PEMBAHASAN
A. Kebijakan Portugis
pengaruh yang serius dalam bidang ekonomi dan politik kerajaan – kerajaan di
rempah dan penyebaran agama Kristen. Kedua hal ini, menjadi pemicu
Portugis di Malaka. Karena kedua faktor ini, bangsa Portugis bertahan hanya
sampai November 1511 di Malaka. Pada tahun 1512, banga Portugis melakukan
Pada masa itu, Pelabuhan Sunda Kelapa yang dikuasai Kerajaan Pajajaran
perdagangan lada yang sangat rama di Jawa. Padroa Sunda Kelapa yang dibuat
pada tahun 1512 kini tersimpan di Museum Nasional, Jakarta, menjadi penanda
adanya perjanjian kerja sama itu. bagi bangsa Portugis, penguasaan Pelabuhan
Sunda Kelapa sangat menunjukkan agama Islam sudah mengakar di Ternate dan
Jailolo adalah keturunan Jafar Shodiq. Nama “Maluku” sendiri berasa; dari
berarti “negeri para raja”. Alasan yang sama kiranya juga memicu serangan
Pada masa itu Demak telah menjadi pusar penyebaran agama Islam di
Pulau Jwa. Demak juga bercita-cita menyebarkan agama Islam ke seluruh pulau
tahun 1513 dan ke Pajajaran pada tahun 1526 dan 1527 juga dilatarbelakangi
dan Demak.
melatarbelakangi perlawanan.
Arab, India, Melayu, serta siar yang dilakukan Sunan Ampel dari
sejak abad XIII agama Islam dibawa oleh saudagar Bernama Jafar
Shodiq.
rakyat negeri Belanda. Secara politis, wibawa martabar, budaya, serta struktur
itu dapat diringkas dalam enam hal pokok, yaitu monopoli perdagangan,
preventif ke Malaka pada tahun 1512 dan 1513 dan ke Sunda Kelapa pada tahun
1526 dan 1527. Kesultanan Demak yang berambisi menguasai seluruh Pulau
kemudian lebih banyak beroperasi di Maluku. Karena alasan yang sama, yaitu
diterima dengan baik oleh Sultan Ternate, yang pada saat yang sama sedang
konteks Nusantara tidak tepat karena Portugis hanya mengembang misi dagang,
dimulai sejak awal abad XVII sampai awal abad XX. Perlawanan pada abad ke-17
antara lain dilakukan oleh Sultan Agung dari Mataram (1613-1645), Sultan
Iskandar Muda dari Aceh (1635), Sultan Hasanuddin dari Kerajaan Makassar
(1667), Untung Suropati dari Tanah Minang (1680) dan Sultan Ageng Tirtayasa
(1684).
Sementara itu, perlawanan yang dilakukan pada abad XIX sampai awal abad
XX antara lain dilakukan oleh Pattimura dari Maluku (1817), Sultan Badaruddin
dari Palembang (1817), Tuanku Imam Bonjol dari Tanah Minang (1822-1837),
Pangeran Diponegoro dari Jawa (1825-1830), I Gusti Ketut Jelantik dari Bali
(1850), Pangeran Antasari dari Kalimantam (1860), Teuku Umar, Teuku Cik Di
Tiro, Cut Nyak Dien dari Aceh (1873-1904), Anak Agung Made dari Lombok
(1895), dan Raja Sisingamangaraja XII dari Tapanuli (sekitar tahun 1900).
8. Perang Padri