Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

PERANG ACEH
Dibuat untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Pelajaran IPS

Oleh:
KELOMPOK
1. NURBAETI
2. ANGGI RIANI
3. KHUSNUL KHOTIMAH
4. YULIANA MARLINA
5. SITI RAHMA
6. NUR SILVIA
Kelas: VIII.C

SMP NEGERI 1 CIPANAS


“Green School”
Jl. Raya Rangkasbitung – Bogor Km. 36, Cipanas - Lebak – Banten

1
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kita haturkan kepada Allah SWT sebab karena limpahan
rahmat serta anugerah dari-Nya kami mampu untuk menyelesaikan makalah kami
dengan judul “Perang Aceh”.

Shalawat serta salam tidak lupa selalu kita haturkan untuk junjungan nabi
agung kita, yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah menyampaikan petunjukan
Allah SWT untuk kita semua, yang merupakan sebuah pentunjuk yang paling
benar yakni Syariah agama Islam yang sempurna dan merupakan satu-satunya
karunia paling besar bagi seluruh alam semesta.

Selanjutnya dengan rendah hati kami meminta kritik dan saran dari
pembaca untuk makalah ini supaya selanjutnya dapat kami revisi kembali. Karena
kami sangat menyadari, bahwa makalah yang telah kami buat ini masih memiliki
banyak kekurangan.

Kami ucapkan terimakasih yang sebanyak-banyaknya kepada setiap pihak


yang telah mendukung serta membantu kami selama proses penyelesaian makalah
ini hingga rampungnya makalah ini.

Demikianlah yang dapat kami haturkan, kami berharap supaya makalah


yang telah kami buat ini mampu memberikan manfaat kepada setiap pembacanya.

Cipanas, April 2019

Penyusun

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................................... i

DAFTAR ISI ...................................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................................ 1

A. Latar Belakang ................................................................................................................ 1


B. Rumusan Masalah .......................................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan ........................................................................................................... 2
D. Manfaat Penulisan ......................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................................. 3

A. Latar Belakang Terjadinya Perang Aceh ............................................................... 3


B. Jalannya Perang Aceh Dari Tahun 1873 Sampai Tahun 1904 ...................... 4
C. Tokoh Perang Aceh ........................................................................................................ 8

BAB III PENUTUP ......................................................................................................................... 12

A. Kesimpulan ....................................................................................................................... 12
B. Saran ................................................................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bangsa Eropa pertama kali datang ke Indonesia sekitar abad ke 16. Di


mulai dari Bangsa Portugis, Spanyol, baru terakhir Belanda, termasuk juga Inggris
ketika berhasil menguasai Belanda. Tujuan kedatangan Bangsa Spanyol ke
Indonesia, tujuan bangsa Portugis ke Indonesia, sampai tujuan Bangsa Belanda
datang ke Indonesia sama: gold, glory, dan gospel, kemudian dengan cepat
berubah menjadi penguasaan atas tanah harapan di segala bidang. Mereka
menjajah bangsa tempat tujuan.

Dari semua negara Eropa, Bangsa Belanda yang terlama berada di


Indonesia. Mereka mulai masuk dari wilayah Banten dan sedikit demi sedikit
menguasai tanah Indonesia dari Barat sampai ke Timur. Namun, penguasaan
tersebut bukan hal yang mudah. Penjajahan Belanda harus dibayar mahal. Tidak
sedikit pengorbanan harta dan nyawa yang mereka keluarkan. Itu karena rakyat
Indonesia tidak mau menyerah begitu saja terhadap Belanda.

Selama sekitar 3,5 abad menguasai Indonesia, selama itu pula perlawanan
terjadi.Di Banten tempat Belanda pertama kali datang, di Batavia (Jakarta tempo
dulu), di seluruh bagian Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua, dan Sumatera.
Perlawanan rakyat Aceh terhadap Belanda termasuk yang terlama. Perlawanan
yang berlangsung beberapa generasi dan membuat Belanda kehabisan semua yang
dimilikinya, sampai akhirnya Aceh benar-benar dikuasai. Untuk mengetahui lebih
dalam tentang perang Aceh, maka artikel kali ini akan membahas tentang latar
belakang Perang Aceh, mengapa sampai terjadi perlawanan di Aceh.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang meletarbelakangi terjadi perang aceh?
2. Bagaimana jalanya perang aceh?
3. Siapa saja tokoh-tokoh yang terlibat dalam perang aceh?
C. Tujuan Penulisan

1
Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu:

1. Untuk mengetahui latar belakang perang aceh?


2. Untuk mengetahui jalanya perang aceh
3. Untuk mengetahui tokoh-tokoh perang aceh

D. Manfaat Penulisan

Manfaat yang dapat diambil dari pembahasan makalah ini yaitu diharapkan
para pembaca dapat mengambil pelajaran dari perang aceh.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Latar Belakang Terjadinya Perang Aceh

Akibat dari Perjanjian Siak 1858, Sultan Ismail menyerahkan wilayah Deli,
Langkat, Asahan dan Serdang kepada Belanda, padahal daerah-daerah itu sejak
Sultan Iskandar Muda, berada di bawah kekuasaan Aceh. Belanda melanggar
perjanjian Siak, maka berakhirlah perjanjian London tahun 1824. Isi perjanjian
London adalah Belanda dan Britania Raya membuat ketentuan tentang batas-batas
kekuasaan kedua daerah di Asia Tenggara yaitu dengan garis lintang Singapura.
Keduanya mengakui kedaulatan Aceh. Aceh menuduh Belanda tidak menepati
janjinya, sehingga kapal-kapal Belanda yang lewat perairan Aceh ditenggelamkan
oleh pasukan Aceh. Perbuatan Aceh ini didukung Britania.

Dengan dibukanya Terusan Suez oleh Ferdinand de Lesseps menyebabkan


perairan Aceh menjadi sangat penting untuk lalu lintas perdagangan.
Ditandatanganinya Perjanjian London 1871 antara Inggris dan Belanda, yang
isinya, Britania memberikan keleluasaan kepada Belanda untuk mengambil
tindakan di Aceh. Belanda harus menjaga keamanan lalulintas di Selat Malaka.
Belanda mengizinkan Britania bebas berdagang di Siak dan menyerahkan
daerahnya di Guyana Barat kepada Britania.

Akibat perjanjian Sumatra 1871, Aceh mengadakan hubungan diplomatik


dengan Konsul Amerika Serikat, Kerajaan Italia dan Kesultanan Usmaniyah di
Singapura. Aceh juga mengirimkan utusan ke Turki Usmani pada tahun 1871.
Akibat upaya diplomatik Aceh tersebut, Belanda menjadikannya sebagai alasan
untuk menyerang Aceh. Wakil Presiden Dewan Hindia Frederik Nicolaas
Nieuwenhuijzen dengan 2 kapal perangnya datang ke Aceh dan meminta
keterangan dari Sultan Machmud Syah tentang apa yang sudah dibicarakan di
Singapura itu, tetapi Sultan Machmud menolak untuk memberikan keterangan.

3
B. Jalannya Perang Aceh Dari Tahun 1873 Sampai Tahun 1904

Pemerintahan Belanda pada tanggal 18 februari 1873 memerintahkan


Gubernur jendral di Batavia untuk mengirimkan kapal dan pasukan yang kuat ke
Aceh. Kemudian dikirimlah komisaris Hindia Belanda untuk Aceh yaitu F.N
Nieuwenhuysen yang berangkat ke Aceh dengan menggunakan dua kapal perang
lengkap dengan pasukannya. Nieuwenhuysen berangkat pada tanggal 7 Maret
1873, tidak lama kemudian datang juru bicara Belanda yang bernama Said Tahir
menghadap Sultan Mahmud Syah untuk menyampaikan surat dari Komisaris
Nieuwenhuysen.

Surat tersebut berisi permintaan kepada Sultan Aceh untuk mengakui


kedaulatan Hindia Belanda atas negaranya. Sultan Mahmud Syah menolak isi surat
tersebut dan tidak bersedia menerima perintah dari komisaris Hindia Belanda
tersebut. Surat-surat selanjutnya dari komisaris Hindia Belanda juga tidak diberi
jawaban serta ditolak oleh Sultan Aceh, sehingga pada tanggal 26 Maret 1873
Belanda mulai menyerang Aceh (Poesponegoro dan Notosusanto,1993:243).
Beberapa periode perang Aceh terhadap Belanda, yaitu:

1. Perang periode pertama tahun 1873-1874

Aceh sudah mempersiapkan diri dalam menghadapi serangan yang


akan dilaksanakan oleh Belanda. Sepanjang pantai Aceh besar dibangun
benteng-benteng untuk memperkuat wilayah. Demikian juga untuk tempat-
tempat yang penting seperti istana raja, masjid raya Baiturrachman, dan
Gunongan juga diperkuat.

Pada tanggal 5 April 1873, tampaklah suatu kesatuan penyerbu Belanda


yang kuat dan dipimpin oleh Mayor Jendral J.H.R. Kohler. Pada penyerangan
Belanda yang pertama ini, Belanda berhasil menyerang dan mengepung Masjid
Raya Baiturrachman serta menembakkan peluru api ke arah masjid tersebut,
sehingga Masjid tersebut terbakar dan berhasil diduduki oleh pihak Belanda.

Tetapi setelah Belanda berhasil menduduki Masjid tersebut, panglima


perangnya yakni Jendral Kohler tewas, akibat ditembak oleh pasukan Aceh.
Kekuatan pasukan Aceh semakin lama bertambah besar. Orang-orang Aceh
yang sudah lama bersikap anti Belanda dan mengetahui negerinya akan

4
diserang oleh Belanda, membuat masyarakat Aceh mengobarkan semangat
juang untuk mempertahankan negerinya dari serangan Belanda.

Pemimpin perang periode pertama dari pihak Aceh adalah Panglima


Polem Cut Banta, Panglima Sagi XXII Mukim, Dan Teuku Imam Luengbata.
Setelah berhasil menduduki Masjid Raya Baiturachman, Belanda kini
memusatkan penyerangan pada Istana Sultan. Serangan Belanda atas istana
Sultan ternyata mengalami kegagalan dan atas persetujuan pemerintah Hindia
Belanda di Batavia akhirya pasukan Belanda meninggalkan Aceh pada 29 April
1873.

Pada tanggal 9 Desember 1873, kapal perang Belanda kembali


mendarat di pantai Aceh. Dalam penyerangan ini, pasukan Belanda dipimpin
oleh Letnan Jendral J. Van Swieten. Tugas utama dari Swieten adalah untuk
menyerang dan merebut istana serta mengadakan perjanjian dengan Sultan
Aceh. Sesudah Belanda meninggalkan Aceh pada April 1873, masjid raya
Baiturrachman kembali diduduki oleh pasukan Aceh.

Ditengah perjuangannya Sultan Aceh meninggal dunia akibat terkena


wabah kolera. Kini kepemimpinan Aceh diserahkan kepada putra mahkota
yang masih muda yakni Muhammad Daud Syah dan dibantu oleh Dewan
Mangkubumi yakni Tuanku Hasyim. Pada tanggal 31 januari 1874 Van Swieten
memproklamirkan bahwa Belanda telah menguasai Aceh besar. Tetapi rakyat
Aceh tidak gentar dengan seruan Belanda tersebut dan masih merasa merdeka
walaupun ibukota Aceh direbut oleh Belanda. Bagi rakyat Aceh sultan masih
berdaulat bahkan dengan dikuasainya Aceh besar oleh Belanda, semakin besar
pula semangat laskar Aceh dalam merebut kembali Aceh besar (Poesponegoro
dan Notosusanto,1993:248-249).

2. Perang periode kedua tahun 1874-1880

Pada tahun 1877, pasukan Belanda dipimpin oleh Jenderal Van Der
Heyden mulai melakukan ofensif dengan mengirim ekspedisi untuk
menakhlukkan Mukim XXII. Panglima Polim terpaksa mengundurkan diri ke
daerah lain. Daerah - daerah lain dalam Aceh besar akhirnya jatuh ke tangan
Belanda. Suasana yang dianggap sudah damai dan kesulitan keuangan

5
mendorong penguasa Kolonial Hindia Belanda menerapkan sistem
pemerintahan sipil. Ternyata langkah yang diambil oleh pemerintah Hindia
Belanda itu salah. Paska diberlakukannya pemerintahan sipil, perlawana dari
rakyat semakin besar sehingga Belanda kembali menerapkan sistem
pemerintahan militer (Kartodirjo,1987:388).

Pada tahun 1877 Habib Abdurrahman kembali dari Turki. Dia berhasil
mengadakan perundingan dengan Teuku Cik Di Tiro dan Imam Leungkata di
Pidi untuk membicarakan soal strategi perang. Penyerangan Habib
Abdurrahman terutama untuk memperlemah pos-pos Belanda yang melingkar
antara Krueng, Raba, Lambaroh Uleekarang dan Klieng. Para pejuang juga
berusaha membatasi ruang gerak pasukan Belanda dengan menghentikan
konvoi pasukan Belanda.

Memasuki tahun 1878 kegiatan laskar Aceh semakin luas. Pertempuran


antara pasukan Habib Abdurrahman dengan pasukan Belandadi Blang Ue,
Peuka Badak dan Bukit Sirun. Sementara itu, Teuku Cik Di Tiro masih tetap
melakukan perlawanan di daerah Pidi. Di Aceh barat perlawanan terhadap
Belanda dipimpin oleh Teuku Umar. Ia dibantu oleh istrinya, Cut Nyak Dien
yang juga aktif dalam medan pertempuran. Perlawanan Teuku Umar membuat
Belanda kesulitan, sehingga Belanda dengan sekuat tenaga berusaha
menakhlukkannya (Poesponegoro dan Notosusanto,1993:251-253).

3. Perang periode Ketiga tahun 1880-1896

Memasuki tahun 1880 situasi di Aceh semakin buruk bagi Belanda.


Perlawanan rakyat Aceh semakin menghebat dan terjadi diseluruh lapisan
msyarakat. Kaum bangsawan seperti Ulebalang langsung memimpin
perjuangan di medan pertempuran dan ulama mengobarkan semangat juang di
kalangan rakyat Aceh dengan mendengungkan perang Sabil dan
mengkhotbahkan kisah-kisah peperangan seperti hikayat perang sabil, dan
syair Aceh.

Pemerintah Hindia Belanda mulai menyadari kesulitan menakhlukkan


aceh. Karena pejuang-pejuang Aceh selalu berhasil memasukkan
perbekalannya melalui pantai utara, maka pada bulan Agustus 1881

6
pemerintah Hindia Belanda memutuskan untuk menjalankan blokade ketat.
Bagi Aceh blokade tersebut tidak terlalu mengkhawatirkan karena
penyelundupan perbekalan dan senjata masih dijalankan dengan segala cara.

Pada tahun 1884 Belanda mulai menerapkan sistem konsentrasi


(konsentrasi stelsel). Daerah yang dikuasai Belanda dimakmurkan agar orang-
orang Aceh yang melakukan perlawanan meletakkan senjatanya dan kembali
ke daerah yang aman dan makmur ciptaan Belanda.

Dalam perkembangannya, sistem konsentrasi ini mengalami kegagalan


karena strategi konsentrasi ternyata memberi peluang bagi para pejuang Aceh
untuk menggalakkan perang gerilya.

4. Perang periode keempat tahun 1896-1904

Belanda sudah melaksanakan perang dengan berbagai strategi dari


pemimpin perang yang berbeda pula. Tetapi pertahanan Aceh masih sulit
dihancurkan bahkan semangat juang masyarakat Aceh semakin membara. Oleh
karena itu Belanda berusaha menyelidiki rahasia dari kekuatan besar Aceh
terutama yang menyangkut kehidupan sosial budayanya. Dr. Snouck Hurgrunje
yang faham tentang agama islam dan pernah bergaul dengan orang-orang Aceh
yang naik haji, oleh pemerintah Hindia Belanda dipandang sebagai orang yang
tepat untuk diberi tugas memecahkan kesulitan-kesulitan yang dihadapi
Belanda dalam menakhlukkan Aceh (Poesponegoro dan
Notosusanto,1993:256-257).

Sejak tahun 1890 Snouck Hurgronje mempelajari masyarakat Aceh.


Hurgronje memberikan nasihat kepada pemerintah Hindia Belanda selama
perang Aceh supaya memecah belah persatuan antara kaum Ulebalang dan
kaum ulama. Mereka harus didisolir satu sama lain. Bersamaan dengan dengan
usaha memecah belah itu, kaum Ulebalang secara militer harus didesak.
Apabila ada dari kaum tersebut yang memberontak maka harus dihancurkan
dan kaum Ulebalang yang lemah harus dirangkul. Demikian pula dengan kaum
ulama, harus dilakukan penidasan militer tanpa ampun, sambil menyalurkan
ajaran-ajaran islam hanya pada bidang ubudiyah saja. ajaran-ajaran islam
tentang peperangan dan kenegaraan harus dimatikan.

7
Snouck Hurgronje juga memberi saran kepada pemerintah Hindia
Belanda supaya menggempur semua pemimpin aceh yang mengadakan
perlawanan terhadap Belanda. Sultan Muhammad Daud Syah, merupakan
sultan yang sangat sulit untuk ditakhlukkan oleh Belanda. Oleh karena itu,
Belanda menggunakan taktik baru yaitu dengan menculik istri Sultan. Dengan
memberi tekanan-tekanan keras kepada Sultan, akhirnya Sultan Muhammad
Dawud menyerah kepada Belanda tahun 1903 (Wiharyanto,2006:163). Cara
yang sama juga dilakukan Belanda untuk menangkap Panglima Polim. Isteri,
ibu dan anak-anak panglima Polim diculik oleh Belanda, kemudian Belanda
menekan Panglima Polim terus-menerus. Akhirnya karena keadaan sudah
mendesak maka panglima Polim terpaksa menyerah kepada Belanda pada
tanggal 6 september 1903 (Poesponegoro dan Notosusanto,1993:260).

Beberapa rentetan peristiwa mulai dari gugurnya para pemimpin


perang sampai menyerahnya para penglima dan Sultan Aceh kepada pihak
Belanda perlahan-lahan membuat pertahanan laskar Aceh lemah bahkan
benar-benar sulit untuk bangkit dan kuat seperti dahulu. Kesempatan tersebut
digunakan pemerintah Hindia Belanda untuk menemukan kekuasaan di
seluruh wilayah Aceh . Peristiwa menyerahnya para pemimpin perang dan
Sultan Aceh serta melemahnya kekuatan laskar Aceh sekaligus menandakan
berakhirnya perang Aceh. Walaupun Belanda sudah berhasil menguasai
seluruh Aceh dan menundukkan Sulatan aceh, tetapi rakyat Aceh masih tetap
mengadakan perlawanan terhadap Belanda walaupun hanya perlawana dalam
skala yang lebih kecil.

C. Tokoh Perang Aceh

Di dalam Perang Aceh tidak ada kisah bangsawan di adu domba oleh
Belanda. Aceh telah mempersiapkan diri dengan matang menghadapi Belanda.
Hanya dengan tipu muslihat dan penghianatan saja Belanda berhasil menguasai
Aceh. Tipu muslihat dengan menyelundupkan seorang bernama Snouch Hurgonye
ke tengah-tengah masyarakat. Memang Belanda terkenal sebagai bangsa yang
melakukan berbagai cara untuk menguasai wilayah yang diincarnya.

8
Gambar: Para Pahlawan yang Gugur dalam Perang Aceh

Berkat bantuan dari dari Dr. Christian Snouck Hurgonye Belanda


menjalankan berbagai taktik perang yang menjadi cikal bakal kekalahan Aceh.
Taktik yang dilakukan antara lain :

1. Terus menyerang dan menghantam kaum ulama


2. Tidak berunding dengan pimpinan-pimpinan perang gerilya
3. Mendirikan pangkalan tetap di Aceh Raya yang sudah dikuasai
4. Mengambil hati rakyat Aceh dengan mendirikan masjid, memperbaiki
jalan-jalan irigasi, dan membantu pekerjaan sosial rakyat Aceh.

Banyak tokoh perang Aceh. Beberapa di antaranya mungkin tidak dikenal


oleh rakyat Indonesia secara keseluruhan. Tetap saja perjuangan semua rakyat
akan dikenang sepanjang masa. Mereka semua tetap pahlawan bagi Bangsa
Indonesia.

Di antara tokoh pejuang dan pahlawan Aceh dapat dikenali di bawah ini:

1. Sultan Mahmud Syah

Sultan Mahmud Syah adalah penguasa Aceh ketika pertama kali Belanda
menyerang Aceh. Sultan bersama Panglima Polim memimpin perang sengit
melawan pasukan Belanda yang mendarat pertama kali di Aceh dengan
kekuatan 8.000 pasukan. Namun, di perang ini Sultan dan pasukan mengalami
kekalahan dan menyingkir ke Leungbata untuk membentuk pertahanan baru.
Di sini Sultan menderita sakit dan wafat 28 Januari 1874. Sultan digantikan
oleh anaknya yang masih kecil Muhamad Daud Syah didampingi Mangkubumi
pimpinan Tuanku Hasyim.

9
Wafatnya Sultan MAhmud Syah tidak membuat perang berakhir.
Perlawanan terhadap Belanda masih terus berlangsung di berbagai wilayah.
Belanda hanya mampu menguasai istana dan daerah Sukaraja.

2. Tengku Cik Ditiro

Tengku Cik Ditiro merupakan seorang ulama yang lahir sekitar tahun
1836 dengan nama Muhammad Saman. Di bawah pimpinan beliau, rakyat
Aceh pernah menyerang Belanda di Pulau Breuh dengan harapan mengusirnya
dari Bumi Aceh tetapi gagal. Tengku Cik Ditiro terus berjuang setelah
kegagalannya. Belanda yang kewalahan dengan perlawanannya berhasil
membujuk seorang wanita Aceh untuk meracuni makanan beliau. Tengku Cik
Ditiro akhirnya wafat 8 januari 1891 di Benteng Apeuk, Aceh.

3. Teuku Umar dan Cut Nyak Dien

Teuku Umar dan Cit Nyak Dien adalah ulama suami isteri yang
memimpin perlawanan terhadap belanda di wilayah Aceh Barat. Mereka
pernah menguasai wilayah Meulaboh dan sekitar pada tahun 1882.

Karena banyaknya perlawanan dan tewasnya dua jendral, Belanda


menerapkan sistem Culurr Stelsel atau bertahan dalam benteng dalam Perang
Aceh. Snock Hurgonye didatangkan pada masa ini. Ia menyamar dengan nama
Abdul Gafar dan meneliti kebudayaan Aceh dan Islam.

Berkat Snorck Hurgonye, perlawanan rakyat Aceh sedikit demi sedikit


dipadamkan. Teuku Umar gugur lebih dahulu pada tahun 1899. Isterinya
menyusul beberapa tahun kemudian karena penghianatan seorang prajurit.

4. Cut Mutia

Aceh tidak hanya dikenal dengan perlawanan rakyatnya yang paling


lama dalam melawan Belanda. Aceh juga melahirkan banyak pejuang wanita.
Yang paling terkenal Cut Nyak Dien dan Cut Mutia.

Cut Mutia dan suaminya, Teuku Muhammad, melakukan perlawanan di


Aceh Utara dan menjadi bagian perlwanan pada periode terakhir Perang Aceh.
Teuku Muhammad kemudian ditangkap Belanda tahun 1905 dan dihukum

10
mati di Pantai Lhoksemawe. Setelah itu, Cut Mutia menikah lagi dan ikut
meneruskan perjuagan di bawah komando Tengku Muda Gantang.

Di hari-hari terakhir perlawanan rakyat Aceh, di mana Sultan sudah


tertangkap dan Panglima Polim menyerah, Cut Mutia masih bergerilya dari
hutan ke hutan. Ketika bentrok dengan tentara Belanda di Alue Kurieng yang
dipimpin MArechausee, 24 Oktober 1904, Cut Mutia guur.

5. Panglima Polim

Panglima Polim bernama asli Sri Muda Perkasa Muhammad Daud. Gelar
Panglima Polim IX disandang ketika menjadi panglima tentara perang Aceh
menggantikan ayahnya.

Panglima Polim memimpin pasukan melawan Belanda sejak pertama


kali Belanda menyerang. Ketika Sultan mahmud Syah wafat, beliau terus
bergerilya. Tokoh adat dan ulama banyak mendukung perjuangannya. Beliau
pernah bertempur bersama Teuku Umar dan Cut Nyak Dien. Puluhan tahun
Perang Aceh dijalaninya tanpa kenal lelah. Baru setelah mendengar kabar
tertangkapnya Sultan terakhir dan perlawanan Aceh berakhir, beliau menyerah.

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Selama Belanda menjajahi Indonesia, perang melawan Aceh merupakan


perang terbesar dan terlama yang pernah dilakukan. Perang ini berlangsung
selama 69 tahun dari 1873 – 1942 dan telah menelan korban lebih dari 100.000
dari kedua belah pihak. Sejak dimulainya serangan Belanda pada tanggal 6 April
1873, perang ini telah menewaskan 37.500 orang dari pihak Belanda dan 70.000
orang dari pihak Aceh dengan sekitar 500.000 orang yang mengalami luka-luka.
Simak juga masa kolonial Eropa di Indonesia.

Seorang komandan militer Belanda, Zentgraaff, menulis buku yang berjudul


Atjeh. Di dalam bukunya pada halaman 1 dan 63, ia menyatakan ketakjubannya
mengenai orang Aceh:

“Orang-orang Aceh, baik pria maupun wanita sangat gigih dalam


memperjuangkan agama kepentingannya. Dari semua pemimpin
peperangan yang pernah bertempur di setiap pelosok kepulauan ini, kita
mendengar bahwa tidak ada satu bangsa yang begitu gagah berani dan
fanatik dalam peperangan kecuali bangsa Aceh; wanita-wanitanya pun
mempunyai keberanian dan kerelaan berkorban yang jauh melebihi wanita-
wanita lain.”

Selain itu, seorang jurnalis Eropa bernama Paul van Veer, juga menuliskan
buku mengenai bangsa Aceh dengan judul De Atjeh-oorlong. Pada halaman 301, ia
menulis:

“Aceh adalah derah terakhir yang ditaklukkan oleh Belanda dan merupakan
daerah pertama yang terlepas dari kekuasaannya. Kepergian Belanda dari sana
pada ahun 1942 adalah saat terakhir ia berada di bumi Aceh. Selama 69 tahun,
Belanda tak henti-hentinya bertempur di Aceh dan ini sudah lebih dari cukup.”

12
13
B. Saran

Demikian makalah tentang perang aceh, dari situ kita bisa mengambil hikmah
untuk:

a. Tidak mudah menyerah dalam menghadapi tantangan


b. Rela berkorban untuk bangsa dan negara
c. Gigih dalam melawan para penjajah
d. Tidak takut terhadap musuh walaupun jumlahnya banyak
e. Berani dalam membela kebenaran
f. Selalu mementingkan bangsa daripada pribadi.

14
DAFTAR PUSTAKA

https://guruppkn.com/latar-belakang-perang-aceh

https://sejarahlengkap.com/indonesia/sejarah-perang-aceh-melawan-belanda

https://azanulahyan.blogspot.com/2018/05/perlawanan-rakyat-aceh-melawan-
belanda.html

15

Anda mungkin juga menyukai