Anda di halaman 1dari 8

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kecemasan adalah reaksi yang normal terhadap stress dan ancaman

bahaya. Kecemasan merupakan reaksi emosional terhadap persepsi adanya

bahaya, baik yang nyata maupun yang belum tentu ada. Kecemasan dan

ketakutan sering digunakan dengan arti yang sama; tetapi, ketakutan biasanya

merujuk akan adanya ancaman yang spesifik; sedang Kecemasan merujuk

akan adanya ancaman yang hanya berdasarkan hasil asumsi yang belum tentu

benar. Perasaan tidak berdaya dan tidak adekuat dapat terjadi, disertai rasa

terasing dan tidak aman. Intensitas perasaan ini dapat ringan atau cukup berat

sampai menyebabkan kepanikan, dan intensitasnya dapat meningkat atau

menghilang tergantung pada kemampuan droping individu dan sumber-

sumber pada suatu waktu tertentu (Anonim, 2001).

Menurut Abraham Maslow, manusia termotivasi untuk memenuhi

kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Kebutuhan-kebutuhan tersebut memiliki

tingkatan atau hirarki, mulai dari yang paling rendah (bersifat

dasar/fisiologis) sampai yang paling tinggi (aktualisasi diri). Hierarchy of

needs (hirarki kebutuhan) dari Maslow menyatakan bahwa manusia memiliki

5 macam kebutuhan yaitu physiological needs (kebutuhan fisiologis), safety

and security needs (kebutuhan akan rasa aman), love and belonging needs

(kebutuhan akan rasa kasih sayang dan rasa memiliki), esteem


2

needs (kebutuhan akan harga diri), dan self-actualization (kebutuhan akan

aktualisasi diri).

Pada teori Abraham Maslow, kecemasan termasuk kategori kedua

Kebutuhan rasa aman dan perlindungan (Safety and security needs). Ketika

kebutuhan fisiologis seseorang telah terpenuhi secara layak, kebutuhan akan

rasa aman mulai muncul. Keadaan aman, stabilitas, proteksi dan keteraturan

akan menjadi kebutuhan yang meningkat. Jika tidak terpenuhi, maka akan

timbul rasa cemas dan takut sehingga dapat menghambat pemenuhan

kebutuhan lainnya.

Kecemasan adalah suatu keadaan yang ditandai dengan perasaan

ketakutan yang disertai dengan tanda somatik yang menyatakan terjadinya

hiperaktifitas sistem syaraf otonom. Kecemasan adalah gejala yang tidak

spesifik yang sering ditemukan dan sering kali merupakan suatu emosi yang

normal (Kusuma, 2001).

Kecemasan adalah respon terhadap suatu ancaman yang sumbernya

tidak diketahui, internal, samar-samar atau konfliktual (Kaplan, 1997 dalam

Trismiati, 2006).

Untuk diare ada berbagai faktor mempengaruhi kejadian diare,

diantaranya adalah:

1. Faktor Pendidikan

Menurut penelitian, ditemukan bahwa kelompok ibu dengan status

pendidikan SLTP ke atas mempunyai kemungkinan 1,25 kali memberikan


3

cairan rehidrasi oral dengan baik pada balita dibanding dengan kelompok

ibu dengan status pendidikan SD ke bawah. Diketahui juga bahwa

pendidikan merupakan faktor yang berpengaruh terhadap morbiditas anak

balita. Semakin tinggi tingkat pendidikan orang tua, semakin baik tingkat

kesehatan yang diperoleh si anak.

2. Faktor Pekerjaan

Ayah dan ibu yang bekerja Pegawai negeri atau Swasta rata-rata

mempunyai pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan ayah dan ibu yang

bekerja sebagai buruh atau petani. Jenis pekerjaan umumnya berkaitan

dengan tingkat pendidikan dan pendapatan. Tetapi ibu yang bekerja harus

membiarkan anaknya diasuh oleh orang lain, sehingga mempunyai resiko

lebih besar untuk terpapar dengan penyakit.

3. Faktor Umur Balita

Sebagian besar diare terjadi pada anak dibawah usia 2 tahun. Balita yang

berumur 12-24 bulan mempunyai resiko terjadi diare 2,23 kali dibanding

anak umur 25-59 bulan.

4. Faktor Lingkungan

Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan.

Dua faktor yang dominan, yaitu: sarana air bersih dan pembuangan tinja.

Kedua faktor ini akan berinteraksi bersama dengan perilaku manbusia.

Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta

berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula, yaitu


4

melalui makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan kejadian

penyakit diare.

5. Faktor Gizi

Diare menyebabkan gizi kurang dan memperberat diarenya. Oleh karena

itu, pengobatan dengan makanan yang baik merupakan komponen utama

penyembuhan diare tersebut. Bayi dan balita yang gizinya kurang

sebagian besar meninggal karena diare. Hal ini disebabkan karena

dehidrasi dan malnutrisi. Faktor gizi dilihat berdasarkan status gizi yaitu

baik = 100-90, kurang = <90-70, buruk = <70 dengan BB per TB.

6. Faktor Sosial Ekonomi

Sosial ekonomi mempunyai pengaruh langsung terhadap faktor-faktor

penyebab diare. Kebanyakan anak mudah menderita diare berasal dari

keluarga besar dengan daya beli yang rendah, kondisi rumah yang buruk,

tidak mempunyai penyediaan air bersih yang memenuhi persyaratan

kesehatan.

7. Faktor Makanan/minuman yang dikonsumsi

Kontak antara sumber dan host dapat terjadi melalui air, terutama air

minum yang tidak dimasak dapat juga terjadi sewaktu mandi dan

berkumur. Kontak kuman pada kotoran dapat langsung ditularkan pada

orang lain apabila melekat pada tangan dan kemudian dimasukkan ke

mulut dipakai untuk memegang makanan. Kontaminasi alat-alat makan

dan dapur.

Bakteri yang terdapat pada saluran pencernaan:


5

Bakteri : Etamuba coli, salmonella, sigella

Virus : Enterovirus, rota virus.

Parasit : Cacing (Ascaris, Trichuris) Jamur (Candida albikan).

8. Faktor terhadap Laktosa (Susu kaleng)

Tidak memberikan ASI secara penuh 4-6 bulan pada pertama kehidupan.

Pada bayi yang tidak diberi ASI resiko untuk menderita diarelebih besar

dari pada bayi yang diberi ASI penuh dan kemungkinan menderita

dehidrasi berat juga lebih besar. Menggunakan botol susu, penggunaan

botol ini memudahkan pencemaran oleh kuman sehingga menyebabkan

diare. Dalam ASI mangandung antibodi yang dapat melindungi kita

terhadap berbagai kuman penyebab diare seperti Sigella dan V. Cholerae

Diare sampai saat ini masih menjadi masalah utama di masyarakat yang

sulit untuk ditanggulangi. Dari tahun ke tahun diare tetap menjadi salah satu

penyakit yang menyebabkan mortalitas dan malnutrisi pada anak. Menurut

data World Health Organization (WHO) pada tahun 2009, diare adalah

penyebab kematian kedua pada anak dibawah 5 tahun.

Secara global setiap tahunnya ada sekitar 2 miliar kasus diare dengan

angka kematian 1.5 juta pertahun. Pada negara berkembang, anak-anak usia

dibawah 3 tahun rata-rata mengalami 3 episode diare pertahun. Setiap

episodenya diare akan menyebabkan kehilangan nutrisi yang dibutuhkan anak

untuk tumbuh, sehingga diare merupakan penyebab utama malnutrisi pada

anak (WHO, 2009).


6

Untuk skala nasional berdasarkan data dari Profil Kesehatan Indonesia

tahun 2008, penderita diare pada tahun tersebut adalah 8.443 orang dengan

angka kematian akibat diare adalah 2.5%. Angka ini meningkat dari tahun

sebelumnya, yaitu 1.7% dengan jumlah penderita diare adalah 3.661 orang.

Untuk tahun 2006, penderita diare di Indonesia adalah 10.280 orang dengan

angka kematian 2.5%.

Di negara maju, dehidrasi memiliki kemungkinan lebih kecil

menyebabkan kematian, tetapi dehidrasi menyebabkan morbiditas/kesakitan

yang signifikan (Freedman et al, 2008).

Profil kesehatan Kabupaten Kepahiang tahun 2010 menunjukkan

jumlah kasus diare pada balita yang ditangani sebanyak 149 kasus, untuk

balita yang menderita diare dehidrasi berat 55 kasus, di tahun 2011

menunjukkan peningkatan jumlah kasus diare pada balita yang ditangani

sebanyak 181 kasus, di tahun 2012 menunjukkan jumlah kasus diare pada

balita yang ditangani sebanyak 251 kasus. (Sumber; Data Kesehatan RSUD

Kepahiang, 2012)

Selama episode diare, air dan elektrolit (natrium, klorida, kalium, dan

bikarbonat) hilang melalui tinja cair, keringat, urin, dan pernapasan.

Dehidrasi terjadi jika kehilangan air dan elektrolit ini tidak diganti.

Kematian dapat mengikuti dehidrasi berat jika cairan dan elektrolit tidak

diganti baik melalui larutan Oral Rehydration Salts (ORS) atau melalui infus

(WHO, 2009). Anak-anak yang lebih kecil (balita) lebih rentan terhadap

dehidrasi karena komposisi cairan tubuh yang besar, fungsi ginjal yang
7

belum matang, dan ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan mereka

sendiri secara bebas (independen) (Huang et al, 2009).

Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian

tentang “Hubungan derajat diare pada anak dengan tingkat kecemasan ibu di

RSUD Kepahiang tahun 2013”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas rumusan masalah penelitian yaitu :

“Adakah hubungan derajat diare pada anak dengan tingkat kecemasan ibu di

RSUD Kepahiang tahun 2013”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan derajat diare pada anak dengan tingkat

kecemasan ibu di RSUD Kepahiang tahun 2013.

2. Tujuan Khusus

a. Mendeskripsikan hubungan derajat diare pada anak dengan tingkat

kecemasan ibu di RSUD Kepahiang tahun 2013.

b. Mendeskripsikan kejadian diare di RSUD Kepahiang tahun 2013

D. Manfaat Penelitian

Penelitian diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut :

a. Manfaat bagi tempat penelitian

Dapat meningkatkan pemahaman dan wawasan tentang hubungan

derajat diare pada anak dengan tingkat kecemasan ibu.


8

b. Manfaat bagi institusi pendidikan

Memberi masukan dan sebagai dasar untuk melaksanakan penelitian

lebih lanjut yang berkaitan dengan hubungan derajat diare pada anak

dengan tingkat kecemasan ibu.

c. Manfaat bagi peneliti

Menambah tingkat pengetahuan, juga sebagai bahan dasar dalam

melaksanakan proses pembahasan selanjutnya didalam proposal

penelitian ini. Saya akan melakukan upaya promotif, prefentif dan

kuratif sehingga tercapai derajat kesehatan yang optimal.

d. Manfaat bagi peneliti selanjutnya

Dengan mengetahui tentang hubungan derajat diare pada anak dengan

tingkat kecemasan ibu, diharapkan keluarga lebih meningkatkan

kepedulian terhadap kesehatan, khususnya dalam mengantisipasi

datangnya penyakit diare terhadap anak.

Anda mungkin juga menyukai