Anda di halaman 1dari 8

Dikarenakan kedatangan Spanyol di Tidore mengancam monopoli Portugis, Portugis menuduh

Spanyol melanggar Perjanjian Tordesillas (1949). Lalu, pada akhirnya dilaksanakan Perjanjian
Saragosa dimana perjanjian ini membuat Spanyol harus meninggalkan Maluku.

Rakyat Maluku merasa dirugikan dengan adanya monopoli perdagangan oleh Portugis karena
kebijakan tersebut bertentangan dengan praktik perdagangan yang telah berabad-abad berlangsung
di Nusantara di antara kerajaan-kerajaan lokal dan antara kerajaan lokal dengan saudagar-saudagar
Arab, Tiongkok, Jawa, dan Melayu.

Karena adanya monopoli perdagangan oleh Belanda yang diikuti kebijakan ekstirpasi dan pelayaran
hongi. Kebijakan-kebijakan ini sangat merugikan rakyat Maluku dan meruntuhkan martabat raja-
rajanya karena wilayahnya dikuasai dan ada pula raja yang diasingkan karena menolak kebijakan ini.

Faktor sosial budaya yang ikut melatarbelakangi serangan kesultanan Demak ke Sunda Kelapa adalah
untuk menyebarkan islam, memperluas wilayah, serta menghalau portugis untuk mendarat di sunda
kelapa.

1) Perluasan tanah: Karena penyewa rata-rata orang-orang yang berkecukupan. Sedangkan orang-
orang tersebut tidak hanya ada di Jawa.

2) Angkatan laut dimonopoli oleh KPM: Karena lahan sudah diperluas dan tidak hanya di Jawa, maka
jasa KPM (Koninklijke Paketvaart) sangatlah dibutuhkan sebagai transportasi.

3) Berdirinya banyak perusahaan swasta di Hindia Belanda: Dengan adanya sistem sewa tanah, maka
banyak pemodal yang berdatangan. Tidak hanya kebun dan sawah, para pemodal juga membangun
perusahaan. Industri pun berkembang dengan pesat. Bisa dibilang UU Agraria ini membuat
industrialisasi di Hindia Belanda semakin gencar. Para pribumi pun juga bekerja sebagai petani di
kebun atau buruh di pabrik. Sehingga di sini juga diperkenalkan sistem uang dan upah.

4) Rakyat mengenal ekspor & impor: Perkembangan industri yang cepat dan pelayanan KPM yang
luas membuat rakyat mengenal ekspor dan impor. KPM tidak hanya melayani hubungan antar pulau
di Hindia Belanda tapi juga luar negeri. Sehingga industri pun terbantu dengan pelayanan KPM.
Karena UU Agraria 1870 ini memudahkan investor asing, maka jangan heran jika aktivitas ekspor dan
impor meningkat.

5) Industri rakyat tidak maju: Aktivitas impor yang tinggi membuat Industri rakyat kecil tidak bisa
maju. Sehingga ekonomi rakyat merosot Selain itu juga banyak pekerja yang pindah menjadi buruh
di pabrik atau Petani perkebunan sehingga usaha rakyat mulai ditinggalkan.

6) Timbul pedagang perantara Para pedagang pergi ke pedalaman untuk mencari industri-industri
tertentu. Kemudian menjual grosir. Faktor ini jugalah yang membuat KPM berjaya dan bisa
memonopoli. Demikian informasi tentang Dampak UU Agraria 1870. Dampak Undang-Undang 1870
perlu diketahui karena UU ini dianggap sebagai pengganti Tanam Paksa dan sangat berdampak pada
kondisi ekonomi Hindia Belanda.
Jatuhnya Malaka kepada tangan Portugis membuat para pedagang Islam mengubah rute
perdagangannya. Portugis menuntut monopoli perdagangan di Malaka sehingga menimbulkan
perlawanan dari beberapa kerajaan antara lain Aceh dan Demak Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis
juga berdampak ramainya pelabuhan-pelabuhan Indonesia.

Perjanjian Salatiga adalah salah satu langkah VOC memastikan Kesultanan Mataram terbagi menjadi
tiga kekuasaan yang diperintah oleh Hamengkubuwono 1, Pakubuwono III, Raden Mas Said. Setelah
perjanjian tersebut, konflik internal keraton Mataram mulai mereda dan keamanan relatif stabil.
Namun, harapan Mangkunegara I untuk merajut takhta Mataram dalam satu kekuasaan tunggal
juga musnah.

Penyebabnya adalah karena Smissaert memperbaiki jalan Yogyakarta-Magelang melalui Tegalrejo:


Perbaikan jalan tersebut melewati batas atau patok makam leluhur Diponegoro sehingga
membangkitkan amarahnya yang mengakibatkan terjadinya perang Diponegoro.

Cita-cita politik Belanda yang justru membantu melahirkan kesadaran nasional serta
mempersatukan rakyat Indonesia ke dalam satu bangsa adalah politik etis. Politik etis ini dianggap
memiliki tanggung jawab terhadap kehidupan pribumi yang kemudian justru berujung pada
meningkatnya mental masyarakat pribumi. Tiga kebijakan politik etis yang ada saat itu adalah
kebijakan irigasi, migrasi dan edukasi.

Soekarno memilih gerakan yang bersifat radikal & nonkooperatif, sedangkan Hatta memilih
diplomasi. Moh. Hatta cara berkomunikasinya lebih berkembang dalam hal diplomasi. Karena, ketika
terjadi perundingan penting dengan pihak penjajah, Bung Hatta sering kali ada dalam delegasi
Bangsa Indonesia. Bagi Moh. Hatta, sikap non-kooperasi harus bersifat kompromis, artinya harus
melihat realitas politik yang ada. Namun bagi Ir. Soekarno, non-kooperasi harus lebih radikal dan
berseberangan dengan pihak penjajah. Soekarno mengistilahkan dengan kaum “sana” dan kaum
“sini” untuk membedakan antara penjajah dengan rakyat terjajah. Selain itu Bung Hatta lebih
cenderung pada bentuk negara federal. Sedangkan Ir soekarno lebih cenderung pada negara
kesatuan.”

Isi pidato Indonesia Menggugat adalah tentang keadaan politik

Internasional dan kerusakan masyarakat Indonesia di bawah penjajah

Pidato pembelaan ini kemudian menjadi suatu dokumen politik

Menentang kolonialisme dan imperialisme.


Sockarno mengawali pidato pembelaan Indonesia Menggugat dengan menyampaikan bahwa proses
peradilan yang sedang dilakukan terhadapnya adalah sebuah proses politik penguasa kolonial untuk
membungkam gerakan nasional yang mulai tumbuh sejak dekade awal abad ke-20. Di halaman awal
pembelaannya Soekamo menuliskan berikut:

“Tak usah kami uraikan lagi, bahwa proses ini adalah proses politik: ia, oleh karenanya, di dalam
pemeriksaannya, tidak boleh dipisahkan dari soal-soal politik yang menjadi sifat dan asas pergerakan
kami dan yang menjadi nyawa pikiran-pikiran dan tindakan-tindakan kami...”

Tuntutan Indonesia berparlemen dengan maksud agar pemerintah kolonial membentuk badan
perwakilan rakyat yang anggotanya adalah pribumi.

Tulisan Ki Hajar Dewantara berujung penangkapan beliau atas persetujuan Gubernur Jenderal
Belanda Idenburg dan rencana awalnya akan diasingkan ke Pulau Bangka. Namun ketika kedua
rekannya, Ernest Douwes Dekker dan Cipto Mangoenkoesoemo memprotes penangkapan tersebut,
ketiga tokoh yang dikenal sebagai “Tiga Serangkai” tersebut malah diasingkan ke Belanda pada
tahun 1913 dan baru dipulangkan ke Indonesia pada September 1919.

- Monopoli perdagangan rempah-rempah yang diikuti kebijakan ekstirpasi dan pelayaran


hongi.
- Campur tangan terhadap masalah internal kerajaan untuk melancarkan monopoli.
- Ekspansi wilayah demi melancarkan kebijakan pintu terbuka
- Arogansi Belanda terhadap kerajaan pribumi, yaitu tindakan sewenang-wenang Belanda atas
bangsawan dan raja pribumi serta adat istiadat dan budaya-budayanya.
- Praktik diskriminasi terhadap penduduk pribumi.

Perang padri dimulai dari perselisihan antara kaum adat dan kaum padri Perselisihan ini muncul
karena kaum padri menentang sikap kaum adat yang walaupun sudah beragama Islam masih
berpegang pada adat-adat Minangkabau, dimana adat-adat ini bertentangan dengan syariat Islam.
Adat-adat ini antara lain perjudian, penggunaan candu, minuman keras tembakau, dll. Karena terus
mengalami kekalahan, kaum adat pun melakukan kerjasama dengan Belanda untuk mengalahkan
kaum padri.

Perlawanan rakyat Ternate muncul karena kebijakan-kebijakan Portugis, yaitu monopoli


perdagangan, campur tangan terhadap urusan internal Kesultanan Ternate, serta penyebaran agama
Katolik.

- Perlawanan Rakyat Mataram


Sultan Agung yang memiliki cita-cita mempersatukan pulau Jawa, berusaha mengalahkan VOC di
Batavia Penyerangan yang dilakukan pada 1628 & 1629 mengalami kegagalan, karena selain
persiapan pasukannya yang belum matang, juga tidak mampu membuat perlawanan bersama
kerajaan lainnya.

- Perlawanan Rakyat Banten

Setelah Sultan Ageng Tirtayasa mengangkat putranya yang bergelar Sultan Haji sebagai Sultan
Banten, Belanda ikut campur dalam urusan Banten dengan mendekati Sultan Haji. Sultan Agung yang
sangat anti VOC, segera menarik kembali tahta putranya. Putranya yang tidak terima, segera
meminta bantuan VOC di Batavia untuk membantu mengembalikan tahtanya, akhirnya dengan
bantuan VOC, dia memperoleh tahtanya kembali dengan imbalan menyerahkan sebagian wilayah
Banten kepada VOC.

- Perlawanan Rakyat Makassar

Konflik antara Sultan Hasanuddin dari Makassar dan Arupalaka dari Bone, memberi jalan bagi
Belanda untuk menguasai kerajaan kerajaan Sulawesi tersebut. Untuk memperkuat kedudukannya
Sulawesi, Sultan Hasanuddin menduduki Sumbawa, sehingga jalur perdagangan Nusantara bagian
timur dapat dikuasai.

Hal ini dianggap oleh Belanda sebagai penghalang dalam perdagangan Pertempuran antara Sultan
Hasnuddin dengan Belanda yang dipimpin Cornelis Speelman selalu dapat dihalau pasukan Sultan
Hasanuddin Lalu Belanda meminta bantuan Arupalaka yang menyebabkan Makasar jatuh ke tangan
Belanda, dan Sultan Hasanuddin harus menandatangani perjanjian Bongaya pada 1667, yang berisi:
1. Sultan Hasanuddin harus memberikan kebebasan kepada VOC berdagang di Makasar dan Maluku
2. VOC memegang monopoli perdagangan di Indonesia bagian timur. dengan pusat Makassar. 3.
Wilayah kerajaan Bone yang diserang dan diduduki Sultan Hasanuddin dikembalikan kepada
Arupalaka, dan dia diangkat menjadi Raja Bone.

- Pemberontakan Untung Surapati (1686-1706)

Untung Surapati bersekutu dengan Sunan Amangkurat II untuk melawan VOC Untuk meredam
pemberontakan Untung Surapati, VOC mengutus Kapten Tack ke Mataram, namun gagal. Sunan
Amangkurat II berterima kasih kepada Untung Surapati dengan memberikan daerah Pasuruan dan
menetapkannya menjadi Bupati di sana dengan gelar Adipati Wiranegara. Pada 1803 Sunan
Amangkurat II meninggal dan digantikan oleh putranya yang bergelar Sunan Amangkurat III,
pamannya yang bernama Pangeran Puger menginginkan tahta raja di Mataram. Dia kemudian
bersekutu dengan VOC, dan kemudian membuat perjanjian dengan VOC, dengan menyerahkan
sebagian wilayah kekuasaan Mataram. Pada 1705 Pangeran Puger dinobatkan menjadi Sunan
Mataram dengan gelar Sunan Pakubuwana 1, setelah itu dimulailah peperangan antara Sunan
Pakubuwana I dengan Untung Surapati yang dibantu Sunan Amangkurat III. Pada 1706, VOC berhasil
melumpuhkan Untung Surapati di Kartasura.

- Makassar harus mengakui monopoli VOC.


- Wilayah Makassar dipersempit hingga tinggal Gowa saja.
- Makassar harus membayar ganti rugi atas peperangan.
- Hasanuddin harus mengakui Aru Palakka sebagai Raja Bone.
- Gowa tertutup bagi orang asing selain VOC.
- Benteng-benteng yang ada harus dihancurkan kecuali Benteng Rotterdam.
Ciri perjuangan yang dilakukan setelah abad-20, yakni:

- Organisasi yang dibentuk bersifat modern.


- Lebih terarah atau terorganisasi.
- Bersifat nasional tidak kedaerahan.
- Dipelopori oleh kaum terpelajar.

Faktor eksternal pendorong munculnya nasionalisme

- Adanya pengaruh paham-paham modern dari Eropa (liberalisme, humanisme, nasionalisme,


komunisme).
- Adanya pengaruh gerakan Pan-Islamisme.
- Adanya Pengaruh pergerakan bangsa terjajah di Asia.
- Adanya Pengaruh kemenangan Jepang atas Rusia.

Pada abad ke-17:

. Sultan Agung

Sultan Iskandar Muda

Sultan Hasanuddin

. Untung Suropati

. Trunojoyo

.Ibnu Iskandar

Sultan Ageng Tirtayasa

Pada abad ke-20:

• Pattimura
Sultan Badaruddin

Tuanku Imam Bonjol

• Pangeran Diponegoro

• I Gusti Ketut Jelantik

• Pangeran Antasari

• Teuku Umar

Teuku Cik Di Tiro

. Cut Nyak Dien

• Anak Agung Made

Raja Sisingamangaraja XII

Pada abad ke-17:

Sultan Agung dari Mataram

. Sultan Iskandar Muda dari Aceh

• Sultan Hasanuddin dari Kerajaan Makassar

Untung Suropati dari Jawa


Trunojoyo dari Jawa

Ibnu Iskandar dari Tanah Minang

Sultan Ageng Tirtayasa dari Banten

Pada abad ke-20:

• Pattimura dari Maluku

Sultan Badaruddin dari Palembang

• Tuanku Imam Bonjol dari Tanah Minang

Pangeran Diponegoro dari Jawa

I Gusti Ketut Jelantik dari Bali

Pangeran Antasari dari Kalimantan

Teuku Umar dari Aceh.

• Teuku Cik Di Tiro dari Aceh

• Cut Nyak Dien dari Aceh

Anak Agung Made dari Lombok

Raja Sisingamangaraja XII dari Tapanuli


- Budi Utomo: R. Soetomo, Goenawan Mangoenkoesoemo, Soeradji

Tirtonegoro, Gondo Soewarno, Soelaiman, Angka Prodjosoedirdjo, M. Soewarno, Mohammad Saleh,


dan RM. Goembrek.

Sarekat Islam: H. Agus Salim, Abdul Muis, Suryopranoto, Sekarmadji Maridjan Kartosocwirjo (Putih).
Semaoen, Alimin, Darsono (Merah).

Anda mungkin juga menyukai