Anda di halaman 1dari 5

BAB IV

ANALISIS MASALAH

Seorang anak laki-laki usia 3 tahun 11 bulan datang ke IGD RSUD


Palembang Bari dengan keluhan utama kejang. Keluhan kejang disertai dengan
demam. Hal ini sesuai dengan teori bahwa kejang demam adalah bangkitan kejang
yang terjadi pada anak berumur 6 bulan sampai 5 tahun yang mengalami kenaikan
suhu tubuh (suhu di atas 38°C) yang tidak disebabkan oleh proses intrakranial.1
Kejang demam terjadi pada 2-5 % populasi anak berusia 6 bulan - 5 tahun dan 1/3
dari populasi ini akan mengalami kejang berulang.2
Dari alloanamnesis didapatkan sejak ± 1 hari SMRS pasien mengalami
batuk berdahak warna putih cair disertai pilek. Keluhan mual dan muntah
disangkal. Makan dan minum biasa, BAB dan BAK biasa. Hal ini sesuai dengan
teori bahwa kejang demam biasanya diawali dengan infeksi virus atau bakteri.
Penyakit yang paling sering dijumpai menyertai kejang demam adalah penyakit
infeksi saluran pernapasan, otitis media, dan gastroenteritis.7

Sejak ± 1 hari SMRS ibu pasien mengatakan bahwa pasien mulai demam
tinggi terus-menerus, tanpa disertai menggigil dan berkeringat. Pada saat ± 4 jam
SMRS, pasien demam disertai kejang dengan frekuensi 1 kali durasi kejang 10
menit. Saat kejang ibu pasien mengatakan bahwa kedua tangan dan tungkai pasien
bergerak-gerak seperti menghentak dengan mata mendelik ke atas. Di antara
kejang keluarga mengaku kalau pasien masih sadar. Setelah kejang pasien
menangis. Berdasarkan teori, serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam
pertama sewaktu demam. Pada saat kejang anak kehilangan kesadarannya dan
kejang dapat bersifat fokal atau parsial yaitu hanya melibatkan satu sisi tubuh,
maupun kejang umum di mana seluruh anggota gerak terlibat.1 Kejang umumnya
berhenti sendiri, dan saat kejang berhenti, anak tidak memberi reaksi apapun
untuk sejenak, tetapi beberapa detik atau menit kemudian anak akan terbangun
dan sadar kembali tanpa kelainan saraf.1

30
31

Bentuk kejang dapat berupa klonik, tonik, maupun tonik- klonik. Kejang
dapat berlangsung selama 1-2 menit tapi juga dapat berlangsung lebih dari 15
menit.4,6 Kejang demam diklasifikasikan menjadi kejang demam sederhana dan
kejang demam kompleks. Kejang demam sederhana adalah kejang yang
berlangsung singkat (<15 menit), bentuk kejang umum, serta tidak berulang
dalam waktu 24 jam. Kejang demam kompleks adalah kejang demam dengan
salah satu ciri kejang lama (>15 menit), kejang fokal atau parsial satu sisi, atau
kejang umum didahului kejang parsial, serta berulang atau lebih dari 1 kali dalam
24 jam.1 Pada pasien ini, demam disertai kejang dengan frekuensi 2 kali durasi
kejang 10 menit dan 5 menit, interval antara kejang pertama dan kejang kedua
sekitar 3 jam. Saat kejang ibu pasien mengatakan bahwa kedua tangan dan
tungkai pasien bergerak-gerak seperti menghentak dengan mata mendelik ke atas.
Dapat disimpulkan bahwa kejang yang dialami merupakan kejang demam
kompleks.

Berdasarkan anamnesis terhadap ibu pasien, diceritakan bahwa saat kejang


pertama pasien dibawa berobat ke mantri namun belum ada perbaikan. Menurut
ibunya, pasien hanya diberi obat penurun panas. Hal ini belum sesuai dengan
teori, berdasarkan teori, algoritma awal penatalaksanaan kejang yaitu pasien diberi
antikonvulsan untuk menghentikan kejangnya. Antikonvulsan yang dapat
diberikan yaitu diazepam dengan dosis 5-10 mg per rektal atau diazepam
intravena dengan dosis 0,25-0,5 mg/kgBB.

Ibu pasien mengatakan bahwa pasien pernah kejang sebelumnya. Kejang


yang dialami sekarang merupakan kejang yang keempat, kejang yang sebelumnya
dialami pada saat pasien baru memasuki usia 3 tahun, saat pasien berusia 3 tahun
6 bulan, dan terakhir sekitar 3 bulan yang lalu. Kejang disertai demam. Kejang
dengan frekuensi lebih dari 1 kali dengan durasi 5 menit. Pada saat kejang kedua
tangan dan tungkai pasien bergerak-gerak seperti menghentak dengan mata
mendelik ke atas. Hal ini sesuai dengan teori bahwa kejang demam akan berulang
kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko berulangnya kejang demam adalah
adanya riwayat kejang demam atau epilepsi dalam keluarga, usia kurang dari 12
32

bulan, suhu tubuh kurang dari 39ºC saat kejang, interval waktu yang singkat
antara awitan demam dengan terjadinya kejang, dan apabila kejang demam
pertama merupakan kejang demam kompleks. Bila seluruh faktor tersebut ada,
kemungkinan berulangnya kejang demam adalah 80% sedangkan bila tidak
terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya kejang demam hanya 10-15%.1

Berdasarkan pemeriksaan vital sign dan pemeriksaan fisik pada pasien


dalam batas normal kecuali suhu 39,8°C dan sekret pada hidung. Hal ini
menunjukkan bahwa pasien mengalami infeksi pada saluran pernapasan.

Pemeriksaan neurologis pada pasien dalam batas normal dan tidak ada
kelainan. Hal ini dapat menyingkirkan diagnosis banding meningitis, dimana pada
meningitis didapatkan kaku kuduk, kernig sign, brudzinski I dan II. Hasil
pemeriksaan laboratorium darah rutin pasien pada kasus dalam batas normal.

Diagnosis pada kasus ini yaitu kejang demam kompleks + sepsis. Dari
anamnesis didapatkan pasien menderita batuk dan pilek. Namun dari hasil
pemeriksaan tidak diapatkan adanya hipotermia, hipertermia, takikardia, letargi,
agitasi, dan gangguan perfusi. Dapat disimpulkan bahwa pasien ini belum
memenuhi kriteria untuk didiagnosis sebagai sepsis. Berdasarkan teori, sepsis
adalah keadaan ditemukannya gejala klinis terhadap suatu penyakit infeksi yang
berat, disertai dengan ditemukannya respons sitemik yang dapat berupa
hipotermia, takikardia, hiperventilasi, dan takikardi. Diagnosis sepsis ditegakkan
bila pada penderita penyakit infeksi ditemukan keadaan toksik yang dapat berupa
hipotermia, hipertermia, takikardia, letargi, agitasi, dan gangguan perfusi.11

Pada pasien ini, dilakukan pemeriksaan darah rutin, dan didapatkan hasil
dalam batas normal, kecuali leukosit (23.500/mm3) dan CRP (+). FUngsi utama
leukosit adalah melawan infeksi, melincungi tubuh dengan memfagosit organisme
asing dan memproduksi dan mendistribusikan antibody. Terjadi peningkatan
leukosit menandakan telah terjadi infeksi pada tubuh. CRP12 Berdasarkan
anamnesis, didapatkan bahwa batuk dan demam yang dialami pasien baru dialami
sejak 1 hari SMRS, jadi kemungkinan terjadinya peningkatan leukosit pada pasien
33

ini bukan karena batuk yang dialami, namun mungkin saja telah terjadi infeksi
sebelumnya. CRP atau C-reactive protein dibuat oleh hati dan diedarkan alam
aliran darah, dan beredar dalam darah selama 6-10 jam setelah proses inflamasi
akut dan destruksi jaringan. Hal ini menandakan bahwa infeksi yang terjadi yaitu
infeksi akut yaitu diakibatkan oleh infeksi saluran napas atas, namun untuk
pemeriksaan lengkap dan untuk lebih mengetahui penyebab infeksi yang dialami,
sebaiknya juga dilakukan pemeriksaan urin rutin.

Tatalaksana pada kasus adalah IVFD IVFD D5% ¼ NS gtt XII/menit,


Ceftriaxone 1 x 1200 mg drip dalam D5% 100cc, Inj. Ampicilin iv 3 x 400 mg,
Diazepam oral 3 x 3,5 mg (bila kejang) dan Paracetamol syr 3 x 180 mg atau 1,5
cth. Setelah 1 hari dirawat, terapi os diganti menjadi pemberian antikonvulsan
runat yaitu Asam valproat 2 x 90 mg atau 1,8 cc. Apabila saat pasien datang
dalam keadaan kejang, obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah
diazepam intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,2-0,5 mg/kg perlahan-
lahan dengan kecepatan 2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis
maksimal 10 mg.1 Pada kasus diberikan antipiretik, seperti paracetamol, dosis
paracetamol yang digunakan adalah 10-15 mg/kg/kali diberikan tiap 4-6 jam
untuk menurunkan demam, jika tidak demam paracetamol tidak dikonsumsi lagi.1
Pada kasus ini tidak diberikan ibuprofen karena pertimbangan efek samping yang
ditimbulkan. Ibuprofen dapat mengakibatkan iritasi dan perdarahan saluran
cerna.13

Pada kasus awalnya diberikan terapi intermitten. Yang dimaksud dengan


obat antikonvulsan intermiten adalah obat antikonvulsan yang diberikan hanya pada saat
demam. Profilaksis intermiten diberikan pada kejang demam dengan salah satu faktor
risiko yaitu kelainan neurologis berat, misalnya palsi serebral, berulang 4 kali atau lebih
dalam setahun, usia <6 bulan, bila kejang terjadi pada suhu tubuh kurang dari 39 derajat
Celsius, atau apabila pada episode kejang demam sebelumnya, suhu tubuh meningkat
dengan cepat. Namun kemudian terapi diganti menjadi terapi rumatan, karena
berdasarkan anamnesis selanjutnya didapatkan bahwa kejang yang dialami berulang 2
kali dalam 24 jam. Berdasarkan teori, diberikan terapi rumatan jika sesuai dengan
indikasi pengobatan rumatan, yaitu kejang fokal, kejang lama >15 menit, terdapat
34

kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya palsi
serebral, hidrosefalus, hemiparesis.3 Dan pengobatan rumat dapat dipertimbangan
dalam keadaan kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam dan bila kejang
demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan. Pada kasus terjadi kejang
lama yaitu selama ±10 menit dan berulang 2 kali dalam 24 jam. Selain itu
diberikan terapi rumatan juga karena ditakutkan terjadinya epilepsy di kemudian
hari. Berdasarkam teori, apabila terdapat faktor risiko berupa kejang demam
kompleks dan kejang berulang 4 episode dalam satu tahun, kemungkinan kejadian
epilepsy di kemudian hari sebanyak 4-6%.1 Untuk terapi rumatan pada pasien
kejang demam pada kasus ini ialah asam valproat. Dosis asam valproat adalah 15-
40 mg/kg/hari dibagi dalam 2 dosis. Pengobatan diberikan selama 1 tahun,
penghentian pengobatan rumat untuk kejang demam tidak membutuhkan
tappering off, namun dilakukan pada saat anak tidak sedang demam.1 Pasien
diberikan tatalaksana antibiotik berupa ceftriaxone dan ampicilin.

Pasien ini direncanakan untuk dilakukan pemeriksaan EEG dengan tujuan


skrining kelainan pada sel otak. EEG, tidak dapat mengidentifikasi kelainan yang
spesifik maupun memprediksi terjadinya kejang yang berulang, tapi dapat
dipertimbangkan pada kejang demam kompleks.7,9,10

Pasien pulang pada 15 Desember 2017 dan diberikan tatalaksana Asam


Valproat 2 x 1,8 cc, Paracetamol syr 3 x 180 mg bila demam, dan cefixime syr 2 x
100 mg. Pasien direncanakan kontrol pada 18 Desember 2017. Edukasi yang
diberikan pada keluarga adalah bahwa kejang dapat timbul kembali jika pasien
demam. Oleh karena itu, keluarga pasien harus sedia obat penurun panas,
termometer, dan kompres hangat jika pasien demam. Dan perlu dijelaskan alasan
pemberian obat rumatan adalah untuk menurunkan risiko berulangnya kejang.
Lama pengobatan adalah 1 tahun bebas kejang.1

Anda mungkin juga menyukai