gubernur Van Middelkoop segera mengirim pasukan dari Ambon di bawah
pimpinan Mayor Beetjes. Pasukan ini mendarat di Saparua pada tanggal 20 Mei 1817, dan
disambut dengan tembakan rakyat Saparua; kemudian pasukan Beetjes memutar haluan ke
sebuah tikungan teluk di sebelah kiri benteng. Di sana pun mereka disambut dengan
tembakan. Akhirnya, pasukan tersebut bermaksud untuk mundur, akan tetapi pasukan
Pattimura terus mengejarnya. Di dalam pertempuran tersebut, Mayor Beetjes tewas. Sebagai
pembalasan atas kekalahannya, Belanda segera menempatkan kapal-kapal perangnya di
perairan Saparua. Mereka menembakkan#meriam ke arah benteng Duurstede. Namun,
mereka gagal menangkap Pattimura. Oleh karena itu, Belanda menggunakan
politikdevideetimpera(politikadudomba).
Belanda mengumumkan kepada masyarakat, barangsiapa yang dapat memberi tahu dimana
Pattimura berada, akan diberi hadiah uang sebesar 1000 gulden. Siasat ini berhasil dilakukan.
Raja Boi memberi tahu tempat persembunyian Pattimura. Belanda mengerahkan pasukan
besar-besaran untuk menangkap Pattimura di Bukit Boi. Pada tanggal 16 Desember 1817,
Pattimura ditangkap dan dij atuhi hukuman mati. Ia digantung di benteng Nieuw Victoria di
Ambon. Penangkapan Pattimura mengakhiri perjuangan rakyat Maluku.

Perlawanan Rakyat Maluku Terhadap Bangsa Portugis Dan Spanyol


Pada tanggal 8 november 1521 Carvalhinho dan Goncalo Gomes tiba di maluku. Mereka
memasuki pelabuhan Tidore dan di terima dengan baik oleh masyarakat disana. Mulai saat itu
hubungan Portugis di maluku mulai berkembang. Antonio de Brito mendirikan benteng di
Ternate yang dinamai Siant John pada tahun 1522.  Yang memerintah di Ternate adalah
Kaitjil Darus yang memiliki raja yang masih di bawah umur yang bernama Boleife.
Permusuhan antara portugis dengan Tidore di mulai ketika Antonio de Brito mendengar
kabar tentang kedatangan jungjung dari Banda yang hendak membeli cengkeh. Portugis
menganggap hal ini sebagai saingan perdagangan. Sehingga Antonio mengirim galai untuk
menghancurkannya. Tetapi galai tenggelam dekat Tidore. Orang Tidore kemudian
memenggal kepala 16-17 orang portugis. Hal ini menyebebkan dimulainya perang melawan
Tidore. Perang antara Portugis dengan Tidore berlangsung untuk beberapa waktu, dimana
Tidore mendapat bantuan dari Spanyol yang datang lewat Amerika selatan. Dengan demikian
dalam perang terdapat di satu pihak Tidore yang di bantu orang-orang Spanyol dan di pihak
lain Portugis di bantu oleh Ternate. Orang Portugis dapat mempertahankan kedudukannya di
Ternate untuk beberapa waktu.
Pada tahun 1529 Dom Jorge de Meneses dengan sekutu-sekutunya Ternate dan Bacan
menyerbu Tidore dan mengalahkan Tidore dan orang kastlia (Spanyol). Pada tahun 1533
Tristoa de Altaida yang karena tindakannya yang kasar terhadap orang-orang maluku
menimbulkan pemberontakan, sehingga Ternate yang dulunya merupakan sekutu kini
memusuhi portugis dan meminta dari irian sampai jawa untuk mengusir portugis dari
Ternate. Orang-orang ternate mulai membakar benteng portugis di Ternate. Mereka
menempatkan kembali Dajalo ke tahta kerajaan dan membentuk pertahanan yang kuat
melawan portugis. Seluruh maluku boleh di katakan bangun melawan portugis.  Mereka
merampas kapal milik portugis, membunuh dan melukai orang portugis dan budak-
budaknya.  Mereka-pun berhasil merampas senjata-senjata milik portugis. Kekalahan-
kekalahan yang dialami Tritoa Altaida menyebabkan harus meminta bantuan kembali ke
Malaka dimana Antonio Galvao sedang menderita sakit waktu itu. Ketika Antonio Galvao
mendengar kabar tentang keadaan di maluku yang sanagt gawat bagi keadaan portugis ia
menyiapkan dua buah kapal yang kuat, senjata yang banyak, dan bahan peledak. Di samping
itu atas biaya sendiri Galvao memperlengkapi suatu kapal untuk memuat banyak orang dan
perlengkapan. Ia pun berangkat tanpa persetujuan kapitan Malaka.  Pada tanggal 27 oktober
1556 Antonio Galvao tiba di maluku, mendapati benteng portugis dalam keadaan sanagt
menyedihkan. Meskipun Galvao menderita sakit ia mempersiapkan diri untuk berperang.
Orang portugis di Ternate sangat khawatir akan keamanan mereka, karena merasa Tidore
dengan sekutunya sangat kuat. Oleh sebab itu, mereka mengkehendaki bantuan dari India
atau tidak melakukan perang terbuka melainkan bergerilya. Pihak Maluku mempersiapakan
diri dengan sejumlah besar pasukan, senjata api, meriam yang berjumlah antara 500-600
buah. Untuk melindungi badannya orang-orang Maluku memakai lapisan kulit, baju zirah, jas
jas dari lempeng tembaga, topi baja, pedang, tombak dan perisai. Senjata tersebut adalah hasil
rampasan senjata dari orang portugis atau yang di beri orang Spanyol. Disamping senjata
Eropa mreka juga mempunyai senjata pribumi. Kemudian Galvao membawa armadanya ke
depan kota tidore, dan disana mengatakan bhwa ia datang bukan untuk berperang. Tetapi
orang Tidore yang sudah siap berperang tidak mau begitu saja mempercayainya. Orang-orang
tidore mulai menembak armadanya. Tetapi atas perintah Galvao portugis harus mematikan
lampu pada malam hari dan tidak membalas tembakan. Pada malam berikutnya Galvao
memberanikan diri mendarat di Tidore. Pada suatu ketika ia berhadapan dengan Dajalo raja
Ternate yang memusuhi portugis. Dajalo bersenjata lengkap dan memakai baju zirah. Tapi
sial bagi Dajalo ia dapat dikalahkan dalam suatu duel pedang, sehingga Galvao berhasil
memasuki benteng Tidore. Dan dari sini Galvao berhasil merebut koat. Meskipun telah
mengalami kekalahan, Tidore masih mencoba melakukan perlawanan dengan penyerbuan di
laut denagn kora-kora. Tetapi ternyata kora-kora bukan tandingan bagi kapal-kapal portugis.
Tidak lama kemudian raja Maluku menginsafi bahwa Galvao benar-benar tidak dapat mereka
kalahkan. Akan tetapi setelah Galvao berkuasa di maluku (1536-1540) daerah itu kembali
menjadi korban pegawai-pegawai portugis yang membuat rakyat sengsara dan tertindas.
Akibatnya rakyat Ternate di bawah pimpinan Sultan Kairun bangkit memberontak terhadap
kesewenang-wenangan portugis. Serangan terhadap benteng portugis terus di lancarkan
terutama pada tahun 1565. Rakyat ternat makin marah setelah sultannya yaitu Khairun ditipu
dan diam-diam di bunuh dengan dalih untuk berunding pada tahun 1570. Pimpinan
perlawanan di ambil alih Babullah sehingga benteng-benteng portugis dapat di duduki.
Pada tanggal 28 desember 1577 rakyat Ternate berhasil mengusir portugis dari negerinya.
Orang-orang portugis pindah dekat Tahula, tidak beberapa jauh dari tidore. Pada tanggal 15
nopember 1582 portugis dan Spanyol di satukan di bawah Raja Felipe II, dan raja ini
menyuruh Gubrnur Jendral Spanyol yang berkedudukan di Filipna untuk memberi bantun
pada orang-orang Portugis di maluku. Orang Spanyol mencoba merebut Ternate kembali,
akan tetapi tidak berhasil, karena tidak lama orang-orang Belanda mulai muncul di praiarn
maluku di mana Steven van der Haghen merebut benteng Portugis di Ambonia pada tanggal
23 februari 1605. Belanda juga merebut benteng Tidore. Karena di jaga oleh sekelompok
kecil tentara belanda, benteng Tidore berhasil di serbu Spanyol pada tahun 1606 di bawah
pimpinan Acuna. Benteng Gamulamu di rebut Spanyol, raja Ternate Sahid Barkat di paksa
menyerahkan semua benteng dari sekutsekutunya dan melepaskan semua tawanan Kriten dan
orang-orang jajahan Spanyol. Dan Sultan dan beberapa putranya di angkut ke Mnali untuk di
jadikan sandera. (Nugroho Notosusanto, 62 : 1992)
Pada tahun 1605 orang Belanda kembali dan mereka mendapat bantuan dari Ternate yang
membenci Spanyol yang telah membawa Sultan sebagai sandera. Dengan bantuan Ternate
orang Beanda kembali menduduki Ternate dan mendirikan benteng-benteng disana.  Mereka
mulai menyerang orang Spanyol di Tidore. Belanda kemudian berhasil merebut Makin dan
Motir dari Spanyol, dan mendirikan benteng di tempat ini. Tahun 1624-1639 sering terjadi
perang Belanda dengan Spanyol di mana pihak Spanyol mengalami kekalahan. Ahirnya
kekuasaan Portugis dan Spanyol di maluku berakhir dan di gantikan oleh Belanda.

Perlawanan Rakyat Maluku Terhadap Bangsa Belanda (VOC)


Perlawanan Tindakan sewenang-wenang yang dilakukan VOC di Maluku kembali
dilanjutkan oleh pemerintah Kolonial Hindia Belanda setelah berkuasa kembali pada tahun
1816 dengan berakhirnya pemerintah Inggris di Indonesia tahun 1811-1816.
Berbagai tindakan yang dilakukan oleh pemerintah Kolonial Hindia Belanda di bawah ini
menyebabkan timbulnya perlawanan rakyat Maluku:
a. Penduduk wajib kerja paksa untuk kepentingan Belanda misalnya di perkebunan-
perkebunan dan membuat garam.
b. Penyerahan wajib berupa ikan asin, dendeng dan kopi.
c. Banyak guru dan pegawai pemerintah diberhentikan dan sekolah hanya dibuka di
kota-kota besar saja.
d. Jumlah pendeta dikurangi sehingga kegaitan menjalankan ibadah menjadi terhalang.
e. Secara khusus yang menyebabkan kemarahan rakyat adalah penolakan Residen Van
den Berg terhadap tuntutan rakyat untuk membayar harga perahu yang dipisah sesuai
dengan harga sebenarnya.
Tahun 1817 rakyat Saparua mengadakan pertemuan dan menyepakati untuk memilih
Thomas Matulessy (Kapitan Pattimura) untuk memimpin perlawanan. Keesokan harinya
mereka berhasil merebut benteng Duurstede di Saparua sehingga residen Van den Berg
tewas. Selain Pattimura tokoh lainnya adalah Paulus Tiahahu dan puterinya Christina Martha
Tiahahu. Anthoni Reoak, Phillip Lattumahina, Said Perintah dan lain-lain. Perlawanan juga
berkobar di pulau-pulau lain yaitu Hitu, Nusalaut dan Haruku penduduk berusaha merebut
benteng Zeeeland. Untuk merebut kembali benteng Duurstede, pasukan Belanda didatangkan
dari Ambon dibawah pimpinan Mayor Beetjes namun pendaratannya digagalkan oleh
penduduk dan mayor Beetjes tewas. Pada bulan Nopember 1817 Belanda mengerahkan
tentara besar-besaran dan melakukan sergapan pada malam hari Pattimura dan kawan-
kawannya tertangkap. Mereka menjalani hukuman gantung pada bulan Desember 1817 di
Ambon. Paulus Tiahahu tertangkap dan menjalani hukuman gantung di Nusalaut. Christina
Martha Tiahahu dibuang ke pulau Jawa. Selama perjalanan ia tutup mulut dan mogok makan
yang menyebabkan sakit dan meninggal dunia dalam pelayaran pada awal Januari tahun
1818.
Latar belakang timbulnya perlawanan Pattimura, di samping adanya tekanan-tekanan yang
berat di bidang ekonomi sejak kekuasaan VOC juga dikarenakan hal sebagai berikut:
a. Sebab ekonomis, yakni adanya tindakan-tindakan pemerintah Belanda yang
memperberat kehidupan rakyat, seperti sistem penyerahan secara paksa, kewajiban
kerja blandong, penyerahan atap dan gaba-gaba, penyerahan ikan asin, dendeng dan
kopi. Selain itu, beredarnya uang kertas yang menyebabkan rakyat Maluku tidak
dapat menggunakannya untuk keperluan sehari-hari karena belum terbiasa.
b. Sebab psikologis, yaitu adanya pemecatan guru-guru sekolah akibat pengurangan
sekolah dan gereja, serta pengiriman orang-orang Maluku untuk dinas militer ke
Batavia. Hal-hal tersebut di atas merupakan tindakan penindasan pemerintah Belanda
terhadap rakyat Maluku.
Tokoh / Pemimpin Perang Bangsa Portugis adalah bangsa Eropa pertama yang berhasil
menguasai Maluku pada tahun 1512, kemudian disusul oleh bangsa Spanyol. Lalu disusul
bangsa Inggris menguasai Maluku pada tahun 1811. Berdasarkan Convention of London
(1814), daerah Maluku diserahkan oleh Inggris kepada Belanda. Belanda kemudian
menerapkan praktek monopoli perdagangan di Maluku, dan melakukan tindakan-tindakan
lain yang sangat merugikan rakyat Maluku. Diantaranya diadakan "pelayaran hongi" dan
"ekstirpasi" yaitu aksi penebangan pohon pala dan cengkeh yang melanggar aturan monopoli.
Akibat penderitaan yang dialami rakyat Maluku, maka timbullah reaksi dan perlawanan
rakyat Maluku pada tahun 1817 dibawah pimpinan Thomas Matulessy atau lebih dikenal
dengan nama Kapitan Pattimura, seorang bekas sersan mayor pada dinas angkatan perang
Inggris. Pattimura dibantu oleh beberapa pejuang lainnya antara lain, Anthony Rhebok,
Thomas Pattiwael dan seorang pejuang putri Christina Martha Tiahahu.
Proses Perlawanan Serangan pertama terhadap Belanda dilancarkan pada malam hari
tanggal 18 Mei 1817.Serangan ini berhasil dengan dibakarnya perahu-perahu pos di Porto
(pelabuhan). Keesokan harinya mereka menyerang Benteng Duurstede dan berhasil
merebutnya. Pada saat itu Residen Van Den Berg beserta keluarga dan pengawalnya yang ada
di benteng berhasil dibunuh. Benteng Duurstede Untuk membalas dan merebut kembali
benteng Duurstede, Belanda mendatangkan bala bantuan dari Ambon ke Haruku pada tanggal
19 Mei 1817. Bantuan itu berkekuatan 200 orang prajurit dan dipimpin oleh seorang mayor.
Mereka memusatkan kekuatan di benteng Zeelandia. Raja-raja di Maluku mengerahkan
rakyatnya untuk menyerang benteng Zeelandia. Belanda menerobos kepungan rakyat dan
melanjutkan perjalanan ke Saparua. Terjadi pertempuran sengit di Saparua. Banyak jatuh
korban dipihak tentara Belanda. Dengan demikian berhasillah pasukan Pattimura
mempertahankan benteng Duurstede. Kemenangan yang gemilang ini menambah semangat
juang rakyat Maluku, sehingga perlawanan meluas ke daerah lain seperti Seram, Hitu dan
lain-lain. Perlawanan rakyat di Hitu, ditangani oleh Ulupaha (80 tahun). Karena
pengkhianatan terhadap bangsa sendiri, akhirnya Ulupaha terdesak dan tertangkap oleh
Belanda. Pada bulan Juli 1817, Belanda mendatangkan bala bantuan berupa kapal perang
yang dilengkapi dengan meriam-meriam. Benteng Duurstede yang dikuasai oleh Pattimura
dihujani meriam-meriam yang ditembakkan dari laut. Akhirnya benteng Duurstede berhasil
direbut kembali oleh Belanda. Pasukan Pattimura melanjutkan perjuangan dengan siasat
perang gerilya. Pada bulan Oktober 1817, Belanda mengerahkan pasukan besar-besaran
untuk menghadapi Pattimura. Sedikit demi sedikit pasukan Pattimura terdesak. Akhirnya
pada bulan November 1817, Belanda berhasil menangkap Pattimura, Anthonie Rhebok dan
Thomas Pattiwael. Pada tanggal 16 Desember 1817, Kapitan Pattimura dan teman-teman
menjalani hukuman gantung di depan benteng Neuw Victoria di Ambon. Sementara Kapitan
Paulus Tiahahu ditembak mati dan putrinya Christina Martha Tiahahu diasingkan ke Pulau
Jawa pada tanggal 2 Januari 1818 dan meninggal diatas kapal perang Eversten. Christina
meninggal diusia 17 tahun. Jenazahnya diluncurkan di Laut Banda. Atas jasa-jasanya,
Pemerintah memberi gelar Pahlawan Nasional kepada Kapitan Pattimura dan Christina
Martha Tiahahu.
Akhir Perlawanan Di sebuah rumah di Siri Sori, Kapitan Pattimura berhasil ditangkap
pasukan Belanda. Bersama beberapa anggota pasukannya, dia dibawa ke Ambon. Di sana
beberapa kali dia dibujuk agar bersedia bekerjasama dengan pemerintah Belanda namun
selalu ditolaknya. Akhirnya dia diadili di Pengadilan kolonial Belanda dan hukuman gantung
pun dijatuhkan kepadanya. Walaupun begitu, Belanda masih berharap Pattimura masih mau
berobah sikap dengan bersedia bekerjasama dengan Belanda. Satu hari sebelum eksekusi
hukuman gantung dilaksanakan, Pattimura masih terus dibujuk. Tapi Pattimura menunjukkan
kesejatian perjuangannya dengan tetap menolak bujukan itu. Di depan benteng Victoria,
Ambon pada tanggal 16 Mei 1817, eksekusi pun dilakukan.

Bukti-bukti Peninggalan Perlawanan Rakyat Maluku Terhadap Bangsa


Potugis-Spanyol Dan Bangsa Belanda (VOC)
1. Benteng Kota Lama

Nama lain dari Benteng Kota Lama


adalah Benteng Batu Gong Pillbox.
Benteng ini dibangun oleh Jepang
antara tahun 1942 sampai 1945.
Benteng Kota Lama bisa kita kunjungi
di Kelurahan Batugong, Ambon.
2. Benteng Amsterdam

Benteng yang satu


ini dibangun oleh
Belanda pada tahun
1637. Dulu benteng
ini bernama
Blokhuis
Amsterdam. Kalau
ingin bisa lihat-lihat
benteng ini, kalian
bisa datang ke Desa
Hila, Kecamatan Leihitu, Maluku.

3. Benteng Belgica

Gubernur Jenderal
Pieter Both adalah
orang dibalik
pembangunan
benteng ini. Benteng
yang dibangun pada
tahun 1611 ini
terletak di Kota
neira, Desa
Nusantara,
Kecamatan Banda
Neira.

4. Benteng Beverwijk
Maluku juga punya Pulau Nusa Laut yang ada bentengnya juga. Benteng ini
bernama Benteng Beverwijk yang bisa ditemukan tepatnya di Pulau Nusa Laut,
Desa Sila, Kecamatan Nusa Laut.

5. Benteng Calombo

Benteng Calombo atau dulu


dikenal dengan De Kop punya luas 10 meter persegi. Belum diketahui kapan dan oleh
siapa benteng ini dibangun. Benteng Calombo dapat kita kunjungi di Pulau Gunung Api,
Desa Nusantara, Kelurahan Banda Neira, Maluku.

6. Benteng Concordia

Masih berada di Banda


Neira. Di sini kita juga
dapat benteng lagi,
tepatnya di Desa Waer,
Kelurahan Banda Neira,
Kabupaten Maluku
Tengah. Benteng ini
bernama Fort Concordia
atau Benteng Concordia.
Benteng seluas 1600 meter
persegi ini dibangun pada
tahun 1630 oleh Belanda.

7. Benteng Duurstede

Benteng yang satu ini cukup terkenal


dalama sejarah. Kenapa? Karena benteng
ini adalah saksi bisu perlawanan Kapitan
Pattimura dan rakyat Saparua. Yups,
bangunan ini bernama Benteng Duurstede.
Benteng dengan luas 3970 meter persegi
ini dibangun pada tahun 1976 oleh Portugis, dan kini bisa kita lihat di daerah Saparua,
Maluku.

8. Benteng Haarlem

Punya nama lain Van Der


Capellen, benteng ini
terletak daerah Leihitu,
Ambon. Benteng
Haarlem dibangun pada
abad ke 17 Masehi oleh
Belanda.

9. Benteng New Victoria

Berhasil merebut
Benteng Duurstede,
bukan berarti Kapitan
Pattimura selamat dari
pertempuran balas
dendam dan ajalnya.
Terbukti Pahlawan
Nasional yang sering kita
lihat di uang 1000
Rupiah ini, gugur di
hukum mati di Benteng
New Vitoria ini. Benteng
yang kini menjadi
Markas kodam XVI
Pattimura ini dibangun
pada 1602 oleh Belanda dan sekarang bisa kita lihat di Kelurahan Uritetu, Kecamatan
Sirimau, Kota Ambon.
10. Benteng Kapahaha

Benteng ini dimiliki oleh Kerajaan Hitu dan dibangun pada tahun 1643 sebagai basis
pertahanan kerajaan dari VOC. Benteng Kapahaha adalah benteng alam yang terletak di
Desa Morela.

11. Benteng Harderwijk 

Benteng dengan
nama lain Redut
Amahai ini
dibangun pada
tahun 1630 oleh
Belanda. Benteng
ini dapat kita
jumpai di Pulau
Seram tepatnya di
jalan Poros
Amahai-Masohi,
Kecamatan
Amahai, Maluku
Tengah.
12. Benteng Hollandia (Banda)

Benteng ini disebut


juga dengan
Benteng Lontoir,
karena letaknya di
Desa Lontoir.
Benteng dengan luas
1500 meter persegi
ini dibangun pada
tahun 1624 oleh
Belanda di Pulau
Banda Besar, Kelurahan Banda Neira.
13. Benteng Hollandia (Saparua)

Benteng ini
terletak di Desa
Sirisori Sarani,
Kecamatan
Saparua, Pulau
Saparua. Benteng
ini dibangun
pada tahun 1624
namun masih
terbuat dari kayu.
Kemudian pada
tahun 1652,
benteng ini
dipugar oleh
Belanda menjadi
benteng batu.

14. Benteng Hoorn

Bangunan dengan nama lain


Benteng Pelauw ini dapat kita
lihat di Desa Pelau, Kecamatan
Haruku Pulau Haruku. Benteng
dengan luas 638 meter persegi ini
dibangun oleh Belanda.
15. Benteng Kayeli

Benteng bernama lain Van


Defensive ini dibangun pada tahun
1785 oleh Belanda. Benteng
dengan luas 1840 meter persegi ini
dapat kita temui di Desa Kayeli,
Kecamatan Waepo, pulau Buru.

16. Benteng Passo

Benteng dengan nama lain


Middelburg ini dibangun pada
tahun 1625 oleh Belanda. Benteng
ini terletak di Pulau Ambon, Desa
Passi, Kecamatan Baguala.

17. Benteng Leiden

Benteng Leiden atau bernama


lain Benteng Vasternburg
adalah benteng yang dibangun
pada tahun 1599 oleh Belanda.
Berada di Desa Hitulama,
Kecamatan Leihitu, Kbupaten
Maluku Tengah, Pulau
Ambon.
18. Benteng Nassau

Benteng Nassau ini dibangun pada


tahun 1529 oleh Portugis dan
mengalami pemugaran pada tahun
1609 yang dilakukan oleh Belanda.
Benteng dengan luas 4.684 meter
persegi ini terletak di Desa
Nusantara, Kecamatan Banda Neira,
Kabupaten Maluku Tengah.

19. Benteng New Zeelandia

Benteng New Zeelandia atau Selandia


Batu bukan berarti ada di negeri
Selandia Baru ya. Benteng ini berada di
Indonesia, tepatnya di Desa Haruku,
Kecamatan Pulau Haruku, Pulau
Haruku, Kabupaten Maluku Tengah.
Benteng dengan luas 7369 meter
persegi ini dibangun oleh seorang
Belanda bernama Cornelis Matelieff de
Jonge.

20. Benteng Wantrouw


Benteng yang dibangun pada tahun 1657 ini
dibangun oleh Belanda dan sudah tidak
difungsikan lagi. Benteng dengan luas 2500
meter persegi ini terletak di Desa
Tumalehutmur, Kecamatan Huamual
Belakang, Kabupaten Seram Bagian Barat.

21. Benteng De Verwacthing

Benteng ini memiliki luas 2.750 meter


persegi dengan 4 bastion dan 2 menara
pengintai. Tinggi dinding benteng sekitar 4
meter. Didalam bangunan ini terdapat dua
bangunan penunjang yang saat ini
digunakan sebagai Kantor Dinas Pariwisata
dan Kebudayaan Kabupaten Kepulauan
Sula. Kondisi benteng saat ini sudah direnovasi.
Beteng De Verwacthing di Kabupaten Keulauan Sula, wisata sejarah yang satu ini
patut Anda kunjungi saat Anda berada di Kepulauan Sula. Benteng ini berada di kelurahan
Sanana, kecamatan Sanana Utara, Pulau Sulabesi, Kabupaten Kepuauan Sula, Provinsi
Maluku Utara. Benteng ini berada tepat di depan pelabuhan Sanana yang berada di pusat
kota. 

22. Benteng Toloko

Benteng ini di bangun oleh salah satu panglima


Portugis yang bernama Fransisco Serao pada tahun
1540. Portugis membangun benteng ini bermaksud
sebagai pertahanan unruk menguasi kakayaan
cengkeh Ternate. Kemudian Belanda mengambil
alih benteng ini pada tahun 1610 kemudian Peter
Both merenofasinya.  Pemerintah Republik
Indonesia memugar benteng ini pada tahun 1996-
1997.
Keunikan dari Benteng Tolokko adalah jika di lihat dari atas benteng ini berbentu seperti
kemaluan laki-laki yang menyimbolkan keperkasan pemimpin pada waktu itu. Benteng ini
juga asik bila dijadikan spot untuk pemotretan baik itu pemotretan pre wedding maupun
fashion spread misalnya, kawasan benteng ditata semenarik mungkin, lahan bagian depan
benteng disulap menjadi sebuah taman yang indah dan asri, sehingga membuat bangunan
lama ini tidak terkesan mengerikan.

23. Benteng Barneveld

Sejarah dari benteng ini adalah pada tahun 1558 bangsa Portugis datang dan
bermukim di Labuha, mereka mendirikan sebuah benteng kecil. Tidak lama benteng ini
dibangun, bangsa Spanyol datang berdagang di benteng ini yang kemudian harinya benteng
ini justru direbut oleh Spanyol dari Portugis. Tahun 1609 Laksamana Muda Simon Hoen
bersama dengan Sultan Ternate menuntut Spanyol agar benteng ini diserahkan kepada
mereka. Benteng ini pun segera diserahkan oleh Spanyol. Kemudian benteng ini direnovasi
dan diperkuat atas gagasan Hoen, Louis Schot dan Jan Dirkjzoon. Empat bastionkemudian
dibangun dan benteng ini dinamai dengan nama Barnaveld.
Ketika dikuasai Belanda pada tahun 1609, benteng ini dipugar dengan kapur dan batu.
Di tengah-tengah benteng dibangun sebuah rumah yang kokoh dengan atap dari rumput
kering dan ruangan bawah tanah dengan dinding setebal satu kaki. Di sekitar benteng
ditemukan batu prasasti besar dengan tulisan Latin dan di bagian kanan batu prasasti tersebut
terdapat tanda keluarga Pieter Both, Gubernur Jenderal pertama VOC. Benteng berbentuk
segi empat dilengkapi dengan tembok pertahanan yang rendah. Pada tembok pertahanan ini
ditempatkan masing-masing sebuah bastion lengkap dengan meriam. Pintu gerbang utama
dibangun berbentuk melengkung, menghadap ke arah Sungai Amasing yang konon menjadi
pintu masuk ke Teluk Labuha yang menghadap ke Selat Bacan.
Benteng Barneveld ini berada di Jalan Benteng Barneveld, Amasing Kota, Benteng
Barneveld di Pulau Bacan, Kabupaten Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara . Dari atas
benteng ini, kalian dapat melihat pantai dan perkampungan penduduk serta keindahan
panorama lainnya. Selain itu, di benteng ini kita juga bisa melihat meriam berusia ratusan
tahun. 

24. Benteng Kalamata


Benteng yang dibangun oleh Portugis, Benteng
Kalamata disebut juga Benteng Kayu Merah. Disebut
Benteng Kayu Merah karena berada kelurahan
Kayumerah, Ternate. Benteng Kalamata pertama kali
dibangun oleh Portugis Fransisco Serao pada tahun
1540 untuk menghadapi serangan Spanyol dari
Rum, Tidore Kemudian, benteng ini dipugar oleh
Gubernur Jenderal Hindia Belanda pada tahun
1609. Benteng Kalamata diduduki oleh Spanyol pada
tahun 1625 setelah dikosongkan Portugis. Setelah ditinggal Spanyol, benteng ini diduduki
oleh Belanda. Kemudian benteng ini diperbaiki oleh Mayor Lutzow pada tahun
1799. Benteng Kalamata dipugar oleh Pemerintah Indonesia pada tahun 1994 dan diresmikan
purna pugarnya pada tahun 1997 Pada tahun 2005, Pemerintah Kota Ternate merenovasi
benteng ini dengan menambahkan halaman dan rumah untuk penjaga benteng.
Benteng Kalamata didesain menyerupai empat penjuru mata angin yang memiliki
empat bastion berujung runcing dan memiliki lubang bidik. Benteng Kalamata berada di garis
pantai dan bagian belakang benteng terlihat pulau Tidore dan Maitara. tempatnya yang
berdekatanlangsung dengan laut men jadikan benteng ini startegis untuk mengabadikan
moment di sini.

PAHLAWAN NASIONAL di MALUKU

SULTAN HAIRUN (1538 - 1575)


Hairun diangkat menjadi Sualtan Ternate menggantikan Sultan Tabarija pada tahun
1538. Pada permulaan pemerintahannya, hubungan dengan orang-orang Portugis agak baik.
Tetapi kemudian timbul pertentangan-pertentangan karena ulah Portugis yang memulai
dengan politik menopoli perdagangan rempah-rempah yang ditentang kerajaan Ternate. Sejak
tahun 1515 hubungan baik dengan Portugis terganggu. Gubernur Duarto dEca menuntut
penyerahan hasil cengkih dari Pulau Makian. Hairun menolak. Tindakan penghinaan terjadi
lagi. Sultan Hairun dan ibunya ditangkap dan dipenjarakan. Rakyat Ternate angkat senjata
dan perdamaian tidakakanterjadilagi.
Peperangan yang timbul di antara tahun 1563 1570 menghancurkan usaha-usaha
perdagangan Portugis. Sultan Hairun mengirim putranya Babullah dengan suatu armada yang
kuat menyerang orang-orang Portugis di Ambon. Mereka dibantu oleh rakyat Hitu dan orang-
orang Jawa. Sebaliknya armada Portugis yang dipimpin Antonio Peaz menyerang armada
Ternate dan sekutunya. Peperangan di Ambon dan sekitarnya berlangsung seru bahkan
beralih menjadi perang agama antara penduduk beragama Islam melawan penduduk
beragama Kristen, jalan keperdamaiandicari.
Pada tanggal 27 Pebruari 1570 diadakan perdamaian antara Ternate dan Portugis.
Dengan hikmat Sultan Hairun bersumpah atas Quran dan Gubernur Lopez de Mesquita atas
Kitab Misa, bahwa mereka akan memelihara perdamaian yang kekal. Tetapi keesokan
harinya Mesquita berkhianat. Ketika Hairun datang mengunjunginya di benteng, Mesquita
menyuruh saudaranya Antoni Pimentel membunuhnya. Sejak tanggal 28 Pebruari 1570
sampai tahun 1575 terjadi perang antara kerajaan Ternate dan Portugis. Yang memaklumkan
perang itu adalah Babullah putera Sultan Hairun yang diangkat menjadi Sultan Ternate. Pada
saat itu ia bersumpah tidak akan menghentikan perang sebelum semua orang Portugis terusir
dari kerajaannya.

SULTAN BABULLAH (1570 1583)


Babullah diangkat menjadi Sultan Ternate pada tahun 1570 menggantikan ayahnya
Sultan Hairun yang dibunuh Portugis pada tanggal 28 Peberuari 1570. Sejak tahun 1570
sampai 1575 terjadi perang antara kerajaan Ternate dan Portugis. Sejak kematian ayahnya,
Babullah bersumpah tidak akan menghentikan perang sebelum semua orang Portugis terusir
dari kerajaannya. Tindakan pertamanya ialah mengepung benteng Portugis (Sao Paulo).
Kepungan itu sangat erat sehingga tidak seorangpun dapat masuk atau keluar benteng.
Dengan demikian diharapkan orang-orang Portugis akan menyerah setelah persediaan
makanan mereka habis. Pengepungan berlangsung selama lima tahun dan akhirnya orang-
orang Portugis menyerah.
Babullah memberikan kesempatan selama 24 jam bagi orang-orang Portugis untuk
meninggalkan kerajaan Ternate. Ia berjanji bahwa semua orang Portugis dengan harta
miliknya boleh berangkat ke Ambon atau Malaka secara damai. Tiga hari sesudah
penyerahan benteng, tibalah sebuah kapal Portugis dan diterima dengan baik oleh Sultan.
Kemudian semua orang Portugis bersama-sama orang Kristen Ternate berpindah ke Ambon.
Orang-orang Portugis yang kawin dengan wanita-wanita Ternate boleh menetap. Dikemudian
hari mereka berpindah keTidore.Sultan Tidore mempergunakan kesempatan ini untuk
bersahabat dengan Portugis yang kemudian mengizinkan mereka mendirikan benteng di
Tidore. Sultan Babullah terus berusaha mencari pembunuh ayahnya dengan mengirim utusan
ke Spanyol. (Tahun 1580 Portugis dipersatukan dengan Spanyol) yang dipimpin oleh Naik.
Tugas mereka menuntut agar Raja Spanyol menghukum pembunuh Hairun. Namun ternyata
bahwa si pembunuh yaitu Mesquita sudah meninggal. Sultan Babullah akhirnya wafat pada
bulan Juli tahun 1583 dan diganti oleh Sultan Said (1583 1606). Perang terhadap bangsa
Portugis masih terus berlanjut dan berkobar sampai di Mabon. Peperangan terus berlanjut
sampai masuknya penjajah baru yaitu orang-orang Belanda yang mengalahkan Portugis tahun
1605.

KAPITAN KAKIALI
Kakiali adalah putera Tepil yang bergelar Kapitan Hitu dan berketurunan dari Perdana
Jamilu (Nusapati) adalah seorang dari para Perdana (pemimpin) Hitu di Jasirah Hitu Pulau
Ambon. Kakiali terkenal sebagai pahlawan dalam perang Hitu I tahun 1634 1643 melawan
penjajah Belanda (VOC). Politik monopoli perdagangan dan hongi tochten pada zaman VOC
sangat menyengsarakan rakyat di kerajaan Hitu (Tanah Hitu). Karena itu rakyat Hitu
(Ambon) di Maluku Tengah mengadakan perlawanan yang dipimpin oleh Kakiali. Pada tahun
1634 peperangan mulai berkobar melawan Belanda dan rakyat Hitu dibantu oleh Gimelaha
Luhu dari Jasirah Hoamual di Seram Barat dan para pejuang dari Hatuhaha di Pulau Haruku
dan rakyat Iha dari Pulau Saparua. Selain itu rakyat Hitu mendapat bantuan dari Makassar
dan Ternate. Setelah digempur dengan armada oleh pasukan Belanda yang dikirim dari
Batavia (Jakarta), para pejuang Hitu terpaksa menyingkir dan bertahan di gunung Wawani
yang dijadikan benteng pertahanan yang kuat dan dipimpin panglima Hitu Patiwani. Pada
tahun 1635 Kakiali dapat ditangkap melalui suatu tipu daya dalam perundingan dengan
Belanda. Ia dibuang ke Batavia. Tahun 1637, Kakiali dipulangkan ke Hitu untuk
menentramkan rakyat Hituyangsemakinbergolak.
Bersama dengan Kakiali datang pula Gubernur Jenderal van Diemen. Ia meminta
bantuan Sultan Hamzah dari Ternate (politik adu domba) untuk bersama-sama melawan Hitu.
Kemudian diangkatlah Gubernur Gerard Demmer. Tokoh Belanda yang keras ini mulai
mengadakan serangan besar-besaran ke benteng Wawani. Pada tahun 1643 Belanda dapat
menduduki Wawani setelah perang tersebut dikosongkan pasukan Hitu dan Panglima
Patiwani. Kakiali kembali menyusun siasat baru melawan Belanda dengan rencana meminta
bantuan Makassar, namun dia dikhianati oleh teman-temannya sendiri. Kakiali gugur bukan
karena peluru VOC. Pada tanggal 16 Agustus 1643 seorang kenalannya yang baik yaitu
Fransisco de Toire (seorang Spanyol) setelah disogok uang oleh Belanda, ia membunuh
Kakiali pada saat sedang tidur. Kakiali ditikam dengan sebilah keris. Pahlawan dari Wawani
ini meninggal seketika. Namun perlawanan rakyat Hitu belum berhenti. Peperangan
diteruskan pada tahun 1643 1646 sebagai perang Hitu II yang dipimpin oleh Kapitan
Tulukabessy dan Imam Rijali.

KAPITAN TULUKABESSY
Hairun diangkat menjadi Sualtan Ternate menggantikan Sultan Tabarija pada tahun
1538. Pada permulaan pemerintahannya, hubungan dengan orang-orang Portugis agak baik.
Tetapi kemudian timbul pertentangan-pertentangan karena ulah Portugis yang memulai
dengan politik menopoli perdagangan rempah-rempah yang ditentang kerajaan Ternate. Sejak
tahun 1515 hubungan baik dengan Portugis terganggu. Gubernur Duarto dEca menuntut
penyerahan hasil cengkih dari Pulau Makian. Hairun menolak. Tindakan penghinaan terjadi
lagi. Sultan Hairun dan ibunya ditangkap dan dipenjarakan. Rakyat Ternate angkat senjata
dan perdamaian tidak akanterjadilagi.
Peperangan yang timbul di antara tahun 1563 1570 menghancurkan usaha-usaha
perdagangan Portugis. Sultan Hairun mengirim putranya Babullah dengan suatu armada yang
kuat menyerang orang-orang Portugis di Ambon. Mereka dibantu oleh rakyat Hitu dan orang-
orang Jawa. Sebaliknya armada Portugis yang dipimpin Antonio Peaz menyerang armada
Ternate dan sekutunya. Peperangan di Ambon dan sekitarnya berlangsung seru bahkan
beralih menjadi perang agama antara penduduk beragama Islam melawan penduduk
beragama Kristen, jalan keperdamaiandicari.
Pada tanggal 27 Pebruari 1570 diadakan perdamaian antara Ternate dan Portugis.
Dengan hikmat Sultan Hairun bersumpah atas Quran dan Gubernur Lopez de Mesquita atas
Kitab Misa, bahwa mereka akan memelihara perdamaian yang kekal. Tetapi keesokan
harinya Mesquita berkhianat. Ketika Hairun datang mengunjunginya di benteng, Mesquita
menyuruh saudaranya Antoni Pimentel membunuhnya. Sejak tanggal 28 Pebruari 1570
sampai tahun 1575 terjadi perang antara kerajaan Ternate dan Portugis. Yang memaklumkan
perang itu adalah Babullah putera Sultan Hairun yang diangkat menjadi Sultan Ternate. Pada
saat itu ia bersumpah tidak akan menghentikan perang sebelum semua orang Portugis terusir
dari kerajaannya.

JOHAN PAIS
Johan Pais adalah Orang Kaya Hative di Pulau Ambon Jasirah Laitimor. Ia juga
menjabat sebagai pembantu pendeta. Jan Pais ini dituduh mengepalai perlawanan di Leitimor.
Gubernur Belanda yaitu Arnold de Vlamingh van Oudshoorn menangkapnya. Ia disiksa
untuk mengakui kesalahannya. Dia dituduh berkomplot dengan Kimelaha Madjiraa yaitu
wakil Sultan Ternate yang berkuasa di Jasirah Huamoal Pulau Seram untuk mengusir
kompeni Belanda. Sesudah itu dia akan menjadi kepala dari semua orang Kristen dan Madjira
dari semua orang Islam.
Sewaktu disiksa Jan Pais mengaku, tetapi dalam keadaan tidak disiksa dia
menyangkal. De Vlamingh berpendapat bahwa dia bersalah. Pada malam hari dia dieksekusi
mati. Kepalanya dipancung dan tubuhnya dibagi empat. Peristiwa ini terjadi secara rahasia
agar tidak diketahui rakyat, mungkin juga supaya jangan menimbulkan kegoncangan di
kalangan rakyat. Keesokan harinya Orang-Orang Kaya (pemimpin Negeri) diundang ke
benteng Victoria dan mereka menyaksikan keganasan de Vlamingh itu, maksudnya untuk
menakutkan mereka.
Bersalah tidaknya Jan Pais ini, memerlukan penyelidikan lebih lanjut. Namun yang jelas
bahwa di daerah Leitomor, rakyat yang sudah lama menderita dan jenuh dengan tuntutan-
tuntutan VOC, bangkit menyerang Belanda dimana-mana. Jan Pais adalah pahlawan mereka
yang tampil membela kebenaran dan keadilan dan diakui sebagai salah seorang pejuang
kemerdekaan rakyat Maluku.

KAPITAN ULUPAHA
Kapitan Ulupaha berasal dari Negeri (Desa) Seith di Jasirah Hitu Pulau Ambon. Ia
adalah pembantu dari Thomas Matulessy alias Kapitan Pattimura pemimpin perang Pattimura
melawan Belanda tahun 1817. Kapitan yang sudah berumur lanjut ini (80 tahun) ditugaskan
Pattimura untuk mempertahankan Front Hitu di Pulau Ambon dan menjadi pemimpin
pasukan. Rakyat Jasirah Hitu mengangkat senjata setelah mendengar jatuhnya Benteng
Duurstede di PulauSaparua.
Pada permulaan peperangan, pasukan Ulupaha telah mengancam dan menyerang
benteng Amsterdam di Negeri Hila dan pos-pos penjagaan Belanda di Larike, Liang dan
Waai. Pada waktu peperangan sedang berkobar di kepulauan Lease melawan Belanda pada
tanggal 15 Oktober 1817, Ulupaha menggerakkan pasukan menyerang benteng Belanda di
Negeri Larike. Namun gagal diduduki, oleh karena Belanda mengerahkan pasukannya yang
besar dari laut dan darat yang dipimpin Mayor Meyer. Serangan Belanda kemudian ditujukan
ke pusat pertahanan Ulupaha di Seith dan Negeri-Negeri di sekitarnya. Ulupaha dan
pasukannya berjuang mempertahankan Negeri-Negeri di Jasirah Utara Hitu dengan bantuan
pasukan AlifurudariSeram.
Pada tanggal 16 oktober 1817, Laksamana Buyskes sebagai Panglima tertinggi
Belanda yang datang sendiri ke Maluku memerintahkan serangan umum ke Hitu
menyebabkan terjadilah pertempuran yang seru antara kedua belah pihak. Pasukan Ulupaha
akhirnya terdesak dan bergerilya di hutan-hutan. Ulupaha lalu menyingkir ke Seram Barat
dan menggabungkan diri dengan pasukan dari Negeri Luhu menyerang benteng Belanda di
Luhu. Benteng tersebut akhirnyajatuhketanganpasukanUlupaha.
Belanda kembali menyerang Seram Barat dan menduduki benteng Luhu. Kemudian
ekspedisi khusus diadakan untuk menangkap Ulupaha. Pada bulan Januari 1818 pahlawan tua
ini digotong dengan tanda memasuki benteng Victoria, tanggal 19 Pebruari 1818, sidang kilat
Pengadilan Ambon menjatuhkan hukuman mati dan pada tanggal 20 Pebruari 1818 pahlawan
tua ini dieksekusi hukuman mati gantung di lapangan yang berada di depan benteng Victoria.

SAID PRINTAH
Said Printah alias Pattikakang adalah raja pertama Negeri (Desa) Siri Sori Islam di
Pulau Saparua dari marga Pattisahusiwa. Penulis-penulis Belanda menulis nama Said juga
sebagai Sayat (Sayat Printah). Tokoh ini ikut berjuang menentang Belanda dalam perang
Pattimura tahun 1817 bersama Sarasa Sanaki yaitu Patti Siri Sori Islam yanag diangkat
Thomas Matulessy Kapitan Pattimura dan yang menandatangani Proklamasi Haria. Verheull
menulis bahwa Said Printah dihukum mati gantung pada pagi hari tanggal 16 Desember 1817
bersama ketiga pahlawan lainnya yaitu Anthone Rhebok Kapten Borgor, Philip Latumahina
Letnan Borgor, Melchior Kesaulya alias Pattisaha dan Thomas Matulessy alias Pattimura.
Sebenarnya nama Said Printah sebagai Raja Siri Sori Islam yang mati digantung pada pagi
hari tanggal 16 Desember 1817 itu tidak ada namanya dalam surat keputusan eksekusi dari
Buyskes bersama ketiga pahlawan di atas. Hal ini diperkuat lagi oleh daftar silsilah keturunan
raja-raja Siri Sori Islam, yang menjelaskan bahwa raja mereka yang pertama adalah Said
Printah alias Pattikahang. Ia diberhentikan dengan hormat pada tahun 1819, meninggalnya
kapan tidak diketahui. Dengan demikian jelas bahwa Said Printah tidak termasuk pahlawan
yang dihukum mati gantung pada pagi tanggal 6 Desember 1817. Sejarahwan I. O.
Nanulaitta, mengatakan bahwa Said Printah adalah raja Siri Sori Islam, tokoh historis yang
berjuang melawan Belanda, juga dihukum mati gantung. Hanya saja vonis Raad van Yustitie
harus membuktikan missing link ini dan juga keputusan Buyskes. Tapi kedua-duanya belum
ditemui atau tidak ada. Sejarahwan J. A. Pattikayhatu berpendapat bahwa yang dimaksud
Verheull dengan Said atau Sayat Printah itu adalah Melchior Kasaulya yaitu tokoh yang
diangkat Pattimura untuk mewakili raja Siri Sori yaitu Salomon Kesaulya yang telah
berkhianat dan tewas dalam pertempuran Waisisil.

ANTHONE RHEBOK
Anthone Rhebok Kapten orang Borgor, salah satu dari keempat pahlawan dalam
perang Pattimura pada tahun 1817 yang dipimpin oleh Thomas Matulessy Kapitan Pattimura.
Anthone Rhebok bersama Thomas Matulessy dan pasukan rakyat merebut benteng Duurstede
dan memimpin pertempuran melawan ekspedisi tentara Belanda di pantai Waisisil di Pulau
Saparua. Anthone Rhebok juga diserahi tugas oleh Thomas Matulessy untuk mengatur
pertahanan rakyat di Pulau Nusalaut dan merebut benteng Belanda yaitu Beverwijk di Sila
Leinitu. Ia juga aktif di medan-medan pertempuran di Pulau Saparua dan sekitarnya.
Pahlawan dari staf inti Thomas Matulessy Kapitan Pattimura yang juga bekas mantan
pasukan Korps Limaratus tentara cadangan Inggris itu tertangkap bersama Patih Negeri
Tiouw Jacobus Pattiwael pada tanggal 13 November 1817. Mereka diangkut dengan kapal
perang Evertsen ke Ambon. Di atas kapal dia bertemu dengan panglimanya Thomas
Matulessy dan lain-lain tawanan. Anthone Rhebok mendapat hukuman mati gantung oleh
Pengadilan Belanda Ambonsche Raad van Justitie. Laksamana Buyskes mengesahkan
hukuman tersebut dengan Surat Keputusan tanggal 13 Desember 1817 Nomor 131. Akhirnya
pada tanggal 16 Desember 1817 Anthone Rhebok menaiki tiang gantungan sebagai orang
kedua bersama Thomas Matulessy di lapangan eksekusi di depan benteng Victoria di kota
Ambon.

PHILIPS LATUMAHINA
Philips Latumahina Letnan orang Borgor, salah satu dari keempat pahlawan dalam
perang Pattimura di tahun 1817. Bersama Thomas Matulessy dan pasukan rakyat merebut
benteng Duurstede pusat pertahanan Belanda di kota Saparua dan membantu Thomas dalam
pertempuran melawan tentara Belanda di pantai Waisisil di Saparua. Philips juga ikut
memimpin pertempuran-pertempuran di Saparua, Tiouw dan tempat-tempat pertempuran
Lainnya di Jasirah Hatawano dan Jasirah Tenggara(OuwUllath).
Pahlawan yang adalah staf inti Thomas Matulessy Kapitan Pattimura ini juga bekas
mantan pasukan Korps Limaratus. Ia tertangkap bersama Johanis Matulessy kakak Thomas
Matulessy pada tanggal 13 Nopember 1817 oleh pasukan Letnan Veerman di Hutan Booi
Paperu. Mereka ditahan dan diangkut dengan kapal perang Reygersbergen. Pada tanggal 12
Desember 1817, Ambonsche Raad van Justitie (Pengadilan Belanda di Kota Ambon)
menjatuhkan hukuman mati gantung atas diri Letnan Philips Latumahina. Vonis ini disahkan
oleh Laksanaman Buyskes dengan Surat Keputusan tanggal 13 Desember 1817 Nomor 129.
Pada tanggal 16 Desember 1817 pagi hari, dengan disaksikan oleh para hakim, pasukan
Alifuru dari Ternate dan Tidore serta rakyat kota Ambon, Philips Latumahina menjalani
hukuman gantung. Philips yang pertama-tama naik tiang gantungan. Ketika algojo
melaksanakan tugasnya, Philips jatuh terpelanting karena tali gantungannya putus, sebab
badannya besar, gemuk dan kuat. Dengan sudah payah, dia diseret ke atas lagi kemudian
dipasang lagi jerat yang baru maka beberapa saat kemudian pahlawan ini tewas.

MELCHIOR KESAULYA
Melchior Kesaulya yang namanya dieja sebagai Melojier Kesaulya alias Kapitan
Pattisaha adalah raja Siri Sori yang diangkat Thomas Matulessy sebagai pembantuanya
menggantikan raja Salomon Kesaulya yang berkhianat dan tewas dalam pertempuran di
pantai Waisisil dengan Mayor Beetjes tanggal 20 Mei 1817. Melchior-lah yang
menandatangani Proklamasi Haria pada musyawarah besar di Baileu Haria tanggal 28 Mei
1817. Ia diangkat oleh Thomas Matulessy Kapitan Pattimura sebagai salah satu komandan
pasukan rakyat di Pulau Haruku untuk merebut benteng Belanda Zeelandia dibawah
pimpinan Kapitan Lukas Selanno yang dibantuolehKapitanLukasLisapalyaliasKapitanAron.
Ketiga kapitan ini pernah berdinas dalam kesatuan tentara Inggris yaitu Korps
Limaratus dibawah pimpinan Sersan Mayor Thomas Matulessy. Pada akhir peperangan,
Melchior tertangkap dan dibawa bersama para kapitan lain ke Ambon. Dia diputuskan
mendapat hukuman mati gantung oleh Ambonsche Raad van Yustitie (Pengadilan Belanda di
Ambon). Vonisnya disahkan Laksamana Buyskes dengan Surat Keputuan tanggal 13
Desember 1817 Nomor 132. Ia naik tiang gantungan pada pagi hari tanggal 16 Desember
1817 bersama Thomas Matulessy, Anthone Rhebok dan Philips Latumahina. Melchior
Kesaulya merupakan orang ketika yang naik tiang gantuangan dan yang terakhir adalah
pahlawan Thomas Matulessy.
Pada tanggal 16 Desember 1817 pagi hari, dengan disaksikan oleh para hakim,
pasukan Alifuru dari Ternate dan Tidore serta rakyat kota Ambon, Philips Latumahina
menjalani hukuman gantung. Philips yang pertama-tama naik tiang gantungan. Ketika algojo
melaksanakan tugasnya, Philips jatuh terpelanting karena tali gantungannya putus, sebab
badannya besar, gemuk dan kuat. Dengan sudah payah, dia diseret ke atas lagi kemudian
dipasang lagi jerat yang baru maka beberapa saat kemudian pahlawan ini tewas.
KAPITAN PAULUS TIAHAHU
Paulus Tiahahu adalah seorang Kapitan perang dari Negeri Abubu di Pulau Nusalaut
yang turut dalam perang Pattimura tahun 1817. Paulus dan Anthone Rhebok ditugaskan
Pattimura untuk mengatur pertahanan di Nusalaut. Bersama-sama dengan pasukan rakyat ia
merebut benteng Beverwyik di Negeri Sila Leinitu. Pasukan Belanda di benteng tersebut
disergap dan dibunuh. Para pejuang dari Nusalaut mengambil bahagian pula dalam
pertempuran-pertempuran di Saparua, Haruku dan Jasirah Hatawano di Pulau Saparua. Juga
raja-raja dan pati di Pulau Nusalaut ikut menandatangani Proklamasi Haria di Baileu Haria
tanggal 28 Mei 1817.
Paulus mempunyai seorang putri yang bernama Martha Christina. Putrinya selalu
mendampingi dirinya dalam medan-medan pertempuran. Semangat tempur srikandi Nusalaut
yang masih remaja ini selalu mengobarkan semangat pasukan Pattimura. Selain memimpin
kaum wanita ikut pertempuran, ia berada juga di tengah-tengah pasukan dengan ayahnya
menghadang musuh dan menggabungkan keberaniannya dalam medan pertempuran di Ouw
Ullath Jasirah Tenggara Pulau Saparua. Pertempuran heroik di Front Ouw Ullath berakhir
dengan kekalahan pejuang-pejuang rakyat. Kapitan Paulus Tiahahu, putrinya Martha
Christina, Raja Hehanussa dari Negeri Titawaai, Raja Ullath dan Pati Ouw tertangkap.
Mereka dibawa kekapalperangEverstsen.
Di kapal ini para pejuang bertemu dengan Thomas Matulessy dan para tawanan
lainnya. Sesudah diinterogasi, Buyskes menjatuhkan hukuman mati terhadap Paulus Tiahahu.
Tanggal 16 Nopember 1817, Kapitan Paulus dengan putrinya Martha Christina diangkut ke
Nusalaut dan ditahan di benteng Beverwyik. Pada tanggal 17 Nopember 1817, sesuai dengan
vonis yang dijatuhkan Buyskes ia dihukum mati tembak oleh regu penembak Belanda di
depan benteng Beverwyik. Putrinya tidak dapat membelanya. Setelah itu Martha dilepaskan
dan ia berkeliaran di hutan-hutan, sehingga akhirnya ditangkap dan meninggal di atas kapal
perang Eversten pada tanggal 2 Januari 1818.

KAPITAN LUKAS SELANNO


Lukas Selanno berasal dari Negeri Noloth di Pulau Saparua. Setelah membantu
Kapitan Pattimura dan Anthone Rhebok, mengatur strategi dan pertempuran melawan
pasukan Marinir Belanda yang dipimpin Mayor Beetjes di pantai Waisisil di Pulau Saparua.
Ia diangkat Pattimura sebagai komandan pasukan rakyat di Pulau Haruku dengan tugas
menyerbu dan menduduki benteng Belanda Zeelandia di Haruku Sameth.
Lukas dibantu oleh Kapitan Pattisaha yaitu Melchior Kesaulya dan Kapitan Lukas
Lisapally alias Kapitan Aron. Ia ikut juga membantu Kapitan Pattimura menyerbu benteng
Duurstede di kota Saparua. Lukas Selanno akhirnya ditangkap dan dibawa ke Ambon. Ia
dijatuhi vonis hukuman mati gantung oleh Raad van Justitie (Pengadilan Belanda di Ambon)
karena dipersalahkan menyerang benteng Duurstede dan turut dalam pembunuhan dengan
tuduhan pokok membunuh Nyonya Residen van den Berg. Pada tanggal 26 Januari 1818,
Lukas naik tiang gantungan di lapangan eksekusi di depan benteng Victoria di kota Ambon,
dan gugur sebagai pahlawan rakyat
KAPITAN LUKAS LISAPALY (ARON)
Lukas Lisapaly berasal dari Negeri Ihamahu di Pulau Saparua. Terkenal pula dengan
sebutan atau nama Kapitan Aron. Dia mengambil bagian bersama pasukan rakyat dari
Hatawano dalam penyerangan benteng Belanda Duurstede di kota Saparua dan penghancuran
tentara Mayor Beetjes dalam pertempuran di pantai Waisisil di Pulau Saparua. Sesudah itu
dia diangkat sebagai salah seorang komandan pasukan rakyat di Pulau Haruku, dibawah
pimpinan Kapitan Lukas Selanno untuk merebut benteng Zeelandia dan juga diserahi tugas
memimpin pasukan di Jasirah Hatawano untuk menangkis serangan pasukan Belanda. Pada
akhir peperangan, LukasLisapalyalias
Kapitan Aron tertangkap dan dibawa ke Ambon. Ambonsche Raad van Yustitie
memutuskan hukuman mati gantung. Dia dipersalahkan menyerang benteng Duurstede di
kota Saparua dan turut dalam pembunuhan seorang guru di Amahai dengan kakak dan anak-
anaknya serta terhadap pembunuhan Yulianus Tuankotta, kakak dari Patih Akoon yang
berkhianat. Pada tanggal 16 Januari 1818 Lukas menjalani eksekusi mati gantung di depan
benteng Victoria kota Ambon.

YAKOB SAHETAPY
Yakob Sahetapy adalah kepala sekolah rakyat sekaligus guru agama di Saparua. Dia
adalah Bapak Rohani bagi rakyat yang berjuang khususnya bagi pejuang di medan
pertempuran. Menjelang penyerbuan benteng Duurstede di kota Saparua, ia menaikkan doa
untuk para pejuang.
Di dalam musyawarah, guru Sahetapy juga menaikkan doa agar Tuhan selalu
menyertai perjuangan rakyat. Mazmur 17 menjadi pedoman untuk memperkuat iman para
pejuang. Pengaruh Sahetapy sangat besar di kalangan rakyat dan pimpinan perang, khususnya
bagi Thomas Matulessy Kapitan Pattimura. Pada akahir peperangan Yakob Sahetapy
tertangkap dan dibawa ke Ambon. Pengadilan menjatuhkan hukuman mati gantung
kepadanya. Tetapi Laksanaman Buyskes mengubah hukuman itu menjadi hukuman
pembuangan ke Jawa. Yakob kemudian dibuang bersama Yohannis Matulessy (kakak
Thomas Matulessy) ke Surabaya untuk bekerja di perkebunan pemerintah.

YEREMIAS LATUIHAMALLO
Yeremias Latuihamallo adalah penasihat utama Thomas Matulessy Kapitan
Pattimura, ia berasal dari Negeri Porto di Pulau Saparua, berumur 47 tahun waktu pecah
perang Pattimura tahun 1817. Ia disebut pula dengan nama Salemba. Pada waktu
pemerintahan Inggris, dituduh membunuh Residen Inggris di Saparua. Karena itu ia
ditangkap dan dibuang ke Jawa, lalu ke Madras (India). Kemudian dibebaskan dan kembali
menetap di Porto. Dia diangkat oleh Pattimura menjadi raja Negeri Porto menggantikan Raja
W. P. Nanlohy dan Yeremias ikut menandatangani Proklamasi Haria tanggal 28 Mei 1817 di
Baileu Negeri Haria sebagai perwujudan tekad seluruh rakyat menentang kelaliman
pemerintahan Belanda.
\Yeremias Latuihamallo alias Salemba pada akhir peperangan tertangkap. Tanggal 24
Desember 1817 diinterogasi dan pada tanggal 2 Pebruari 1818 dia dihukum mati gantung
oleh Ambonsche Raad van Justitie (Pengadilan Belanda di Ambon). Dia dipersalahkan
menjadi penasehat utama Thomas Matulessy Kapitan Pattimura dan turut bertanggung jawab
atas segala peristiwa yang telah terjadi. Tetapi nasibnya agak baik. Buykes memberi
keampunan kepadanya karena tidak terbukti pernah membunuh seseorang. Hukumannya
diperingan menjadi hukuman pembungan ke Pulau Jawa selama 25 tahun. Yeremias
Latuihamallo berangkat ke pengasingan dengan kapal perang Wilhelmina.

THOMAS MATULESSY/KAPITAN PATTIMURA (1783 1817)


Thomas Matulessy alias Kapitan Pattimura lahir di Desa Haria, Pulau Saparua pada
tanggal 8 Juni 1783. Thomas Matulessy adalah seorang borgor (burger) berketurunan dari
keluarga besar Matulessia (Matulessy) di Desa Haria Pulau Saparua. Pemuda Thomas
Matulessy mantan Sersan Mayor dalam ketentaraan Inggris mempunyai pengalaman
memimpin pasukan. Ia adalah seorang komandan dengan sifat-sifat kesatria yaitu gagah
perkasa dan pemberani, postur tubuh yang tinggi, kekar dan kuat, berwatak keras namun jujur
dan disiplin. Seorang Kristen Protestan yang saleh dan berperi kemanusiaan.
Pada waktu pecah perang melawan penjajah Belanda tahun 1817, Raja-raja Patih,
Para Kapitan, Tua-tua Adat dan rakyat mengangkatnya sebagai pemimpin dan panglima
perang karena berpengalaman dan memiliki sifat-sfat kesatria (kabaressi). Sebagai panglima
perang, Thomas Matulessy mengatur strategi perang bersama pembantunya. Sebagai
pemimpin dia berhasil mengkoordinir Raja-raja Patih dalam melaksanakan kegiatan
pemerintahan, memimpin rakyat, mengatur pendidikan, menyediakan pangan dan
membangun benteng-benteng pertahanan. Kewibawaannya dalam kepemimpinan diakui luas
oleh para Raja Patih maupun rakyat biasa. Dalam perjuangan menentang Belanda ia juga
menggalang persatuan dengan kerajaan Ternate dan Tidore, raja-raja di Bali, Sulawesi dan
Jawa. Perang Pattimura yang berskala nasional itu dihadapi Belanda dengan kekuatan militer
yang besar dan kuat dengan mengirimkan sendiri Laksamana Buykes, salah seorang
Komisaris Jenderal untuk menghadapi Patimura.
Pertempuran-pertempuran yang hebat melawan angkatan perang Belanda di darat dan
di laut dikoordinir Thomas Matulessy Kapitan Pattimura yang dibantu oleh para penglimanya
antara lain Melchior Kesaulya, Anthoni Rebhok, Philip Latumahina dan Ulupaha.
Pertempuran yang menghancurkan pasukan Belanda tercatat seperti perebutan benteng
Belanda Duurstede, pertempuran di pantai Waisisil dan jasirah Hatawano, Ouw- Ullath,
Jasirah Hitu di Pulau Ambon dan Seram Selatan. Perang Pattimura hanya dapat dihentikan
dengan politik adu domba, tipu muslihat dan bumi hangus oleh Belanda. Para tokoh pejuang
akhirnya dapat ditangkap dan mengakhiri pengabdiannya di tiang gantungan pada tanggal 16
Desember 1817 di kota Ambon. Untuk jasa dan pengorbanannya itu, Thomas Matulessy
dikukuhkan sebagai PAHLAWAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN oleh pemerintah
Republik Indonesia.

MARTHA CHRISTINA TIAHAHU (1800 1817)


Martha Christina Tiahahu adalah seorang gadis dari Desa Abubu di Pulau Nusalaut.
Lahir sekitar tahun 1800 dan pada waktu mengangkat senjata melawan penjajah Belanda
berumur 17 tahun. Ayahnya adalah Paulus Tiahahu, seorang kapitan dari negeri Abubu yang
juga pembantu Thomas Matulessy Kapitan Pattimura dalam perang Pattimura tahun 1817
melawan Belanda.
Martha Christina tercatat sebagai seorang pejuang kemerdekaan yang unik yaitu
seorang puteri remaja yang langsung terjun dalam medan pertempuran melawan tentara
kolonial Belanda dalam perang Pattimura tahun 1817. Di kalangan para pejuang dan
masyarakat sampai di kalangan musuh, gadis molek ini terkenal sebagai gadis pemberani dan
konsekwen terhadap cita-cita perjuangannya.
Sejak awal perjuangan, ia selalu ikut mengambil bahagian dan pantang mundur.
Dengan rambutnya yang panjang terurai ke belakang serta berikat kepala sehelai kain berang
(merah) ia tetap mendampingi ayahnya dalam setiap pertempuran baik di Pulau Nusalaut
maupun di Pulau Saparua. Siang dan malam ia selalu hadir dan ikut dalam pembuatan kubu-
kubu pertahanan. Ia bukan saja mengangkat senjata, tetapi juga memberi semangat kepada
kaum wanita di negeri-negeri agar ikut membantu kaum pria disetiap medan pertempuran
sehingga
Belanda kewalahan menghadapi kaum wanita yang ikut berjuang.
Di dalam pertempuran yang sengit di Desa Ouw Ullath jasirah Tenggara Pulau Saparua yang
nampak betapa hebat srikandi ini menggempur musuh bersama para pejuang rakyat. Namun
akhirnya karena tidak seimbang dalam persenjataan, tipu daya musuh dan penghianatan, para
tokoh pejuang dapat ditangkap dan menjalani hukuman. Ada yang harus mati digantung dan
ada yang dibuang ke Pulau Jawa. Kapitan Paulus Tiahahu divonis hukum mati tembak.
Martha Christina berjuang untuk melepaskan ayahnya dari hukuman mati, namun ia tidak
berdaya dan meneruskan bergerilyanya di hutan, tetapi akhirnya tertangkap dan diasingkan ke
Pulau Jawa.
Di Kapal Perang Eversten, srikandi yang berjiwa kesatria ini menemui ajalnya dan
dengan penghormatan militer jasadnya diluncurkan di Laut Banda menjelang tanggal 2
Januari 1818. Menghargai jasa dan pengorbanan, Martha Christina dikukuhkan sebagai
PAHLAWAN KEMERDEKAAN NASIONAL oleh Pemerintah Republik Indonesia.

SULTAN NUKU (1797 1805)


Muhamad Amiruddin alias Nuku adalah putra Sultan Jamaluddin (1757 1779) dari
kerajaan Tidore. Pada tanggal 13 April 1779, dinobatkan sebagai Sultan Tidore dengan gelar
Sri Paduka Maha Tuan Sultan Saidul Jehad el Mabus Amiruddin Syah Kaicil Paparangan.
Nuku juga dijuluki sebagai Jou Barakati artinya Panglima Perang. Dalam zaman
pemerintahan Nuku (1797 1805), Kesultanan Tidore mempunyai wilayah kerajaan yang luas
yang meliputi Pulau Tidore, Halmahera Tengah, pantai Barat dan bagian Utara Irian Barat
serta Seram Timur. Sejarah mencatat bahwa hampir 25 tahun, Nuku bergumul dengan
peperangan untuk mempertahankan tanah air nya dan membela kebenaran.

Dari satu daerah, Nuku berpindah ke daerah lain, dari perairan yang satu menerobos
ke perairan yang lain, berdiplomasi dengan Belanda maupun dengan Inggris, mengatur
strategi dan taktik serta terjun ke medan perang. Semuanya dilakukan hanya dengan tekad
dan tujuan yaitu membebaskan rakyat dari cengkeraman penjajah dan hidup damai dalam
alam yang bebas merdeka. Cita-citanya membebaskan seluruh kepulauan Maluku terutama
Maluku Utara (Maloko Kie Raha) dari penjajah bangsa asing. Untuk itu Nuku berjuang tanpa
mengenal istirahat sampai di hari tuanya.
Pemerintah Kolonial Belanda yang berpusat di Batavia (Jakarta) dengan gubernur-
gubernurnya yang ada di Ambon, Banda dan Ternate selalu berhadapan dengan Prince Rebel
(raja pemberontak) ini yang terus mengganjal kekuasaan Kompeni (Belanda) tanpa
kompromi. Mereka semua tidak mampu menghadapi konfrontasi Nuku. Nuku merupakan
musuh bebuyutan yang tidak bisa ditaklukan, bahkan tidak pernah mundur selangkahpun saat
bertempurmelwanBelandadidaratmaupundilaut.
Ia adalah seorang pejuang yang tidak dapat diajak kompromi. Semangat dan perjuangannya
tidak pernah padam, walaupun kondisi fisiknya mulai dimakan usia. Kodrat rohaninya tetap
kuat dan semangat tetap berkobar sampai ia meninggal dalam usia 67 tahun pada tahun 1805.
Sebagai penghargaan terhadap jasa-jasa dan pengorbanannya, Pemerintah Republik Indonesia
mengukuhkan Sultan Nuku sebagai PAHLAWAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN.

Mr. JOHANES LATUHARHARY (1900 1957)


Johanes Latuharhary dilahirkan dalam satu keluarga guru pada tanggal 6 Juli 1900 di
Desa Ullath Pulau Saparua. Ia keturunan keluarga besar Latuharhary dari Desa Haruku di
Pulau Haruku. Setelah menamatkan pendidikan dasar pada Eerste Europeesche School di
Ambon tahun 1917, Johanes melanjutkan studi ke Batavia (Jakarta) dan masuk Sekolah
Menengah Umum HBS dan tamat pada tahun1923.
Kemudian ke Negeri Belanda dan berkuliah di Fakultas Hukum Universitas Leiden.
Pada tahun 1927 berhasil meraih gelar Master in de Rechten. Mr. Latuharhary adalah putera
Maluku pertama yang meraih gelar Master di Universitas Leiden Negeri Belanda. Setelah
kembali ke Indonesia tahun 1927, Mr. J. Latuharhary segera bekerja dan diangkat sebagai
Amtenaar Fer Beschikleing van Yustitie (pegawai yang diperbantukan pada President van de
Rood van Justitie (Ketua Pengadilan Tinggi di Surabaya). Di sana ia bekerja sampai tahun
1929.
Sebagai pengacara (advokat) kawakan, Mr. Latuharhary berjuang menolong rakyat
kecil dalam menegakan hukum dan keadilan melawan kesewenangan pemerintah Belanda.
Mr. Latuharhary kemudian terjun ke dunia politik dan pemerintahan. Di Surabaya di segera
aktif dalam organisasi politik Sarekat Ambon dan pergerakan nasional. Ide persatuan dan
kemerdekaan yang dibawa dari Eropa (Belanda) dimasukkan dalam Sarekat Ambon yang
kemudian dipimpinnya.
Bersama dengan para pemimpin organisasi-organisasi politik lainnya, Mr.
Latuharhary dengan Sarekat Ambon membawa masyarakat Maluku ke pintu gerbang
Kemerdekaan Indonesia. Bersama Bung Karno dan Bung Hatta memproklamirkan
kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Mr. J. Latuharhary kemudian
diangkat menjadi Gubernur Maluku yang pertama dan berkedudukan di Yogyakarta.
Setelah pemberontakan RMS (Republik Maluku Selatan) dapat ditumpas pada tahun
1950, Gubernur Latuharhary dan stafnya menuju Ambon dan memimpin rakyat Maluku
membangun daerah. Setelah menunaikan tugas pengabdiannya di daerah yang ia cintai
melalui berbagai tantangan, pada akhir tahun 1954, Mr. J. Latuharhary menyerahkan jabatan
gubernur kepada penggantinya dan kembali ke Jakarta dan memangku tugas barunya pada
Kementrian Dalam Negeri. TOKOH NASIONAL DAN PEJUANG KEMERDEKAAN ini
meninggal dunia pada tanggal 8 Nopember 1959 di Jakarta. Sebagai penghargaan dari negara
dan bangsanya, Mr. Johanes Latuharhary dihargai sebagai seorang MAHAPUTRA
INDONESIA dan dianugerahi bintang jasa tertinggi MAHAPUTRA PRATAMA.

Dr. JOHANES LEIMENA (1905 1977)


Johanes Leimena dilahirkan dalam suatu keluarga guru, pada tanggal 6 Maret 1905 di
Ambon. Ia keturunan keluarga besar Leimena dari Desa Ema di Pulau Ambon dan dikenal
dengan nama panggilan Oom Jo. Ia seorang Kristen yang berbudi luhur. Johanes menempuh
pendidikan dasarnya pada sekolah Ambonesche Burgerchool di Ambon dan
menyelesaikannya pada sekolah ELS(EuropeescheLagereSchool)di Jakarta tahun1919.
Kemudian melanjutkan ke sekolah menengah MULO Kristen dan tamat pada tahun
1922. Selanjutnya menempuh pendidikan tinggi pada sekolah kedokteran STOVIA di Jakarta
dan tamat pada tahun 1930. Setelah bekerja sebagai dokter swasta, ia melanjutkan studi dan
mendalami ilmu kedokteran meraih gelar Doktor pada tahun 1939. Sejak menjadi mahasiswa,
Leimena sudah aktif di kalangan nasional dan masuk organisasi politik Sarekat Ambon. Sejak
tahun 1925 aktif dalam perkumpulan pemuda Yong Ambon sebagai Ketua Umum serta turut
dalam persiapan Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Pada zaman Jepang dan
revolusi kemerdekaan ia ikut berjuang dan mengabdi penuh kepada bangsa dan negara
Republik Indonesia. Sebagai seorang negarawan ia duduk dalam pemerintahan, memegang
berbagai jabatan di antaranya yang paling lama ialah menduduki jabatan Menteri Kesehatan
RI yaitu selama delapan kali masa jabatan dan tujuh kali menjadi pejabat Presiden RI. Sikap
pribadinya yang sederhana dengan Iman Kristen yang sejati dan teguh, menyebabkan ia dapat
diterima oleh semua golongan. Sebagai pemimpin Partai Kristen Indonesia (PARKINDO) ia
selalu dapat duduk dalam berbagai kabinet karena pendiriannya untuk kepentingan negara
diatas segala-galanya Setelah pemberontakan RMS (Republik Maluku Selatan) dapat
ditumpas pada tahun 1950, Gubernur Latuharhary dan stafnya menuju Ambon dan memimpin
rakyat Maluku membangun daerah. Setelah menunaikan tugas pengabdiannya di daerah yang
ia cintai melalui berbagai tantangan, pada akhir tahun 1954, Mr. J. Latuharhary menyerahkan
jabatan gubernur kepada penggantinya dan kembali ke Jakarta dan memangku tugas barunya
pada Kementrian Dalam Negeri. TOKOH NASIONAL DAN PEJUANG KEMERDEKAAN
ini meninggal dunia pada tanggal 8 Nopember 1959 di Jakarta. Sebagai penghargaan dari
negara dan bangsanya, Mr. Johanes Latuharhary dihargai sebagai seorang MAHAPUTRA
INDONESIA dan dianugerahi bintang jasa tertinggi MAHAPUTRA PRATAMA.
Ir. MARTINUS PUTUHENA (1901 1982)
Martinus Putuhena dilahirkan dalam suatu keluarga nelayan pada tanggal 27 Mei
1901 di Desa Ihamahu Pulau Saparua. Ia keturunan keluarga besar Putuhena dari Desa
Ihamahu di Pulau Saparua. Setelah menamatkan pendidikan dasar pada Saparoeasche School
di Saparua tahun 1916, ia melanjutkan studi ke sekolah menengah yaitu MULO di Tondano
(Minahasa) dan tamatpadatahun1919.
Kemudian melanjutkan ke AMS Jurusan B di Jogyakarta dan lulus pada tahun 1929.
Sesudah itu ia ke Bandung dan berkuliah di Technese Hoge School (THS) yaitu Sekolah
Tinggi Teknik (Pendahulu ITB), lulus tahun 1927 dan menyandang gelar Insinyur Sipil.
Putuhena adalah putera Maluku(Ambon) pertama alaumnus THS Bandung.
Ir. Martinus Putuhena memulai kariernya dengan bekerja pada Jawatan Pekerjaan
Umum dan Tenaga di Bandung dan kemudian bertugas diberbagai tempat antara lain di
Jakarta, Purwakerto, Curebon. Menjelang Perang Dunia II bertugas ke Lombok sebagai
Kepala Jawatan Pekerjaan Umum dan Tenaga. Dimasa berkuliah di Bandung, Putuhena
mulai berkenalan dengan politik dan sangat dekat dengan Bung Karno teman yang karib. Ia
pun menjadi anggota Algemeene Studie Club yang didirikan tahun 1925 dan selalu ikut
dalam kegiatan-kegiatan politik dengan tokoh-tokoh pergerakan nasional. Pada zaman
Jepang, Ir. Martinus Putuhena sering dipenjara dan nyaris terbunuh karena tuduhan
menentang kekuasaan Jepang. Setelah kembali bertugas ke Jakarta, Putuhena segera terlibat
dalam revlusi kemerdekaan.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan dan pembentukan pemerintahan negara Indonesia,
Ir. Martinus Putuhena sampai tiga kali menjabat Menteri Pekerjaan Umum. Selama revolusi
kemerdekaan, ia bertugas sesuai dengan profesinya, dan dalam kegiatan-kegiatan politik
selalu bersama dengan Dr. J. Leimena dan Mr. J. Latuharhary. Tugas penting dan berat yang
dipercayakan kepadanya dalam rangka perjuangan mempertahankan Negara Kesatuan
Republik Indonesia adalah melikuidasi NIT (Negara Indonesia Timur) dan menumpas
pemberontakan RMS di Maluku. Misi diplomasinya berhasil dengan baik pada waktu ia
menjabat Perdana Menteri NIT dn menjadi anggota dari Panitia Perundingan dengan RMS
dipimpin Dr. J. Leimena.
Sesudah melewati purna bakti, Ir. Martinus Putuhena masih tetap mengabdi pada
masyarakat. Tokoh nasional dan pejuang ini meninggal dunia pada tanggal 20 September
1982 di Jakarta. Pemerintah RI dan bangsa Indonesia menghargainya sebagai salah seorang
MAHAPUTERA INDONESIA dan dianugerahi bintang jasa tertinggi MAHAPUTERA
UTAMA.

Prof. Dr. GERRIT A. SIWABESSY (1914 1981)


Gerrit A. Siwabessy dilahirkan dalam suatu keluarga petani dan dibesarkan dalam
lingkungan keluarga guru pada tanggal 19 Agustus 1914 di Desa Ullath Pulau Saparua. Ia
keturunan keluarga besar Siwabessy dari Desa Ullath di Pulau Saparua. Setelah menamatkan
pendidikan dasar, kemudian ke sekolah menengah MULO di Ambon dan tamat tahun 1931.
Selanjutnya melanjutkan studi ke sekolah kedokteran NIAS di Surabaya. Tahun 1942
memperoleh ijazah dokter dan dalam tahun yang sama ditempatkan pada rumah sakit
Siampang di Surabaya, mengepalai bagian radiologi sampai tahun1945.
Pada zaman Jepang, ia dianiaya dan nyaris meninggal. Selain tugas pokok pelayanan
kesehatan, ia mengurus pula para pengungsi orang-orang Maluku. Pada masa perang
kemerdekaan, Siwabessy dengan pemuda Maluku turut berjuang dalam pertempuran
Surabaya melawan tentara Inggris dan Belanda. Ia menjadi anggota Komite Nasional Daerah
dan menghimpun pemuda Maluku dalam oraganisasi PRIM (Pemuda Republik Indonesia
Maluku). Kemudian dibentuk Devisi Pattimura dan Siwabessy kepala stafnya. Bersama Mr.
J. Latuharhary dan Dr. J. Leimena, memimpin masyarakat Maluku di Jawa dalam revolusi
kemerdekaan. Pada tahun 1949 melanjutkan studi ke Inggris (London) dan mendalami bidang
Radiologi dan Kedokteran Nuklirdi London University.
Kembali ke Indonesia tahun 1962 diangkat sebagai Kepala Bagian Radiologi (Ilmu
Sinar) pada rumah sakit pusat RSCM. Kemudian Dr. Siwabessy merintis pembinaan di
bidang radiologi antara lain: mendirikan Sekolah Asisten Rontgen di RSCM, melatih para
dokter penyakit paru-paru, mengatur dan membina kegiatan-kegiatan klinis dalam bidang
radiologi di rumah sakit pemerintah maupun swasta. Dr. Siwabessy kemudian diangkat
sebagai Kepala Lembaga Radiologi Departemen Kesehatan dan juga menjadi ketua dari
Panitia Penyilidikan Radioaktivitas dan Tenaga Atom. Pada tahun 1954 didirikanlah Badan
Tenaga Atom Nasional (BATAN)dan Siwa bessy menjadi direkturnya.
Pada tahun 1956a, ia dikukuhkan sebagai Guru Besar Radiologi pada Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Prof. Dr. G. A. Siwabessy juga mengepalai Tim Dokter
Kepresidenan. Pada Kabinet Pembangunan ia menjadi Menteri Kesehatan selama dua
periode. Prof. G. A. Siwabessy juga mempunyai reputasi internasional dalam bidang
keahliannya. Ia meninggal dunia di Jakarta pada tahun 1981. Tokoh nasional dan Bapak
Atom Indonesia ini dihargai jasa-jasa dan pengabdiannya oleh Pemerintah RI dan bangsa
Indonesiaa sebagai seorang MAHAPUTERA INDONESIA yang besar dan dianugerahi
bintang tertinggi yaitu BINTANG MAHAPUTERA UTAMA

Dr. JACOB BERNADUS SITANALA (1889 1958)


Jacob Bernadus Sitanala dilahirkan dalam suatu keluarga pengusaha kecil pada
tanggal 18 Septemaber 1889 di Kayeli Pulau Buru. Ia keturunan keluarga besar Sitanala dari
Desa Suli di Pulau Ambon. Setelah menamatkan pendidikan dasar pada Ambonsche Burger
School di Ambon dan pendidikan menengah MULO pada tahun 1904, ia melanjutkan
pendidikannya ke sekolah kedokteran yaitu STOVIA di Jakarta. Pada tahun 1912 Jacob
berhasil memperoleh ijazah dokter dan ditempatkan diberbagai tempat di Indonesia. Karena
prestasinya yang tinggi dalam tugas pelayanan kedokteran dan penelitian ilmiah, ia mendapat
tugas belajar ke negeri Belanda tahun 1923 dan mendalami Ilmu Penyakit Kusta (Lepra).
Pada tahun 1926 berhasil memperoleh diploma Nederlandsche arts, dan pada tahun 1927
mendapat gelar Doktor dan Guru Besar dalam ilmu Penyakit Kusta. Setelah kembali ke
Indonesia dan bertugas sebagai ahli penyakit kusta, Dr. Sitanala diangkat sebagai Kepala
Pemberantasan Penyakit Kusta di Indonesia.
Sitanala adalah ahli penyakit kusta yang pertama di Indonesia. Sebagai perintis
pemberantasan penyakit kusta, ia dikenal pula di dunia internasional karena karya-karya
ilmiah hasil penelitian dan metode baru pengobatan penyakit kusta yang ia kembangkan.
Untuk itu raja kerajaan Swedia berkenan memberikan bintang kehormatan tertinggi Wasa
Orde yang setaraf dengan Nobelprijs (Hadiah Nobel) kepadanya dan juga sebuah bintang jasa
dari perkumpulan Sarjana-Sarjana Internasional dalam bidang kesehatan.
Dr. J. B. Sitanala terkenal pula sebagai pejuang dan perintis kemerdekaan Indonesia.
Selama studi di negeri Belanda menjabat wakil ketua Perhimpunan Indonesia, sangat aktif
dalam pergerakan dan perjuangan kemerdekaan Indonesia. Menjadi penasehat dari organisasi
politik Sarekat Ambon. Perasaan nasionalismenya sangat tinggi dan terlihat dalam usaha-
usaha untuk membela rakyat kecil yang diperlakukan tidak manusiawi dalam bidang
kesejahteraan dan kesehatan, juga menentang ras diskriminasi di kalangan profesi
kedokteran.
Dr. J. B. Sitanala dikenal pula sebagai salah seorang pendiri Palang Merah Indonesia.
Setelah bertugas ke Ambon pada tahun 1947, masih tetap mengabdi sepanjang hayatnya.
Beliau meninggal dunia pada tanggal 30 Agustus 1958, dan oleh Pemerintah RI dihargai
sebagai PERINTIS KEMERDEKAAN dan tokoh nasional yang besar.

dr. MELKIANUS HAULUSSY (1902 1983)


Melkianus Haulussy dilahirkan dalam suatu keluarga petani pada tanggal 20 Mei
1902 di Desa Ihamahu Pulau Saparua. Ia keturunan keluarga besar Haulussy dari Desa
Ihamahu diPulau Saparua. Setelah menamatkan pendidikan dasar pada Saparoeasche School
di Saparua tahun 1921, Melkianus melanjutkan studi ke Surabaya dan memasuki sekolah
kedokteran NIAS (Nederlandsch Indische Aartsens School) dan tamat pada tanggal 4 Mei
1932. Sebagai dokter muda, pertama kali ditempatkan pada rumah sakit CBZ Surabaya
bagian penyakit dalam. Kemudian dipindahkan ke Medische Propaganda di Jogyakarta
sampai tahun 1935.
Pada tahun 1935 pindah ke Saparua sebagai dokter Pemerintah dan tahun 1936 ke Flores
sampai 1940. Sesudah itu ke Surabaya dan Bandung dengan tugas khusus memberantas
penyakit malaria dan penyakit pes. September tahun 1940, dr. Melkianus Haulussy
dipindahkan sebagai Wakil Insperktur Kesehatan Jawa Barat. Dalam revolusi kemerdekaan
beliau memimpin delegasi Kesehatan Jawa Barat untuk berunding dengan Belanda. Juga
menjadi dokter pada Resimen Pattimura JawaBarat.
Dalam pengembangan kariernya dokter Haulussy pindah ke Jogyakarta dan diangkat
menjadi Kepala Obat-Obatan Kementrian Kesehatan RI dari tahun 1947 1951. Setelah
pengakuan kemerdekaan beliau dipindahkan ke Amahai (Pulau Seram tahun 1951) dan di
detasir ke Makassar tahun 1952, kemudian dipindahkan lagi Jogyakarta. Beberapa bulan
sesudah itu pada tahun 1952, kemudian dipindahkan ke Maluku sebagai Pimpinan
Pemberantasan Penyakit Kusta dan ditempatkan di Saparua.
Tahun 1954 dr. Haulussy diangkat menjadi Inspektur Kesehatan Propinsi Maluku dan
ditunjuk sebagai tenaga yang diperbantukan pada Jawatan Kesehatan Resimen Infantri 25 di
Ambon. Tanggal 4 Oktober 1958 beliau memasuki masa pensiun, namun pada tanggal 20
Mei 1960 diangkat kembali oleh Departemen Kesehatan RI sebagai pegawai bulanan pada
RST Kodam Maluku dan Irian Barata di Ambon. Pada tanggal 22 Juli 1960 dengan SK
Kepala Staf Angkatan Darat diperbantukan pada Kesdam XV Maluku Irian Barat di Ambon.
Dokter Haulussy terkenal pula sebagai tokoh pendiri Universitas Pattimura Ambon.
Beliau adalah Ketua Yayasan Perguruan Tinggi Maluku dan Irian Barat yang merupakan
embrio dari perguruan tinggi ini dan memperjuangkannya menjadi universitas negeri tahun
1962. Di samping tugas-tugasnya sebagai dokter dan pengabdi pendidikan, beliau juga
menekuni membuat obat tradisional dengan nama sepahit yang dapat dijangkau oleh rakyat
kecil dengan harga yang murah untuk berbagai jenis penyakit.
Sebagai pejuang kemerdekaan, dr. Haulussy turut dalam perebutan kekuasaan dari
Jepang di Majalengka, turut bergerilya dengan paa pejuang di Jawab Barat dan Jogyakarta.
Atas jasa-jasanya itu maka oleh Pemerintah Republik Indonesia beliau dianugerahi bintang
SATYA LENCANA KEBAKTIAN SOSIAL. Pejuang dan pengabdi bangsa dan
kemanusiaan ini meninggal di Ambon pada tanggal 27 Juli 1983 dalam usia 81 tahun.

ELIZA URBANUS PUPELLA (1910 1996)


Eliza Urbanus Pupella dilahirkan dari suatu keluarga guru pada tanggal 24 April 1910
di Desa Hila Pulau Ambon. Ia keturunan dari keluarga Pupella di Desa Amahusu Pulau
Ambon. Setelah menamatkan pendidikan dasar pada Europeesche Lagere School di Ambon,
Eliza melanjutkan studinya ke Makassar (Ujung Pandang) dan masuk sekolah MULO.
Setelah tamat belajar di MULO, Eliza langsung bekerja pada perusahaan minyak pelumas
Belanda (BPM). Jiwa nasionalisme yang diwarisi dari ayahnya mendorong ia segera terjun ke
dunia politik dan aktif dalam zaman pergerakan nasional. Ia mulai aktif di organisasi Yong
Ambon dan Sarekat Ambon dan Partai Indonesia Raya (PARINDRA) yang memperjuangkan
kemerdekaan Indonesia.
Pupella dipecat pemerintah Belanda dan pindah ke Bali tahun 1930. Di Bali ia aktif
lagi dengan teman-teman seperjuangan di sana dan dipecat lagi. Tahun 1933 kembali ke
Makassar, kemudian pada tahun 1934 ke Jogyakarta dan belajar di Perguruan Nasional
Taman Siswa yang dipimpin Ki Hajar Dewantara. Setelah kembali ke Ambon, Pupella
mendirikan Balai Pendidikan yang berazas nasionalisme seperti Taman Siswa. Di Ambon ia
kembali aktif dalam bidang politik dan memimpin organisasi politik Sarekat Ambon cabang
Ambon, dan berjuang dengan rekan-rekannya di lembaga Ambon Raad melawan organisasi-
organisasi sosial dan politikyangproBelanda.
Pada zaman pendudukan Jepang, Pupela diangkat oleh pemerintah militer Jepang
untuk mengatur masyarakat Ambon karena ia mempunyai wibawa baik terhadap masyarakat
Kristen maupun Islam. Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tahun 1945, Pupella
meneruskan perjuangan mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan dan Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Dengan rekan-rekannya ia berjuang di Ambon dan Makassar. Sebagai
anggota Parlemen NIT (Negara Indonesia Timur) ia terkenal sebagai tokoh yang melikuidir
Negara Bagian ini ke dalam negara Kesatuan Republik Indonesia. Kemudian Elisa Urbanus
Pupella menjadi anggota Parlemen RIS dan DPR Ri (1950 1956) mewakili rakyat Maluku.
Wadah perjuangannya adalah organisasi politik PIM (Partai Indonesia Merdeka) dan PNI
(Partai Nasional Indonesia). Pada usia lanjutnya, Bapak E. U. Pupella masih tetap mengabdi
pada masyarakat sebagai seorang wiraswasta. Pupella meninggal dunia pada tanggal 16
Agustus 1996 di Ambon, karena jasa-jasa dan pengabdiannya ia dihargai dan diakui
sebagai TOKOH PEJUANG DAN PERINTIS KEMERDEKAAN INDONESIA.

ALEXANDER JACOB PATTY (1901 1957)


Alexander Jacob Patty lahir pada tanggal 15 Agustus 1901 di Desa Nolloth Pulau
Saparua. Ia keturunan keluarga besar Patty di negeri Nolloth Pulau Saparua. Setelah
menamatkan pendidikan dasarnya pada Saparoeasche School di kota Saparua, Alex
melanjutkan studinya ke Surabaya dan memasuki sekolah kedokteran NIAS (Nederlandsche
Indische Aartsens School). Baru pada tingkat pertama Alex sudah dikeluarkan dari sekolah
karena sifat dan tingkah lakunya yang ekstrim. Ia tidak senang dengan Pemerintah Belanda
karena politik diskriminasi terhadap kaum militer Ambon dalam KNIL.
Pada tahun 1919, Alex pindah ke Semarang dan mulai aktif dalam dunia
kewartawanan. Pertama kali mendirikan Perkumpulan Kemakmuran Rakyat Ambon
(Maluku). Kemudian karena perkembangan gerakan kebangsaan, organisasi yang bersifat
sosial ini ditinggalkan oleh Patty dan mendirikan organisasi baru yang bersifat politik yaitu
Sarekat Ambon pada tanggal 9 Mei 1920 dan membawa ide organisasi ini ke dalam ide
Nasionalis Indonesia. Pada tahun 1922, A. J. Patty masuk dalam Radikale Consentratie
(gabungan partai radikal). Sifat-sifat radikal dan revolusioner Patty, ditentang oleh para
rekannya dari Ambonsche Studie Fonds, namun ia tetap membawa Sarekat Ambon dalam
semangat kebangsaan Indonesia. Ide Sarekat Ambon terus disiarkan melalui majalah Mena
Muria dan di kota-kota besar di Jawa dibuka cabang Sarekat Ambon.
Sarekat Ambon juga mempunyai bagian khusus untuk wanita, yaitu organisasi Ina
Tuni. April 1923, A. J. Patty memperkenalkan ide Sarekat Ambon kepada masyarakat
Ambon. Sesuai kondisi didirikan dahulu suatu Komite Sarekat Ambon dan A. J. Patty segera
berkeliling ke negeri-negeri mempropaganda ide Sarekat Ambon. Tahun 1924, Patty berhasil
dipilih sebagai anggota Ambon Raad dan di lembaga perwakilan ini ia mulai
memperjuangkan nasib rakyat, namun politiknya ditentang keras oleh para raja, yaitu
Regenten Bond. Ia dituduh berbahaya oleh pemerintah, padahal rakyat sangat simpatik pada
Sarekat Ambon. Karena dituduh melanggar hukum (adat) dan menghasut rakyat, ia ditangkap
dan ditahan oleh Asisten Residen. Kemudian dibawa ke Makassar dan diadili oleh Raad van
Justitie. Setelah dihukum, tahun 1942, Patty diringkus ke Bengkulu (Suamatera) kemudian ke
Boven Digul (Irian Jaya) sampai pecah Perang Dunia II. Pada masa Jepang, dapat meloloskan
diri ke Australia dan pada masa revolusi kemerdekaan, berjuang bersama Bung Karno dalam
mempertahankan Proklamasi 17 Agustus 1945 dan Negara Kesatuan RI. Alexander Jacob
Patty meninggal dunia di Badung pada tanggal 15 Juli 1947. Tokoh pejuang ini dihargai
sebagai seorang PERINTIS dan PEJUANG KEMERDEKAAN.
ABDUL MUTHALIB SANGAJI
Abdul Muthlib Sangaji lahir di keluarga besar Sangaji dari Pulau Haruku.
Menamatkan pendidikan dasar pada Sekolah Belanda HIS dan pendidikan menengah MULO.
Abdul Muthlib Sangaji tidak lagi melanjutkan studi lebih tinggi dan segera terjun dalam
dunia politik. Ia masuk organisasi politik Sarekat Islam (SI) dan bergabung dengan kedua
tokoh politik SI, yaitu Haji Agus Salim dan H. O. S. Tjokroaminoto.
Di SI Abdul Muthlib Sangaji terkenal sebagai juru pidato yang ulung dalam
menggerakkan semangat perjuangan kemerdekaan. Setelah H. O. S. Tjokroaminoto
meninggal dunia, maka Sarekat Islam mulai retak. Abdul Muthlib Sangaji dan Agus Salim
mengundurkan diri dan mendirikan Penyadar sebagai suatu partai baru.
Partai baru ini diperkuat tokoh-tokoh muda seperti Sarjan dan Mohammad Roem.
Abdul Muthlib Sangaji kemudian pindah ke Makassar dan Samarinda (Kalimantan). Di kedua
tempat ini ia terus mengobarkan semangat perjuangan dan pidato-pidatonya dinilai
pemerintah Belanda sangat berbahaya.
Ia ditangkap dan dipenjarakan. Kemudian dilepaskan dari penjara dan ikut lagi dalam
perjuangan para revolusi fisik. Bersama tokoh-tokoh pejuang lainnya, Abdul Muthlib Sangaji
pindah ke Jogyakarta dan berjuang di sana. Di ibukota perjuangan ini, ia meninggal sebagai
seorang pejuang dan pemerintah RI menghargai jasa-jasanya sebagai salah seorang
PERINTIS KEMERDEKAAN.

WILLEM JOHANNES LATUMETEN (1916 1965)


Willem Johanes Latumeten lahir tanggl 16 April 1916 di Saparua. Ia keturunan
keluarga besar Latumetena dari Desa Rutong di Pulau Ambon dan adalah putera sulung dari
Prof. DR. Y. A. Latumeten, tokoh pejuang dan ahli penyakit jiwa. Pendidikan ELS di Sabang
tahun 1930, HBS di Malang tahun 1937, Geneeskundige Hogeschool (Sekolah Tinggi
Kedokteran) di Jakarta.
Pengabdian beliau dimulai sejak zaman revolusi fisik sampai pengisian kemerdekaan,
baik di Kementrian Penerangan maupun di Departemen Olahraga ataupun sebagai Pembina
Olahraga. Mulai bekerja pada Kementrian Penerangan Jakarta permulaan tahun 1946.
Pertengahan tahun 1947 memimpin surat kabar Het Nieuws Blad. Selaku Kepala Pewartaan /
Press Service Kemper RIS mulai tahun 1950 dan merangkap juru bicara Departemen
Penerangan.
Pada zaman RI menjadi Kepala Bagian Pewartaan Kementrian Penerangan
merangkap Juru Bicara. Pada tahun 1958 diperbantukan pada Menteri Penerangan dan tahun
1962 ditugaskan ke Departemen Olahraga sebagai Pembantu Khusus Menteri Olahraga.
Usaha-usahanya sebagai pembina olahraga antara lain: mendirikan Sekolah Tinggi
Olahraga di Jakarta, membentuk keorganisasian olahraga (PERBASI), membina para atlet
untuk terjun ke ASEAN GAMES IV yahun 1962 dan GANEFO tahun 1963, menjadi
Sekretaris Umum Komite Olympiade Indonesia Pusat (1955 1964). Willem Johanes
Latumeten adalah juga seorang pejuang dan nasionalis sejati. Dalam perundiangan antara
Indonsia dengan Belanda, sering bertindak sebagai juru bicara delegasi Indonesia. Willem
Johanes Latumeten meninggal dunia 23 Maret 1965, dan sebagai pahlawan dimakamkan di
Taman Pahlawan Kalibata Jakarta. Karena jasa-jasa dan pengabdiannya, ia dianugerahi
pemerintah LENCANA BAKTI dalam
Purnawirawan Kolonel Infantri Herman Pieter lahir di Ambon tanggal 12 Desember
1924 dari keluarga besar Pieters di Desa Eri (Nusaniwe) Pulau Ambon. Pendidikan yng
diraihnya adalah Sekolah Teknik Elektro di Surabaya dari tahun 1939 1942. Kemudian pada
tahun 1954 sampai tahun 1955 dan tahun 1961 sampai 1962 mengikuti Sekolah Staf
Pimpinan Angkatan Darat.
Karier beliau sebagai seorang militer dan seorang pejuang dapat dicatat sebagai berikut:
1. Asisten Gubernur Militer pada komperensi Linggarjati dan Komperensi Renville antara
Indonesia dan Belanda (1945 1948) dan sekaligus Perwira Penghubung membantu
Perdana Menteri Sultan Syahrir. Ikut dalam perang gerilya melawan Belanda di Jawa
Timur (Surabaya dan Malang) dalam Divisi Pattimura.
2. Anggota Panitia Pertimbangan Gencatan Senjata dengan Belanda di Malang, Mojokerto
dan Surabaya (1948 1949) dan Panitia Militer Negara Indonesia Timur di Makassar.
3. Menumpas Pemberontakan Andi Azis di Makassar dan RMS di Maluku (1950 1953),
kemudian menjadi Asisten Komandan Teritorium VII dan Perwira Peradilan Pengadilan
Militer di Ambon (1953 1956).
4. Komandan Residen Infantri 25 Maluku dan Daerah Militer Maluku dan Irian Barat
(1956 1957) dan Komandan Kodam XV Pattimura (1957 0 1959). Tahun 1958
menjabat Perwira Hakim pada Pengadilan Daerah Militer di Makassar.
5. Asisten D-II dari Kepala Staf Angkatan Darat (1961 1962). Tahun 1963 pensiun
Angkatan Darat (ABRI)a dan menjadi Presiden Direktur PT. Kora-Kora.
6. Anggota MPR RI dari Golkar tahun 1977 dan 1983 1987.
7. Meninggal dunia tahun 1998 di Yogyakarta dan dimakamkan di Taman Makam
Pahlawan Kalibata. Tanda jasa dan penghargaan dari negara antara lain : BINTANG
GERILYA, BINTANG SETYA LENCANA AKSI MILITER I dan II, BINTANG
SETYA LENCANA SAPTA MARGA, BINTANG SETYA LENCANA KESETIAAN,
BINTANG MEDALI GARUDA I / MESIR, BINTANG SEWINDU, BINTANG GOM
II, III dan IV.

KAREL SADSUITUBUN (1928 1965)


Karel Satsuitubun lahir di Ramadian (Tual) Maluku Tenggara tanggal 14 Oktober
1928. Ia bersekolah pada SD Kristen Katolik sejak tahun 1935 dan tamat tahun 1941. Sejak
kecil ia telah anti Belanda karena ketidakadilan terhadap pamannya seorang mantan tentara
KNIL, dan hal inilah yang mendorongnya memasuki dinas Angkatan Kepolisian Republik
Indonesia.
Pada tahun 1951 setelah diterima menjadi anggota kepolisian, ia bertugas di Ambon.
Dalam kariernya sebagai anggota kepolisian (Brigade Mobile) ia pernah bertugas di Ambon,
Sulawesi, Sumatera, Yogyakarta dan Irian jaya. Di Ambon setelah bertugas, Karel mengikuti
Sekolah Polisi Mobile Brigade (SPMB) Megamendung (Bogor). Kemudian mengikuti
Latihan Penyegaran I di Ambon dalam rangka menumpas RMS. Dua kali ditugaskan di
Sumatera Utara (Aceh) dalam menumpas pemberontakan DI / TII yang dipimpin oleh Daud
Beureeh. Kemudian di Sulawesi menumpas DI / TII yang dipimpin Kahar Muzakark. Dua
kali ditugaskan di Sumatera Barat menumpas pemberontakan PRRI. Kemudian ditugaskan di
Irian Barat (Trikora) untuk pembebasan wilayah ini dari penjajahan Belanda. Juga bertugas
dalam pengamanan GANEFO I Jakarta. Terakhir ditugaskan selaku pengawal rumah
kediaman Waperdam II Dr. S. Leimena. Di sinilah Karel Satsuitubun gugur karena serangan
gerombolan penculik G 30S PKI. Karel gugur sebagai seorang patriot dan pahlawan. Dan
pemerintah menghargainya dengan menganugerahi bintang REPUBLIK INDONESIA
KELAS III dengan gelar PAHLAWAN REVOLUSI.

Kesimpulan:
Perlawanan rakyat Maluku terhadap penjajah dilakukan sejak tahun 1512, dipimpini
oleh Sultan Khairun dan Sultan Baabullah (1575). Kemarahan rakyat terhadap Portugis sudah
tidak dapat dibendung lagi, karena mereka selalu bersikap sewenang-wenang kepada rakyat.
Namun, perjuangan rakyat Maluku untuk mengusir penjajah belum selesai, karena selain oleh
Portugis, Maluku pun dijajah oleh VOC (Belanda). Sultan Nuku (putra Sultan Jamaluddin)
melakukan perlawanan terhadap VOC. Dan juga terdapat pejuang Maluku lain yang bernama
Thomas Matulesi (Kapitan Pattimura). Pada tanggal 16 Desember 1817, Pattimura ditangkap
dan dij atuhi hukuman mati. Ia digantung di benteng Nieuw Victoria di Ambon. Penangkapan
Pattimura mengakhiri perjuangan rakyat Maluku.

Anda mungkin juga menyukai