Anda di halaman 1dari 17

PENGELOLAAN LIMBAH TEMPE

SATUAN ACARA PENGAJARAN

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Komunitas 5

Kelompok 1

Putri Puspa Delima 220110130001 Nuri Novelia 220110130008


Yayu Pratiwi 220110130002 Selvia Rahmayoza 220110130009
Amalia Febrianti 220110130003 Siti Nur Alfiah 220110130010
Tri Puji Lestari 220110130004 Nida Amalia 220110130011
Dede Nurhayati 220110130005 Lisdian Widowati 220110120088
Erna Maryama 220110130006 Miftahurrahmah 220110120067
Megalita Stevani 220110130007

UNIVERSITAS PADJADJARAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

SUMEDANG

2017
SATUAN ACARA PENGAJARAN

TEMA : Pengelolaan limbah tempe


SASARAN : Pemilik dan pekerja home industry tempe
WAKTU : Selasa, 11 April 2017
Pukul 13.00 – 13.30
TEMPAT : Jalan Bojongloat No. 87 rt/rw 04/05 Desa
Bojongloa Kecamatan Rancaekek
MEDIA : Poster dan Power point
STRATEGI INTRUKSIONAL : Ceramah dan tanya jawab (diskusi)

A. TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU)


Setelah diberikan pendidikan kesehatan, peserta dapat memahami dengan baik
tentang pengelolaan limbah tempe yang baik agar tidak mencemari lingkungan.

B. TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS (TIK)


Setelah dilakukan pendidikan kesehatan tentang pengelolaan limbah tempe
diharapkan peserta :
1. Mampu menjelaskan mengenai pengertian dari limbah.
2. Mampu menjelaskan mengenai bentuk dan kandungan limbah tempe.
3. Mampu menjelaskan mengenai dampak negatif pengelolaan limbah tempe
yang tidak baik
4. Mampu menjelaskan mengenai cara pengelolaan limbah tempe primer
5. Mampu menjelaskan mengenai cara pengelolaan limbah tempe sekunder

C. POKOK BAHASAN
Materi yang akan dibahas adalah tentang pengelolaan limbah tempe.
D. SUB POKOK BAHASAN
1. Pengertian limbah
2. Bentuk dan kandungan limbah tempe
3. Dampak pengelolaan limbah tempe yang tidak baik
4. Cara pengelolaan limbah tempe
a. Pengelolaan limbah tempe primer
b. Pengelolaan limbah tempe sekunder
1) Pembuatan pupuk
2) Pembuatan nata de soya
3) Pembuatan makanan ternak
4) Pembuatan tempe bus

E. MATERI (terlampir)
PROSES BELAJAR – MENGAJAR :

No Waktu Alokasi Kegiatan Kegiatan Metode Media


waktu utama Pemberi materi Peserta didik
1 13.00 - 13.05 5’’ Pembukaan Menyambut peserta Memasuki ruangan dan - -
pendidikan kesehatan dan menandatangani absen
mengabsen peserta
2 13.05 - 13.06 1’’ Memberi salam dan Menjawab salam Tanya jawab -
memperkenalkan diri
3 13.06 - 13.16 10’’ Isi Memaparkan materi Menyimak dengan seksama Ceramah Power
mengenai pengelolaan materi yang disampaikan Point dan
limbah Poster
4 13.16 – 13.19 3’’ Memberi kesempatan Mengajukan pertanyaan Tanya jawab
kepada peseta tentang kepada pemateri (diskusi)
materi yang disampaikan
5 13.19 – 13.22 3’’ Memberikan pertanyaan Menjawab pertanyaan yang Tanya jawab
akhir sebagai evaluasi diberikan oleh pemateri (diskusi)
6 13.22 – 13.24 2’’ Penutupan Menyimpulkan bersama Mendengarkan dengan Diskusi
hasil kegiatan pendidikan seksama
kesehatan
7 13.24 – 13.25 1’’ Menutup kegiatan Menjawab salam Tanya jawab
pendidikan kesehatan dan
mengucapkan salam
8 13.25 – 13.30 5’’ Mempersilahkan peserta Meninggalkan ruangan -
meninggalkan ruangan
EVALUASI :

1. Evaluasi Proses
a. Di 5 menit pertama sasaran sudah berkumpul sebanyak 6 orang.
b. Sasaran 100% menjawab salam.
c. Pada saat pemberian materi sasaran menyimak.
d. Pada saat tanya jawab sasaran antusias dan memiliki inisiatif untuk
bertanya, maksimal 3 orang dari 6 orang.
e. Sasaran mampu menjawab pertanyaan yang sudah dijelaskan, manimal
3 orang dari 6 orang.
1. Sebutkan bentuk dan kandungan limbah tempe?
2. Sebutkan dampak pengelolaan limbah tempe yang tidak baik?
3. Sebutkan cara pengelolaan limbah tempe primer minimal 2?
4. Sebutkan cara pengelolaan limbah tempe sekunder minimal 2?
f. Sasaran bubar dengan tertib.

2. Evaluasi Hasil
a. Sasaran dapat menjawab pertanyaan yang diajukan oleh pemateri
tentang pencegahan kekerasan seksual
b. Sasaran dapat menjawab pertanyaan yang diajukan oleh pemateri
tentang dampak mitos selama masa nifas.
c. Sasaran mampu mendemostrasikan
Lampiran

MATERI
PENGELOLAAN LIMBAH TEMPE

I. Pengertian limbah
Limbah cair adalah sampah cair dari suatu lingkungan masyarakat dan biasanya
terdiri dari air yang telah digunakan. Sebanyak 0,1% limbah dapat pula berupa benda-
benda padat yang terdiri dari zat organik dan anorganik.

II. Bentuk dan kandungan limbah tempe


Pada dasarnya, limbah tempe meliputi karakteristik fisika berupa warna, bau,
padatan total dan juga suhu. Sedangkan secara kimia, karakteristik limbah tempe
meliputi anorganik dan juga organik serta gas. Limbah ini jika dialirkan tanpa
pengelolaan terlebih dahulu, berpotensi menimbulkan kerusakan dan
ketidakseimbangan biologis di alam. Oleh sebab itu penting untuk ditindaklanjuti.
Pada dasarnya pengelolaan limbah tempe sebelum dilepas ke alam mencakup antara
lain penguraian secara anaerob dan proses pengolahan lanjut yang mencakup sistem
biofilter anaerob-aerob.
Bahan-bahan organik yang terkandung di dalam buangan industri tempe pada
umumnya sangat tinggi. Senyawa-senyawa organik di dalam air buangan tersebut
dapat berupa protein, karbohidrat, lemak dan minyak. Di antara senyawa-senyawa
tersebut, protein dan lemaklah yang jumlahnya paling besar yang mencapai 40% -
60% protein, 25 - 50% karbohidrat, dan 10% lemak. Semakin lama jumlah dan jenis
bahan organik ini semakin banyak, dalam hal ini akan menyulitkan pengelolaan
limbah, karena beberapa zat sulit diuraikan oleh mikroorganisme di dalam air limbah
tempe tersebut.
Untuk menentukan besarnya kandungan bahan organik digunakan beberapa
teknik pengujian seperti BOD, COD dan TOM. Uji BOD merupakan parameter
yang sering digunakan untuk mengetahui tingkat pencemaran bahan organik, baik
dari industri ataupun dari rumah tangga. Limbah cair yang dihasilkan berasal dari
lokasi pemasakan kedelai, pencucian kedelai, peralatan proses dan
lantai. Karakter limbah cair yang dihasilkan berupa bahan organik padatan ter-
suspensi (kulit, selaput lendir dan bahan organik lain). Warna putih keruh pada air
limbah berasal dari pembuangan air rendaman dan pengelupasan kulit kedelai yang
masih banyak mengandung pati, juga berasal dari air bekas pencucian peralatan
proses produksi, peralatan dapur dan peralatan lainnya. Bau yang timbul karena
adanya aktivitas mikroorganisme yang menguraikan zat organik atau dari reaksi
kimia yang terjadi dan menghasilkan gas tertentu.
Air buangan industri tempe kualitasnya bergantung dari proses yang digunakan.
Apabila air prosesnya baik, maka kandungan bahan organik pada air buangan
biasanya rendah. Pada umumnya konsentrasi ion hidrogen buangan industri tempe
cenderung bersifat asam. Sehingga air limbah dan bahan buangan yang dibuang ke
perairan akan mengubah pH air, dan dapat mengganggu kehidupan organisme air, pH
air normal yang memenuhi syarat untuk kehidupan berkisar antara 6,5-7,5
(Wardhana, 2004). Gas-gas yang biasa ditemukan dalam limbah tempe adalah gas
nitrogen (N2 ), oksigen (O2 ), hidrogen sulfida (H2S), amonia (NH3 ),
karbondioksida (CO2 ) dan metana (CH4). Gas-gas tersebut berasal dari dekomposisi
bahan- bahan organik yang terdapat di dalam air buangan tempe.
Limbah dari proses pembuatan tempe ini termasuk dalam limbah yang
biodegradable yaitu limbah atau bahan buangan yang dapat dihancurkan oleh
mikroorganisme. Senyawa organik yang terkandung didalamnya akan dihancurkan
oleh bakteri meskipun prosesnya lambat dan sering disertakan dengan keluarnya bau
busuk. Konsentrasi amoniak sebesar 0,037 mg/l sudah dapat menimbulkan bau
amoniak yang menyengat.

III. Dampak pengelolaan limbah tempe yang tidak baik


1. Suhu limbah cair yang berasal dari rebusan kedelai mencapai 75 C. Apabila
setiap hari perairan memperoleh pasokan limbah cair dengan suhu yang
tinggi maka akan membahayakan kehidupan organisme air. Suhu yang
optimum untuk kehidupan dalam air adalah 25 - 30 0C. Tumbuhan air akan
terhenti pertumbuhannya pada suhu air dibawah 10 C atau diatas 40 C.
Terdapat hubungan timbal balik antara oksigen terlarut dengan laju
pernapasan mahkluk hidup. Meningkatnya suhu akan menyebabkan
peningkatan laju pernapasan makhluk hidup dan penurunan oksigen terlarut
dalam air.
2. Derajat keasaman limbah cair dari air rebusan kedelai telah melampaui

standart baku mutu. Air limbah dan bahan buangan dari kegiatan industri

yang dibuang ke perairan akan mengubah pH air, dan dapat mengganggu

kehidupan organisme air. Air normal yang memenuhi syarat untuk kehidupan

mempunyai pH berkisar antara 6,5 - 7,5.

3. Limbah dari proses pembuatan tempe ini termasuk dalam limbah yang

biodegradable yaitu merupakan limbah atau bahan buangan yang dapat

dihancurkan oleh mikroorganisme. Senyawa organik yang terkandung

didalamnya akan dihancurkan oleh bakteri meskipun prosesnya lambat dan

sering dibarengi dengan keluarnya bau busuk.

4. Limbah cair dari proses perebusan dan perendaman kedelai, mempunyai nilai

padatan terlarut (TDS) dan Padatan tersuspensi (TSS)yang jauh melewati

standart baku mutu limbah cair. Pengaruh yang berbahaya pada ikan,

zooplankton maupun makhluk hidup yang lain pada prinsipnya adalah

terjadinya penyumbatan insang oleh partikel partikel yang menyebabkan

afiksiasi.
IV. Cara pengelolaan limbah tempe
1. Pengelolaan limbah tempe primer
a. Limbah yang dialirkan harus dalam keadaan tertutup agar bau dari
limbah tidak menjadi polusi udara.
b. Limbah yang mengalir melalui saluran pembuangan disaring
menggunakan jeruji saring. Metode ini disebut metode penyaringan.
Metode penyaringan merupakan cara yang efisien dan murah untuk
menyisihkan bahan-bahan padat berukuran besar dari air limbah.
lakukan pengontrolan berkala pada metode penyaringan ini dengan baik
agar tidak terjadi sumbatan oleh bahan padat.
c. Limbah yang telah disaring kemudian salurkan ke suatu tangki atau bak
yang berfungsi untuk memisahkan pasir dan partikel padat.
d. Selanjutnya adalah metode pengendapan yang merupakan metode
pengolahan utama yang paling banyak digunakan pada proses
pengolahan primer limbah cair. Di tangki pengendapan limbah cair
didiamkan agar partikel padat mengendap di dasar tangki sehingga
endapan tersebut membentuk lumpur yang akan dipisahkan ke saluran
lain untuk diolah menjadi bahan yang bermanfaat salah satunya pupuk.
e. Selain itu, lakukan metode pengapungan untuk menyingkirkan polutan
berupa minyak atau lemak. Proses ini dilakukan dengan bahan yang
dapat menghasilkan gelembung udara yang berukuran kecil. Tujuannya
agar polutan berupa minyak atau lemak dapat terpisah dan kemudian
bisa dibuang.
f. Pembuangan limbah cair kemudan bisa dibuang ke lingkungan perairan
dengan syarat harus memiliki izin tertulis dari Bupati atau Walikota,
sesuai dengan peraturan pemerintah nomor 82 tahun 2001 tentang
pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.
2. Pengelolaan limbah tempe sekunder
a. Pembuatan pupuk
Cara Mengelola Limbah Tempe Menjadi Pupuk Cair Produktif (PCP)
1) Sebanyak 10 liter limbah cair tempe direbus hingga mendidih
menggunakan dandang selama 15-20 menit.
2) Siapkan ember cat berukuran 20 liter.
3) Limbah cair yang masih panas tersebut dimasukkan ke dalam
ember lalu didinginkan.
4) Setelah dingin, tambahkan biang/starter EM4 (Gambar 1.)
sebanyak 5-10 % v/v
Note  EM4 : Effective Microorganisme sebagai Aktivator
kompos yang berguna mengembalikan sifat kimia tanah.
5) Limbah cair yang telah ditambah starter EM4 selanjutnya
disimpan pada suhu rungan selama 7 hari. Satrter ini berisi
populasi bakteri bermanfaat.
6) Pembuatan pupuk cair berhasil jika saat dibuka dan berbau seperti
urea atau bau busuk
7) Pupuk cair dari limbah tempe sudah siap digunakan untuk
memupuk tanah disekitar tanaman atau sayuran.
8) Jika ingin ditambah unsur KCl maka bisa ditambahkan air
rendaman sabut kelapa (perbandingan perendaman sabut kelapa
dan air = 50 : 50) selama 5 hari.
9) Jika belum digunakan dalam jangka dekat, sebaiknya penambahan
starter < 3% (misal 1%).

b. Pembuatan nata de soya


Nata de soya adalah nata berbahan baku limbah cair industri olahan
kedelai seperti tahu dan tempe. Pada industri tempe, yang digunakan untuk
pembuatan nata de soya adalah limbah cair dari perebusan kedelai,
sedangkan pada industri tahu adalah limbah cair dari proses pengendapan.
Limbah cair yang masih mengandung banyak nutrisi akan menjadi media
yang baik untuk pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum. Limbah cair
industri tempe umumnya masih dibuang begitu saja, sehingga dapat
menyebabkan pencemaran lingkungan berupa bau yang tidak sedap. Proses
pembuatan nata de soya dari limbah industri tempe diharapkan mampu
meningkatkan nilai ekonomis limbah cair industri tempe, serta mengatasi
pencemaran lingkungan.
Nata de soya atau sari nata kedelai adalah sejenis makanan dalam
bentuk nata, padat, putih, dan transparan, merupakan makanan penyegar dan
pencuci mulut, yang dapat dicampur dengan fruit cocktail, es cream atau
cukup ditambah sirup saja. Nata de soya dibentuk oleh bakteri Acetobacter
xyllinum yang merupakan bakteri asam asetat bersifat aerob, pada media cair
dapat membentuk suatu lapisan yang dapat mencapai ketebalan beberapa
centi-meter, kenyal, putih, dan lebih lembut dibanding nata de coco. Nata de
soya memiliki karakteristik kenampakan warna agak kecoklatan, memiliki
cita rasa aroma khas kedelai saat setelah dipanen. Warna coklat dan aroma
khas kedelai bisa dihilangkan dengan perebusan dan pencucian beberapa kali
dengan menggunakan air bersih.
Nata de soya memiliki kandungan serat yang tinggi, dan rendah kalori,
sehingga dapat dikonsumsi dengan aman, karena nata de soya merupakan
jenis dietery fiber yang dapat digunakan sebagai pilihan menu diet untuk
penderita diabetes.
Berikut ini adalah proses produksi pembuatan nata de soya dengan
menggunakan bahan baku limbah industri tempe:
1) 50 liter limbah cair industri tahu atau tempe yang sudah asam (dibiarkan
3 hari)
2) 150 gram ZA (ammonium sulfat)
3) 200 gram gula pasir
4) Asam asetat/cuka 250 ml (jika diperlukan untuk menurunkan pH 3-4)
5) Bibit nata (Acetobacter xylinum)
Proses Pembuatan:
1) Penyiapan nampan : siapkan nampan sejumlah yang dibutuhkan, jika
kita menuang media larutan per nampan 1,2 liter, maka dibutuhkan 42
nampan untuk satu kali perebusan per 50 liter larutan. Nampan yang
akan digunakan ditutup koran dan diikat dengan menggunakan karet
ban.
2) Penyaringan media : limbah cair industri tempe atau tahu yang akan
digunakan sebagai media pembuatan nata disaring dengan kain kasa,
agar kotoran-kotoran dan partikel kasar dapat dipisahkan.
3) Perebusan dilakukan dengan menggunakan panci kapasitas 60 liter
dengan menggunakan kayu bakar atau batu bara. Penambahan gula pasir
dan asam cuka ke dalam media larutan, sambil dilakukan pengadukan.
Jika larutan telah mendidih kemudian ditambahkan ZA.
4) Inkubasi / Fermentasi : larutan yang mendidih kemudian dituang pada
nampan-nampan yang telah ditutup dengan menggunakan koran yang
telah diikat dengan menggunakan karet ban. Kemudian disusun dalam
rak-rak. Setelah kurang lebih 8 jam sehingga larutan dalam nampan
menjadi dingin kemudian dilakukan inokulasi dengan menambahkan
starter/bibit nata Acetobacter xylinum 10%.
5) Pemanenan : setelah 7-10 hari, dilakukan pemanenan. Nata dengan
kualitas baik dan nata terkontaminasi jamur dipisahkan. Nata terkena
jamur dilakukan pengguntingan dan dibuang bagian yang terkena jamur.
6) Pencucian : Nata hasil panen kemudian dicuci dengan menggunakan air
bersih. Kemudian setelah dicuci bersih dapat disimpan dalam drum
plastik dalam bentuk lembaran-lembaran atau dipotong-potong dengan
menggunakan mesin pemotong atau secara manual dengan
menggunakan pisau.
7) Penyimpanan : Nata yang telah menjadi potongan kemudian disimpan
dalam drum plastik dengan penambahan air sampai permukaan nata
tertutup air. Perawatan dilakukan dengan cara penggantian air tiap 3 hari
sekali.

c. Pembuatan makanan dan minuman ternak


Kulit ari kedelai merupakan limbah industri hasil pembuatan tempe
yang diperoleh setelah melalui proses perebusan dan perendaman kacang
kedelai. Setelah melalui kedua proses ini kulit ari dipisahkan dengan dengan
melakukan penginjakan atau dengan mesin pembelah biji sekaligus pemisah
kulit, kemudian kulit biji akan mengapung dan dibuang begitu saja. Kulit ari
kedelai ini masih sangat potensial dimanfaatkan sebagai pakan ternak
mengingat kandungan protein dan energinya yang cukup tinggi. Bahwa kulit
ari biji kedelai ini mengandung protein kasar 17,98 %, lemak kasar 5,5 %,
serat kasar 24,84 % dan energy metabolis 2898 kkal/kg.

Kulit ari kedelai dapat diberikan langsung kepada ternak ruminansia


seperti kambing maupun sapi dalam bentuk komboran. Pemberian kepada
ternak ruminansia biasanya tidak perlu melakukan adaptasi karena kulit ari
kedelai mempunyai palatabilitas tiggi. Tapi perlu diwaspadai pemberian
langsung tanpa adanya tahapan bisa menyebabkan ternak menjadi kembung
atau bloat. Karena pemberian dalam bentuk komboran mempunyai kadar air
yang tinggi.
Untuk pakan ternak Ruminansia, dalam penelitiannya Hardianto (2006)
dengan judul Penggemukan Domba Ekor Tipis Dengan Pemberian Pakan
Kulit Ari Kacang Kedelai (Ampas Tempe) Dan Rumput Lapang
menyimpulkan bahwa Pemberian pakan tambahan kulit ari kacang kedelai
pada taraf 100% dalam bahan kering ransum memberikan hasil terbaik pada
penggemukan Domba Ekor Tipis selama 8 minggu. Pada taraf tersebut
menghasilkan pertambahan bobot tubuh yang lebih tinggi (6,86 kg) dengan
konversi pakan yang lebih rendah (4,05) serta menghasilkan keuntungan
yang lebih besar (Rp. 92.053,1.-).
Untuk pakan ternak unggas, kulit ari juga bisa digunakan untuk pakan
ternak unggas seperti ayam ataupun burung puyuh. Mengingat bahwa
unggas hanya mampu sedikit sekalai mencerna serat kasar. Serat kasar
merupakan komponen bahan pakan yang sulit dicerna oleh unggas.
Keberadaan fraksi ini akan Mempengaruhi kecernaan dan penyerapan zat-zat
makanan lainnya, sehingga protein dalam ransum tidak dapat dimanfaatkan
secara optimal untuk pembentukan jaringan tubuh sehingga pertumbuhan
ternak terganggu. Maka sebelum diberikan ke ternak unggas dilakukan
pengolahan terlebih dahulu untuk mengurangi kandungan serat kasarnya,
yaitu dengan cara fermentasi.
Limbah perendaman kacang kedelai dapat dimanfaatkan sebagai minum
ternak. Limbah yang kental dan berbau ini sangat disukai oleh sapi. Oleh
karena itu limbah pabrik tempe dan tahu ini akan ditampung di dalam sebuah
tempat khusus atau di dalam jerigen penampungan. Kemudian setelah itu
akan dipasarkan kepada para peternak. Cara penyajiannyapun tanpa harus
menggunakan campuran garam. Cara penyajiannya:
1) Tuangkan limbah ke dalam baskom atau ember besar (setengah ember)
2) Campurkan air jernih ke dalam baskom hingga penuh
3) Jika ada masukkan dedak ke dalam baskom
4) Aduk hingga rata
5) Kemudian berikan kepada ternak kita
Dalam waktu sekejap, limbah tersebut akan habis diminum oleh sapi.
Sapi-sapi yang diberikan minum limbah kedelai ini akan terlihat segar,
gemuk dan sehat.

d. Pembuatan tempe gembus


Tempe gembus merupakan produk yang diolah dari ampas tahu dan
tempe, yang merupakan sisa dari proses pembuatan tahu dan tempe.
Biasanya ampas tempe langsung diolah oleh para perajin untuk dibuat
menjadi tempe gembus yang tidak kalah enaknya dengan tempe biasa. Selain
digunakan untuk membuat tempe gembus, ampas ini juga biasanya
digunakan untuk ternak ataupun diolah menjadi pupuk kompos. Meskipun
cita rasanya hampir mirip dengan tempe kedelai, dari segi manfaat dan
kandungan gizinya sudah menurun karena ampas yang dijadikan bahan dasar
pembuatan tempe gembus sudah diambil sarinya untuk diolah menjadi tahu.
Kandungan protein dalam tempe gembus juga masih ada, namun tidak
sebaik tahu dan tempe biasa.

Proses pengolahannya tidak jauh berbeda dari pembuatan tempe biasa,


menggunakan ragi tempe untuk proses fermentasi. Waktu yang dibutuhkan
untuk mebuat tempe gembus cukup lama, 2-3 hari.
1) Ampas tahu dan tempe direbus atau dikukus dengan menggunakan air
mendidih selama ± 15 menit untuk mematikan bakteri dan kuman agar
tidak mengganggu proses fermentasi.
2) Setelah dikukus, ampas diangkat dan didinginkan selama beberapa saat
dengan cara dihamparkan diatas tika bambu atau menggunakan tampah.
3) Setelah kondisi ampas cukup hangat, dilanjut dengan proses peragian.
Campur ampas dengan ragi tempe dengan perbandingan 7:100 (7 sdm
ragi tempe utk 100ltr ampas). Aduk menggunakan sendok kayu sampai
merata.
4) Setelah tercampur rata, bungkus ampas dengan plastik/daun pisang.
Proses ini sekaligus utk melakukan fermentasi dan mencetak tempe
gembus. Diusahakan untuk tidak terlalu padat, agar proses fermentasi
berjalan normal.
5) Terakhir dilakukan pemeraman dalam wadah atau ruangan yang bersuhu
ruangan selama 2 hari 2 malam. Lalu tempe gembus siap untuk
dikonsumsi.

REFERENSI :

Adhiansyah, Rizal. 2013. Studi Pembuatan Pakan Ternak Berbasis Kulit Ari Kedelai
Terfermentasi (Kajian Jenis Mikroorganisme dan Waktu Fermentasi). Fakultas
Teknologi Pertanian.Universitas Brawijaya. Malang.

Hardianto. Y. W. 2006. Penggemukan Domba Ekor Tipis Dengan Pemberian Pakan


Kulit Ari Kacang Kedelai (Ampas Tempe) Dan Rumput Lapang. Skripsi.
Program Studi Teknologi Produksi Ternak. Fakultas Peternakan. Institut
Pertanian Bogor.

Mairizal. 2009. Pengaruh Pemberian Kulit Ari Biji Kedelai Hasil Fermentasi dengan
Aspergillus niger sebagai Pengganti Jagung dan Bungkil Kedelai dalam
Ransum terhadap Retensi Bahan Kering, Bahan Organik dan Serat Kasar pada
Ayam Pedaging. Staf Pengajar Fakultas Peternakan, Universitas Jambi, Jambi.
Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan Februari, 2009, Vol. XII. No.1.

Purnomo. 2014. Pemanfaatan limbah tahu menjadi produk nata de soya, solusi
penanganan pencemaran lingkungan.
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=21043&val=1319

Anda mungkin juga menyukai