PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah kesehatan masyarakat didominasi ketidakmampuan masyarakat
dalam menangani kesehatan diri maupun lingkungannya, karena sebagian besar
masyarakat masih tergantung pada peran pemerintah. Kondisi ini erat
hubungannya dengan perkembangan sosial ekonomi dan transisi demografi yang
berlangsung cepat. Disisi lain desentralisasi memerlukan paradigma baru dalam
pengembangan kebijakan kesehatan masyarakat pada tingkat kabupaten yang
memerlukan ketersediaan data dan informasi (Departemen Kesehatan RI, 2002).
Salah satu upaya pokok dalam melaksanakan sistem desentralisasi adalah
pengembangan sistem informasi kesehatan yang lebih baik. Saat ini sering terlihat
pengambilan keputusan tidak dilandasi dengan informasi yang relevan, data yang
tidak fleksibel dan terlalu banyak, sehingga pimpinan tidak memanfaatkannya
(Pusat Data dan Informasi, 2011). Berdasarkan permasalahan tersebut sangat
diperlukan perbaikan manajemen data dan informasi yang terintegrasi melalui
pengembangan sistem informasi kesehatan secara menyeluruh.
Perkembangan bidang teknologi dan sistem informasi yang pesat memberi
pengaruh di segala bidang kehidupan manusia termasuk bidang kesehatan.
Berbagai aplikasi dibuat dan dikembangkan untuk menunjang dan membantu
operasional pelayanan kesehatan, aplikasi tersebut diharapkan dapat digunakan
dalam proses pengambilan keputusan yang bermanfaat di bidang kesehatan.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, (2006) telah mengisyaratkan
upaya-upaya yang dilakukan untuk memperbaiki dan memperkuat sistem
informasi dalam bidang kesehatan. Upaya-upaya tersebut tertuang melalui
Rencana Strategis 2005-2009 kemudian dilanjutkan oleh Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia, (2010) melalui Rencana Strategis 2010-2014. strategi ketiga
dalam Rencana Strategis 2010-2014 Kementerian Kesehatan Repubik Indonesia
adalah upaya untuk meningkatkan sistem surveilans, monitoring, dan informasi
kesehatan yang evidence based di seluruh Indonesia. Salah satu indikator
keberhasilan suatu kegiatan tersebut adalah pencatatan dan pelaporan.
1
2
data dan pengolahan data sehingga dapat mendukung peranan sistem informasi
dalam pelayanan kesehatan (Pusat Data dan Informasi, 2011).
Proses pengelolaan data/informasi kesehatan memerlukan standar. Standar
data/informasi di Indonesia, baik standar proses pengelolaan informasi kesehatan
maupun teknologi yang digunakan, belum memadai. Akses dan sumber daya
kesehatan juga tidak merata, lebih banyak dimiliki oleh daerah-daerah tertentu,
terutama di pulau Jawa. Akibatnya setiap institusi kesehatan mulai dari
Puskesmas, rumah sakit, hingga ke dinas kesehatan kabupaten/kota dan provinsi
menerapkan sistem informasi menurut kebutuhan masing-masing. Hal ini
menjadikan sistem yang digunakan berbeda-beda dan sulit untuk disatukan. Selain
itu, kepemilikan dan keamanan data yang dipertukarkan menjadi penghalang
untuk menyediakan data yang bisa diakses oleh pihak yang membutuhkan (Pusat
Data dan Informasi, 2011).
Kabupaten Bantul merupakan salah satu kabupaten yang berada di DIY.
Letak geografis Kabupaten Bantul di antara 0744'04" sampai 0800'27" lintang
selatan dan 11012'34" sampai 11031'08" bujur timur. Wilayah Kabupaten
Bantul sebelah utara berbatasan dengan Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman,
sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Gunung Kidul, sebelah selatan
berbatasan dengan Samudera Indonesia, sebelah barat berbatasan dengan
Kabupaten Kulon Progo. Luas wilayah Kabupaten Bantul adalah 506,9 km2.
Secara geografis Kabupaten Bantul berada dekat dengan Samudera Indonesia
dengan kontur berupa dataran rendah dan perbukitan, sehingga Kabupaten Bantul
tergolong wilayah yang rawan bencana alam seperti gempa bumi, tanah longsor,
banjir, tsunami, dan bencana akibat dampak letusan gunung berapi (Dinas
Kesehatan Kabupaten Bantul, 2012).
Data yang diperoleh dari Dinas Kasehatan Kabupaten Bantul berdasarkan
data Badan Pusat Statistik Kabupaten Bantul, jumah penduduk pada tahun 2011
sebanyak 921.263 jiwa, dengan proporsi 459.459 jiwa laki-laki dan 461.804 jiwa
perempuan. Kepadatan penduduk sebesar 1.818 jiwa/km2. Secara administratif
Kabupaten Bantul terdiri atas 17 kecamatan, 75 desa, dan 933 dusun. Kecamatan
terjauh adalah Kecamatan Dlingo dengan jarak 30 km dari ibukota kabupaten,
5
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Mengevaluasi peran penerapan SIMPUS dalam memperkuat pelayanan
kesehatan di Kabupaten Bantul.
2. Tujuan khusus
a. Mengevaluasi kesesuaian antara penerapan teknologi dan manusia sebagai
pengguna SIMPUS di Kabupaten Bantul.
b. Mengevaluasi kesesuaian antara penerapan teknologi dan organisasi
pengguna SIMPUS di Kabupaten Bantul.
c. Mengevaluasi kesesuaian antara manusia dan organisasi pengguna SIMPUS
di Kabupaten Bantul.
d. Mengevaluasi manfaat penerapan teknologi bagi manusia dan organisasi
pengguna SIMPUS di Kabupaten Bantul.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Pemerintah Daerah
Sebagai bahan masukan untuk pemerintah daerah dalam perencanaan program
kesehatan dan pengembangan SIMPUS ke depannya.
2. Bagi Dinas Kesehatan
Sebagai bahan masukan bagi para pengambil keputusan tingkat Puskesmas dan
dinas kesehatan untuk perbaikan dan pengembangan SIMPUS kedepan.
3. Bagi pengembangan ilmu pengetahuan
Sebagai referensi bagi peneliti yang ingin melakukan penelitian di bidang
sistem informasi kesehatan selanjutnya.
E. Keaslian Penelitian
Penelitian sebelumnya yang meneliti mengenai evaluasi sistem informasi
kesehatan, di antaranya yaitu:
1. Sutarman (2011), dengan judul Evaluasi Sistem Informasi Manajemen
Kesehatan Ibu dan Anak (SIM KIA) di Dinas Kesehatan Kabupaten Jayapura
Provinsi Papua. Merupakan penelitian diskriptif kualitatif dengan rancangan
studi kasus yang bertujuan mengevaluasi penerapan sistem informasi
8
manajemen kesehatan ibu dan anak melalui komputerisasi PWS KIA meliputi
sumber daya pengguna, pengorganisasian, teknologi dan kualitas informasi.
Hasil dari penelitian ini bidan desa dalam mengumpulkan data dibantu kader
dan dukun. Tenaga operator Puskesmas sudah pindah dan berhenti kontrak,
pengelola PWS KIA dibawah seksi rujukan dan kesehatan khusus. Software
Kartini ini didesain bagi Puskesmas untuk memperbaiki pelaporan . Menu
dan fitur yang ada di aplikasi Kartini sudah sesuai, mudah digunakan dan
bermanfaat bagi operator namun informasi belum dimanfaatkan oleh
pengambil keputusan. Software ini mempunyai database yang detail, kompleks
namun belum mempunyai nilai tambah dan peningkatan kinerja. Hambatan
yang dihadapi antara lain dukungan dari Pemda masih minim, belum
disiapkannya tenaga IT (Information Technology) dan komputer sering macet.
Kualitas informasinya tidak akurat dan tidak tepat waktu.
2. Mikrajab (2011), dengan judul Evaluasi Implementasi Rekam Medis di
Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta.
Merupakan penelitian studi kasus dengan metode campuran (mixed methods)
yang bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik rekam medis,
mengidentifikasi manfaat dan hambatan dalam implementasi rekam medis, dan
mengevaluasi implementasi rekam medis menurut dimensi teknologi, sumber
daya manusia Rumah Sakit, dan organisasi di instalasi rawat inap rumah sakit
PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Hasil dari penelitian ini menunjukan
sebanyak 38,10% responden menyatakan konten rekam medis tidak sesuai
dengan kebutuhan. 47,62% responden menyatakan sumber daya manusia
Rumah Sakit kurang mengetahui komponen, fungsi, sistem keamanan dan
paperless office. 33,33% responden pengguna masih resisten terhadap sistem,
serta 23,81% responden menyatakan pola kerja di RS tidak mendukung
peningkatan kinerja dibidang teknologi informasi kesehatan.
3. Siak (2009), dengan judul Evaluasi Penerapan Sistem Informasi Perijinan di
Dinas Perijinan Kabupaten Bantul dengan Metode HOT-Fit. Jenis penelitian
ini merupakan penelitian diskriptif kuantitatif dengan skala likert yang
bertujuan mengevaluasi penerapan sistem informasi perijinan di Dinas
9