ANALISIS MASALAH
Sejak ± 1 hari SMRS ibu pasien mengatakan bahwa pasien mulai demam
tinggi terus-menerus, tanpa disertai menggigil dan berkeringat. Pada saat ± 4 jam
SMRS, pasien demam disertai kejang dengan frekuensi 1 kali durasi kejang 10
menit. Saat kejang ibu pasien mengatakan bahwa kedua tangan dan tungkai pasien
bergerak-gerak seperti menghentak dengan mata mendelik ke atas. Di antara
kejang keluarga mengaku kalau pasien masih sadar. Setelah kejang pasien
menangis. Berdasarkan teori, serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam
pertama sewaktu demam. Pada saat kejang anak kehilangan kesadarannya dan
kejang dapat bersifat fokal atau parsial yaitu hanya melibatkan satu sisi tubuh,
maupun kejang umum di mana seluruh anggota gerak terlibat.1 Kejang umumnya
berhenti sendiri, dan saat kejang berhenti, anak tidak memberi reaksi apapun
untuk sejenak, tetapi beberapa detik atau menit kemudian anak akan terbangun
dan sadar kembali tanpa kelainan saraf.1
30
31
Bentuk kejang dapat berupa klonik, tonik, maupun tonik- klonik. Kejang
dapat berlangsung selama 1-2 menit tapi juga dapat berlangsung lebih dari 15
menit.4,6 Kejang demam diklasifikasikan menjadi kejang demam sederhana dan
kejang demam kompleks. Kejang demam sederhana adalah kejang yang
berlangsung singkat (<15 menit), bentuk kejang umum, serta tidak berulang
dalam waktu 24 jam. Kejang demam kompleks adalah kejang demam dengan
salah satu ciri kejang lama (>15 menit), kejang fokal atau parsial satu sisi, atau
kejang umum didahului kejang parsial, serta berulang atau lebih dari 1 kali dalam
24 jam.1 Pada pasien ini, demam disertai kejang dengan frekuensi 2 kali durasi
kejang 10 menit dan 5 menit, interval antara kejang pertama dan kejang kedua
sekitar 3 jam. Saat kejang ibu pasien mengatakan bahwa kedua tangan dan
tungkai pasien bergerak-gerak seperti menghentak dengan mata mendelik ke atas.
Dapat disimpulkan bahwa kejang yang dialami merupakan kejang demam
kompleks.
bulan, suhu tubuh kurang dari 39ºC saat kejang, interval waktu yang singkat
antara awitan demam dengan terjadinya kejang, dan apabila kejang demam
pertama merupakan kejang demam kompleks. Bila seluruh faktor tersebut ada,
kemungkinan berulangnya kejang demam adalah 80% sedangkan bila tidak
terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya kejang demam hanya 10-15%.1
Pemeriksaan neurologis pada pasien dalam batas normal dan tidak ada
kelainan. Hal ini dapat menyingkirkan diagnosis banding meningitis, dimana pada
meningitis didapatkan kaku kuduk, kernig sign, brudzinski I dan II. Hasil
pemeriksaan laboratorium darah rutin pasien pada kasus dalam batas normal.
Diagnosis pada kasus ini yaitu kejang demam kompleks + sepsis. Dari
anamnesis didapatkan pasien menderita batuk dan pilek. Namun dari hasil
pemeriksaan tidak diapatkan adanya hipotermia, hipertermia, takikardia, letargi,
agitasi, dan gangguan perfusi. Dapat disimpulkan bahwa pasien ini belum
memenuhi kriteria untuk didiagnosis sebagai sepsis. Berdasarkan teori, sepsis
adalah keadaan ditemukannya gejala klinis terhadap suatu penyakit infeksi yang
berat, disertai dengan ditemukannya respons sitemik yang dapat berupa
hipotermia, takikardia, hiperventilasi, dan takikardi. Diagnosis sepsis ditegakkan
bila pada penderita penyakit infeksi ditemukan keadaan toksik yang dapat berupa
hipotermia, hipertermia, takikardia, letargi, agitasi, dan gangguan perfusi.11
Pada pasien ini, dilakukan pemeriksaan darah rutin, dan didapatkan hasil
dalam batas normal, kecuali leukosit (23.500/mm3) dan CRP (+). FUngsi utama
leukosit adalah melawan infeksi, melincungi tubuh dengan memfagosit organisme
asing dan memproduksi dan mendistribusikan antibody. Terjadi peningkatan
leukosit menandakan telah terjadi infeksi pada tubuh. CRP12 Berdasarkan
anamnesis, didapatkan bahwa batuk dan demam yang dialami pasien baru dialami
sejak 1 hari SMRS, jadi kemungkinan terjadinya peningkatan leukosit pada pasien
33
ini bukan karena batuk yang dialami, namun mungkin saja telah terjadi infeksi
sebelumnya. CRP atau C-reactive protein dibuat oleh hati dan diedarkan alam
aliran darah, dan beredar dalam darah selama 6-10 jam setelah proses inflamasi
akut dan destruksi jaringan. Hal ini menandakan bahwa infeksi yang terjadi yaitu
infeksi akut yaitu diakibatkan oleh infeksi saluran napas atas, namun untuk
pemeriksaan lengkap dan untuk lebih mengetahui penyebab infeksi yang dialami,
sebaiknya juga dilakukan pemeriksaan urin rutin.
kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya palsi
serebral, hidrosefalus, hemiparesis.3 Dan pengobatan rumat dapat dipertimbangan
dalam keadaan kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam dan bila kejang
demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan. Pada kasus terjadi kejang
lama yaitu selama ±10 menit dan berulang 2 kali dalam 24 jam. Selain itu
diberikan terapi rumatan juga karena ditakutkan terjadinya epilepsy di kemudian
hari. Berdasarkam teori, apabila terdapat faktor risiko berupa kejang demam
kompleks dan kejang berulang 4 episode dalam satu tahun, kemungkinan kejadian
epilepsy di kemudian hari sebanyak 4-6%.1 Untuk terapi rumatan pada pasien
kejang demam pada kasus ini ialah asam valproat. Dosis asam valproat adalah 15-
40 mg/kg/hari dibagi dalam 2 dosis. Pengobatan diberikan selama 1 tahun,
penghentian pengobatan rumat untuk kejang demam tidak membutuhkan
tappering off, namun dilakukan pada saat anak tidak sedang demam.1 Pasien
diberikan tatalaksana antibiotik berupa ceftriaxone dan ampicilin.