ABSTRAK
Kata kunci: Molten Salt Fast Breeder Reactor, 7LiF-ThF4-PuF4, 7LiF-BeF2, koefisien
reaktivitas suhu bahan bakar, koefisien reaktivitas void pendingin, BOL, EOL.
ABSTRACT
REACTIVITY CALCULATION OF CORE DESIGN OF MOLTEN SALT FAST BREEDER
REACTOR (MS-FBR). A preliminary study about Molten Salt Fast Breeder Reactor with 7LiF-
ThF4-PuF4 (Th232-Pu239-Pu240-Pu241-Pu242) fuel and 7LiF-BeF2 (secondary salt) coolant has been
performed. This study is done by using SRAC2003 computer code. This study focuses on core
reactivity coefficient (fuel temperature and void), and void reactivity coefficient of coolant 7LiF-
BeF2. Specification of Molten Salt Fast Breeder Reactor 1000 MWe in power, 7LiF-ThF4-PuF4
(Th232-Pu239-Pu240-Pu241-Pu242) fuel, 7LiF-BeF2 (secondary salt) coolant, graphite reflector,
cylinder core, effective heigth 2,5m, core radius 2,5m, average normal operation temperature
1373 K(1100°C), burn up 220.000 MWd/Ton. The value of α TF
-5
is -3.12505 x 10 /K and -
8.82456 x 10-6 /K at EOL. The value of α TF and α CV are negative value but the value of
α VF is positive at BOL. The α VF is corrected by added the boron to secondary salt to get the
F
negative value of α V .
Keywords : Molten Salt Fast Breeder Reactor, 7LiF-ThF4-PuF4, 7LiF-BeF2, core reactivity
coefficient, void reactivity coefficient, BOL, EOL
PENDAHULUAN
Penelitian mengenai MSR dikembangkan pertama kali tahun 1954 di Amerika Serikat
melalui program Aircraft Reactor Experiment, namun program ini tidak ada realisasinya.
Kemudian dilanjutkan MSR Experiment (MSRE) yang berfungsi sebagai reaktor pembiak,
namun hal ini tidak berlangsung lama. Kemudian baru pada awal abad 21, Generation IV
International Forum memilih Molten Salt sebagai salah satu dari 6 reaktor maju yang siap
dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan dunia di masa depan. Oleh karena itu penelitian
lebih lanjut tentang MSR dengan berbagai variasi desain, terutama campuran bahan bakar dan
geometris teras mutlak diperlukan sebagai referensi dan pengayaan atas penelitian-penelitian
berikutnya.
Desain MSR bermoderator tipe blok, sebelumnya disusun untuk memenuhi salah satu
dari kebutuhan akan energi atau produksi material fisil bahan bakar (breeding). Pada desain
MSR bermoderator grafit tipe blok untuk memenuhi kebutuhan energi, biasa digunakan
campuran leburan garam NaF-ZrF4-UF4 yang hanya memiliki kemampuan breeding rendah,
sebaliknya untuk memenuhi kebutuhan breeding digunakan campuran leburan garam UF4-
ThF4-7LiF-BeF2 dimana tidak memiliki suhu keluaran pendingin sebesar jika menggunakan
leburan garam NaF-ZrF4-UF4. Hal ini tidak sesuai dengan karakteristik MSR yang diinginkan
sebagai reaktor maju dimana seharusnya mampu memenuhi kebutuhan sebagai reaktor
bersuhu tinggi (produksi hidrogen) dan hemat bahan bakar (breeding ratio tinggi). Optimasi
seharusnya bisa dilakukan apabila dilakukan variasi fraksi mol leburan garam. Leburan garam
UF4-ThF4-7LiF-BeF2 dipilih karena sudah memiliki nilai breeding ratio tinggi, sehingga jika
material fisil dan material fertil uranium divariasikan secara tepat, dalam batasan non proliferasi
tentunya, maka pembangkitan panas dari reaksi fisi bisa dinaikkan sehingga kemampuan MSR
sebagai breeder dan pembangkit listrik efektif bisa terakomodir dengan baik. Lagipula diduga
kuat bahwa Indonesia memiliki bahan tambang uranium dan thorium, sehingga kita bisa
memanfaatkannya secara maksimal.
Penelitian ini selain melakukan variasi fraksi mol bahan bakar leburan garam, juga
melakukan variasi bentuk teras. Dua parameter, variasi bahan bakar dan geometri teras, akan
digabungkan untuk mencari desain neutronik MSR yang memenuhi sasaran sebagai reaktor
maju yang efisien, bekerja dalam suhu tinggi, hemat bahan bakar, dan tentunya memiliki tingkat
keamanan tinggi.
Studi ini bertujuan untuk mendapatkan konfigurasi teras yang aman untuk operasi
Molten Salt Fast Breeder Reactor (MSFBR).
Untuk studi ini secara umum, dibatasi pada studi analisis neutronik pada teras reaktor.
Sedangkan parameter yang akan dihitung adalah koefisien reaktivitas teras (suhu dan void
bahan bakar) dan koefisien reaktivitas void pendingin.
Penelitian dilakukan dengan menyelesaikan perhitungan proses transport dan interaksi
neutron dilakukan pada tingkat sel dengan paket program SRAC [1].
Pada paket program SRAC, terdapat sub program PIJ yang melakukan perhitungan
parameter-parameter sel dengan menyelesaikan persamaan transport Boltzmann untuk neutron
dengan metoda CPM (Collision Probability Method).
Pada SRAC, sistem yang diperhitungkan dibagi menjadi beberapa daerah. Setiap
daerah diasumsikan memiliki karakteristik nuklir yang homogen, tetapi daerah yang berbeda
belum tentu memiliki komposisi material yang berbeda pula. Daerah-daerah inilah yang menjadi
variabel ruang dalam collision probability method (CPM).
Secara umum, terdapat dua langkah utama yang dilakukan oleh SRAC. Pada langkah
pertama dilakukan penghitungan spektrum multigrup sel dasar dari sebuah teras untuk
mendapatkan tampang lintang grup colapsed dan terhomogenisasi. Sedangkan langkah kedua
merupakan perhitungan tingkat teras penuh dengan menggunakan tampang lintang beberapa
grup yang diberikan oleh penghitungan sel (langkah 1) untuk menghasilkan distribusi daya.
Perhitungan neutronik tingkat sel akan mempresentasikan perhitungan neutronik teras
reaktor. Jadi, jika hasil perhitungan tingkat sel memenuhi syarat keamanan desain reaktor,
maka bisa dipastikan dalam perhitungan tingkat teras pun akan memenuhi juga.
Analisa output program SRAC difokuskan pada k (keff) yang mempresentasikan kondisi
reaktor apakah subkritis, kritis atau superkritis [2].
DASAR TEORI
Reaktivitas
Jika fluks neutron dalan sel telah dapat dihitung, maka dapat dihitung parameter-
parameter penting pada reaktor nuklir. Parameter penting pertama adalah reaktivitas (ρ).
Reaktivitas dirumuskan sebagai [3] :
k −1
ρ≅ .........................................................................................(1)
k
Sedangkan faktor perlipatan untuk sebuah medium takhingga atau sebuah unit sel
dengan batas sel reflektif adalah [3] :
k ∞ = η . f . p.ε ......................................................................................(2)
Dimana :
η=
∑ (υΣ )ϕ
F f th
(3)
∑ (Σ ) ϕ
F a th th
∑ (Σ ) ϕ
f =
F a th th
(4)
∑ (Σ ) ϕ Z a th th
p=
∑ (Σ ) ϕ z a th th
(5)
∑ (Σ )ϕ Z a
ε=
∑ (υΣ )ϕ F f
∑ (υΣ ) ϕ
(6)
F f th th
Dengan :
ϕ = fluks lokal
Dalam reaktor cepat, suhu bahan bakar berperan penting dalam memberikan efek
umpan balik reaktivitas (feedback reactivity). Studi yang paling banyak dilakukan adalah
pengaruh suhu teras reactor terhadap faktor perlipatannya. Sering ditampilkan dalam bentuk
koefisien suhu dari reaktivitas (temperature coefficient of reactivity), yang dirumuskan sebagai
berikut [3] :
1 ∂k ∞
αT = ....................................................(7)
k ∞ ∂T
Jika persamaan 2 dimasukkan ke persamaan 7, maka akan didapatkan :
1 ∂k∞ 1 ∂η 1 ∂f 1 ∂p 1 ∂ε
= + + + .....................................................(8)
k∞ ∂T η ∂T f ∂T p ∂T ε ∂T
Sedangkan faktor multiplikasi efektif (k = keff) didefinisikan sebagai berikut :
k = k eff = k ∞ PT PF .....................................................(9)
Dalam hal ini PT dan PF masing-masing adalah peluang tidak lolos keluar medium reaktor
sebagai neutron termal dan neutron cepat.
Koefisien void negatif menunjukkan kenaikan fraksi void akan menurunkan reaktivitas
reaktor, sebaliknya koefisien void positif menunjukkan kenaikan reaktivitas reaktor seiring
dengan kenaikan fraksi void. Untuk tujuan keselamatan reaktor diharapkan suatu reaktor
memiliki koefisien void yang negatif.
Fluks neutron dalam teras dihitung dengan menyelesaikan persamaan difusi neutron
multigrup sebagai berikut [4] :
→ →
⎛ → I →
⎞ → i −1 → →
∇ • D i ( r )∇ φ i ( r , t ) − ⎜ ∑ ai ( r ) + ∑ ∑ i → l ( r ) ⎟φ i ( r , t ) + ∑ ∑ l → i ( r )φ l ( r , t ) +
⎝ l = i +1 ⎠ l =1
(11)
I → →
χ i ∑ν l ∑ fl ( r )φ l ( r , t ) = 0;
l =1
ΣR = ∫ ∑(s, E )ds
R
–
0
– ∑ s (r ' , Ω' → Ω, E' → E ) = tampang lintang hamburan pada titik r’ dari energi E’ dan arah Ω'
ke energi E dan arah Ω.
– S (r ' , Ω, E ) = sumber netron berenergi E dan arah Ω pada titik r’.
Dengan asumsi hamburan dan sumber bersifat isotrop, maka bila persamaan (12) diintegralkan
terhadap seluruh sudut Ω, akan didapat :
∞
⎡∞ ⎤
ϕ(r, E) = ∫ dΩ ( ) ⎢∫ dE'[Σ s (r' , E' → E ).ϕ(r' , E') + S (r' , E )]⎥
1
4∏
∫
4π 0
dR. exp − ΣR *
⎣0 ⎦
(13)
dimana ϕ (r, E ) = fluks netron berenergi E pada titik r, dan didefinisikan sebagai :
ϕ (r, E ) = ∫ dΩ.ϕ (r , Ω, E ) (14)
4∏
2
Melalui relasi dr’ = R dR.dΩ , persamaan (13) dapat ditulis sebagai :
⎡∞ ⎤
Σ(r, E )ϕ (r, E ) = ∫ dr'.P(r ' → r, E ) * ⎢∫ dE' [Σ S (r, E' → E ).ϕ (r ' , E') + S (r ' , E )]⎥ (15)
⎣0 ⎦
dimana
Σ(r ) ⎛ R ⎞
P(r ' → r , E ) = exp⎜⎜ − ∫Σs (s ).ds ⎟⎟ (16)
4πR ⎝ 0 ⎠
Pada SRAC, sistem yang diperhitungkan dibagi menjadi beberapa daerah. Daerah-
daerah inilah yang menjadi variabel ruang dalam collision probability method (CPM). Pada
metode CPM, fluks neutron dihitung dengan persamaan (15).
Jika fluks neutron dalam sel telah dapat dihitung, maka dapat dihitung parameter-
parameter penting pada reaktor nuklir, maka parameter-parameter sel terhomogenisasi seperti
tampang lintang serapan sel (Σa), tampang lintang fisi sel (Σf) tampang lintang hamburan sel
(Σs), tampang lintang hamburan antar kelompok energi (Σs,g→h) dapat dihitung.
Parameter-parameter ini kemudian digunakan untuk menyelesaikan persamaan difusi
neutron multigrup (persamaan (11)) untuk mendapatkan distribusi daya dan kritikalitas teras.
Perhitungan yang terakhir ini akan dilakukan oleh sub program CITATION pada paket program
SRAC.
MSFBR merupakan suatu reaktor pembiak cepat yang beroperasi pada suhu tinggi
1373 K dengan daya keluaran 2000 MWt, menggunakan sistem leburan garam ganda, yaitu
sistem leburan garam sebagai bahan bakar yang menggunakan campuran 7LiF-ThF4-PuF4
(Th232-Pu239-Pu240-Pu241-Pu242) dan secondary salt 7LiF-BeF2 yang berfungsi sebagai pendingin.
Teras berbentuk silinder dengan reflektor grafit, tinggi aktif teras 2,5m jari-jari teras 2,5m,
dengan burn up 220.000 MWd/Ton. (Gambar 1 dan 2 ).
Dalam analisa keselamatan desain reaktor maka pada penelitian ini dilakukan analisa
terhadap koefisien reaktivitas teras, yang meliputi koefisien reaktivitas suhu bahan bakar,
koefisien reaktivitas void bahan bakar dan koefisien reaktivitas void pendingin.
Koefisien reaktivitas suhu bahan bakar menjadi hal yang penting dalam keselamatan
desain reaktor. Koefisien reaktivitas suhu bahan bakar yang negatif, pada stiap kenaikan suhu
bahan bakar akan menurunkan reaktivitasnya sehingga lebih mudah dalam pengendalian
reaktor. Dari hasil penelitian MSFBR mempunyai reaktivitas suhu bahan bakar yang negatif
(Gambar 3).
0.0700000
Suhu (K)
Untuk reaktor dengan bahan bakar leburan garam, koefisien reaktivitas void merupakan
satu indikasi terpenting yang mempresentasikan tingkat keamanan operasi reaktor. Jika
koefisien reaktivitas void positif maka terbentuknya void akan meningkatkan reaktivitas teras
yang berdampak pada peningkatan daya yang sangat signifikan, yang akhirnya menyebabkan
peningkatan suhu teras secara drastis. Sebaliknya, jika reaktivitas void negatif, terbentuknya
void akan menurunkan reaktivitas teras dan menurunkan daya reaktor.
Dalam suatu reaktor berbahan bakar leburan garam, void dapat terbentuk dari uap
bahan bakar yang mendidih akibat suhu operasi reaktor yang sangat tinggi dan karena
terbentuknya produk fisi yang berupa gas yang bercampur dengan bahan bakar. Tetapi jika
operasi reaktor berada sangat jauh dengan titik didih bahan bakar, maka void dalam bahan
bakar kemungkinan besar berasal dari produk fisi yang berupa gas yang bercampur bersama
bahan bakar.
Untuk memenuhi standar keselamatan, maka diharapkan desain suatu reaktor
mempunyai koefisien reaktivitas void negatif [3]. MSFBR mempunyai koefisien reaktivitas void
bahan bakar yang positif pada awal operasi (Gambar 2), kondisi tersebut kemudian dapat
diperbaiki dengan penambahan boron dengan konsentrasi 700 ppm pada secondary salt yang
mana secondary salt juga bergfungsi sebagai pendingin. Gambar 4. menunjukan grafik untuk
reaktivitas void bahan bakar dengan penambahan boron,dari gambar terlihat bahwa dengan
penambahan boron MSFBR mempunyai reaktivitas void bahan bakar negatif.
0.2000000
0.1500000
0.1000000 0 GWD/ton
50 GWD/ton
0.0500000
Reaktivitas
100 GWD/ton
0.0000000
150 GWD/ton
-0.0500000 0% 20% 40% 60% 80% 100%
190 GWD/ton
-0.1000000 220 GWD/ton
Fraks i Void Bahan Bakar (%)
-0.1500000
-0.2000000
0.0500000
-0.5500000
-0.6500000
Gambar 5. Reaktivitas Void Bahan Bakar Dengan Koreksi Boron
MSFBR mempunyai sistem garam ganda, yang pertama sebagai bahan bakar dan
kedua sebagai secondary salt yang berfungsi sebagai pendingin. Pendingin yang
menggunakan sistem leburan garam juga berpeluang terjadi void pada pendinginnya, untuk itu
analisa terhadap koefisien reaktivitas void pendingin juga menjadi hal yang penting. Jika
koefisien reaktivitas void positif maka terbentuknya void akan meningkatkan reaktivitas teras
yang berdampak pada peningkatan daya yang sangat signifikan, yang akhirnya menyebabkan
peningkatan suhu teras secara drastis karena reaktor kekurangan pendingin yang berfungsi
sebagai pengangkut panas. Akan tetapi jika koefisien reativitas void pendingin negatif,
berkurangnya pendingin akan menurunkan reaktivitas teras reaktor. Hasil analisa terhadap
MSFBR menunjukkan bahwa MSFBR memiliki koefisien reaktivitas void pendingin yang
negatif.(Gambar 6).
0.0600000
0.0500000
0 GWD/ton
0.0400000
50 GWD/ton
Reaktivitas 0.0300000 100 GWD/ton
0.0200000 150 GWD/ton
190 GWD/ton
0.0100000
220 GWD/ton
0.0000000
0% 20% 40% 60% 80% 100%
-0.0100000
Fraksi Void Pendingin (%)
Gambar 6. Grafik Reaktivitas Void Pendingin
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA