Anda di halaman 1dari 11

BUMI CENDANA DALAM KANCAH PERJUANGAN MELAWAN KEKUASAAN

KOLONIAL

oleh

1. HENDRIKO R. ASAMAL

2. AMELIA C. BANAKAMENG

3. NOVIA V. TAKLASI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

KUPANG

2023
A. Periodeisasi Perjuangan Lokal

a. perlawanan terhadap kekuasaan kolonial portugis 1561-1913

Setelah berhasil menguasai Malaka pada 1511, Bangsa Portugis melanjutkan perjalanan
ke Maluku. Tujuan utamanya menguasai rempah-rempah di Ternate atau Maluku.
Awalnya kedatangan Bangsa Portugis disambut hangat oleh raja serta rakyat Ternate.
Bahkan Portugis diberi kesempatan mendirikan benteng dan hak monopoli perdagangan
cengkeh.
Keserakahan Portugis dan ketentuan harga cengkeh yang terlalu rendah, membuat rakyat
Ternate atau Maluku sengsara. Permusuhan antar keduanya pun tidak dapat dihindarkan.
Akibatnya Portugis harus memindahkan kegiatan dagang mereka ke Nusa Tenggara.

Penyebab terjadinya perlawanan terhadap Bangsa Portugis

Menurut Miskuindu AS dalam Diktat Sejarah Nasional Indonesia (2019), perlawanan


terhadap Bangsa Portugis didasari oleh keserakahan bangsa Portugis, dan tindakan
monopoli perdagangan yang terjadi di beberapa daerah, seperti Aceh dan Maluku.

Perlawanan ini juga disebabkan oleh beberapa hal lainnya, yaitu:

1. Portugis berusaha memperluas daerah kekuasaannya. Caranya dengan menaklukkan


banyak kerajaan di Indonesia, seperti Kerajaan Demak, Kerajaan Ternate dan Tidore
serta Kerajaan Aceh.
2. Portugis melarang Bangsa Indonesia untuk berlayar ke laut merah dan berdagang
rempah-rempah. Hal ini merupakan salah satu contoh monopoli perdagangan Portugis.
3. Portugis menangkap kapal dagang milik masyarakat Indonesia, tujuannya untuk
memonopoli perdagangan.

Perlawanan terhadap Bangsa Portugis

Bangsa Indonesia merasa geram dengan tindakan Portugis dalam memonopoli


perdagangan. Maka dari itu, rakyat Indonesia melakukan berbagai upaya perlawanan
terhadap Portugis.

Apa sajakah bentuk perlawanannya?

 Tidak menjual rempah-rempah ke Bangsa Portugis. Contohnya pedagang Aceh yang


tetap berani membawa lada ke India serta Laut Merah.
 Timbulnya perlawanan dari rakyat Aceh, Demak serta Ternate atau Maluku terhadap
Portugis.

Perlawanan Kerajaan Aceh


Saat itu masyarakat Aceh berhasil mempertahankan diri dari pengaruh maupun desakan
bangsa barat, termasuk Portugis. Salah satunya dengan tetap mengangkut rempah-rempah
ke India dan Laut Merah, sekalipun Portugis melakukan serangan.

Upaya Portugis dalam mencegah atau menghentikan pedagang Aceh tidak berhasil.
Karena kapal milik Aceh lebih canggih, gesit dan dilengkapi senjata serta prajurit. Tidak
hanya itu, Aceh juga meminta bantuan dari Turki serta India.

Perlawanan Kerajaan Aceh berhasil dilakukan saat Sultan Ali Mughayat Syah memimpin
kerajaan tersebut. Setelah itu, perlawanan dilanjutkan oleh Sultan Alaudin Riayat Syah
al-Qahar dengan meminta bantuan Turki.

b. perlawanan terhadap kekuasaan kolonial Belanda 1653-1942

Perlawanan terhadap kekuasaan kolonial Belanda dari tahun 1653 hingga 1942
melibatkan berbagai bentuk perlawanan dari masyarakat pribumi di wilayah jajahan
Belanda, yang mencakup wilayah yang s ekarang menjadi bagian dari Indonesia.
Perlawanan tersebut meliputi perang gerilya, pemberontakan, protes politik, dan upaya
diplomasi untuk melawan kekuasaan kolonial Belanda.

Salah satu bentuk perlawanan yang terkenal adalah Perang Diponegoro (1825-
1830), yang dipimpin oleh Pangeran Diponegoro di Jawa Tengah. Perang ini merupakan
salah satu perlawanan terbesar terhadap kekuasaan kolonial Belanda dan menimbulkan
kerugian besar bagi pihak Belanda. Selain itu, terdapat juga perlawanan dari masyarakat
pribumi di luar Jawa, seperti Pemberontakan Bonjol di Sumatera Barat yang dipimpin
oleh Tuanku Imam Bonjol.

Selain perlawanan bersenjata, terdapat juga perlawanan non-kekerasan seperti


protes politik dan gerakan nasionalis yang menuntut kemerdekaan dari kekuasaan
kolonial Belanda. Gerakan nasionalis semakin menguat pada awal abad ke-20 dengan
munculnya organisasi-organisasi seperti Budi Utomo dan Sarekat Islam yang
memperjuangkan hak-hak politik dan ekonomi bagi masyarakat pribumi.

Pada tahun 1942, perlawanan terhadap kekuasaan kolonial Belanda mengalami


perubahan signifikan dengan datangnya pasukan Jepang yang berhasil menduduki
wilayah Hindia Belanda. Kedatangan pasukan Jepang ini mengakhiri kekuasaan kolonial
Belanda di wilayah tersebut dan membuka babak baru dalam sejarah Indonesia.
Perlawanan terhadap kekuasaan kolonial Belanda dari tahun 1653 hingga 1942
merupakan bagian integral dari sejarah Indonesia dalam memperjuangkan kemerdekaan
dan kedaulatan. Peristiwa-peristiwa tersebut telah memberikan kontribusi besar dalam
membentuk identitas nasional Indonesia dan semangat perjuangan untuk meraih
kemerdekaan.

c. perlawanan terhadap kekuasaan Hindia Belanda VOC 1653-1810

Perlawanan terhadap kekuasaan Hindia Belanda VOC (Vereenigde Oost-Indische


Compagnie) antara tahun 1653 hingga 1810 melibatkan berbagai pihak yang menentang
dominasi dan eksploitasi yang dilakukan oleh VOC di wilayah Hindia Belanda.
Perlawanannya mencakup berbagai bentuk perlawanan politik, ekonomi, dan militer dari
berbagai kelompok masyarakat pribumi dan juga beberapa kelompok Eropa.

Salah satu perlawanan terkenal terhadap kekuasaan VOC adalah Pemberontakan


Trunajaya yang terjadi antara tahun 1674 hingga 1679 di Jawa Timur. Pemberontakan ini
dipimpin oleh Trunajaya dan melibatkan berbagai kelompok pribumi yang mendukung
dan eksploitasi yang dilakukan oleh VOC. Meskipun pemberontakan ini akhirnya
berhasil dipadamkan oleh VOC, namun hal ini menunjukkan adanya perlawanan yang
signifikan terhadap kekuasaan kolonial Belanda.

Selain itu, perlawanan juga terjadi di luar Jawa, seperti Pemberontakan Pattimura
di Maluku pada tahun 1817. Pemberontakan ini dipimpin oleh Kapitan Pattimura dan
merupakan respons terhadap kecurigaan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial
Belanda. Meskipun akhirnya pemberontakan ini juga berhasil dipadamkan, namun hal ini
menunjukkan bahwa perlawanan terhadap kekuasaan Hindia Belanda VOC tidak hanya
terbatas di satu wilayah saja.

Perlawanan terhadap kekuasaan Hindia Belanda VOC juga mencakup perlawanan


ekonomi, seperti boikot terhadap produk-produk Belanda sebagai bentuk protes terhadap
eksploitasi ekonomi yang dilakukan oleh VOC. Selain itu, ada juga upaya-upaya
diplomasi dan politik untuk menentang kekuasaan kolonial Belanda.
Perlawanan terhadap kekuasaan Hindia Belanda VOC antara tahun 1653 hingga
1810 mencerminkan ketidakpuasan dan penetangan yang meluas terhadap dominasi
kolonial Belanda di wilayah Hindia Belanda. Meskipun banyaknya perlawanan tersebut
akhirnya berhasil dipadamkan oleh VOC, namun hal ini menunjukkan bahwa resistensi
terhadap kekuasaan kolonial telah menjadi bagian integral dari sejarah Indonesia pada
masa tersebut.

d. perlawanan terhadap kekuasaan Hindia Belanda 1810-1942

Perlawanan terhadap kekuasaan kolonial Hindia Belanda atau dikenal dengan


perlawanan Hindia Belanda terjadi pada tahun 1810 hingga tahun 1942. Pada periode ini
terjadi berbagai bentuk perlawanan dan pemberontakan masyarakat pribumi Hindia
Belanda terhadap kekuasaan kolonial. Perlawanan ini didorong oleh berbagai faktor
termasuk eksploitasi, ketidakadilan sosial, penindasan budaya, dan kesenjangan ekonomi
yang disebabkan oleh pemerintahan kolonial Belanda.

Perlawanan terhadap kekuasaan kolonial Hindia Belanda ditandai dengan serangkaian


pemberontakan, pemberontakan, dan pergerakan di seluruh kepulauan Indonesia. Salah
satu pemberontakan yang paling menonjol adalah Perang Jawa (1825-1830) yang juga
dikenal dengan Perang Diponegoro yang dipimpin oleh Pangeran Diponegoro di Jawa
Tengah. Konflik ini merupakan tantangan besar bagi pemerintah Belanda dan
mengakibatkan perang yang berkepanjangan dan merugikan pemerintah kolonial.
Gerakan perlawanan lain yang menonjol adalah Perang Aceh (1873-1904) di Sumatera,
dimana pasukan Aceh dengan gigih melawan upaya Belanda untuk menaklukkan wilayah
mereka. Selain itu, terjadi banyak pemberontakan berskala kecil di berbagai wilayah di
Hindia Belanda selama periode ini.

Perlawanan terhadap pemerintahan kolonial Hindia Belanda memainkan peran


penting dalam membentuk identitas nasional Indonesia dan perjuangan kemerdekaan
pada akhirnya. Hal ini memupuk semangat nasionalisme dan persatuan di antara berbagai
kelompok etnis, yang menjadi landasan bagi gerakan anti-kolonial di masa depan.
Warisan perlawanan ini tertanam kuat dalam sejarah Indonesia dan terus diperingati
sebagai simbol keberanian dan ketangguhan dalam menghadapi penindasan.
e. perlawanan terhadap kekuasaan Kolonial Jepang 1942-1945

Perlawanan terhadap kekuasaan kolonial Jepang antara tahun 1942-1945 adalah


bagian penting dari sejarah Indonesia selama Perang Dunia II. Meskipun Jepang berhasil
menduduki Indonesia pada tahun 1942, banyak kelompok dan individu di berbagai
wilayah di Indonesia tetap melancarkan perlawanan terhadap kekuasaan kolonial Jepang.
Perlawanan ini dilakukan melalui berbagai cara, termasuk perlawanan bersenjata,
gerakan bawah tanah, sabotase, propaganda, dan upaya-upaya lain untuk
mempertahankan kemerdekaan dan martabat bangsa Indonesia. Salah satu contoh
perlawanan terkenal adalah perjuangan Pangeran Diponegoro di Jawa Tengah. Meskipun
perlawanan terhadap kekuasaan kolonial Jepang tidak selalu berhasil mengusir penduduk
Jepang, namun hal ini menunjukkan semangat dan tekad rakyat Indonesia untuk
mempertahankan martabat dan martabat bangsa di tengah tekanan kolonialisme.

f. perjuangan melalui organisasi pergerakan 1922-1949

Perjuangan pada masa pergerakan 1922-1949 di Indonesia merupakan masa yang


sangat penting dalam perjuangan kemerdekaan negara ini dari kekuasaan kolonial
Belanda. Pada masa ini, berbagai organisasi dan gerakan memainkan peran penting
dalam menggerakkan dan mempersatukan masyarakat Indonesia dalam upaya mencapai
kebebasan.

Salah satu organisasi paling signifikan pada periode ini adalah Sarekat Islam (SI),
yang didirikan pada tahun 1912 namun terus berpengaruh sepanjang tahun 1920-an dan
1930-an. Sarekat Islam awalnya bermula sebagai organisasi sosial keagamaan yang
bertujuan membantu umat Islam di Jawa, namun kemudian menjelma menjadi partai
politik nasionalis yang memperjuangkan kemerdekaan dari kekuasaan kolonial Belanda.
Aktivitas dan pengaruh organisasi ini berkontribusi pada kebangkitan kesadaran nasional
di kalangan masyarakat Indonesia dan meletakkan dasar bagi gerakan nasionalis di masa
depan.

Tokoh terkemuka lainnya dalam perjuangan kemerdekaan adalah Sukarno, yang


memainkan peran penting dalam pembentukan Partai Nasional Indonesia (PNI) atau
Partai Nasional Indonesia. Didirikan pada tahun 1927, PNI menjadi kekuatan penting
yang memperjuangkan kemerdekaan dan mendorong nasionalisme Indonesia.
Keterampilan kepemimpinan dan pidato Sukarno berperan penting dalam menggalang
dukungan bagi perjuangan nasionalis.

Revolusi Nasional Indonesia (1945-1949) menandai puncak perjuangan


kemerdekaan Indonesia. Revolusi ini menyaksikan berbagai organisasi dan gerakan,
termasuk Partai Komunis Indonesia (PKI) atau Partai Komunis Indonesia, memainkan
peran aktif dalam perjuangan melawan pemerintahan kolonial Belanda. Revolusi tersebut
akhirnya berujung pada deklarasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945,
dan negosiasi diplomatik berikutnya yang menghasilkan pengakuan resmi kedaulatan
Indonesia oleh Belanda pada tahun 1949.

Secara keseluruhan, periode 1922 hingga 1949 menyaksikan interaksi yang


kompleks antara organisasi, gerakan, dan individu yang berdedikasi untuk mencapai
kemerdekaan Indonesia. Upaya dan pengorbanan kolektif mereka membuka jalan bagi
lahirnya bangsa yang bebas dan berdaulat.

B. Perlawanan terhadap kekuasaan Kolonial Portugis.

Portugis telah sampai di pulau Timor pada tanggal 7 juli tahun 1514 ( Timor Paquena
Monografia, 1970 ) tetapi kedudukan Portugis secara tetap baru dimulai tahun 1561 di pulau
Solor sampai tahun 1646. Karena Solor direbut dan diduduki pasukan VOC, pusat kedudukan
Portugis kemudian dipindahkan dari solor ke Larantuka tahun 1646-1701. Tahun 1701-1769
pusat kedudukan Portugis di pindahkan ke Lifao. Sejak tahun 1769 kedudukan Portugis
dipindahkan lagi ke Dili ( Sejarah Gereja Katolik Indonesia 1974 jilid 1). Kegiatan Portugis yang
di ikut memberi warna perlawanan local di-NTT antara lain :

 Di tempat-tempat strategis yang telah dikuasai dibangun benteng dan di


tempatkan sepasukan militer Portugis untuk mempertahan kan diri dari serangan
musuh.
 Untuk mengatasi masalah kekurangan tenaga kerja didaerah jajahan, Alfonso de
Albuquerque sewaktu menjadi Raja muda Goa mengusulkan kebijakan
kependudukan. Ia menganjurkan para pemuda Portugis kawin dengan putri-putri
local. Harapannya adalah agar keturunan para pemuda tersebut akan mendiami
daerah jajahan, mempertahankannya, memanfaatkan sumber daya alam dan
manusianya untuk kejayaan mahkota portugis dan Gereja. Usul ini semula di tolak
oleh Raja namun sepeninggal Alfonso de Albuquerque akhirnya ditetapkan
melalui regimento ( ordonasi ) mejadi salah satu kebijakan penting di daerah
jajahan ( Ataupah, 1992 ). Kebijakan tersebut di-NTT melahirkan keturunan
campuran yang dikenal dengan istilah Topasses atau Larantuqairos atau
Kasemetan. Kelompok keturunan campuran ini menggunakan Bahasa Portugis,
nama-nama Portugis, beragama Katolik, tetapi mengandung kebudayaan
campuran Portugis dengan kebudayaan local. Kaum Kase metan ini dalam
perkembangan nya ternyata tidak selalu menjadi sekutu Portugis tetapi juga
terbalik melakukan perlawanan terhadap Portugis.
 Di tempat-tempat yang telah di kuasai di sebarkan agama Katolik yang di awali
oleh para Raja dan keluarganya.
 Para Raja yang bersekutu dan mendukung perdagangan cendana dengan Portugis
di beri tongkat sebagai tanda kedaulatan serta di beri gelar don atau keser, bagi
ama diberikan gelar kolonel, capitao (mayor), tenete (letnan). Para Raja juga
diwajibkan bersumpah setia pada mahkota Portugis.
Tangga 21 januari 1590 terjadi perlawanan di Tropebelle, Lewonama. Panglima
benteng Antonio Vegas membunuh semua orang yang di jumpai yang dituduh
membangkang. Panglima benteng yang menggantikan nya Antonio Andria
bertindak kejam dan memenjarakan Kepala Laboina Bernama D. Diogo dan
Goncales tokoh dari Lamakera. Kedua tokoh ini menyusun rencana membunuh
semua orang Portugis tanggal 10 Agustus 1590 di Lewonama. Mereka menyerang
benteng, menutup pintu gerbang dan membunuh semua orang Portugis dalam
benteng dan mewmbakar benteng. Panglima benteng, Andria, yang kebetulan
tidur di luar benteng setelah diberi tahu penyerangan itu berhasil masuk benteng
melalui pintu rahasia dengan pasukannya. Mereka membalas dendam, semua
penyerang berhasil dibantai dalam benteng. Bulan Maret 1599, kebetulan 90 kapal
armada Portugis tiba di Solor kemudian memusnahkan kampung lamakera yang
dianggap sebagai biang keladi perlawanan. ( Sejarah Gereja Katolik Indonesia 1,
1974 ).
Perlawanan D Joao Juang dan Raja Amakera dari tonggo yang bersekutu
dengan pasukan makasar melakukan serangan ke benteng di Solor dan Ende
dengan kekuatan 37 perahu dan 3000 prajurit, serangan gagal karena kebetulan
waktu serangan sebuah armada portugis dibawah pimpinan Firnao Pareira datang.
Para penyerang kehilangan 100 prajurit tewas
Tahun 1620-1630 di Ende orang-orang Barrai menyerang benteng Ende
dan membunuh semua orang portugis dalam benteng. Latar belakang penyerangan
karena seorang gadis Barrai yang di cintai panglima benteng, tewas di
pengasingan setelah panglima benteng terbunuh.
Tahun 1642 Wewiku Wehali berperang melawan pasukan portugis yang
dikirim oleh Fransisco Viera de Vigueirredo seorang pedagang cendana kaya raya
dari Makasar. Pasukan dengan kekuatan 90 orang dipimpin Fransisco Fernandes
disertai 3 padri. Mereka diserang karena menjalin hubungan dengan Kerajaan
Goa. Dalam serangan ini Portugis dibantu pasukan Batimao. Wewiku Wahali
berhasil dihancurkan. Sejak saat itu Kerajaan Wewiku Wahali surut dan tidak
mampu bangkit seperti sedia kala.

 Tahun 1642 terjadi perlawanan Ratu Mena terhadap Portugis. 27 orang rakyat
terbunuh, beberapa orang Portugis dan keturunan campuran ikut terbunuh.
 Tahun 1696 Dominggus da Costa pemimpin Kase Metan mengangkat senjata
melawan Gubernur baru Choelo Guereiro. Ia bertekad mendirikan sebuah republic
di Timor yang bebas dari jajahan Portugis. Gubernur baru yang berangkat dengan
2 kapal S. Antonio dan S. Pedro dari Macao sewaktu akan mendarat di Larantuka
oleh Dominggus da Costa dihadang dengan tembakan Meriam. Dua kapal terkena
tenmbakan dan nahkoda luka-luka. Mereka melanjutkan perjalanan ke Lifao,
namun sewaktu akan mendarat juga dihadang pasukan Dominggus da Costa
sehingga terjadi pertempuran sebelum masuk Lifao, korban tewas 36 orang
( Hagerdal, 2003, Sejarah Gereja Katolik Indonesia 1,1974).
 Tahun 1703, Sonbai bersekutu dengan Ambenu, Amanuban, Boro, Asem, Mena,
Maubara, Mutael, dan Liquisa mengangkat senjata melawan Portugis.
 Tahun 1711 Liurai Sonbai Don Pedro Bersama Manbai mengangkat senjata
melawan Portugis dengan kekuatan 1000 prajurit. Perlawanan ini karna dipicuh
oleh penculikan istri Sonbai sewaktu upacara penguburan putri Dominggus da
Costa di Lifao. 300 prajurit Sonbai tewas dalam pertempuran. (Hagerdal, 2003).
 Tahun 1719 beberapa Liurai mengadakan pertemuan rahasia di Kamanasa.
Mereka melakukan sumpah darah Bersama dan bertekad tidak akan berhenti
berjuang sampai Portugis putih keluar dari pualu Timor. Pada masa Gubernur
Anton Mones Mcedo 1725-1729 Kamanasa mengangkat senjata kepada Portugis.
(Joliffe, 1978, Sejarah Gereja Katolik Indonesia 1,1974)

Fransisco da Ornay tokoh Kase Metan menantu Dominggus da Costa


tahun 1722 mengangkat senjata melawan Portugis putih pada masa Gubernur
Antonio de Albuquerque Coelho. Perlawanan Kembali terjadi pada tahun 1768-
1769 pada masa Gubernur Antonio Jose Teles Meneses yang dipicu terbunuhnya
23 prajurit Kase Metan oleh Gubernur pada masa gencatan senjata. Gubernur dan
seluruh pejabat Portugis serta 1200 penduduk terkepung di Lifao selama setahun.
Akhirnya Gubernur terpaksa naik kapal beserta prajurit pendukungnya berlayar
menuju ke Timur dan tiba di tanggal 11/12 Agustus 1769. Sejak itu pusat
kedudukan Portugis pindah ke Dili.

Raja Flararan melakukan penyerangan ke Pelabuhan Nu Badak dan Kulit


Namon yang dikuasai Portugis dipimpin oleh seorang meo Wanita meo baru,
karena menentang monopoli cendana dan lilin yang di berlakukan Portugis. (Maxi
Mura 1992).

Rakyat desa perbatasan di Fatuhun Kota Faul Feha dan Sukati Kaihun
melakukan perlawanan kepada pasukan Portugis yang bertindak kejam di Pos
Sukaiti Kahun. Awalnya perlawanan ini berhasil mengusir pasukan Portugis,
namun Ketika bala bantuan datang mereka tak mampu membendung nya sehingga
penduduk mengungsi dan pindah di Fatu Malaka.(Sejarah Gereja Katolik di
Timor jilid 1, 2003)
Raja Bere Bau dari Lakmaras melakukan perlawanan terhadap pasukan
Portugis pada tahun 1913. Pasukan Portugis yang di pimpin Senor Kafi dan
Kabalaria berhasil membakar 3 kampung Lakmaras, Henes, Ekin dan Abis. Meo
Bei Malirin terbunuh beserta 12 prajurit di pihak Portugis Komandan Kafir Bau
Mali tewas.

Anda mungkin juga menyukai