MARISSA AMBARINANTI
A14303029
SKRIPSI
RINGKASAN
SKRIPSI
Oleh:
Marissa Ambarinanti
A14303029
Menyetujui,
Pembimbing
Mengetahui,
Tanggal Lulus :
vi
PERNYATAAN
LEMBAGA MANAPUN.
Marissa Ambarinanti
A14303029
vii
RIWAYAT HIDUP
merupakan anak ke lima dari enam bersaudara pasangan Bapak Indarjo dan Ibu
Juminten.
Prasetia Reni Jaya pada tahun 1990 dan memasuki jenjang Sekolah Dasar (SD)
pada tahun 1991 di SD Eka Prasetia, Reni Jaya. Kemudian pada tahun 1995
Ciputat pada tahun 2000-2003. Pada tahun 2003, penulis diterima sebagai
Ilmu- ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur dan terima kasih kepada Tuhan Yang
Maha Esa atas segala berkat dan kasihNya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul Analisis Faktor- faktor yang Mempengaruhi Produksi dan
Ekspor Beras Indonesia. Skripsi ini disusun sebagai bagian dari persyaratan untuk
Bogor.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor- faktor apa saja
yang mempengaruhi produksi dan ekspor beras Indonesia. Selain itu, penelitian
dunia.
membantu dalam proses penyusunan skripsi mulai dari awal hingga akhir. Penulis
berharap semoga hasil yang telah disajikan dalam skripsi ini dapat bermanfaat
bagi semua pihak, khususnya bagi penulis sendiri dan bagi yang berminat untuk
Penulis
ix
bimbingan, bantuan, arahan, dan dukungan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
2. Prof. Dr. Ir. Mangara Tambunan, MSc sebagai dosen pembimbing skripsi
3. Dr. Ir. Harianto, MS sebagai dosen penguji utama yang telah memberikan
4. Ir. Murdianto, MSi sebagai dosen penguji wakil departemen yang telah
ini.
6. Keluarga terkasih, Papa Hadi, Mama Botty, Aldes, dan Dyota yang telah
Christine, Kak Eva, Tati, Ance, Ade Eva, Fitri, Rendy, Bolon, Bang
x
Eprim, Robin, Roy Sinaga, dan Mas Sandi yang telah memberikan
Mbak Fitri, Dimmy, Via, Nitha, Pak Eko, Neny, ibu Yus, dan sebagainya.
10. Teman-teman dari EPS’ 40, EPS’ 41, EPS’ 39, AGB’ 40 dan AGB’41
DAFTAR ISI
Halaman
7.1 Kesimpulan............................................................................... 92
7.2 Saran ......................................................................................... 93
LAMPIRAN ................................................................................................. 97
xiv
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
penting dalam kehidupan bangsa Indonesia dan memiliki sejarah panjang dalam
sebagai makanan pokok utama. Oleh karena tingginya permintaan terhadap beras
dan ketersediaannya yang relatif terbatas, maka beras dapat disebut sebagai
komoditas ekonomi, bahkan beras juga sering dijadikan sebagai alat sosial dan
politik.
produsen beras ke tiga di dunia (Deptan, 2004). Hal ini didukung oleh kondisi
Indonesia. Selain Indonesia, negara- negara yang menjadi negara produsen beras
adalah Thailand, Vietnam, India, Pakistan, China, dan Amerika Serikat. Produksi
beras domestik, sehingga produksi beras merupakan salah satu faktor utama yang
Pada era orde baru, yaitu sekitar tahun 1960-an hingga awal 1990-an
Indonesia termasuk salah satu negara yang berhasil mengantar sektor pertanian
kebutuhan sendiri ini berlangsung pada era 1980-an, bahkan pada tahun 1984
hingga tahun 1994 Indonesia adalah net-eksportir beras. Hal ini terjadi karena
program Revolusi Hijau yang digalakkan pemerintah orde baru mulai tahun 1970.
Indonesia selalu berada di atas rata-rata Asia, akan tetapi setelah swasembada
beras tercapai tahun 1984 senjang produktivitas padi Indonesia dengan rata-rata
Asia semakin mengecil. Hal ini antara lain disebabkan mulai melandainya
periode 1995 – 2001 rata-rata produksi beras Indonesia sebesar 32,02 juta ton.
Selama periode tersebut, produksi tertinggi dicapai pada tahun 1996 yaitu sebesar
33,22 juta ton dan terendah pada tahun 1998 hanya sebesar 31,01 juta ton. Pada
periode yang sama rata-rata konsumsi beras Indonesia sebesar 26,8 juta ton,
dimana konsumsi tertinggi dicapai pada tahun 1998 yaitu sebesar 28,5 juta ton dan
konsumsi terendah pada tahun 2000 yaitu hanya sebesar 23,4 juta ton. Konsumsi
penduduk Indonesia yang relatif masih tinggi, juga karena konsumsi per kapita
terhadap berasnya masih tinggi. Sebagai contoh pada tahun 1999 konsumsi per
3
kapita penduduk Indonesia masih sekitar 122,76 kg/tahun. Idealnya, konsumsi per
2001) .
impor beras terus meningkat. Kelemahan dan kekurangan program tersebut terus
diperbaiki dalam program selanjutnya, misalnya pada tahun 1998 lahir program
beras domestik. Oleh karena itu stok cadangan beras nasional harus selalu
terpenuhi untuk tujuan emergensi dan stabilitas harga beras. Sehingga meskipun
beras dalam negeri. Indonesia menjadi negara pengimpor beras semenjak tahun
1988, dan merupakan salah satu negara pengimpor beras terbesar di dunia. Pada
Indonesia mengimpor rata-rata 1,5 juta ton beras per tahun dan fenomena ini
(a) Broken rice (beras pecah); (b) Semi milled or wholly milled rice, whether or
not polished or glazed (beras setengah giling atau giling penuh); (c) Husked
(brown) rice (beras pecah kulit); dan (d) Rice in the husk (paddy or rough)
(gabah). Negara tujuan ekspor beras Indonesia antara lain, Singapura, Malaysia,
34 juta ton, hal ini disebabkan oleh peningkatan luas areal panen padi dengan
melakukan pencetakan sawah-sawah baru. Pada saat yang sama ekspor beras yang
dilakukan oleh Indonesia juga meningkat dari 1.234 ton pada tahun 2003 menjadi
4.495 ton pada tahun 2004 seperti yang terlihat dalam tabel 2. Kemudian pada
tahun 2005 ekspor beras meningkat cukup signifikan dari tahun sebelumnya, yaitu
5
dari 4.495 ton pada tahun 2004 menjadi 44.285 ton pada tahun 2005. Peningkatan
ekspor beras pada tahun 2005 lebih disebabkan oleh adanya peningkatan pada
harga beras dunia yaitu dari 225 US$/ton pada tahun 2004 menjadi 265 US$/ton
dan peningkatan nilai tukar rupiah terhadap dollar dari Rp.9.290,00/US$ menjadi
Rp.9.900/US$.
Indonesia, karena selama periode tahun 1994 hingga 2003 ekspor beras
kelebihan produksi pada komoditi tersebut (over supply), maka kelebihan tersebut
dapat diekspor ke luar negeri. Hal ini berarti dengan semakin meningkatnya
memproduksi beras. Pertanian merupakan salah satu sumber daya alam terbesar
sebagai petani, hingga bangsa Indonesia dijuluki sebagai negara agraris. Keadaan
1984 pertania n Indonesia menjadi sorotan dunia, hal itu dikarenakan Indonesia
dianggap sebagai salah satu penyebabnya. Hal ini ditandai dengan banyaknya
konversi lahan pertanian ke non pertanian yang menyebabkan luas areal tanam
padi semakin berkurang. Selain faktor konversi lahan, jumlah penduduk Indonesia
padi dalam bentuk beras sehingga berdampak negatif baik dalam profitabilitas
Penerapan teknologi modern pun dilakukan. Dari sisi teknologi yang digunakan
7
produsen beras lainnya. Pembangunan pertanian yang dimulai dari hulu (saprotan,
obat-obatan, pupuk, bibit, dll), kemudian on farm (cara bercocok tanam), sampai
negara-negara lainnya.
terhapus.
beras dalam negeri dan menjadikan beras sebagai komoditi unggulan sehingga
ekspor beras dalam rangka menambah devisa negara. Peningkatan ekspor beras
adanya perbaikan dalam sektor pertanian khususnya padi, sehingga ekspor beras
dikembangkan.
berorientasi untuk ekspor. Namun demikian peningkatan ekspor beras yang cukup
signifikan pada tahun 2004 hingga 2005 memberikan harapan baru bagi
beras selama kurun waktu 30 tahun yaitu pada periode 1976-2005, serta
Pertanian Bogor.
mengenai produksi beras dan ekspor beras secara umum, tidak secara khusus ke
negara tujuan tertentu. Ekspor beras yang dianalisis dalam penelitian ini adalah
beras secara umum, bukan beras dengan jenis tententu seperti, (a) Broken rice
(beras pecah); (b) Semi milled or 4 wholly milled rice, whether or not polished or
glazed (beras setengah giling atau giling penuh); (c) Husked (brown) rice (beras
pecah kulit); dan (d) Rice in the husk (paddy or rough) (gabah). Dengan
Beras adalah hasil olahan dari produk pertanian yang disebut padi (Oryza
Sativa, L). Beras merupakan komoditas pangan yang dijadikan makanan pokok
dan Myanmar.
Pangan pokok adalah pangan yang muncul dalam menu sehari- hari,
mengambil porsi terbesar dalam hidangan dan merupakan sumber energi terbesar.
Sedangkan pangan pokok utama ialah pangan pokok yang dikonsumsi oleh
sebagian besar penduduk serta dalam situasi normal tidak dapat diganti oleh jenis
kandungan gizi yang cukup memiliki arti penting dalam kehidupan berbangsa dan
Menurut Dawe (1997) dan Tsujii (1998) dalam Amang dan Sawit (1999)
i. 90 persen produksi dan konsumsi beras dilakukan di Asia, hal ini berbeda
dengan gandum dan jagung yang diproduksi oleh banyak negara di dunia.
ii. Beras yang diperdagangkan di pasar dunia tipis (thin market) yaitu antara
negara. Semakin tidak stabilnya harga beras dunia (atau harga beras dalam
dianut oleh suatu negara, demikian juga rumah tangga tani di Asia.
iii. Harga beras sangat tidak stabil dibandingkan komoditas pangan lainnya,
misalnya gandum.
iv. 80 % perdagangan beras dikuasai oleh enam negara yaitu Thailand, AS,
Vietnam, Pakistan, Cina, dan Myanmar. Oleh karena itu pasar beras
oligopoli tersebut.
v. Indonesia merupakan negara net importir terbesar beras pada peride tahun
1997-1998 yaitu sekitar 31% dari total beras yang diperdagangkan dunia.
vi. Hampir banyak negara di Asia, memperlakukan beras sebagai wage goods
dan political goods. Pemerintah akan goncang apabila harga beras tidak
pasar beras domestik dengan pasar beras dunia dan pengaruh adanya tarif impor.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) secara umum terjadi integrasi antara
pasar beras domestik dengan pasar beras dunia. Namun derajat integrasi tersebut
berbeda menurut varietas atau jenis beras: ha rga satu varietas beras domestik
(yaitu setra) terintegrasi kuat dengan ketiga jenis beras dunia (yaitu broken 5
persen, broken 25 persen, dan broken 35 persen) dan lima harga varietas beras
12
domestik (yaitu Muncul, IR 64, IR I, IR II, IR III) terintegrasi lemah dengan harga
ketiga jenis beras dunia tersebut. (2) tarif impor yang diterapkan oleh pemerintah
domestik. Tetapi peningkatan harga tersebut tidak mampu menekan volume impor
beras. (3) lonjakan volume impor yang terjadi pada tahun 1998 hanya
berpengaruh nyata terhadap harga beras domestik varietas IR II, yang merupakan
faktor yang mempengaruhi produksi dan impor beras Indonesia adalah jumlah
penggunaan urea, harga impor beras, produksi padi, dan lag harga gabah; variabel
produksi beras, jumlah penduduk, nilai tukar rupiah terhadap Dollar Amerika, dan
lag impor beras; hanya variabel harga impor beras yang berpengaruh nyata
terhadap impor beras Indonesia. Harga impor beras Indonesia dipengaruhi oleh
harga beras dunia, tarif impor, dan lag harga impor; selain tarif impor semua
menganalisis pengaruh impor terhadap harga beras dalam negeri dan menganalisis
faktor- faktor yang mempengaruhi harga beras dalam negeri, termasuk kebijakan
berpengaruh negatif; dimana ketika impor beras meningkat maka harga beras
dalam negeri akan menurun tetapi memiliki respon yang inelastis baik dalam
jangka pendek maupun jangka panjang. Faktor- faktor yang mempengaruhi impor
beras secara nyata adalah kebijakan perdagangan (penetapan tarif impor), harga
terigu, harga beras impor dan harga beras dalam negeri; nilai tukar rupiah
secara negatif adalah variabel produksi beras nasional, nilai tukar rupiah terhadap
dollar AS, harga beras impor dan harga terigu. Sedangkan faktor- faktor yang
mempengaruhi impor beras secara positif adalah harga beras dalam negeri, dan
kebijakan impor beras dimana ketika impor beras dapat dilakukan tanpa dilakukan
tanpa tarif impor, impor beras lebih besar daripada ketika tarif impor beras sudah
menerapkan tarif untuk impor beras sudah efektif dalam upaya mengurangi
volume beras impor yang masuk ke Indonesia. Selain itu hasil ramalannya dengan
model peramalan memperlihatkan trend yang menurun dan volume impor beras
yang masuk menunjukkan besaran yang negatif. Hal tersebut menunjukkan bahwa
Indonesia dalam lima periode ke depan tidak akan melakukan impor beras.
permintaan dan penawaran beras di Indonesia telah dianalisis oleh Sitepu (2002).
perdagangan dan liberalisasi perdagangan tersebut tidak efisien dan tidak tepat
untuk dilaksanakan karena keuntungan yang diterima produsen sehingga total net
14
distribusi pendapatan.
Hasil analisis Sitepu (2002) juga menunjukkan bahwa jumlah impor beras
secara nyata dipengaruhi oleh harga impor (taraf nyata 10 persen), produksi beras
Indonesia (taraf nyata 20 persen), stok beras awal tahun (taraf nyata 5 persen),
jumlah penduduk (taraf nyata 10 persen). Sedangkan pengaruh dari GDP dan
Penawaran dan Permintaan Beras Indonesia dan Prospek Swasembada menuj u Era
harga beras domestik, harga beras impor, total produksi beras, stok beras awal
tahun, nilai tukar rill rupiah terhadap dollar, bunga pinjaman Bulog dan impor
beras tahun lalu sebagai variabel independen. Berdasarkan model impor yang
terbentuk, diperoleh hasil bahwa impor beras responsif terhadap perubahan stok
beras awal tahun, produksi beras, tren waktu dan impor beras tahun lalu, tetapi
stabilisasi lewat mekanisme pengelo laan stok, pengadaan dan operasi pasar beras,
disertai dengan elastisnya intervensi harga konsumen terhadap harga impor dan
produksi, serta relatif stabilnya harga gabah dan beras di pasar domestik
15
menunjukkan bahwa pasar beras diproteksi secara ketat. Selain itu, pada
terhadap pasar beras domestik masing- masing negara dan peran indonesia sebagai
stabilitas dan destabilator pasar beras dunia relatif lebih besar. Ketidakstabilan
pasar beras dunia, biaya impor yang besar pada krisis ekonomi dan potensi
produksi dan pasca panen merupakan justifikasi bagi upaya swasembada beras
produksi dan konsumsi beras dan swasembada beras tidak tercapai dalam jangka
tersebut, Indonesia tidak bisa lagi mencapai swasembada absolut, tetapi akan
data time series kurun waktu 1984-2003. Penelitian tersebut dianalisis dengan
produksi dan ekspor tomat segar Indonesia serta menganalisis faktor-faktor yang
tomat segar Indonesia adalah ekspor tomat tahun sebelumnya, dan harga tomat
domestik tahun sebelumnya pada taraf nyata 10 persen. Harga tomat ekspor tahun
sebelumnya memiliki hubungan yang negatif dengan ekspor tomat, nilai ini tidak
sesuai dengan nilai dugaan yang diharapkan dimana seharusnya harga tomat
ekspor tahun sebelumnya memiliki hubungan yang positif dengan ekspor tomat.
digunakan dalam penelitian tersebut adalah data time series selama periode tahun
1992-2002. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model regresi
linier berganda. Pada model penawaran produksi digunakan model fungsi Cobb-
Douglas dan pada model fungsi penawaran ekspor digunakan model fungsi linier.
Square (OLS).
Indonesia adalah luas lahan, tenaga kerja, bibit, pupuk urea, dan pestisida.
harga ekspor, harga domestik, nilai tukar, produksi, dan lag ekspor.
ekspor serta pengaruhnya terhadap ekspor beras nenas segar Indonesia. Data yang
17
digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berupa data times series
tahunan dari tahun 1996-2004 dan data cross section yang berupa data negara-
analisis regresi data panel dengan Metode Fixed Effect digunakan untuk
Hasil dugaan model nenas segar Indonesia dengan menggunakan Metode Fixes
ekspor nenas segar Indonesia adalah harga ekspor, produksi nenas, pendapatan per
kapita negara- negara tujuan ekspor, volume ekspor dalam bentuk nenas segar
sapi dan susu Indonesia dengan pendekatan regresi linier berganda yang dilakukan
impor ilegal daging sapi dan susu ke Indonesia oleh negara-negara eksportir,
mengkaji implikasi dari impor ilegal daging sapi dan susu terhadap perekono mian
sektor perternakan domestik, dan memberikan alternatif kebijakan apa yang harus
diambil pemerintah dalam mengurangi impor ilegal daging sapi dan susu. Data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa times series
ekonometrika yang diduga dengan metode Ordinary Least Square (OLS) dengan
dengan menggunakan program minitab 14. Dari hasil analisis diketahui bahwa
faktor- faktor yang mempengaruhi volume impor ilegal daging sapi terdiri:
trnsparansi, tarif, serta konsumsi daging sapi domestik, pada taraf nyata 1-15
persen. dari hasil perhitungan didapatkan bahwa semua variabel yang digunakan
berpengaruh nyata dalam peningkatan dan penurunan volume impor ilegal untuk
daging sapi, dimana variabel eksogen pembentuk model tersebut yang memiliki
nilai elastis adalah konsumsi daging sapi domestik berpengaruh positif terhadap
sapi.
produksi domestik, nilai tukar rupiah, indeks transparansi Indonesia, serta bea
masuk (tarif) impor susu bubuk Indonesia. Hasil analisis menyatakan bahwa
masuk (tarif) impor susu berpengaruh nyata pada taraf nyata 1-10 persen.
penting Indonesia menurut negara tujuan ekspor dan pengaruh faktor- faktor
(harga dometik, harga ekspor, nilai tukar rupiah, volume ekspor ke negara lain dan
Januari 2002 sampai dengan Desember 2004. metode deskriptif untuk melihat
perkembangan ekspor dan metode kuantitatif yaitu analisis regresi linier berganda
Indonesia menunjukkan tidak semua peubah bebas yang digunakan dalam model
Nusantara VIII. Variabel dependen yang digunakan adalah volume ekspor teh
meliputi volume produksi, harga harga ekspor periode t, harga ekspor periode
sebelumnya (t-1), harga kopi periode t, nilai tukar rupiah terhadap dollar, lag
ekspor, dan nilai tukar negara tujuan terhadap dollar. Hasil penelitian tersebut
menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh nyata pada taraf lima persen ke
tiga negara tujuan adalah variabel harga ekspor periode t. Variabel tersebut juga
bersifat elastis untuk setiap negara. Ini berarti bahwa variabel harga ekspor
merupakan variabel yang perlu diperhatikan PTPN VIII untuk melakukan ekspor
ke tiga negara.
berganda dinilai lebih sederhana dan mampu menunjukkan berapa persen variabel
dependen dapat dijelaskan oleh variabel independen. Selain itu model ini dapat
terhadap variabel dependen dengan melihat uji-F dan uji-t, serta perhitungannya
lebih sederhana. Metode ini diduga dengan Ordinary Least square (OLS). Oleh
karena itu, penelitian mengenai faktor- faktor yang mempengaruhi produksi dan
ekspor beras Indonesia menggunakan metode analisis yang sama, yaitu metode
(2002), dan Mulyana (1998) membahas tentang impor beras, mulai dari faktor-
berbagai variabel lainnya dengan berbagai metoda dan alat analisis. Situmorang
(2005) dan Sitepu (2002) melakukan analisisnya dengan metode Two Stage Least
produksi dan ekspor beras Indonesia, yaitu faktor- faktor yang mempengaruhinya.
series tahunan yang kurang dari tiga puluh tahun dan data bulanan selama kurun
waktu bebarapa tahun saja, sedangkan penelitian ini menggunakan data time
21
series selama kurun waktu tiga puluh tahun yaitu dari tahun 1976 sampai dengan
Least Square (OLS) dengan model regresi linier berganda dengan menggunakan
komoditi yang ditawarkan oleh produsen kepada konsumen dalam suatu pasar
pada tingkat harga dan waktu tertentu. Lebih lanjut dikatakan bahwa antara harga
dan jumlah yang ditawarkan ini mempunyai hubungan yang positif yaitu jika
harga naik maka jumlah komoditi yang ditawarkan semakin banyak. Adapun
sumber penawaran meliputi produksi pada waktu tertentu dan persediaan (stok)
Dimana :
G = Tujuan perusahaan
komoditi mempunyai hubungan yang positif dengan jumlah yang ditawarkan yaitu
semakin tinggi harganya semakin besar jumlah yang ditawarkan, cateris paribus.
bersangkutan.
Harga suatu faktor produksi merupakan biaya yang harus dikeluarkan oleh
yang berarti produksi meningkat dan kur va biaya akan bergeser ke bawah yang
berarti biaya produksi berkurang. Keuntungan yang akan diperoleh menjadi lebih
besar. Jadi dapat disimpulkan, jumlah komoditi yang ditawarkan dipengaruhi oleh
meningkat.
25
komoditi itu sendiri dengan koefisien arah (slope) yang positif. Jika harga
komoditi yang ditawarkan akan menurun. Perubahan pada harga komoditi tersebut
perubahan harga faktor produksi, teknologi, dan tujuan perusahaan adalah faktor
permintaan adalah sejumlah barang atau jasa yang rela dan mampu dibeli oleh
berik ut:
Dimana :
I = Pendapatan
S = Selera
JP = Populasi penduduk
3. Pendapatan (I)
4. Selera (S)
Perubahan selera terjadi dari waktu ke waktu, dan cepat atau lambat akan
komoditi. Hal ini diakibatkan semakin banyak jumlah penduduk maka semakin
barang dan jasa yang diminta atau dibeli oleh konsumen dan yang ditawarkan oleh
produsen secara bersamaan sebagai pengaruh adanya perubahan harga barang dan
Suatu proses produksi melibatkan suatu hubungan yang erat antara faktor-
faktor produksi yang digunakan dengan produk yang dihasilkan. Produksi adalah
tindakan dalam membuat komoditi, baik berupa barang maupun jasa (Lipsey,
1993). Dalam pertanian, proses produksi begitu kompleks dan terus- menerus
antara input dan output. Menurut Doll and Orazem (1984), fungsi produksi selain
dimana sumberdaya diubah menjadi produk. Ada banyak hubungan input dan
output dalam pertanian karena input yang diubah menjadi output akan berbeda-
beda di antara tipe tanah, hewan, teknologi, curah hujan, dan faktor lainnya. Tiap
hubungan input output menggambarkan kuantitas dan kualitas yang berbeda dari
menggunakan kombinasi alternatif antara modal (K) dan Tenaga kerja (L).
berhubungan dengan output; dengan membuat daftar input dan hasil output secara
numerik dalam tabel; dalam bentuk grafik atau diagram; dan dalam bentuk
persamaaan aljabar. Menurut Doll and Orazem (1984), secara matematis fungsi
Dimana Y adalah output dan X1, ..., Xn adalah input- input yang berbeda yang
dahulu namun masih dalam jumlah dan ruang lingkup yang terbatas. Seiring
pada saat ini tidak ada satu negara pun yang berada dalam kondisi autarki, yaitu
negara lain.
sumberdaya modal, tenaga kerja, dan teknologi. Perbedaan dalam penawaran dan
internasional.
Secara teoritis, suatu negara (sebut saja negara A) akan mengekspor suatu
dengan harga domestik di negara B (Gambar 1 ). Struktur harga yang relatif lebih
(excess supply) yaitu produsi domestik melebihi konsumsi domestik, sebesar BE.
Dalam hal ini faktor produksi di negara A relatif berlimpah. Dengan demikian
menjadi lebih tinggi. Pada kesempatan ini negara B berkeinginan untuk membeli
Sa Sw Sb
Ekspor A” Pb
B E Pw E* B’ A’ E’
Pa A A* D Impor Db
0 Da
akan terjadi perdagangan antara kedua negara tersebut. Dalam hal ini negara A
jika harga internasional lebih besar dari Pa, sedangkan permintaan di pasar
internasional akan terjadi jika harga internasional lebih rendah dari Pb. Pada saat
mengekspor beras sebesar BE, dan negara B akan mengimpor beras sebesar B’E’.
Sb
Sa Sw Sw1 Db
Da Sa1 E* Eb
Pw1 E**
Pa
Pa1
B F E G 0 Q1 Q2 F’ B’ E’ G’
satu atau beberapa hal menyebabkan penawaran ekspor suatu komoditi di negara
menjadi turun. Oleh karena harga domestik relatif lebih rendah dibandingkan
bila mengekspor, dan ini ditunjukkan oleh pergeseran kurva penawaran ekspor
jumlah impor menjadi F’G’ oleh negara B yang besarnya sama dengan jumlah
peningkatan ekspor oleh negara A menjadi FG. Kenaikan ekspor impor ini
ditunjukkan dalam perdagangan dunia yang meningkat dari 0Q1 menjadi 0Q2.
? NX
Pengeluaran
direncanakan
Kurs e Kurs, e
e1 e1
e2 e2
Sw Db Sb
Da Sa
P Sw1
Dw
F B E G 0 Q1 Q2 F’ B’ E’ G’
Negara A Perdagangan Internasional Negara B
penurunan kurs dari e1 menjadi e2. Penurunan kurs yang terjadi ini menyebabkan
terjadinya peningkatan output pada kurva IS. Peningkatan output ini terjadi karena
kurva suppy dunia mengalami pergeseran dengan titik awal yang sama.
Pergeseran kurva supply dunia dari Sw menjadi Sw1 menyebabkan tingkat harga
dunia yang terjadi lebih rendah dan volume perdagangan internasional meningkat
dari 0Q1 menjadi 0Q2 . negara pengimpor merespon perubahan harga ini dengan
depresiasi kurs (FG) sama dengan besarnya volume impor negara B (F’G’).
konsumsi domestik ditamb ah dengan stok pada akhir tahun lalu, secara matematis
Dimana:
SBt-1 = jumlah stok awal tahun ke t atau akhir tahun lalu (tahun ke t-1)
inputnya yaitu luas areal panen padi (LPt), penggunaan pupuk urea (PUt), iklim
yang terjadi selama satu tahun dan dalam hal ini adalah curah hujan rata-rata
sebagai berikut:
mengingat jumlah penduduk yang besar sehingga kebutuhan pangan pun besar.
Besar konsumsi tersebut (KBt) tergantung pada harga beras domestik (HEt),
Jumlah penduduk (JPt), Pendapatan per kapita (YPt), harga komoditi substitusi
(dalam hal ini jagung (HJt)) dan selera (yang ditunjukkan oleh konsumsi per
kapita (CPt)). Dengan demikian maka fungsi konsumsi dapat dituliskan sebagai
berikut :
Xt = f (LPt, PUt, CHt, PVt, HEt, JPt, YPt, HJt, CPt, SBt) .. .................. (7)
35
Selain dipengaruhi oleh faktor- faktor dalam negeri, jumlah ekspor tahun
ke t juga dipengaruhi oleh faktor- faktor yang berasal dari luar negeri. Ada dua
faktor yang berpengaruh terhadap jumlah ekspor tahun ke t yaitu tingkat nilai
tukar (Exchange Rate (ERt)), dan harga beras internasional (HDt). Dengan
Xt = f (LPt, PUt, CHt, PVt, HEt, JPt, YPt, HJt, CPt, SBt, ERt, HDt)...(8)
Berdasarkan teori tersebut di atas maka pada saat fungsi ekspor tersebut
digunakan pada komoditas beras pada penelitian ini ada beberapa peubah yang
dikeluarkan dari fungsi ekspor karena diduga berpengaruh sangat kecil dan ada
peubah yang sulit diduga. Selain itu juga karena ketidaktersediaan data yang
1. Luas Panen Padi (LPt), curah hujan (CHt), pupuk urea (PUt), harga dasar gabah
Pada penelitian ini, variabel- variabel seperti luas panen padi (LPt), curah hujan
(CHt), pupuk urea (PUt), stok beras (SBt), dan teknologi atau produktivitas
(PVt) sudah terwakili oleh variabel produksi beras (PBt), sehingga tidak perlu
2. Jumlah penduduk (JPt), pendapatan per kapita (YPt), dan konsumsi beras
domestik (KBt).
Pendapatan per kapita (Ypt) dan konsumsi beras domestik telah diwakili oleh
tingkat konsumsi beras per capita (CPt). Peningkatan jumlah penduduk akan
beras per kapita telah mewakili konsumsi beras domestik, maka variabel
Variabel harga komoditi substitusi atau harga jagung (HJt) tidak dimasukkan
persamaan karena variabel tersebut sudah terwakili oleh adanya variabel nilai
tukar rupiah terhadap dollar (ERt). Nilai tukar rupiah terhadap dollar (ERt)
per dollar AS (Rp/US$). Nilai tukar ini menggambarkan daya saing suatu
rupiah meningkat yang berarti nilai rupiah melemah, maka secara teori
Dari teori tersebut maka fungsi ekspor dapat dirumuskan sebagai berikut:
studi ketergantungan satu variabel (variabel dependen) yang satu atau lebih
meramalkan nilai variabel dependen berdasarkan nilai yang diketahui dari variabel
37
yang menjelaskan (variabel independen). Model regresi yang terdiri lebih dari satu
paling cocok disebut Metode Kuadrat Terkecil atau Ordinary Least Square (OLS).
Metode kuadrat terkecil digunakan untuk menghitung persamaan garis lurus yang
meminimisasi jumlah kuadrat jarak antara titik data X-Y dengan garis ya ng diukur
ke arah vertikal Y. Dengan menggunakan OLS, dapat diperoleh intersep dan slope
sehingga diperoleh garis regresi yang menunjukkan trend data secara baik.
analisis regresi dengan data time series dan cross-section terdapat masalah
waktu saling berkaitan satu dengan yang lainnya, sehingga suatu nilai kejadian
pada periode waktu sebelumnya akan mempengaruhi nilai pada kejadian peride
Watson.
38
utama oleh sebagian besar penduduk Asia, termasuk Indonesia. Pangan adalah
suatu negara.
dunia. Hal tersebut didukung oleh keadaan alam di Indonesia yang sangat
potensial untuk menanam padi. Namun demikian negara- negara produsen beras
lainnya seperti Vietnam dan Thailand telah mampu berswasembada beras, bahkan
menjadi eksportir beras utama pada tahun 2002 sampai sekarang. Sedangkan
Indonesia yang memiliki lahan lebih luas dari Thailand dan Vietnam sulit sekali
mempertahankan swasembada beras yang pernah dicapai pada tahun 1984 bahkan
Indonesia cenderung lebih sering bergantung pada impor beras untuk memenuhi
untuk beras jenis tertentu. Produksi beras di Indonesia berfluktuasi dengan laju
produksi beras dalam negeri, ekspor beras Indonesia cenderung menurun dan
bahkan terhapus.
meningkatkan produksi beras Indonesia dan ekspor beras yang sudah ada.
beras (konversi beras) dengan produksi padi. Berdasarkan pada komponen input
yang digunakan dalam usahatani padi dan insentif bagi petani untuk menanam
padi, produksi beras Indonesia diduga dipengaruhi oleh luas areal panen padi,
harga dasar gabah, pupuk urea, dan curah hujan. Produksi padi pada dasarnya
tergantung pada luas areal panen padi dan produktivitas padi. Sehingga variabel
luas areal panen padi merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi
produksi beras Indonesia. Sedangkan harga dasar gabah merupakan harga yang
dapat memberikan insentif bagi petani untuk menanam padi, sehingga ketika
harga dasar gabah akan meningkat, produksi beras pun akan meningkat.
Selain luas panen padi dan harga gabah, faktor lain yang dapat
Indonesia adalah pupuk urea dan curah hujan. Hal ini didasari pada suatu
pemikiran dimana pupuk urea merupakan salah satu komponen input utama dalam
Indonesia, sedangkan curah hujan merupakan suatu iklim yang sangat mendukung
usahatani padi.
beras, nilai tukar, harga eceran beras atau harga beras domestik, dan konsumsi
beras per kapita. Produksi beras dan konsumsi beras per kapita diduga merupakan
faktor yang mempengaruhi ekspor karena ekspor beras dilakukan pada saat terjadi
konsumsi beras domestik. Sedangkan harga beras eceran atau harga beras
keputusan ekspor, dimana ketika harga beras eceran meningkat, insentif utuk
melakukan ekspor akan berkurang karena akan lebih menguntungkan jika menjual
Nilai tukar mata uang suatu negara terhadap dollar dijadikan pertimbangan
untuk mengukur nilai pembelian dan penjualan barang ke luar negeri, sehingga
nilai tukar mata uang suatu negara mencerminkan daya saing negara tersebut di
pasar internasional. Berdasarkan pada kondisi tersebut, maka harga beras dunia
dapat diwakili oleh variabel nilai tukar rupiah terhadap dollar. Dengan semakin
meningkatnya nilai tukar rupiah terhadap dollar, maka nilai rupiah akan semakin
yang dirasakan lebih murah bagi negara-negara tujuan ekspor, dan hal tersebut
Indonesia Sebagai
Produsen Beras
Hasil Dugaan:
Faktor Dominan yang
Mempengaruhi Produksi dan
Ekspor Beras Indonesia
areal panen padi, harga dasar gabah, pupuk urea, dan curah hujan. Dimana
Indonesia.
produksi beras Indonesia, nilai tukar rupiah terhadap dollar, harga eceran
beras/harga beras domestik, dan konsumsi beras per kapita. Dimana produksi
beras Indonesia dan nilai tukar rupiah terhadap dollar memiliki korelasi positif
terhadap ekspor beras Indonesia, sedangkan harga beras eceran atau harga
beras domestik dan konsumsi beras per kapita memiliki korelasi negatif
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
berupa data time series. Data time series meliputi data tahunan selama 30 tahun
Logistik, dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi, serta literatur-
Perdagangan, Badan Pusat Statistik, Badan Urusan Logistik, dan Pusat Penelitian
Adapun data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data-data yang
digunakan dalam analisis faktor- faktor yang mempengaruhi produksi dan ekspor
beras Indonesia, antara lain adalah: volume ekspor beras (ton), produksi beras
(ton), produksi padi (ton), harga dasar gabah (Rp/kg), curah hujan (mm/tahun),
harga beras eceran (Rp/kg), luas areal panen padi (Ha), produktivitas padi
(Ton/Ha), volume impor beras, penggunaan pupuk urea (k g/ha), harga jagung
(Rp/ton), konsumsi beras per kapita (kg/kapita/tahun), nilai tukar rupiah terhadap
44
dollar (Rp/US$), harga beras dunia (US$/ton), dan indeks harga konsumen
Indonesia.
dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS) dengan model regresi
Microsoft Excel dan Minitab 14. Sedangkan metode deskriptif dalam penulisan
perberasan, baik di Indonesia maupun di dunia. Selain itu metode deskriptif juga
dengan nilai R2 . Selain itu model ini dapat melihat apakah variabel- variabel
melihat uji-F dan uji- t serta perhitungannya lebih sederhana. Bentuk umum dari
Y = ao + ? ai Xi + Ei
Dimana:
Y = variabel dependen
ao = intersep
45
ai = parameter penduga Xi
1. Nilai rata-rata kesalahan pengganggu sama dengan nol, yaitu E (ei ) = 0 untuk
i = 1, 2, 3, ..., n
(homoskedastisitas).
3. Tidak ada autokorelasi antara kesalahan pengganggu berarti kovarian (ei, ej) =
0, i ? j.
4. Variabel bebas Xi, X2 , ..., Xk konstan dalam sampling yang terulang dan bebas
yang diperoleh merupakan penduga linier terbaik yang tidak bias (BLUE= Best
independen yang diduga berpengaruh besar terhadap produksi dan ekspor beras
Indonesia.
46
model yang telah dicoba, maka model ekonometrik produksi dan penawaran
Dimana:
a0 = intersep
εt = error
berarti tidak satupun variasi pada variabel dapat dijelaskan oleh fungsi regresi.
uji statistik-F dan uji statistik-t. Penggunaan uji statistik-F dilakukan untuk
mengetahui apakah model penduga yang diajukan sudah layak untuk menduga
parameter dalam fungsi produksi dan fungsi volume ekspor. Uji statistik-t
4.2.2.2.1 Uji F
antara nilai kritis F dengan nilai F-hitung yang terdapat pada hasil analisis.
variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variasi nilai variabel independen
1. Perumusan Hipotesis
bahwa variasi perubahan nilai variabel dependen dapat dijelaskan oleh variasi
49
dependen.
4.2.2.2.2 Uji t
1. Perumusan hipotesis
H0 : ai =0
digunakan.
3. Nilai t- hitung masing- masing koefisien regresi dapat diketahui dari hasil
perhitungan komputer.
t ai
hitung=
S(ai )
Dimana:
Kriteria uji:
masing koefisien regresi pada kurva normal yang digunakan dalam penentuan
nilai kritis. Jika letak t- hitung suatu koefisien regresi berada pada daerah
regresi tersebut tidak berbeda dengan nol. Dengan kata lain, variabel tersebut
hitung menyatakan tolak H0 maka koefisien regresi berbeda dengan nol dan
Salah satu metode yang digunakan untuk menguji apakah error term
1. Perumusan model
X2 = 4 x (Dmax)2 x
(m × n )
(m × n )
Dimana:
m = kelompok data 1
n = kelompok data 2
Dalam model regresi yang mencakup lebih dari dua variabel independen,
tanda koefisien tidak sesuai dengan teori dan dengan metode OLS, penduga
Variance Inflation factor (VIF) untuk koefisien regresi ke-j yang dapat
1
VIF = , j= 1, 2, 3,..., k
( 1− R )
2
independen, rj2 adalah kuadrat dari korelasi sampel r. Jika variabel prediktor X ke j
tidak berkaitan dengan X sisa, maka Rj2 = 0. Jika terdapat hubungan, maka VIFj >
10. Nilai VIF mendekati 10 (< 10) menunjukkan bahwa tidak terdapat masalah
viS 2
∑ i
(∑ vi )× ln - ∑ vi ln S i
2
Evi
B=
∑ vi − vi
1 1
1+ ∑
[3(k − 1)]
ni 2
∑ (X
j =1
ij − X)
Si2 =
n i −1
Keterangan:
K = jumlah variabel
S2 i = ragam variabel i
Dengan hipotesis:
H0 = data homogen
Dalam analisis regresi dengan data time series dan cross-section terdapat
∑ (e - e )
t= 2
t t -1
d= n
, dimana 0<d<4
∑e
t =1
t
Nilai hitung statistik d dibandingkan dengan nilai d tabel, yaitu dengan batas
bawah (dL) dan batas atas (dU). Hasil perbandingan akan menghasilkan
3. Jika dL < d < 4-dU, berarti tidak terjadi autokorelasi positif ataupun negatif
adalah derajat kepekaan peubah dependen terhadap perubahan yang terjadi pada
a (Xit )
E (Yt Xit ) =
(Yt )
Dimana:
perubahan variabel dependen lebih dari satu persen. Jika nilai elastisitas antara nol
dan satu (0 < E < 1) dikatakan inelastis (tidak responsif) karena perubahan satu
kurang dari satu persen. Sedangkan nilai elastisitas sama dengan nol (E = 0)
elastisitas sempurna, dan jika nilai elastisitas sama dengan satu (E = 1) disebut
elastis uniter.
Satu asumsi penting dalam model regresi linier adalah bahwa gangguan
yaitu semua gangguan tadi memiliki varians yang sama. Jika asumsi itu tidak
tetap memenuhi persyaratan tidak bias. Selain itu juga varians yang diperoleh
menjadi tidak efisien, artinya cenderung membesar sehingga tidak lagi merupakan
mengakibatkan uji hipotesis yang dilakukan tidak akan memberikan hasil yang
baik (tidak valid). Dengan demikian model perlu diperbaiki dulu agar pengaruh
dari sepuluh kali lipat menjadi perbedaan dua kali lipat (Gujarati, 1991).
pencaharian penduduknya adalah sebagai petani. Hal ini didukung oleh keadaan
alam indonesia yang sangat potensial dijadikan lahan pertanian untuk komoditi
pertanian daerah tropis. Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam
negara agraris. Hal itu terbukti pada saat Indonesia mengalami krisis
terhadap pembentukan PDB dan ekspor (Tambunan, 2003). Oleh karena itu sektor
dikembangkan di Indonesia.
tiga di dunia (Sawit, 2006). Hal ini didukung oleh potensi alam, iklim, dan
Selain itu menurut (Rachman et al., 2004), Indonesia juga memiliki keunggulan
yang tertinggi setelah China, sementara dari sisi biaya produksi per kilogram,
57
usahatani padi Indonesia termasuk yang efisien, yaitu sekitar Rp.688 per kg beras
atau setara dengan US$ 81 per ton (kurs 1 US$ = Rp.8500). Dengan biaya
usahatani yang relatif rendah dan produktivitas per hektar yang relatif tinggi,
yang tersebar di berbagai tipologi lahan seperti sawah (5,10 juta ha), lahan tadah
hujan (2,10 juta ha), ladang (1,20 juta ha), dan lahan pasang surut. Lebih dari 90%
produksi beras nasional dihasilkan dari lahan sawah (Badan Pusat Statistik 2000),
dan lebih dari 80% total areal pertanaman padi sawah telah ditanami varietas
Dari sisi ketersediaan lahan, menurut Hutapea dan Mashar (2003), lahan
kering yang tersedia di Indonesia pada saat ini sebesar 11 juta hektar yang
sebagian besar berupa lahan tidur dan lahan marginal sehingga tidak produktif
untuk tanaman pangan. Di Pulau Jawa yang padat penduduk, rata-rata pemilikan
lahan usaha tani berkisar hanya 0,2 ha/KK petani. Namun, banyak pula lahan tidur
yang terlantar. Ada 300.000 ha lahan kering terbengkalai di Pulau Jawa dari
kawasan hutan yang menjadi tanah kosong terlantar. Luas lahan pasang surut dan
Lebak di Indonesia diperkirakan mencapai 20,19 juta hektar dan sekitar 9,5 juta
hektar berpotensi untuk pertanian serta 4,2 juta hektar telah di reklamasi untuk
pertanian (Ananto, E.,2002 dalam Hutapea dan Mashar 2003). Hal ini
(Timmer,1996 dalam Amang dan Sawit, 1999). Dalam rangka penyediaan pangan
nasional dan sumber lapangan kerja transisi, Indonesia terus berusaha mendorong
peningkatan produksi beras dalam negeri dan mengelola stok beras nasional untuk
tujuan emerjensi dan stabilisasi harga (Sawit, 2006). Produksi beras atau padi
harga dan suplai beras dari pasar dunia, disamping terkait erat dengan usaha
Cianjur), Bali, Madura, Sulawesi, dan akhir-akhir ini Kalimantan. Pada tahun
1992 luas panen padi mencapai 11,10 ha dengan rata-rata hasil 4,35 ton/ha/tahun.
Produksi padi nasional adalah 48,24 ton. Pada tahun itu hampir 22,5 % produksi
padi nasional dipasok dari Jawa Barat. Dengan adanya krisis ekonomi, sentra padi
Jawa Barat seperti Karawang dan Cianjur mengalami penurunan produksi yang
berarti.
Sekitar tahun 1984 pertanian Indonesia menjadi sorotan dunia, hal itu
Potensi produksi beras yang masih diliputi oleh berbagai kendala ini,
(1) Kebutuhan beras Indonesia sangat besar karena sebagian sumber kebutuhan
(2) Kebutuhan pangan atau beras nasional mencapai hampir dua setengah kali
jumlah beras yang beredar di pasar beras dunia dan kebutuhan tersebut
(3) Kondisi wilayah Indonesia sangat luas dan terdiri dari ribuan pulau, serta
ada gangguan dalam produksi beras, maka pemenuhan kebuhan beras dapat
lahan sawah irigasi, lahan kering, lahan sawah tadah hujan, maupun lahan rawa
pasang surut. Selain melalui inovasi teknologi, kemandirian pangan akan lebih
cepat dicapai kalau masyarakat mulai belajar memanfaatkan sumber pangan selain
dibarengi oleh peningkatan luas areal tanam padi tidak akan mengahasilkan
periode tahun 1993 hingga tahun 2001 laju peningkatan produksi pangan,
pangan dan terus menurunnya produksi di Indonesia antara lain disebabkan oleh:
(1) Produktivitas tanaman pangan yang masih rendah dan terus menurun; (2)
faktor di atas memastikan laju pertumbuhan produksi dari tahun ke tahun yang
tidak banyak berubah dengan laju pertumbuhan hanya 0,31 persen/tahun. Luas
areal panen terendah terjadi pada tahun 1991 (10,28 juta ha) dan tertinggi pada
tahun 1998 (11,730 juta ha). Bahkan laju produktivitas padi hanya 0,04
persen/tahun, dengan kisaran antara 4,17 ton/ha (1998) sampai dengan 4,52 ton/ha
(1999). Laju pertumbuhan produksi pada kurun waktu tersebut sebesar 0,32
persen/tahun dengan kisaran produksi antara 44,69 juta ton hingga 51,17 juta ton
GKG, setara dengan 29,04 juta ton hingga 33,21 juta ton beras.
1,35 % per tahun pada periode tahun 1990-2000. Kenyataan ini menyebabkan
61
produksi dalam negeri hanya cukup untuk pemenuhan konsumsi beras domestik,
bahkan untuk cadangan nasional setiap tahun selalu ada realisasi impor beras dari
luar negeri.
Produksi padi Indonesia pada dasarnya tergantung pada dua variabel, yaitu
luas areal panen dan produkstivitas per satuan luas. Produksi dalam negeri sampai
saat ini masih didominasi oleh pulau Jawa yaitu sekitar 56 % persen dari total
produksi nasional. Pada tabel 3, terlihat bahwa selama ini produksi padi dalam
negeri masih tergantung pada produksi di pulau Jawa, karena 56 persen produksi
persen di pulau Sulawesi dan 5 persen di pulau Kalimantan. Pulau Jawa mendapat
proporsi paling besar dalam pengusahaan padi. Hal ini didukung oleh topografi,
dan kesuburan tanah di pulau Jawa yang sangat cocok untuk usahatani padi.
Selain itu tenaga kerja yang dibutuhkan dalam sektor pertanian juga lebih banyak
62
terdapat di pulau Jawa mengingat pulau Jawa merupakan pulau yang terpadat
penduduknya.
Pulau Jawa merupakan sentra produksi padi yang utama dan berperan
berlokasi di pulau Jawa yang memiliki fasilitas infrastruktur yang lebih baik.
Hambatan lain yang menyebabkan usaha peningkatan hasil per hektar lebih sukar
lama semakin berkurang oleh karena adanya konversi lahan pertanian ke non
akan pemukiman dan barang-barang kebutuhan lainnya. Tentu saja hal ini
berpengaruh terhadap produksi padi dalam negeri mengingat luas lahan adalah
63
salah satu faktor yang berpengaruh terhadap produksi padi. Kenyataan tersebut
ekstensifikasi lahan pertanian terutama di luar Jawa, dan (e) Peningkatan akses
peningkatan produksi padi. Pada tahun 2003, produksi padi mencapai 52,08 juta
ton gabah kering giling, atau meningkat sekitar 0,70 persen dibanding produksi
tahun 2002. Adapun produktivitas padi pada tahun 2003 meningkat menjadi 45,38
Tahun 2004, produksi padi nasional mencapai 54,09 juta ton gabah kering
giling, setara 34 juta ton beras (konversi 0,632), merupakan produksi beras
tertinggi selama Republik ini berdiri. Tahun 2004 Indonesia dapat dikatakan
tetap mendominasi pola makan orang Indonesia. Dari 11 jenis pola pangan pokok
rumah tangga di Indonesia, pola pangan pokok beras adalah yang dominan di
64
setiap propinsi. Perubahan jenis pangan pokok hanya terjadi pada komoditas
bukan beras, seperti antara jagung dengan umbi- umbian dan sebaliknya. Hal
tersebut menunjukkan bahwa preferensi rumah tangga terhadap beras sangat besar
Jumlah penduduk Indonesia saat ini mencapai lebih dari 219 juta jiwa
besarnya bahan pangan yang harus tersedia. Kebutuhan yang besar jika tidak
yaitu laju peningkatan produksi di dalam negeri yang terus menurun. Jika tidak
Indonesia sangat tidak stabil. Pada peride tahun 1998 hingga tahun 2005
konsumsi beras domestik tertinggi adalah pada tahun 1998, kemudian terjadi
penurunan konsumsi yang sangat signifikan pada tahun 1999, yang semula
sebesar 28,5 juta ton menjadi 25,14 juta ton. Penurunan ini sangat besar
kemungkinannya disebabkan oleh kondisi krisis ekonomi dan bukan karena mulai
65
beralihnya konsumsi beras ke non beras. Selain itu hal ini juga disebabkan oleh
konsumsi beras per kapita per tahun antara penduduk pedesaan relatif lebih tinggi
menyukai jumlah makanan cepat saji yang sebetulnya bukan berbahan baku dari
kemudian konsumsi beras kembali berfluktuasi hingga tahun 2005. Namun jika
signifikan dari 28,5 juta ton pada tahun 1998 menjadi 25,46 juta ton pada tahun
2005. Hal ini terjadi akibat mulai berubahnya pola konsumsi masyarakat terutama
masyarakat perkotaan yang lebih suka mengkonsumsi roti atau berbagai sayuran
Sektor pertanian dalam hal ini meliput i subsektor tanaman pangan, khususnya
substitusi impor.
1983 Indonesia hampir sama sekali tidak melakukan ekspor beras. Hal ini karena
pada periode tersebut Indonesia belum mampu untuk berswasembada pangan dan
impor. Namun pada periode 1984 hingga tahun 1985 mengalami peningkatan
yang relatif signifikan. Hal ini terjadi karena pada tahun 1984 Indonesia berhasil
Pada tahun 1985 hingga tahun 2000 ekspor beras mengalami fluktuasi
yang cenderung menurun, bahkan pada tahun 1995 ekspor beras Indonesia
mengalami penurunan yang sangat signifikan dibandingkan tahun 1994 yaitu dari
sebesar 233 ribu ton menjadi 10 ton. Hal ini terjadi karena terjadinya peningkatan
konsumsi perkapita dari 139,6 pada tahun 1994 menjadi 171,16 pada tahun 1995,
selain itu terjadi peningkatan jumlah panduduk sebesar 1,6 % dari tahun
Pada tabel 6 terlihat bahwa peningkatan ekspor beras kembali dicapai oleh
Indonesia pada periode tahun 2001 hingga 2002, namun pada tahun 2003 ekspor
beras Indonesia turun kembali menjadi 1.234 ton, sedangkan pada tahun 2004
67
ekspor beras Indonesia kembali meningkat menjadi 4.495 ton dan pada akhir 2005
Peningkatan ekspor beras selama dua tahun terakhir ini terjadi karena adanya
peningkatan produksi beras akibat adanya perluasan luas areal tanam melalui
pencetakan sawah-sawah baru pada tahun 2004. Selain itu peningkatan ekspor
beras tersebut juga dipicu oleh peningkatan harga beras internasional dan nilai
diikuti dengan East Timur (7,89 %), Malaysia (6,06 %), dan negara-negara
lainnya (Deptan, 2004). Hal ini mengindikasikan bahwa Indonesia telah mampu
diekspor adalah beras jenis tertentu yang kualitasnya memenuhi standar kualitas
bencana El Nino yang bersamaan dengan krisis ekonomi, sehingga impor beras
tertinggi yaitu mencapai 3,8 juta ton/tahun, dengan tingkat ketergantungan impor
hampir 11%. Namun, impor beras menurun drastis pada periode 2004-2005,
68
karena Indonesia melarang impor beras, kecuali beberapa jenis beras untuk
penggunaan tertentu (Tabel 7). Pada periode ini, rata-rata impor hanya 206 ribu
Tabel 7. Produksi, Impor/Ekspor Beras (1000 Ton), dan Tingkat Swasembada dan
Ketergantungan impor: Rataan 4 periode 1995-2005
Tingkat Tingkat
Rataan/
Produksi Impor Ekspor Swasembada Ketergantungan
Tahun
(%) Impor (%)
1995-1997 32.252 1.920,1 3,5 94,6 5,4
1998-1999 31.633 3.844,9 4,2 89,3 10,7
2000-2003 32.356 1.310,0 2,9 96,1 3,9
2004-2005 34.174 205,5 21,6 99,5 0,5
Sumber : Badan Pusat Statistik
penambahan luas areal tanam padi dan peningkatan efisiensi dalam biaya produksi
usahatani padi.
melemparkan sinyal bahwa impor beras akan dihentikan (Sawit, 2006). Hal ini
juga bagi sebagian besar negara-negara Asia, karena (1) usahatani padi masih
diusahakan oleh jutaan petani, (2) bagi sebagian negara, seperti Vietnam, Burma,
Thailand, India dan China, beras merupakan salah satu penyumbang devisa negara
yang cukup besar, dan (3) bagi masyarakat berpendapatan rendah, dimana jumlah
hasil yang mencapai 17,92 ton per hektar, sedangkan India sedang
mengembangkan padi rekayasa genetika yang disebut dengan golden rice, dimana
vitamin A. Thailand, Vietnam dan Philipina saat ini juga sangat gencar
mengembangkan varietas unggul padi untuk lahan kering dan rawa/pasang surut
Produksi beras dunia tahun 2002 meningkat dibandingkan tahun 2001 dari
398,1 juta ton menjadi 398,6 juta ton sejalan dengan meningkatnya produksi beras
namun kembali turun pada tahun 2003 menjadi 378,3 juta ton dan meningkat
kembali pada tahun 2004. Bahkan pada tahun 2004 produksi beras dunia
70
mencapai 395,8 juta ton, naik 4,4 % dari tahun sebelumnya. Walaupun
perkembangan luas panen padi dunia cukup berfluktuasi pada tahun-tahun tertentu
namun karena produktivitasnya selalu bergerak naik maka laju produksi padi
share produksi terbesar (32 % dari total produksi beras dunia) dan kemudian
diikuti oleh India dengan share produksi sebesar 21 % dari total produksi total
beras dunia. Indonesia merupakan produsen beras ke tiga dunia dengan share
produksi sebesar 9 %. Hal ini didukung oleh keadaan alam ketiga negara yang
China, India, dan Indonesia merupakan negara produsen beras yang utama,
namun demikian kebutuhan konsumsi domestik ketiga negara juga sangat tinggi,
71
konsumsi domestik.
beras yang tertinggi, hal ini karena China memiliki populasi terbesar di dunia,
dengan negara India dan indonesia yang populasi penduduknya juga besar.
menunjukkan tren yang meningkat. Untuk itu maka produksi beras pun meningkat
terpenuhi dan tercipta surplus produksi, maka surplus produksi tersebut akan
selain untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri, juga untuk diekspor. Ekspor
beras merupakan implikasi adanya surplus produksi beras suatu negara. Oleh
karena itu surplus beras yang diperdagangkan di pasar dunia tidak stabil karena
pengaruh musim dan ketahanan pangan masing- masing negara. Situasi seperti ini
realisasi ekspor sebesar 7,5 juta ton, kemudian disusul oleh Vietnam yang
ekspor sebesar 3,5 ton, dan pada urutan ke tiga ada USA dengan realisasi ekspor
sebesar 2,5 juta ton. Namun demikian keadaan ini tidak bertahan lama. Pada tahun
2002, posisi ke dua sebagai negara pengekspor beras ditempati oleh India dengan
total realisasi ekspor sebesar 6,6 juta ton, dan pada urutan pertama tetap diduduki
oleh Thailand dengan realisasi ekspor sebesar 7,2 juta ton meskipun jumlah ini
Ekspor beras dunia tahun 2004 terbesar tetap dipasok oleh Thailand
sebesar 8,9 juta ton sehingga Thailand merupakan eksportir terbesar dunia.
Sedangkan pada tahun 2004, Vietnam memasok sebesar 4 juta ton (eksportir
73
terbesar ke dua), Amerika Serikat memasok sebesar 3 juta ton, dan China
memasok sebesar 1,3 juta ton. Keadaan tersebut dapat terlihat pada tabel 10.
pengekspor beras terbesar dunia dengan realisasi ekspor beras me ncapai 7 juta
ton. Hal ini terjadi karena hanya separuh produksi beras Thailand yang
ditempati oleh Vietnam, dengan volume ekspor beras sebesar 5 juta ton.
Selanjutnya, Amerika Serikat dan India menempati urutan ketiga dan keempat,
dengan volume ekspor masingmasing sebesar 3,7 juta ton dan 3,5 juta ton,
kemudian disusul oleh Pakistan sebesar 2,8 juta ton (Outlook Tanaman Pangan,
dunia, namun bukan merupakan negara pengekspor beras. Hal ini terjadi karena
komparatif dalam memproduksi beras atau hanya dapat memproduksi beras dalam
jumlah yang relatif sedikit, sehingga untuk mencukupi kebutuhan pangan beras
Dari tabel 11 dapat dilihat bahwa dari volume beras yang diperdagangkan
di pasar internasional pada kurun waktu tahun 2001 hingga 2004 sebanyak 30 %
diserap oleh enam negara importir beras, yaitu Indonesia (9 %), Nigeria (6 %),
Philipina (4 %), Iraq (4 %), EU-25 ($ %). Total impor keenam negara tersebut
pada tahun 2001 adalah sebesar 24,4 juta ton dan terus mengalami peningkatan
sampai tahun 2003. Beras yang diimpor adalah total berbagai jenis beras yang
Pada tahun 2004, impor beras oleh negara- negara pengimpor cenderung
menurun, hal ini terlihat dari total impor beras yang dihasilkan oleh negara-negara
tersebut pada tahun 2004 hanya sebesar 25,1 juta ton yang menurun sebanyak 2
juta ton dibandingkan denga n tahun sebelumnya. Hal ini terjadi karena terjadi
75
Perkembangan harga beras domestik pada periode tahun 1995 hingga 2005
cenderung tidak stabil sejak awal krisis ekonomi pada Juli 1997. Para peneliti
Harga beras internasional atau harga beras dunia sangat bergantung pada
pasokan beras dari negara Thailand dan Vietnam karena kedua negara tersebut
Pada saat panen raya, harga beras di pasaran internasional akan cenderung
internasional akan cenderung meningkat. Trend harga beras di pasar dunia pada
dasawarsa 1974-1980 meningkat sebesar 1,85 persen per tahun, pada dasawarsa
1981-1990 sebesar 0,98 persen per tahun, dan pada dasawarsa 1991-2001
Pada tabel 12 terlihat bahwa mulai tahun 1997 harga beras internasional
cenderung menurun. Penurunan ini terkait erat dengan musim panen raya di
sejumlah negara penghasil beras seperti Thailand, Vietnam, dan Cina yang
76
1999). Hal ini mengakibatkan banyaknya beras yang masuk ke pasar dalam
negeri. Selain itu nilai tukar rupiah terhadap dollar menunjukkan tren yang
nilai rupiah melemah, maka harga beras internasional tetap lebih tinggi dari harga
0,182 US$/kg pada tahun 2003 menjadi 0,225 US$/kg. Selain itu harga beras
Rp.2.759.,00 menjadi Rp.2.795,00. Pada saat yang sama nilai tukar rupiah
mengindikasikan nilai rupiah yang melemah. Hal ini merupakan peluang bagi
Indonesia untuk melakukan ekspor beras sebagai implikasi dari harga beras
internasional yang meningkat dan nilai rupiah yang melemah, meskipun harga
77
beras domestik juga meningkat. Hal ini berlangsung hingga tahun 2005 sehingga
12000
HEt,HDt,ERt
10000
8000
6000
4000
2000
0
80
82
88
90
96
98
04
78
86
94
02
76
84
92
00
19
19
19
19
19
19
20
19
19
19
20
19
19
19
20
Tahun
harga beras di pasar dunia, tetapi dipengaruhi sepenuhnya oleh dinamika nilai
tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. Penurunan harga beras di pasar
pangan di pasar dunia tidak secara otomatis akan menurunkan harga komoditas
persentase kenaikan nilai tukar (persentase depresiasi nilai tukar) (Purwoto et al.,
2006).
78
Indonesia
metode Ordinary Least Square (OLS), maka pada bagian ini disajikan nilai-nilai
dan hasil pendugaan model secara keseluruhan yaitu koefisien determinasi (R2 ),
uji F, uji t statistik, uji multikolinier, dan uji korelasi. Selanjutnya dilakukan
dugaan serta nilai-nilai elastisit as yang relevan untuk setiap persamaan dalam
model.
menghasilkan estimasi nilai koefisien determinasi (R2 ) yang jauh lebih baik
daripada nilai koefisien determinasi (R2 ) yang dihasilkan pada bentuk model
Indonesia sangat baik, dimana memiliki nilai koefisien determinasi sebesar 98,6
% untuk persamaan produksi beras Indonesia. Nilai R2 sebesar 98,6 % pada model
antara variabel bebas (variabel eksogen) dengan variabel tak bebas (endogen).
Pengujian ini dapat dilakukan dengan melihat nilai P value pada Analysis of
Variance yaitu sebesar 0,000 yang menunjukkan bahwa variabel- variabel penjelas
yang ada di dalam model berpengaruh nyata pada taraf 0,01 secara bersama-sama
terhadap volume produksi beras Indonesia. Selain itu pengujian parameter dapat
pula dilakukan dengan melihat nilai F hitung model tersebut. Pada model tersebut
dihasilkan nilai F hitung sebesar 442,86 yaitu lebih besar dibanding nilai F tabel
sebesar 4,18 pada taraf nyata 0,01. Hal ini berarti bahwa secara bersama-sama
luas areal panen padi Indonesia, harga dasar gabah, pupuk urea, dan curah hujan
sebesar 1,66077. Nilai ini berada diantara dL (0,94) dan 4 - dU (1,51), dimana nilai
tersebut.
terlihat bahwa titik-titik galat yang ada tergambar segaris. Hal ini juga dibuktikan
dengan P value (0,15) yang lebih besar dari α (5 persen). Maka dapat dinyatakan
menyebar secara normal. Syarat lain yang harus dipenuhi dalam asumsi Ordinary
menyebar secara homogen. Dengan melihat grafik residual versus the fitted
values seperti yang terlihat dalam lampiran 4 dimana galat menyebar dan tidak
homogen.
Koefisie n regresi variabel luas areal panen padi Indonesia adalah sebesar
1,26647. Karena model persamaan dalam bentuk logaritma natural, maka nilai
variabel luas areal panen padi bernilai 1,26647 yang berarti bahwa peningkatan
Indonesia sebesar 1,26647 %. Nilai elastisitas tersebut bernilai lebih besar dari
satu, yang artinya perubahan pada luas areal panen padi responsif terhadap
perubahan produksi beras Indonesia karena perubahan sebesar satu persen pada
luas areal panen padi akan mengakibatkan perubahan sebesar lebih besar dari satu
persen pada produksi beras Indonesia. Tanda positif pada variabel luas areal
panen padi Indonesia sesuai denga n parameter dugaan yang diharapkan, karena
Hasil perhitungan P value variabel luas areal panen padi Indonesia bernilai
0,000 yang berarti berpengaruh nyata pada taraf 0,01 terhadap produksi beras
Indonesia. Hal tersebut menjelaskan bahwa luas areal panen padi Indonesia sangat
dengan kata lain luas areal panen padi Indonesia merupakan salah satu faktor
0,10423. Nilai tersebut menunjukkan nilai elastisitas variabel harga dasar gabah
bernilai 0,10423 yang berarti bahwa peningkatan harga dasar gabah sebesar 1 %
elastisitas tersebut bernilai lebih kecil dari satu, yang artinya perubahan pada
harga dasar gabah tidak responsif terhadap perubahan produksi beras Indonesia
karena perubahan sebesar satu persen pada harga dasar gabah akan
mengakibatkan perubahan sebesar lebih kecil dari satu persen pada produksi beras
Indonesia. Tanda positif pada nilai koefisien tersebut sesuai dengan nilai
dasar gabah yang melindungi petani, yaitu dengan meningkatkan harga dasar
gabah, maka petani akan meningkatkan produksi padi sehingga produksi beras
Hasil perhitungan P value variabel harga dasar gabah bernilai 0,000 yang
berarti berpengaruh nyata pada taraf 0,01 terhadap produksi beras Indonesia. Hal
meningkatkan harga dasar gabah, maka hal ini akan menjadi insentif bagi petani
tersebut menunjukkan nilai elastisitas variabel pupuk urea bernilai 0,16919 yang
elastisitas tersebut bernilai kurang dari satu, yang artinya perubahan pada
Indonesia karena perubahan sebesar satu persen pada penggunaan pupuk urea
akan mengakibatkan perubahan sebesar kurang dari satu persen pada produksi
83
beras Indonesia. Tanda positif pada variabel pupuk urea sesuai dengan parameter
dugaan yang diharapkan, dimana secara teori ketika penggunaan pupuk urea yang
merupakan input bagi beras meningkat, maka produksi beras akan meningkat.
Hasil perhitungan P value variabel pupuk urea bernilai 0,000 yang berarti
berpengaruh nyata pada taraf 0,01 terhadap produksi beras Indonesia. Hal tersebut
pengunaan pupuk urea merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi
tersebut menunjukkan nilai elastisitas variabel curah hujan bernilai 0,001546 yang
bernilai lebih kecil dari satu, yang artinya perubahan pada curah hujan rata-rata
sebesar satu persen pada curah hujan rata-rata akan mengakibatkan perubahan
sebesar lebih kecil dari satu persen pada produksi beras Indonesia. Tanda positif
pada variabel curah hujan sesuai dengan parameter dugaan yang diharapkan.
Hasil perhitungan P value variabel curah hujan bernilai 0,815 yang berarti
menjelaskan bahwa curah hujan tidak berpengaruh nyata terhadap penurunan atau
peningkatan produksi beras Indonesia, dengan kata lain curah hujan bukan
tidak terlalu bergantung pada curah hujan karena telah memiliki sistem irigasi
yang baik. Sistem irigasi ini telah mampu menyimpan air (cadangan air), sehingga
Square (OLS), maka pada bagian ini disajikan nilai-nilai dan hasil pendugaan
model secara keseluruhan yaitu koefisien determinasi (R2 ), uji F, uji t statistik, uji
implikasi ekonomi dari tanda dan besaran parameter dugaan serta nilai-nilai
natural menghasilkan estimasi nilai koefisien determinasi (R2 ) yang jauh lebih
baik daripada nilai koefisien determinasi (R2 ) yang dihasilkan pada bent uk model
beras Indonesia cukup baik, dimana memiliki nilai koefisien determinasi sebesar
71,0 % untuk persamaan ekspor beras Indonesia. Nilai R2 sebesar 71,0 % pada
dalam menjelaskan variabel endogennya sebesar 71,0 % dan sisanya sebesar 29,0
sama antara variabel bebas (variabel eksogen) dengan variabel tak bebas
(endogen). Pengujian ini dapat dilakukan dengan melihat nilai P value pada
variabel penjelas yang ada di dalam model berpengaruh nyata pada taraf 0,01
pengujian parameter dapat pula dilakukan dengan melihat nilai F hitung model
tersebut. Pada model tersebut dihasilkan nilai F hitung sebesar 15,28 yaitu lebih
besar dibanding nilai F tabel sebesar 4,18 pada taraf nyata 0,01. Hal ini berarti
bahwa secara bersama-sama produksi beras Indonesia, nilai tukar rupiah, harga
eceran beras/harga beras domestik, dan volume impor beras berpengaruh nyata
pada selang kepercayaan 99 persen. Hal ini menunjukkan bahwa variasi peubah-
faktor- faktor yang mempengaruhi volume ekspor beras Indonesia memiliki nilai
DW sebesar 1,69902. Nilai ini berada diantara dL (0,94) dan 4 - dU (1,51), dimana
tersebut. Hal ini berarti model tersebut telah memenuhi salah satu syarat yang
terdapat dalam metode kuadrat terkecil biasa atau Ordinary Least Square (OLS),
86
kovarian.
terlihat bahwa titik-titik galat yang ada tergambar segaris. Hal ini juga dibuktikan
dengan P value (0,15) yang lebih besar dari α (5 persen). Maka dapat dinyatakan
bahwa galat model faktor- faktor yang mempengaruhi volume ekspor beras
Indonesia menyebar secara normal. Syarat lain yang harus dipenuhi dalam asumsi
versus the fitted values seperti yang terlihat dalam lampiran 6 dimana galat
menyebar dan tidak membentuk pola tertentu, maka dapat disimpulkan bahwa
Nilai tersebut menunjukkan nilai elastisitas variabel produksi beras bernilai 9,063
volume ekspor beras Indonesia sebesar 9,063 %. Nilai elastisitas tersebut bernilai
lebih dari satu, yang artinya perubahan pada produksi beras responsif terhadap
perubahan volume ekspor beras Indonesia karena perubahan sebesar satu persen
pada produksi beras akan mengakibatkan perubahan sebesar lebih dari satu persen
pada volume ekspor beras Indonesia. Oleh karena itu perlu diupayakan
peningkatan produksi beras agar ekspor pun bisa meningkat. Tanda positif pada
diharapkan.
yang berarti berpengaruh nyata pada taraf 0,2 terhadap volume ekspor beras
Indonesia, dengan kata lain produksi merupakan salah satu faktor penting yang
Koefisien regresi variabel nilai tukar rupiah adalah sebesar 0,879. Nilai
tersebut menunjukkan nilai elastisitas variabel nilai tukar rupiah terhadap dollar
88
adalah 0,879 yang berarti bahwa peningkatan nilai tukar rupiah sebesar 1 % akan
tersebut bernilai kurang dari satu, yang artinya perubahan pada variabel nilai tukar
rupiah tidak responsif terhadap perubahan volume ekspor beras Indonesia karena
perubahan sebesar satu persen pada nilai tukar rupiah akan mengakibatkan
perubahan sebesar kurang dari satu persen pada volume ekspor beras Indonesia.
Tanda positif pada koefisien variabel nilai tukar rupiah sesuai dengan
parameter dugaan yang diharapkan, dimana secara teori meningkatnya nilai tukar
rupiah terhadap dollar yang berarti melemahnya nilai rupiah akan menyebabkan
ekspor beras pun akan meningkat. Selain itu dengan meningkatnya nilai tukar,
berarti daya saing produk negara Indonesia di pasar internasional lebih tinggi
adalah 0,539 yang berarti bahwa variabel nilai tukar rupiah tidak berpengaruh
secara nyata terhadap volume ekspor beras Indonesia. Hal ini berarti nilai tukar
Koefisien regresi harga beras domestik atau harga eceran beras adalah
sebesar -0,404. Nilai tersebut menunjukkan nilai elastisitas variabel harga beras
domestik atau harga eceran beras bernilai -0,404 yang artinya bahwa peningkatan
Indonesia sebesar -0,404 %. Nilai elastisitas tersebut bernilai kurang dari satu,
89
yang artinya perubahan pada harga beras domestik tidak responsif terhadap
perubahan volume ekspor beras Indonesia karena perubahan sebesar satu persen
pada harga beras domestik akan mengakibatkan perubahan sebesar kurang dari
Tanda negatif pada koefisien variabel harga beras domestik atau harga
beras eceran sesuai dengan parameter dugaan yang diharapkan. Hal tersebut
menjelaskan bahwa ketika harga beras domestik cenderung rendah atau menurun,
maka ekspor beras cenderung tinggi karena produsen beras atau pedagang akan
dalam negeri.
Hasil perhitungan P value variabel harga beras domestik atau harga beras
eceran bernilai 0,883 yang berarti tidak berpengaruh nyata terhadap volume
ekspor beras Indonesia. Hal ini berarti bahwa penurunan atau peningkatan pada
1,6297. Nilai tersebut menunjukkan nilai elastisitas variabel konsumsi beras per
kapita bernilai -1,6297 yang artinya bahwa peningkatan konsumsi beras per kapita
elastisitas tersebut bernilai lebih dari satu, yang artinya perubahan pada konsumsi
beras per kapita responsif terhadap perubahan volume ekspor beras Indonesia
karena perubahan sebesar satu persen pada konsumsi beras per kapita akan
90
mengakibatkan perubahan sebesar lebih dari satu persen pada volume ekspor
beras Indonesia.
Tanda negatif pada koefisien variabel konsumsi beras per kapita sesuai
ekspor beras dilakukan ketika terjadi surplus produksi. Ketika konsumsi per
0,000 yang berarti berpengaruh nyata pada taraf 0,01 terhadap volume ekspor
beras Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi beras per kapita
merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi volume ekspor beras
Indonesia.
1. Produksi beras Indonesia adalah jumlah total produksi beras di Indonesia yang
dinyatakan dalam satuan ton. Periode waktu yang digunakan adalah tahun
1976-2005.
2. Luas areal panen padi adalah luas areal panen padi yang dinyatakan dengan
3. Harga dasar gabah adalah kebijakan harga yang diterapkan oleh pemerintah
untuk melindungi petani, yang telah dideflasi (1995 = 100) dengan Indeks
Harga Konsumen (IHK) dinyatakan dalam satuan rupiah per kilogram (Rp/kg).
4. Pupuk urea dalam penelitian ini adalah jumlah pupuk urea yang digunakan
dalam usahatani padi, yang merupakan pupuk utama dalam produksi padi.
5. Curah hujan merupakan jumlah curah hujan rata-rata tiap tahun yang diwakili
oleh jumlah curah hujan di sentar produksi padi Indonesia, yaitu di pulau Jawa
yang dinyatakan dalam satuan mm per tahun (mm/tahun). Periode waktu yang
6. Volume Ekspor beras adalah jumlah seluruh beras yang di ekspor ke luar
negeri, tidak termasuk ekspor legal, dinyatakan dalam satuan ton. Periode
7. Nilai tukar rupiah terhadap dollar adalah perbandingan dari perubahan mata
uang terhadap mata uang negara lain, dinyatakan dalam satuan Rupiah per
Dollar Amerika (Rp/US$) . Periode waktu yang digunakan adalah tahun 1976-
2005.
8. Harga beras eceran adalah harga rata-rata beras di pasar domestik Indonesia
dinyatakan dalam satuan rupiah per kilogram (Rp/kg). Periode waktu yang
9. Konsumsi beras per kapita adalah rata-rata jumlah beras yang dikonsumsi oleh
7.1 Kesimpulan
areal panen padi Indonesia, harga dasar gabah, pupuk urea, dan curah hujan.
volume produksi beras Indonesia. Hasil analisis regresi menyatakan bahwa dari
nyata terhadap produksi beras Indonesia, yaitu luas areal panen padi Indonesia
(pada taraf 0,01), harga dasar gabah (0,01), dan pupuk urea (pada taraf 0,01).
produksi beras Indonesia, nilai tukar rupiah terhadap dollar, harga beras eceran,
dan konsumsi beras per kapita. Dari hasil perhitungan didapatkan bahwa semua
regresi menyatakan bahwa dari keempat variabel eksogen terdapat dua variabel
yaitu produksi beras Indonesia (pada taraf 0,2) dan konsumsi beras per kapita
(pada taraf 0,01). Sedangkan variabel eksogen yang tidak berpengaruh nyata
93
adalah nilai tukar rupiah terhadap dollar dengan nilai P value 0,539 dan harga
7.2 Saran
dengan memberikan subsidi pupuk bagi para petani dengan cara yang bijak dan
tepat sehingga tersedia dalam jumlah dan harga yang memadai, mengingat
pupuk urea merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi produksi
beras Indonesia. Selain itu menetapkan kebijakan harga dasar gabah yang
produksi padi Indonesia, sehingga produksi beras pun akan meningkat. Selain
3. Membina, menjaga, dan mengembangkan pasar ekspor beras yang sudah ada.
dengan metode two stage least square (2SLS) dengan menggunakan model
DAFTAR PUSTAKA
Amang Beddu dan M. Husein Sawit. 1999. Kebijakan Beras dan Pangan
Nasional. IPB Press: Jakarta.
Azziz, Arisf abdul. 2006. Analisis Impor Beras Serta Pengaruhnya Terhadap
Harga Beras Dalam Negeri. Skripsi. Jurusan Ilmu- ilmu Sosial Ekonomi
Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Badan Pusat Statistik 2000. Statistik Indonesia 1999. Badan Pusat Statistik.
Jakarta.
Doll, John, and Frank Orazem. 1984. Production Economic. USA: John Wiley
and Sons.
Kasryno, dkk. 2002. Ekonomi Padi dan Beras Indonesia. Bogor: Pusat Penelitian
dan Pengembangan Sosial Ekonomi.
Mardianto, Sudi, dan Mewa Ariano. 2004. Kebijakan Proteksi dan Komoditas
Beras di Asia dan Prospek Pengembangannya di Indonesia. Bogor: Pusat
Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi.
Outlook Komoditas Pertanian Tanaman Pangan. 2006. Pusat Data dan Informasi
Pertanian. Jakarta: Departemen Pertanian.
Purwoto, Adreng dkk. 2006. Korelasi Harga dan Derajat Integrasi Spasial
Antara Pasar Dunia dan Pasar Domestik untuk Komoditas Pangan Dalam
Era Liberalisasi Perdagangan (Kasus Propinsi Sulawesi Selatan). Bogor:
Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.
Rachman, dkk. 2004. Efisiensi dan Daya Saing Sistem Usahatani Padi. Bogor:
Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi.
96
Simbolon, John sri Cay. 2005. Analisis Integrasi Pasar Beras Domestik dengan
Pasar Beras Dunia dan Pengaruh Adanya Tarif Impor. Skripsi.
Departemen Sosial Ekonomi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Sumarno, 2006. Adakah Peluang untuk Ekspor Beras Bagi Indonesia. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Sinar tani Edisi 3-9 Mei
2006 No. 3148.
Suryana, Achmad dkk. 2001. Bunga Rampai Ekonomi Beras. Jakarta: LPEM-
FEUI.
Keterangan:
Keterangan:
Analysis of Variance
Source DF SS MS F P
Regression 4 1.54112 0.38528 442.86 0.000
Residual Error 25 0.02175 0.00087
Total 29 1.56287
Source DF Seq SS
ln-LPt 1 1.39423
ln-HGt 1 0.00950
ln-PU 1 0.13733
ln-CHt 1 0.00005
Unusual Observations
1) Uji Normalitas
60
50
40
30
20
10
1
-0.100 -0.075 -0.050 -0.025 0.000 0.025 0.050
RESI1
2) Uji Homoscedasticity
0.025
0.000
Residual
-0.025
-0.050
-0.075
-0.100
16.5 16.6 16.7 16.8 16.9 17.0 17.1 17.2 17.3 17.4
Fitte d V alue
102
Analysis of Variance
Source DF SS MS F P
Regression 4 488.49 122.12 15.28 0.000
Residual Error 25 199.87 7.99
Total 29 688.37
Source DF Seq SS
ln-PBt 1 334.28
ln-ERt 1 15.90
ln-HEt 1 3.19
ln-CPt 1 135.11
Unusual Observations
Indonesia
1) Uji Normalitas
60
50
40
30
20
10
1
- 5.0 - 2.5 0.0 2.5 5.0 7.5
RES I1
2) Uji Homoscedasticity
5.0
2.5
Residual
0.0
-2.5
-5.0
0 5 10 15
Fitte d Valu e