Anda di halaman 1dari 21

ALAM SEMESTA MEMANG DICIPTAKAN

Gagasan Kuno Abad 19: Alam Semesta Kekal


Gagasan yang umum di abad 19 adalah bahwa alam semesta merupakan kumpulan materi berukuran tak hingga yang telah
ada sejak dulu kala dan akan terus ada selamanya. Selain meletakkan dasar berpijak bagi paham materialis, pandangan ini
menolak keberadaan sang Pencipta dan menyatakan bahwa alam semesta tidak berawal dan tidak berakhir.
Materialisme adalah sistem pemikiran yang meyakini materi sebagai satu-satunya
keberadaan yang mutlak dan menolak keberadaan apapun selain materi. Berakar
pada kebudayaan Yunani Kuno, dan mendapat penerimaan yang meluas di abad 19,
sistem berpikir ini menjadi terkenal dalam bentuk paham Materialisme dialektika Karl
Marx.

Para penganut materalisme meyakini model alam semesta tak hingga sebagai dasar
berpijak paham ateis mereka. Misalnya, dalam bukunya Principes Fondamentaux de
Philosophie, filosof materialis George Politzer mengatakan bahwa “alam semesta
bukanlah sesuatu yang diciptakan” dan menambahkan: “Jika ia diciptakan, ia sudah
pasti diciptakan oleh Tuhan dengan seketika dan dari ketiadaan”.

Ketika Politzer berpendapat bahwa alam semesta tidak diciptakan dari ketiadaan, ia berpijak pada model alam semesta statis
abad 19, dan menganggap dirinya sedang mengemukakan sebuah pernyataan ilmiah. Namun, sains dan teknologi yang
berkembang di abad 20 akhirnya meruntuhkan gagasan kuno yang dinamakan materialisme ini.

Astronomi Mengatakan: Alam Semesta Diciptakan

Pada tahun 1929, di observatorium Mount Wilson California, ahli astronomi Amerika, Edwin Hubble membuat salah satu
penemuan terbesar di sepanjang sejarah astronomi. Ketika mengamati bintang-bintang dengan teleskop raksasa, ia
menemukan bahwa mereka memancarkan cahaya merah sesuai dengan jaraknya. Hal ini berarti bahwa bintang-bintang ini
“bergerak menjauhi” kita. Sebab, menurut hukum fisika yang diketahui, spektrum dari sumber cahaya yang sedang bergerak
mendekati pengamat cenderung ke warna ungu, sedangkan yang menjauhi pengamat cenderung ke warna merah.

Selama pengamatan oleh Hubble, cahaya dari bintang-bintang cenderung ke warna merah. Ini berarti bahwa bintang-bintang
ini terus-menerus bergerak menjauhi kita. Jauh sebelumnya, Hubble telah membuat penemuan penting lain. Bintang dan
galaksi bergerak tak hanya menjauhi kita, tapi juga menjauhi satu sama lain. Satu-satunya yang dapat disimpulkan dari suatu
alam semesta di mana segala sesuatunya bergerak menjauhi satu sama lain adalah bahwa ia terus-menerus
“mengembang”.

Agar lebih mudah dipahami, alam semesta dapat diumpamakan sebagai permukaan balon yang sedang mengembang.
Sebagaimana titik-titik di permukaan balon yang bergerak menjauhi satu sama lain ketika balon membesar, benda-benda di
ruang angkasa juga bergerak menjauhi satu sama lain ketika alam semesta terus mengembang.

Sebenarnya, fakta ini secara teoritis telah ditemukan lebih awal. Albert Einstein, yang diakui sebagai ilmuwan terbesar abad
20, berdasarkan perhitungan yang ia buat dalam fisika teori, telah menyimpulkan bahwa alam semesta tidak mungkin statis.
Tetapi, ia mendiamkan penemuannya ini, hanya agar tidak bertentangan dengan model alam semesta statis yang diakui luas
waktu itu. Di kemudian hari, Einstein menyadari tindakannya ini sebagai ‘kesalahan terbesar dalam karirnya’.
Apa arti dari mengembangnya alam semesta? Mengembangnya alam semesta berarti bahwa jika alam semesta dapat
bergerak mundur ke masa lampau, maka ia akan terbukti berasal dari satu titik tunggal. Perhitungan menunjukkan bahwa
‘titik tunggal’ ini yang berisi semua materi alam semesta haruslah memiliki ‘volume nol‘, dan ‘kepadatan tak hingga‘. Alam
semesta telah terbentuk melalui ledakan titik tunggal bervolume nol ini.

Ledakan raksasa yang menandai permulaan alam semesta ini dinamakan ‘Big Bang‘, dan teorinya dikenal dengan nama
tersebut. Perlu dikemukakan bahwa ‘volume nol‘ merupakan pernyataan teoritis yang digunakan untuk memudahkan
pemahaman. Ilmu pengetahuan dapat mendefinisikan konsep ‘ketiadaan‘, yang berada di luar batas pemahaman manusia,
hanya dengan menyatakannya sebagai ‘titik bervolume nol‘. Sebenarnya, ‘sebuah titik tak bervolume‘ berarti ‘ketiadaan‘.
Demikianlah alam semesta muncul menjadi ada dari ketiadaan. Dengan kata lain, ia telah diciptakan. Fakta bahwa alam ini
diciptakan, yang baru ditemukan fisika modern pada abad 20, telah dinyatakan dalam Alqur‘an 14 abad lampau: “Dia
Pencipta langit dan bumi” (QS. Al-An’aam, 6: 101)

Teori Big Bang menunjukkan bahwa semua benda di alam semesta pada awalnya adalah satu wujud, dan kemudian
terpisah-pisah. Ini diartikan bahwa keseluruhan materi diciptakan melalui Big Bang atau ledakan raksasa dari satu titik
tunggal, dan membentuk alam semesta kini dengan cara pemisahan satu dari yang lain.

Big Bang, Fakta Menjijikkan Bagi Kaum Materialis

Big Bang merupakan petunjuk nyata bahwa alam semesta telah ‘diciptakan dari ketiadaan‘, dengan kata lain ia diciptakan
oleh Allah. Karena alasan ini, para astronom yang meyakini paham materialis senantiasa menolak Big Bang dan
mempertahankan gagasan alam semesta tak hingga. Alasan penolakan ini terungkap dalam perkataan Arthur Eddington,
salah seorang fisikawan materialis terkenal yang mengatakan: “Secara filosofis, gagasan tentang permulaan tiba-tiba dari
tatanan Alam yang ada saat ini sungguh menjijikkan bagi saya”.

Seorang materialis lain, astronom terkemuka asal Inggris, Sir Fred Hoyle adalah termasuk yang paling merasa terganggu
oleh teori Big Bang. Di pertengahan abad 20, Hoyle mengemukakan suatu teori yang disebut steady-state yang mirip dengan
teori ‘alam semesta tetap‘ di abad 19. Teori steady-state menyatakan bahwa alam semesta berukuran tak hingga dan kekal
sepanjang masa. Dengan tujuan mempertahankan paham materialis, teori ini sama sekali berseberangan dengan teori Big
Bang, yang mengatakan bahwa alam semesta memiliki permulaan. Mereka yang mempertahankan teori steady-state telah
lama menentang teori Big Bang. Namun, ilmu pengetahuan justru meruntuhkan pandangan mereka.

Pada tahun 1948, Gerge Gamov muncul dengan gagasan lain tentang Big Bang. Ia mengatakan bahwa setelah
pembentukan alam semesta melalui ledakan raksasa, sisa radiasi yang ditinggalkan oleh ledakan ini haruslah ada di alam.
Selain itu, radiasi ini haruslah tersebar merata di segenap penjuru alam semesta. Bukti yang ‘seharusnya ada‘ ini pada
akhirnya diketemukan. Pada tahun 1965, dua peneliti bernama Arno Penziaz dan Robert Wilson menemukan gelombang ini
tanpa sengaja. Radiasi ini, yang disebut ‘radiasi latar kosmis‘, tidak terlihat memancar dari satu sumber tertentu, akan tetapi
meliputi keseluruhan ruang angkasa.

Demikianlah, diketahui bahwa radiasi ini adalah sisa radiasi peninggalan dari tahapan awal peristiwa Big Bang. Penzias dan
Wilson dianugerahi hadiah Nobel untuk penemuan mereka. Pada tahun 1989, NASA mengirimkan satelit Cosmic
Background Explorer. COBE ke ruang angkasa untuk melakukan penelitian tentang radiasi latar kosmis. Hanya perlu 8 menit
bagi COBE untuk membuktikan perhitungan Penziaz dan Wilson. COBE telah menemukan sisa ledakan raksasa yang telah
terjadi di awal pembentukan alam semesta. Dinyatakan sebagai penemuan astronomi terbesar sepanjang masa, penemuan
ini dengan jelas membuktikan teori Big Bang. Bukti penting lain bagi Big Bang adalah jumlah hidrogen dan helium di ruang
angkasa. Dalam berbagai penelitian, diketahui bahwa konsentrasi hidrogen-helium di alam semesta bersesuaian dengan
perhitungan teoritis konsentrasi hidrogen-helium sisa peninggalan peristiwa Big Bang. Jika alam semesta tak memiliki
permulaan dan jika ia telah ada sejak dulu kala, maka unsur hidrogen ini seharusnya telah habis sama sekali dan berubah
menjadi helium.

Segala bukti meyakinkan ini menyebabkan teori Big Bang diterima oleh masyarakat ilmiah. Model Big Bang adalah titik
terakhir yang dicapai ilmu pengetahuan tentang asal muasal alam semesta. Begitulah, alam semesta ini telah diciptakan oleh
Allah Yang Maha Perkasa dengan sempurna tanpa cacat “Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-
kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihtatlah berulang-ulang,
adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang.” (QS. Al-Mulk, 67:3)

Segala bukti meyakinkan sebagaimana dipaparkan ini telah menyebabkan teori Big Bang diterima oleh masyarakat ilmiah.
Model Big Bang adalah titik terakhir yang dicapai ilmu pengetahuan tentang asal muasal alam semesta. Begitulah, alam
semesta ini telah diciptakan oleh Allah Yang Maha Perkasa dengan sempurna tanpa cacat dari ketiadaan.
Dennis Sciama, yang selama bertahun-tahun bersama Fred Hoyle mempertahankan teori steady-state, yang berlawanan
dengan fakta penciptaan alam semesta, menjelaskan posisi akhir yang telah mereka capai setelah semua bukti bagi teori Big
Bang terungkap. Sciama menyatakan bahwa ia mempertahankan teori steady-state bukan karena ia menanggapnya benar,
melainkan karena ia berharap bahwa inilah yang benar.

Sciama selanjutnya mengatakan bahwa ketika bukti mulai bertambah, ia harus mengakui bahwa permainan telah usai dan
teori steady-state harus ditolak. Prof. George Abel dari universitas California juga menerima kemenangan akhir Big Bang dan
menyatakan bahwa bukti yang kini ada menunjukkan bahwa alam semesta bermula milyaran tahun silam melalui peristiwa
Big Bang. Ia mengakui bahwa ia tak memiliki pilihan kecuali menerima teori Big Bang.Dengan kemenangan Big Bang, mitos
‘materi kekal’ yang menjadi dasar berpijak paham materialis terhempaskan ke dalam tumpukan sampah sejarah. Lalu
keberadaan apakah sebelum Big Bang; dan kekuatan apa yang memunculkan alam semesta sehingga menjadi ‘ada’ dengan
ledakan raksasa ini saat alam tersebut ‘tidak ada’? Meminjam istilah Arthur Eddington, pertanyaan ini jelas mengarah pada
fakta yang ‘secara filosofis menjijikkan’ bagi kaum materialis, yakni keberadaan sang Pencipta. Filosof ateis terkenal Antony
Flew berkata tentang hal ini: “Sayangnya, pengakuan adalah baik bagi jiwa. Karenanya, saya akan memulai dengan
pengakuan bahwa kaum Ateis Stratonisian terpaksa dipermalukan oleh kesepakatan kosmologi zaman ini. Sebab,
tampaknya para ahli kosmologi tengah memberikan bukti ilmiah bahwa alam semesta memiliki permulaan. “

Banyak ilmuwan yang tidak secara buta menempatkan dirinya sebagai ateis telah mengakui peran Pencipta yang
Mahaperkasa dalam penciptaan alam semesta. Pencipta ini haruslah Dzat yang telah menciptakan materi dan waktu, namun
tidak terikat oleh keduanya. Ahli astrofisika terkenal Hugh Ross mengatakan: “Jika permulaan waktu terjadi bersamaan
dengan permulaan alam semesta, sebagaimana pernyataan teorema ruang, maka penyebab terbentuknya alam semesta
pastilah sesuatu yang bekerja pada dimensi waktu yang sama sekali tak tergantung dan lebih dulu ada dari dimensi waktu
alam semesta. Kesimpulan ini memberitahu kita bahwa Tuhan bukanlah alam semesta itu sendiri, Tuhan tidak pula berada di
dalam alam semesta.” Begitulah, materi dan waktu diciptakan oleh sang Pencipta yang tidak terikat oleh keduanya. Pencipta
ini adalah Allah, Dialah Penguasa langit dan bumi.

Big Bang, Ledakan Yang Memunculkan Keteraturan Sebenarnya, Big Bang telah menimbulkan masalah yang lebih besar
bagi kaum materialis daripada pengakuan Filosof ateis, Antony Flew. Sebab, Big Bang tak hanya membuktikan bahwa alam
semesta diciptakan dari ketiadaan, tetapi ia juga diciptakan secara sangat terencana, sistematis dan teratur. Big Bang terjadi
melalui ledakan suatu titik yang berisi semua materi dan energi alam semesta serta penyebarannya ke segenap penjuru
ruang angkasa dengan kecepatan yang sangat tinggi. Dari materi dan energi ini, munculah suatu keseimbangan luar biasa
yang melingkupi berbagai galaksi, bintang, matahari, bulan, dan benda angkasa lainnya. Hukum alam pun terbentuk yang
kemudian disebut ’hukum fisika’, yang seragam di seluruh penjuru alam semesta, dan tidak berubah. Hukum fisika yang
muncul bersamaan dengan Big Bang tak berubah sama sekali selama lebih dari 15 milyar tahun. Selain itu, hukum ini
didasarkan atas perhitungan yang sangat teliti sehingga penyimpangan satu milimeter saja dari angka yang ada sekarang
akan berakibat pada kehancuran seluruh bangunan dan tatanan alam semesta. Semua ini menunjukkan bahwa suatu
tatanan sempurna muncul setelah Big Bang.

Namun, ledakan tidak mungkin memunculkan tatanan sempurna. Semua ledakan yang diketahui cenderung berbahaya,
menghancurkan, dan merusak apa yang ada. Jika kita diberitahu tentang kemunculan tatanan sangat sempurna setelah
suatu ledakan, kita dapat menyimpulkan bahwa ada campur tangan ‘cerdas’ di balik ledakan ini, dan segala serpihan yang
berhamburan akibat ledakan ini telah digerakkan secara sangat terkendali. Sir Fred Hoyle, yang akhirnya harus menerima
teori Big Bang setelah bertahun-tahun menentangnya, mengungkapkan hal ini dengan jelas: “Teori Big Bang menyatakan
bahwa alam semesta berawal dari satu ledakan tunggal. Tapi, sebagaimana diketahui, ledakan hanya menghancurkan materi
berkeping-keping, sementara Big Bang secara misterius telah menghasilkan dampak yang berlawanan – yakni materi yang
saling bergabung dan membentuk galaksi-galaksi.”Tidak ada keraguan, jika suatu tatanan sempurna muncul melalui sebuah
ledakan, maka harus diakui bahwa terdapat campur tangan Pencipta yang berperan di setiap saat dalam ledakan ini.
Hal lain dari tatanan luar biasa yang terbentuk di alam menyusul peristiwa Big Bang ini adalah penciptaan ‘alam semesta
yang dapat dihuni’. Persyaratan bagi pembentukan suatu planet layak huni sungguh sangat banyak dan kompleks, sehingga
mustahil untuk beranggapan bahwa pembentukan ini bersifat kebetulan. Setelah melakukan perhitungan tentang kecepatan
mengembangnya alam semesta, Paul Davis, profesor fisika teori terkemuka, berkata bahwa kecepatan ini memiliki ketelitian
yang sungguh tak terbayangkan. Davis berkata: “Perhitungan jeli menempatkan kecepatan pengembangan ini sangat dekat
pada angka kritis yang dengannya alam semesta akan terlepas dari gravitasinya dan mengembang selamanya. Sedikit lebih
lambat dan alam ini akan runtuh, sedikit lebih cepat dan keseluruhan materi alam semesta sudah berhamburan sejak dulu.
Jelasnya, big bang bukanlah sekedar ledakan zaman dulu, tapi ledakan yang terencana dengan sangat cermat. “

Fisikawan terkenal, Prof. Stephen Hawking mengatakan dalam bukunya A Brief History of Time, bahwa alam semesta
dibangun berdasarkan perhitungan dan keseimbangan yang lebih akurat dari yang dapat kita bayangkan. Dengan merujuk
pada kecepatan mengembangnya alam semesta, Hawking berkata: “Jika kecepatan pengembangan ini dalam satu detik
setelah Big Bang berkurang meski hanya sebesar angka satu per-seratus ribu juta juta, alam semesta ini akan telah runtuh
sebelum pernah mencapai ukurannya yang sekarang.”Paul Davis juga menjelaskan akibat tak terhindarkan dari
keseimbangan dan perhitungan yang luar biasa akuratnya ini: “Adalah sulit menghindarkan kesan bahwa tatanan alam
semesta sekarang, yang terlihat begitu sensitif terhadap perubahan angka sekecil apapun, telah direncanakan dengan
sangat teliti. Kemunculan serentak angka-angka yang tampak ajaib ini, yang digunakan alam sebagai konstanta-konstanta
dasarnya, pastilah menjadi bukti paling meyakinkan bagi keberadaan desain alam semesta.”

Berkenaan dengan kenyataan yang sama ini, profesor astronomi Amerika, George Greenstein menulis dalam bukunya The
Symbiotic Universe: “Ketika kita mengkaji semua bukti yang ada, pemikiran yang senantiasa muncul adalah bahwa kekuatan
supernatural pasti terlibat.”

Singkatnya, saat meneliti sistem mengagumkan di alam semesta, akan kita pahami bahwa keberadaan dan cara kerjanya
bersandar pada keseimbangan yang sangat sensitif dan tatanan yang terlalu kompleks untuk dijelaskan oleh peristiwa
kebetulan. Sebagaimana dimaklumi, tidaklah mungkin keseimbangan dan tatanan luar biasa ini terbentuk dengan sendirinya
dan secara kebetulan melalui suatu ledakan besar. Pembentukan tatanan semacam ini menyusul ledakan seperti Big Bang
adalah satu bukti nyata adanya penciptaan supernatural.

Rancangan dan tatanan tanpa tara di alam semesta ini tentulah membuktikan keberadaan Pencipta, beserta Ilmu,
Keagungan dan Hikmah-Nya yang tak terbatas, Yang telah menciptakan materi dari ketiadaan dan Yang berkuasa
mengaturnya tanpa henti. Sang Pencipta ini adalah Allah, Tuhan seluruh sekalian alam.

Sumber: http://edy.blogsome.com/2006/05/13/astronomi-modern-mengungkap-fakta-penciptaan-alam-semesta/trackback/

PENCIPTAAN ALAM SEMESTA


Asal mula alam semesta digambarkan dalam Al Qur'an pada ayat berikut:
"Dialah pencipta langit dan bumi." (Al Qur'an, 6:101)
Keterangan yang diberikan Al Qur'an ini bersesuaian penuh dengan penemuan ilmu pengetahuan
masa kini. Kesimpulan yang didapat astrofisika saat ini adalah bahwa keseluruhan alam semesta,
beserta dimensi materi dan waktu, muncul menjadi ada sebagai hasil dari suatu ledakan raksasa
yang tejadi dalam sekejap. Peristiwa ini, yang dikenal dengan "Big Bang", membentuk
keseluruhan alam semesta sekitar 15 milyar tahun lalu. Jagat raya tercipta dari suatu ketiadaan
sebagai hasil dari ledakan satu titik tunggal. Kalangan ilmuwan modern menyetujui bahwa Big
Bang merupakan satu-satunya penjelasan masuk akal dan yang dapat dibuktikan mengenai asal
mula alam semesta dan bagaimana alam semesta muncul menjadi ada.
Sebelum Big Bang, tak ada yang disebut sebagai materi. Dari kondisi ketiadaan, di mana materi,
energi, bahkan waktu belumlah ada, dan yang hanya mampu diartikan secara metafisik,
terciptalah materi, energi, dan waktu. Fakta ini, yang baru saja ditemukan ahli fisika modern,
diberitakan kepada kita dalam Al Qur'an 1.400 tahun lalu.
Sensor sangat peka pada satelit ruang angkasa COBE yang diluncurkan NASA pada tahun 1992
berhasil menangkap sisa-sisa radiasi ledakan Big Bang. Penemuan ini merupakan bukti terjadinya peristiwa Big Bang, yang
merupakan penjelasan ilmiah bagi fakta bahwa alam semesta diciptakan dari ketiadaan.
MERAIH BATAS PANDANG ALAM SEMESTA (WINARDI SUTANTYO)
PADA Maret 2004 suatu tim astronom di European Southern Observatory yang dipimpin Roser Pell�n Daniel Schaerer
mengumumkan penemuan galaksi yang terjauh, yaitu Abell 1835 IR1916. Jarak galaksi tersebut 13,23 miliar tahun cahaya
(satu tahun cahaya adalah jarak yang ditempuh cahaya dalam satu tahun; satu detik cahaya adalah 300.000 kilometer).
Pertanyaan yang muncul, bagaimana astronom dapat mengetahui jarak galaksi tersebut" Seberapa jauh kita dapat melihat
alam semesta ini" Dan apa yang dapat kita lihat pada jarak terjauh itu ?

GALAKSI terjauh, Abell 1835 IR1916 (dalam lingkaran), terletak pada jarak 13,23 miliar tahun cahaya (foto dari European
Southern Observatory atau ESO). Metode penentuan jarak bintang yang paling sederhana adalah metode paralaks
trigonometri. Akibat perputaran Bumi mengitari Matahari, maka bintang-bintang yang dekat tampak bergeser letaknya
terhadap latar belakang bintang-bintang yang jauh. Dengan mengukur sudut pergeseran itu (disebut sudut paralaks), dan
karena kita tahu jarak Bumi ke Matahari, maka jarak bintang dapat ditentukan.
Sudut paralaks ini sangat kecil hingga cara ini hanya bisa digunakan untuk bintang-bintang yang jaraknya relatif dekat, yaitu
hanya sampai beberapa ratus tahun cahaya (bandingkan dengan diameter galaksi kita yang 100.000 tahun cahaya, dan
jarak galaksi Andromeda yang dua juta tahun cahaya). Ada metode lain yang dapat meraih jarak lebih jauh, yaitu metode
fotometri.

Bayangkan pada suatu malam yang gelap Anda melihat sebuah lampu di kejauhan. Anda diminta menentukan jarak lampu
itu. Ini dapat Anda lakukan asalkan Anda tahu berapa watt daya lampu itu. Dalam istilah astronomi daya sumber cahaya
disebut luminositas, yaitu energi yang dipancarkan sumber setiap detik. Jarak ditentukan dengan menggunakan prinsip
inverse-square law, artinya terang sumber cahaya yang kita lihat sebanding terbalik dengan jarak kuadrat. Suatu lampu yang
jaraknya kita jauhkan dua kali, cahayanya akan tampak lebih redup empat kali.
Ada benda-benda langit yang luminositasnya dapat diketahui. Ini disebut sebagai lilin penentu jarak (standard candle). Salah
satu lilin penentu jarak adalah bintang-bintang variabel Cepheid yang berubah cahayanya dengan irama tetap (periodik).
Perubahan cahaya itu disebabkan karena bintang itu berdenyut. Makin panjang periode (selang waktu antara) denyutan,
makin terang bintang itu.

Sifat tersebut ditemukan oleh astronom wanita Henrietta Leavitt pada tahun 1912. Jadi, luminositas bintang dapat ditentukan
dengan cara mengukur periode denyutannya. Variabel Cepheid merupakan bintang yang sangat terang, hingga beberapa
puluh ribu kali matahari, karena itu dapat digunakan untuk menentukan jarak galaksi lain.

Ada lilin penentu jarak yang jauh lebih terang lagi, yaitu Supernova Type Ia. Ini bintang meledak, terangnya telah dikalibrasi
sekitar 10 miliar kali matahari. Ini lilin penentu jarak yang sangat penting karena bisa digunakan untuk menentukan jarak
galaksi-galaksi yang sangat jauh. Studi tentang Supernova Type Ia ini intensif dilakukan sekarang.

ALAM SEMESTA. Sebuah mobil ambulans bergerak sambil membunyikan sirene. Bila mobil itu sedang mendekati kita,
maka suara lengking sirene itu bernada tinggi. Tetapi bila mobil melewati kita dan bergerak menjauh, nada lengking menjadi
rendah. Ini disebut efek Doppler. Bunyi adalah peristiwa gelombang. Pada saat sumber bunyi mendekat, waktu getarnya
(frekuensinya) bertambah, maka nadanya terdengar tinggi. Tetapi bila sumber bunyi menjauh, waktu getarnya merendah.

Cahaya merupakan gelombang elektromagnet. Cahaya yang waktu getarnya cepat berwarna biru, yang waktu getarnya
lambat berwarna merah. Efek Doppler juga berlaku untuk cahaya. Sebuah sumber cahaya akan tampak lebih biru bila benda
tadi bergerak mendekat dan lebih merah bila menjauh.

Vesto Slipher di Observatorium Lowell, Amerika, pada tahun 1920 menunjukkan bahwa garis spektrum galaksi-galaksi yang
jauh bergeser ke arah merah. Ini disebut pergeseran merah atau red shift. Artinya, galaksi-galaksi itu semuanya bergerak
menjauhi kita. Dengan mengukur besar pergeseran merah itu kecepatan menjauh galaksi-galaksi itu dapat diukur.

Pada tahun 1929 Edwin Hubble di Observatorium Mount Wilson, Amerika, mendapatkan adanya hubungan antara kecepatan
menjauh itu dan jarak galaksi. Makin jauh suatu galaksi, makin besar kecepatannya. Hubble mendapatkan hubungan itu linier
dan menuliskannya dalam rumus V = H D dengan V = kecepatan menjauh, D = jarak galaksi dan H disebut tetapan Hubble.
Dengan rumus Hubble itu dapat diperoleh bahwa semua galaksi itu dulu menyatu di suatu titik. Kapan ? Waktunya adalah t =
D / V atau t = 1 / H. Pada waktu itulah terjadi big bang atau ledakan besar yang membentuk alam semesta ini.

Harga t inilah yang kita sebut sebagai umur alam semesta. Dengan mengukur tetapan Hubble H, maka umur alam semesta
dapat ditentukan, yaitu sekitar 13-15 miliar tahun. Taksiran terbaik adalah 13,7 miliar tahun. Ini juga cocok dengan umur
bintang-bintang tua di globular cluster (gugus bintang bola) yang ditentukan dari teori evolusi bintang, yaitu 12-13 miliar
tahun.

Penemuan Hubble ini menunjukkan bahwa alam semesta kita ini sekarang mengembang. Pengembangan alam semesta dan
Hukum Hubble dapat dijelaskan oleh model alam semesta Friedmann. Sebenarnya sifat alam semesta yang tidak statis ini
sudah diperoleh Einstein ketika mengembangkan Teori Relativitas Umum-nya. Namun, Einstein dan banyak ahli fisika lainnya
tidak memercayainya. Hanya Alexander Friedmann, seorang ahli fisika dan matematika Rusia, mengembangkan modelnya
berdasarkan solusi non-static pada Teori Relativitas Umum Einstein. Ia memprediksi kemungkinan alam semesta yang
mengembang pada tahun 1922, tujuh tahun sebelum Hubble menemukan hukumnya.

Dengan menggunakan hukum Hubble ini, galaksi yang dapat ditentukan pergeseran merah atau red shift-nya (dengan kata
lain kecepatan menjauhnya), maka jaraknya dapat ditentukan. Galaksi Abell 1835 IR1916 pada awal tulisan ini, yang
merupakan galaksi yang terjauh, ditentukan jaraknya dengan cara ini. Garis spektrum yang berasal dari hidrogren (disebut
Lyman-alpha) di galaksi ini yang seharusnya berada di warna ultraviolet bergeser ke warna inframerah.

Jarak galaksi itu 13,23 miliar tahun cahaya. Bila alam semesta ini berumur 13,7 miliar tahun, berarti kita melihat galaksi itu
hanya 470 juta tahun setelah big bang, sewaktu umur alam semesta baru 3,4 persen dari umurnya sekarang. Bila kita
umpamakan alam semesta ini kakek berumur 80 tahun, yang kita lihat adalah balita berumur 2,5 tahun.
BOLA TERJAUH. Seberapa jauh kita dapat melihat alam semesta" Pertama kita pahami dulu bagaimana posisi kita melihat
masa lalu alam semesta. Imajinasikan kita berdiri di suatu titik dalam alam semesta. Kemudian kita bayangkan suatu bola
dengan kita sebagai pusat. Katakan radius bola itu 1.000 tahun cahaya. Maka bila kita melihat benda yang berada di
permukaan bola itu, berarti kita melihat benda itu pada keadaan 1.000 tahun yang lalu. Ini karena cahaya yang kita lihat (atau
informasi yang kita terima) dari benda itu berangkat dari sana 1.000 tahun yang lalu.

Kita bisa membuat bola lain, kita tetap sebagai pusat, dan radius bola kita ambil jauh lebih besar, misalnya sejuta tahun
cahaya. Kalau kita bisa melihat benda yang berada di permukaan bola itu, di mana pun arahnya, berarti kita melihat ke masa
sejuta tahun yang lalu. Begitu seterusnya kita bisa membuat bola-bola histori alam semesta. Makin besar bola itu, makin jauh
kita melihat ke masa silam.

Umur alam semesta ditaksir sekitar 13,7 miliar tahun. Maka benda terjauh yang bisa kita lihat adalah benda yang terletak di
permukaan bola yang radiusnya dari kita 13,7 miliar tahun cahaya. Itulah bola terbesar yang bisa kita buat. Apa yang bisa
kita lihat di situ ?

Kita tengok sebentar peristiwa sehari-hari. Pada siang hari yang berawan kita melihat langit berwarna putih. Kita tidak bisa
melihat matahari yang berada di balik awan itu. Ini disebabkan karena partikel uap air di awan menyebarkan cahaya
matahari. Ibaratnya, cahaya matahari "dipingpong" ke sana kemari oleh partikel uap air (disebut penyebaran Mie). Dengan
begitu, kita kehilangan informasi tentang arah sumber cahaya itu, yaitu matahari. Tetapi bila ada pesawat terbang yang
terbang di bawah awan, kita bisa melihatnya. Jadi, ruang di antara kita dan awan transparan, sedangkan awan tidak
transparan.

Kembali ke alam semesta. Tak lama setelah big bang terjadi, alam semesta dihuni oleh partikel cahaya atau radiasi (photon),
inti-inti atom ringan (yang terdiri dari proton dan neutron) dan elektron bebas. Elektron bebas bersifat menyebarkan cahaya
(photon), sama seperti partikel uap air di dalam awan tadi. Jadi pada saat itu alam semesta tidak transparan, karena cahaya
atau radiasi di situ "dipingpong" oleh elektron (disebut penyebaran Compton), mirip yang terjadi pada awan pada analogi di
atas.

Akan tetapi, sekitar 400.000 tahun setelah big bang, proton dan elektron bergabung membentuk atom hidrogen netral.
Jumlah elektron bebas berkurang. Karena partikel penyebarnya (elektron) berkurang, maka penyebaran cahaya atau radiasi
juga berkurang. Jadi, alam semesta sekitar 400.000 tahun setelah big bang menjadi transparan.

Permukaan bola pada jarak 400.000 tahun setelah big bang disebut "permukaan penyebaran terakhir" atau surface of last
scattering. Kalau kita melihat ke surface of last scattering (berarti ke masa 400.000 tahun setelah big bang), ibaratnya kita
melihat ke awan pada analogi di atas. Yang di balik itu tidak dapat kita lihat karena alam semesta waktu itu tidak transparan.
Alam semesta mulai dari surface of last scattering hingga kita transparan. Dari surface of last scattering itu kita melihat
radiasi yang berasal dari big bang yang dikenal sebagai latar belakang gelombang mikrokosmik atau cosmic microwave
background disingkat CMB.

PENGAMATAN CMB. Pada tahun 1948, ahli astrofisika kelahiran Rusia, George Gamow, mengemukakan bila kita melihat
cukup jauh ke alam semesta, maka kita akan melihat radiasi latar belakang sisa dari big bang. Gamow menghitung bahwa
setelah menempuh jarak yang sangat jauh, radiasi itu akan teramati dari Bumi sebagai radiasi gelombang mikro.

Pada tahun 1965, Arno Penzias dan Robert Wilson sedang mencoba antena telekomunikasi milik Bell Telephone Laboratory
di Holmdel, New Jersey. Mereka dipusingkan oleh adanya desis latar belakang yang mengganggu. Mereka mengecek antena
mereka, membersihkan dari tahi burung, tetapi desis itu tetap ada. Mereka belum menyadari desis yang mereka dengar itu
berasal dari tepi jagat raya.

Penzias dan Wilson menelepon astronom radio Robert Dicke di Universitas Princeton untuk minta pendapat bagaimana
mengatasi masalah itu. Dicke segera menyadari apa yang didapat kedua orang itu. Segera setelah itu dua makalah
dipublikasikan di Astrophysical Journal. Satu oleh Penzias dan Wilson yang menguraikan penemuannya, satu oleh Dicke dan
timnya yang memberikan interpretasi. Penzias dan Wilson memperoleh Hadiah Nobel untuk Fisika pada tahun 1978.

Penemuan CMB itu dikukuhkan oleh satelit Cosmic Background Explorer (Cobe) milik Badan Antariksa Amerika Serikat
(NASA). Pengukuran oleh satelit Cobe itu menunjukkan temperatur CMB yang hanya 2,725 derajat Kelvin (nol derajat
Celsius sama dengan 273 derajat Kelvin). Satelit Cobe memetakan radiasi itu di segala arah dan ternyata semuanya uniform
sampai ketelitian satu dibanding 10.000. Kalau kita mempunyai mata yang peka pada CMB, maka langit seperti dilabur putih,
sama di semua arah, mulus sempurna, tidak ada noda-nodanya. Ini sesuai dengan prinsip dasar kosmologi bahwa alam
semesta ini isotropik dan homogen; seragam di semua arah. Yang kita lihat adalah surface of last scattering.

Sedemikian seragamnya CMB hingga hanya alat yang sangat sensitif dapat melihat adanya fluktuasi atau ketidakseragaman
pada CMB. Untuk itu, NASA telah meluncurkan satelit antariksanya, Wilkinson Microwave Anisotropy Probe (WMAP), yang
lebih cermat daripada Cobe untuk mempelajari fluktuasi itu. Dengan mempelajari fluktuasi itu, diharapkan kita dapat
mengetahui asal mula galaksi-galaksi dan struktur skala besar alam semesta dan mengukur parameter-parameter penting
dari big bang.
Sumber : Kompas (30 April 2005)
SALAH SATU FENOMENA TENTANG ASAL-USUL JAGAD RAYA/ALAM SEMESTA (Widia Nursiyanto)

PENDAHULUAN
Sebagai anggota dari keluarga besar BPK Penabur yang
memiliki motto : " Iman, Ilmu dan Pelayanan ", bagaimanakah
sikap kita terhadap misteri asal-usul jagad raya? Mungkin
dibenak kita telah dipenuhi oleh pertanyaan mendasar yang
selalu mengusik kita. Bagaimana dan mengapa jagad raya
terjadi? Apakah jagad raya ini dapat berakhir ataukah kekal ?
Bila jagad raya memiliki awal, maka bagaimanakah keadaan
sebelum awal jagad raya ?

Ada 2 kelompok ilmuwan yang menyelidiki asal usul jagad


raya yaitu kelompok yang memakai pendekatan agama dan
kelompok yang memakai pendekatan berdasarkan data yang
diperoleh.

Kelompok ilmuan yang memakai pendekatan agama mempercayai bahwa jagad raya ini diciptakan dan berumur masih
muda. Alasan yang dikemukakan adalah evolusi budaya dan teknologi terbukti berkembangnya belum lama. Jika umur jagad
raya ini sudah tua sekali, keadaan dunia tentunya akan lebih maju dibandingkan dengan apa yang dimiliki sekarang. Karena
pada dasarnya perkembangan teknologi berjalan dengan cepat sekali. Alasan lain adalah tipisnya lapisan debu di bulan. Jika
jagad raya terjadi bilyunan tahun yang lalu, lapisan debu di bulan pasti sudah setinggi gunung, namun pada kenyataannya
tidak demikian.

Sedangkan kelompok yang memakai pendekatan berdasarkan data yang diperoleh, tidak menyukai ide penciptaan. Menurut
mereka hal penciptaan selalu dihubungkan dengan mitos dewa-dewi. Mereka percaya bahwa jagad raya telah ada dan tetap
akan ada selamanya, dengan kata lain jagad raya tidak memiliki asal-usul. Kelompok ini dipelopori oleh seorang filsuf
berkebangsaan Yunani bernama Aristoteles.

Kedua kelompok tersebut di atas (para fisikawan) sampai saat ini masih terus bergelut mencari jawab. Mereka berharap
dapat mengungkap rahasia asal-usul jagad raya ini walaupun hanya secuil.

PERKEMBANGAN HIPOTESA JAGAD RAYA


Pada mulanya para ilmuan berpijak pada hipotesa bahwa jagad raya tidak mengembang (statis). Namun dengan berjalannya
waktu, pandangan tersebut mulai berubah sejak diperkenalkannya hukum gravitasi Newton. Hukum gravitasi Newton mampu
menjelaskan secara tepat gerakan benda termasuk benda-benda langit seperti bumi, bulan dan planet.

Penemu planet Uranus bernama William Herschel mempublikasikan hasil penelitiannya tentang bintang kembar pada tahun
1782. Ternyata interaksi antar bintang pun menuruti hukum gravitasi Newton. Bila jagad raya statis maka seluruh bintang
dijagad raya ini saling tarik menarik sehingga akan terbentuk satu massa yang sangat besar sekali. Nyatanya hal ini tidak
terjadi. Dengan demikian penemuan ini memperkuat dukungan bahwa sebenarnya jagad raya tidak statis.

Pada saat Einstein memperkenalkan teori relativitas umum pada tahun 1917, kepercayaan tentang keberadaan jagad raya
statik masih berlangsung. Oleh karena itu, Einstein memodifikasi teorinya dengan menambahkan satu suku yang dikenal
dengan konstanta kosmologi. Konstanta ini merupakan gaya antigravitasi yang bersifat mengimbangi gaya gravitasi sehingga
menghasilkan solusi untuk jagad raya statik. Akhirnya ia sadar bahwa hal ini merupakan suatu tindakan yang paling bodoh
yang ia perbuat selama hidupnya.

Hipotesa lain yang menentang bahwa jagad raya statis adalah teori entropi. Menurut teori entropi, jagad raya ini mempunyai
umur (asal-usul) dan makin lama makin kacau.Hipotesa ini membuat hipotesa jagad raya statis semakin pudar. Bila umur
jagad raya ini dianggap sudah tua sekali, maka keadaan sekarang pasti sudah kacau. Ternyata keadaan jagad raya sampai
saat ini cukup teratur, berarti umur jagad raya masih muda.

BIG BANG
Sebuah revolusi telah terjadi, jagad raya ternyata tidak tinggal diam (statik) tetapi
mengembang. Fakta ini menjadi landasan dari kosmologi modern. Astronom Amerika
Serikat bernama Edwin Hubble, pada tahun 1929 mempublikasikan salah satu kertas
kerjayang menyatakan bahwa galaksi-galaksi bergerak menjauhi kita sebanding dengan
jarak galaksi dengan kita. Pernyataan ini dikenal sebagai hukum Hubble yang ditulis
sebagai berikut : v = Hor dengan Ho : suatu konstanta yang disebut konstanta Hubble.
Jarak antara benda-benda langit makin lama makin jauh satu dengan yang lainnya.
Pengamat di bumi melihat bahwa semua benda langit bergerak menjauhi bumi.

Bayangkan sebuah bola berjari-jari r dengan seorang pengamat pada titik O. Kita anggap
bahwa gerakan galaksi pada permukaan bola adalah akibat dari gaya gravitasi di dalam
bola. Diluar bola gaya gravitasi saling menghilangkan (anggapan ini telah dibuktikan
melalui teori relativitas Einstein untuk jagad raya yang tak berhingga).

Anggap m adalah massa dari suatu galaksi pada permukaan bola dan anggap M adalah
massa total galaksi pada permukaan bola. Jika adalah kerapatan materi di dalam bola

pada waktu sekarang maka,


Jika tidak ada gaya lain selain gaya gravitasi, maka energi total dari massa m itu adalah: E = 1mv2 - GMm 2 r dengan v
adalah kecepatan galaksi. Energi ini dapat bernilai positif, negatif atau nol tergantung pada harga v. Jika E positif, galaksi M
akan terus bergerak menjauh selamanya dari pengamat O dan akan mencapai titik tak terhingga. Jika E negatif maka sistem
akan terikat, galaksi m akan tertarik kembali ke titik O. Jika E sama dengan nol, maka galaksi akan terus menjauhi titik O
dengan kecepatan yang makin lama makin kecil dan akan mencapai nol di titik tak berhingga.

Kesimpulan mengenai kemungkinan berbagai harga E ini berlaku juga bagi semua pengamat selain di bumi. Sehingga kita
bisa simpulkan bahwa jika E positif jagad raya akan terus berkembang, sedangkan jika E negatif jagad raya ini akan berhenti
mengembang dan runtuh.

Karena v = Hor, jika E = 0 maka, dengan kata lain jika kerapatan jagad raya ini sebesar jagad raya hampir terikat,
dan akan terus mengembang sampai tak berhingga.

Situasi yang sama terjadi ketika kita melemparkan benda ke atas. Jika kecepatan yang kita berikan tinggi sekali, maka benda
tersebut bisa tidak kembali lagi ke bumi. Tetapi kalau kecepatannya kecil maka setelah mencapai ketinggian tertentu benda
akan balik ke bumi.

Penentuan ini merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan. Orang mencoba menghitung dengan mengambil suatu
ruang volume tertentu lalu menghitung massa galaksi (bintang-bintang) di dalamnya. Perhitungan massa galaksi dapat
dilakukan dengan menghitung pengaruh gravitasi dari galaksi terdekat. Misalnya jika 2 galaksi mengorbit satu sama lain, jika
jarak dan kecepatannya diketahui maka dengan menggunakan rumus Keppler kita bisa memperoleh besar massa dari
galaksi tersebut. Perhitungan ternyata hanya 10 sampai 20% dari harga . Hal ini menyimpulkan bahwa jagad raya tidak
mengembang. Namun para kosmologis tidak putus asa, mereka mengganggap bahwa di jagad raya ini pasti ada materi yang
tidak terlihat (dark matter) yang membuat jagad raya lebih padat sehingga cocok dengan kenyataan bahwa jagad raya ini
mengembang.

Kelihatannya ini terlalu dipaksakan, namun orang sudah melihat sedikit titik terang tentang keberadaan dark matter ini. Ada
bermacam kandidat untuk dark matter ini diantaranya adalah : magnetik monopol (jika ada), black hole (jika banyak), neutrino
(jika bermassa).Hal ini masih menjadi perdebatan sengit di kalangan ilmuwan.

Jika jagad raya ini mengembang, maka pada waktu lampau alam semesta ini sesungguhnya berasal dari satu pusat yang
sangat padat. Pada suatu ketika pusat ini meledak dan mulai mengembang. Ledakan ini disebut "big bang".

Sekarang mari kita hitung secara kasar kapan terjadinya big bang itu. Anggap bahwa jagad raya dari semenjak terjadinya big
bang sampai mengembang, memiliki kecepatan yang tetap (percepatan nol). Jika jarak galaksi terjauh adalah r dan big bang
terjadi pada waktu To dari sekarang, maka besarnya To dapat dicari dengan rumus Hubble sebagai berikut : v = Hor r = Hor
To To = 1 Ho Perkiraan dari harga ini adalah sekitar 10 sampai 15 bilyun tahun.

Jika ide big bang ini benar, maka pada mulanya setelah terjadi ledakan suhu jagad raya mulai turun, lalu terbentuk hidrogen,
helium dan atom-atom lain. Atom-atom ini kemudian bergabung menjadi materi yang disebut galaksi.

Semua�ini �masih �merupakan �asumsi.�Masih�dibutuhkan �banyak�sekali �penelitian �untuk �menganggap �big�bang


sebagai�suatu�teori�yang�baik�dalam�mengungkap�tabir�asal-usul�jagad�raya.

BIG BANG.
Big Bang bukan benturan antara benda luar angkasa dan membentuk tata surya. Big Bang merupakan salah satu teori
tentang awal pembentukan jagat raya. Teori ini menyatakan bahwa jagat raya dimulai dari satu ledakan besar dari materi
yang densitasnya luar biasa besar. Impilikasinya jagat raya punya awal dan akhir. Teori ini terus-menerus dibuktikan
kebenarannya melalui sejumlah penemuan, dan diterima oleh sebagian besar astrofisikawan masa kini.
Teori lainnya, yang beseberangan dengan teori Big Bang ini, adalah Steady State, yang menyatakan alam sesmesta tidak
punya awal dan akhir. It is always the same (on average)

BINTANG

A.�����Pengertian
Adalah benda angkasa yang mempunyai cahaya sendiri dan terdiri atas gas pijar.
Matahari merupakan salah satu bintang biasa berukuran sedang dari kira-kira 1020 bintang yang ada di jagad raya.
Matahari adalah bintang yang paling dekat dengan bumi (jaraknya 150 juta km). Bintang kedua yang terdeka dari bumi
adalah Alpha Centa (jaraknya 48.000 miliar km).

B. Magnitudo dan Pengukuran Jarak Bintang


 Magnitudo bintang adalah ukuran tingkat terang / kecerahan sebuah bintang. Ada 2 macam magnitudo yaitu :
1. Magnitudo semu, dan
2. Magnitudo mutlak atau magnitudo absolut.

1. Magnitudo semu
 Magnitudo semu sebuah bintang adalah kecerahan sebuah bintang yang dilihat oleh pengamat di bumi.
 Hipparchus adalah pengamat bintang-bintang yang sangat terkenal, ia adalah seorang astronom dan matematikawan
Yunani purbakala. Ia telah menyusun urutan magnitudo semu bintang-bintang dari skala 1 s/d 6.
 Skala Hipparchus menyatakan bahwa :
“Tiap perbedaan lima magnitudo sama dengan perbedaan kecerahan seratus kali”.
 Bintang-bintang yang magnitudonya kecil adalah lebih cerah daripada bintang-bintang yangmagnitudonya besar.
 Secara umum dapat dirumuskan bahwa :

“Tiap perbedaan sebesar a magnitudo sama dengan perbedaan kecerahan kali”.

Beda a magnitudo = beda kecerahan kali


2. Magnitudo mutlak
 Magnitudo mutlak atau magnitudo absolut sebuah bintang adalah magnitudo sesungguhnya yang akan dimiliki oleh
sebuah bintang jika bintang diletakkan pada jarak 10 persek (32,6 tahun cahaya ) dari bumi.
 Contoh : Dengan warna hijau tua
Jawab :
(a) Beda magnitudo P dan Q, a = |13 – 1| = |2| = 2

Beda kecerahan = =
Karena P (magnitudo = +3) memiliki magnitudo yang lebih besar daripada Q (magnitudo + +1), maka bintang P akan lebih
suram 6,31 kali daripada bintang Q.
(b) Beda magnitudo P dan R, a = |3 – 8| = | – 5| = 5

Beda kecerahan = =
= 100 kali
Karena P (magnitudo = +3) memiliki yang lebih kecil daripada R (magnitudo = +8), maka bintang P akan lebih cerah 100 kali
daripada bintang R.

(c) Beda magnitudo P dan S, a = 13 – (-7)| = |10| = 10

Beda kecerahan = = = (100)2


= 10.000 kali
Karena P (magnitudo = +3) memiliki magnitudo yang lebih besar daripada S (magnitudo = -7), maka bintang P akan lebih
suram 10.000 kali daripada bintang S.

Pengukuran Jarak Bintang


 Jarak sebuah bintang biasanya diukur dalam Astronomical Unit, dalam persek atau dalam tahun cahaya.
 Astronomical Unit (AU) adalah jarak rata-rata matahari dari bumi, yaitu 149.600.000 km.
 Satu tahun cahaya adalah jarak tempuh cahaya dalam satu tahun.
1 Tahun cahaya = (3 x 108 m/s) x (3,154 x 10 7 s)
1 Tahun cahaya = 9,46 x 1015 m = 9,46 x 1012 km
 Satu persek adalah jarak bintang dari bumi ketika bintang memiliki paralaks sebesar 1 detik busur.
1 Persek = 3,26 tahun cahaya atau
1 Persek = 206 265 astronomical unit
 Jarak sebuah bintang dari bumi dapat diukur dengan menggunakan metode paralaks.
 Paralaks adalah pergeseran sebuah benda yang sangat jauh bila dilihat oleh pengamat yang tempatnya bergeser
terhadap benda dan bukan karena benda tersebut bergeser.
 Cara memperoleh paralaks bintang.

Gambar 13.13 Sudut p menampilkan paralaks tahunan dari sebuah bintang, diukur dalam detik busur. Berdasarkan definisi
jika sudut p sama dengan 1 detik busur, maka jarak bintang dari Bumi d adalah sama dengan 1 parsek. Persamaan dasar
untuk menentukan jarak bintang dapat kita tulis d = 1/p, dengan p dalam detik busur dan d dalam parsek.
 Karena paralaks sudut yang sangat kecil maka berlaku.
Tan P ~ P = 1/d atau d = 1/p
 Jadi persamaan dasar yang digunakan untuk menentukan jarak bintang dari bumi adalah :

d=
P = Paralaks (dinyatakan dalam detik busur)
d = Jarak bintang dari bumi (dinyatakan dalam persek)

 Contoh 13.3 Hubungan jarak dan paralaks bintang


(a) Menentukan jarak bintang jika paralaksnya diketahui
Berapa jarak bintang Proxima centauri yang memiliki paralaks tahunan 0,762 detik ? (Nyatakan jawaban anda dalam parsek,
tahun cahaya, dan km).

(b) Menentukan paralaks jika jarak bintang diketahui


Jika jarak bintang Sirius B adalah 8,7 tahun cahaya, berapakah paralaks dari Sirius ?
Jawab :
(a) Paralaks p = 0,762 detik busur.

d= = = 1,31 parsek

Karena 1 parsek = 3,26 tahun cahaya atau faktor konversi = 3,26 , maka
d =1,31 x (3,26 tahun cahaya) = 4,27 tahun cahaya

Karena 1 tahun cahaya = 9,46 x 1012 km atau faktor konversi = 9,46 x 1012
maka d = 4,27 x (9,46 x 1012 km)
= 4,04 x 1013 km

(b) Jarak harus dinyatakan dalam parsek. Dengan faktor konversi = 3,26 atau , maka

Jarak bintang d = 8,7 x ( )

= parsek

d= ↔p= = detik = detik


= 0,375 detik

 Spektograf celah adalah sebuah alat yang biasa digunakan untuk memfoto spektrum sebuah bintang.
 Para ahli astronomi mengklasifasikan bintang berdasarkan beberapa kelas – spektra.

Tabel 13.3 karakteristik-karakteristik kelas-kelas spektra

Kelas Contoh Warna Suhu (K) Karakteristik garis-haris dalam


Spektra Bintang spektrum
O Alnitak Biru > 25 000 -
B Rigel Biru keputih-11 000-25 000 Helium dan hidrogen kuat
Spica putihan
A Sirius Putih 7 500-11 000 Garis-garis hidrogen mencapai
Vega intensitas paling tinggi
F Canapus Kuning keputih-6 000-7 500 Hidrogen melemah, logam
Procyon putihan menguat
G Capella Kuning 5 000-6 000 Logam, terutama kalsium, sangat
Matahari kuat.
K Arcturus Jingga kemerah-3 500-5 000 Garis-garis metalik maksimum,
Aldebaran merahan pita-pita molekular muncul
M Betelgeuse Merah 2 000-3 500 Banyak pita-pita molekular,
Antares spektrum violet lemah.

Diagram Hertzsprung Russell dan Evolusi Bintang.


- Diagram Hertzprung – Russell ( diagram h-r) adalah sebuah grafik yang menghubungkan magnitudo mutlak atau
kecerahan bintang-bintang terhadap suhu permukaannya.
- Diagram H-R dinamai sesuai dengan nama 2 orang ostronom yang pertama kali membuat diagram ini : Ejaan
Hertzprung, astronom Denmark, dan Henry Russel, astronom Amerika.

EVOLUSI BINTANG
Adalah proses lahir, berkembang dan matinya sebuah bintang memerlukan jataan bahkan miliaran tahun.
1. Asal bintang
Berawal dari awan gas hidrogen dan debu angkasa, disebut Nebula. Gaya tarik gravitasi antar molekul menyebabkan
terbentuknya gumpalan-gumpalan. Ketika gumpalan-gumpalan gas mengerut (memadat),
Molekul-molekul gas menjadi lebih sering bertubrukan satu sama lain dengan laju yang semakin tinggi. Ini sehingga
menyebabkan suhu gumpalan-gumpalan gas terus meningkat. Suatu saat suhu gas cukup tinggi hingga ketika atom-atom
hidrogen bertubrukan, atom-atom tersebut tidak terpental tetapi malah bergabung membentuk helium. Terjadilah reaksi fusi
rantai proton-proton yang membuat bintang bersinar.

2. Bintang Katai Kuning


Adalah bintang yang memiliki masa kecil, M<1,4.
Ketika hidrogen telah habis, bintang memuai ( kontraksi) menjadi bintang Raksasa merah (red giant)
Tekanan elektron yanh cukup besar akan menghentikan pengererutan dan terbentuklah bintang Katai putih ( white dwarf).
Bintang katai putih mendingin menjadi bintang Katai merah ( red dwarf).
Akhirnya setelah waktu yang sangat lama mendingin menjadi bintang Katai hitam ( black dwarf)

3. Bintang Biru
Adalah bintang yang memiliki massa M> 1,4.
Ketika hidrogen telah habis, bintang memuai ( kontraksi) menjadi bintang Maharaksa Biru Kemudian mendingin menjadi
bintang Maharaksa merah.
Masa bintang yang besar, menghasilkan gaya gravitasi yang besar, sehingga menyebabkan bintang runtuh dan menindihnya.
Ledakan dasyat itulah yang membentuk Supernova.
Crab Nebula adalah sisa dari suoernova yang dilihat di bumi oleh astronom Cina pada tahun 1054.

BINTANG NEUTRON
 Supernova akan membentuk bintang neutron atau lubang hitang.
 Untuk massa asal bintang 1,4<M<3,0 gaya gravitasi dapat mengatasi tekanan elektron, dan mendorong elektron-
elektron bergabung dengan proton-proton dalam inti atom membentuk neutron-neutron.
 Tekanan neutron mengimbangi gaya gravitasi dan menghentikan pengerutan. Terbentuklah Bintang Neutron.
 Gambar cara mengidentifikasi (menemukan) bintang neutron.

LUBANG HITAM
 Untuk massa asal bintang M>3,0 tidak ada yang bisa menahan pengerutan gravitasi. Bintang mengalami keruntuhan
sempurna dan gaya tarik gravitasi memberhentikan segala sesuatu untuk keluar dari permukaan, termasuk cahaya.
 Bintang menghilang dari pandangan dan terbentuklah Lubang Hitam.

SIKLUS HIDUP BINTANG

Gambar 13,17 Siklus hidup bintang-bintang

 Pada saat terjadi ledakan nuklir (Supernova), pusat bintang mengalami Keruntuhan Gravitasi (Gravitasi Collapse)
adalah keruntuhan suatu benda yang sangat besar akibat gaya gravitasinya sendiri.
 Besar gaya tarik gravitasi berbanding terbalik dengan kuadrat jarak.
F ~ 1/r²
 Singularitas adalah bintang menjadi semakin mampat sampai menjadi suatu titik masa yang kerapatannya tak
terhingga.
 Gambar lubang hitam.

Berapakah kira-kira luas surga?

“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan Tuhanmu, dan kepada Syurga yang luasnya SELUAS LANGIT dan BUMI, yang
disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa”. (QS. Ali Imran: 133)

“Berlomba-lombalah kamu sekalian untuk mendapatkan ampunan Tuhanmu dan syurga yang luasnya SELUAS LANGIT dan
BUMI yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan rasulNya” (QS. Al-Hadiid : 21)

Subhaanallah, Surga itu luasnya seluas langit dan bumi? Berapakah luasnya langit dan bumi itu? Bisakah ilmu pengetahuan
mengukurnya? Surga begitu luasnya, sementara penduduk bumi kita yang berisi sekitar lima milyar orang saja masih
menyisakan demikian luas tempat yang belum dihuni.

Baiklah, sekedar untuk berhitung dan yang penting adalah untuk menambah keimanan kita akan kebesaran Allah Swt, mari
kita mencoba mengukurnya. Berdasarkan informasi dari Al-qur'an. Bahwa langit ini dicipta oleh Allah Swt sebanyak TUJUH
lapis.

Pernyataan ini didukung paling tidak oleh delapan buah ayat al-qur'an yaitu Al-Isra' : 44, Al-Mukminuun : 17, Al-Mukminuun :
86, Al-Mulk : 3, Al-Baqarah : 29, At-Thalaq : 12, Nuh : 15 dan An-Naba' : 12

“Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada suatupun melainkan
bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha
Penyantun lagi Maha Pengampun.” (QS. Al-Isra' : 44)

Langit diciptakan oleh Sang Pencipta sebanyak tujuh lapis, sementara untuk langit terdekat saja yang masih mampu
dipandang teropong manusia yang tercanggih sekalipun sudah membuat manusia 'takluk' tidak dapat membayangkan. Maka
bumi sungguh ibarat debu jika dibandingkan dengan luasnya surga. Demikian pula keindahan bumi beserta isinya, sungguh
amat sangat tidak sepadan jika dibandingkan dengan keindahan Surga.

Benarlah kata sebuah hadits Qudsi yang menyatakan bahwa, keindahan surga yang diberikan Allah kepada para hambaNya,
belum pernah didengar telinga, belum pernah dilihat oleh mata, belum pernah terlintas di dalam hati.

Sekedar sebagai ilustrasi matematis, mari kita bayangkan berapa luasnya jagad raya langit pertama itu. Garis tengah untuk
langit pertama atau jagad raya ini diperkirakan sebesar 30 milyar tahun cahaya. Berarti garis tengah jagad raya kita ini
sepanjang : 30.000.000.000 X 360 X 24 X 60 X 60 X 300.000 km = 279.936.000.000.000.000.000.000 km. Ini bukan luasnya
langit, tetapi baru garis tengahnya saja.

Yang sedang kita hitung inipun masih luas langit terdekat saja. Belum lagi langit lapis ke dua, ke tiga, ke empat, ke lima, ke
enam, dan yang ke tujuh. Yang kesemuanya itu jauh lebih besar dibanding langit pertama.

Lalu bisakah kita membayangkan luas surga? Bagaimana dengan keindahannya? Subhaanallah. Logika ilmu pengetahuan
mungkin bakal terhenti, tinggal logika iman yang bisa mengukurnya.

Rasulullah pernah bersabda bahwa di surga sebuah pohon akan bisa kita lalui dari ujung ranting timur ke ujung ranting barat
sejauh 100 tahun perjalanan.

Satu lagi, bahwa menurut ilmu pengetahuan, ternyata jagad raya ini tidak tetap, tetapi terus mengembang bertambah lama
bertambah besar dan tentu juga bertambah luas. Menurut penelitian Stephen Hawking setiap satu milyar tahun jagad raya
mengembang sekitar sepuluh sampai dengan lima belas persen.

Surga memang luar biasa hebatnya. Luar biasa indahnya. Bahkan kita tidak bisa membayangkannya. Tetapi yang lebih
menarik adalah ‘pernyatan sikap’ para sufi dan para wali Allah, yang mengatakan bahwa mereka tidak terpesona dengan
surga yang tidak terbayangkan keindahannya itu. Sebab mereka lebih terpesona dan lebih cinta kepada Pencipta dan
Pemilik Surga, yaitu Allah Swt.

Artinya keindahan Allah Swt, Kebesaran, dan kehebatannya, sungguh melebihi surga itu sendiri. Subhaanallah. Cuma
kadang-kadang manusia 'terperangkap' dengan keindahan hadiahnya dan lupa kepada Dzat Yang Maha Pemberi hadiah.

Berapakah kira-kira luas neraka ?

Suatu saat Abu Hurairah ra, mengatakan, ketika kami bersama rasulullah, tiba-tiba terdengar suara yang sangat keras,
seperti benda yang jatuh menggelegar. Nabi yang mulia mengatakan:
“Tahukah kamu sekalian, suara apa itu? Kami menjawab: hanya Allah dan rasulNya sajalah yang lebih mengetahuinya. Nabi
menjawab, itu tadi adalah suara dari sebuah batu yang dijatuhkan ke dalam jurang neraka, sejak tujuh puluh tahun yang lalu,
baru sampai ke dasarnya ini tadi...” (HR. Muslim)

Benda yang jatuh, secara ilmu fisika bisa dihitung jaraknya. Berdasarkan gravitasi yang berlaku. Jika gravitasi bumi kita ini
adalah 9,8 m / detik, maka dengan mudah kita bisa menghitung jarak tempuh batu yang jatuh mengikuti rums 1/2 gt2. Jika
jatuhnya ke bumi kita sbb:
Jarak tempuh batu selama 70 tahun adalah, 0,5 x [70X360X24X60X60] x [70X360X24X60X60] x 9,8 m =
23.228.686.172.160.000 m = 23.228.686.172.160 km,
Bandingkan garis tengah bumi kita hanya: 12.756 km. Ini berarti, bahwa neraka memiliki kedalaman: 23.228.686.172.160
km /12.756 km = 1.821.000.797.441,2 X diameter bumi ini jika dipakai gravitasi 'bumi kita'.

Artinya bahwa, jika jurang neraka itu diukur berdasarkan gravitasi bumi kita, maka neraka memiliki kedalaman =
1.821.000.797.441,2 kali garis tengahnya bumi. Atau jika kita menggali sebuah sumur, maka sumur itu akan mencapai
kedalaman seperti yang kita hitung di atas. Apabila sumur itu menembus bumi berulang kali, sampai sebanyak
1.821.000.797.441,2 kali.

Dari sini saja kita sudah sulit membayangkan betapa dalamnya jurang neraka seperti yang diinformasikan oleh rasulullah
saw tadi. Jadi jurang neraka itu sedalam: 1.821.000.797.441,2 kali 'tebal'nya bumi. Ah, betapa menggiriskan! Yang baru kita
illustrasikan tadi kedalaman vertikal neraka, bagaimana pula lebar horizontalnya. Semestinya lebar horizontal lebih luas dari
vertikalnya, ibarat bumi yang memiliki permukaan lebih luas dibanding ketinggian atmosfir bumi.

Tetapi kedalaman itu, 'belum seberapa, sebab nanti di yaumil akhir, bumi kita ini akan diganti oleh bumi yang lain. Sehingga
gravitasi yang dimaksud tentu bukan gaya gravitasi bumi kita ini. Tetapi gravitasi bumi baru, yang jauh lebih hebat dan lebih
dahsyat kekuatan daya tariknya.
“Ketika bumi ini diganti dengan bumi yang lain, begitu pula dengan langitnya, Mereka bermunculan dari kuburnya masing-
masing menghadap kepada Allah Yang Maha Esa dan Maha Perkasa”. (QS. Ibrahim 14 : 48)

Jangankan dipakai ukuran bumi baru yang kita belum tahu gravitasinya. Andaikata dipakai ukuran gaya tariknya Black Hole
saja, yg mempunyai perbandingan 1 : 100 trilyun (perbandingan ini telah dianalisis pada suatu diskusi ilmiah yang bejudul
"Menikmati keindahan Allah melalui logika dan tanda-tanda”), maka kedalaman neraka menjadi sangat sangat menggiriskan
Secara matematis kedalaman itu menjadi : 23.228.686.172.160 km X 100.000.000.000.000 =
232.286.861.721.600.000.000.000.000 km

Sebagai gambaran, bila 1 trilyun atau 1000 milyar manusia sekalipun dimasukkan kedalam neraka sekaligus maka tiap
orangnya masih bisa diberi jatah ruang lebih dari 200 trilyun kilometer persegi .

Sehingga kalau seseorang dimasukkan ke dalam neraka, jangan harap mudah menemukan teman ‘senasib dan
sependeritaan’, apalagi sampai berbagi duka dan saling memberi dorongan agar ‘tabah’.

Tulisan ini belum lagi membicarakan dahsyatnya suhu neraka serta ragam siksaan dan kualitas siksaannya. Sebagai
gambaran singkat Rasulullah saw pernah berkata, andaikata dari dalam neraka yang dahsyat itu menerobos keluar apinya
meskipun hanya sebesar lubang jarum saja, maka hancur binasalah bumi kita. Tulisan ini juga belum menggambarkan
bahwa di neraka tubuh manusia tidak langsung gosong atau meleleh tapi memuai dahulu. Rasulullah SAW pernah berkata
bahwa ada gigi seorang kafir yang akan menjadi sebesar gunung Uhud di neraka. Hadits lain meriwayatkan bahwa tebal kulit
manusia di neraka akan (memuai) hingga setebal 3 hari perjalanan, jauh lebih tebal dibanding kulit sapi yang digoreng dan
memuai hingga setebal kerupuk kulit. Inilah mungkin hikmah kenapa jatah ruang neraka untuk setiap penghuninya diberi
kapasitas yang sedemikian luasnya.

Setelah kita membayangkan keindahan surga yang ternyata tidak bisa dibayangkan saking dahsyatnya, dan setelah kita
berhitung matematis tentang kedalaman neraka, yang ternyata juga tidak bisa kita bayangkan betapa mengerikan kedalaman
neraka itu, masihkah kita mau menunda amal akhirat kita untuk suatu masalah dunia yang ternyata sangat kecil dan tidak
abadi ini.

Ya Allah, berilah kami kebaikan di atas dunia ini, dan berilah kami kebaikan di akhirat nanti, hindarkanlah kami dari siksaMu
yang amat pedih...

(Sumber tulisan oleh : Dahlia Putri. Mohon maaf dari Penjaga Kebun Hikmah yang telah melakukan edit tanpa seizin penulis,
semoga Allah melipat gandakan makna, hikmah dan pahala bagi si penulis atas keridhoannya

Matahari
Bumi merupakan salah satu planet dari sistem tata surta dengan matahari sebagai pusatnya, dan dikitari oleh anggota-
anggotanya, yaitu sembilan planet dan benda-benda antar planet. Matahari bersinar karena sumber cahaya (sumber energi)
yang ada di dalam matahari itu sendiri. Oleh karena itu matahari tergolong sebagai bintang. Matahari adalah bintang yang
jaraknya paling dekat ke bumi. Kira-kira berjarak 149.600.000 km dari bumi, atau 1 AU = 149.600.000 km
- Dimensi-dimensi matahari
 Diameter + 1.400.000 km
 Volum matahari = 1,44 x 1018 km
 Massa jenis matahari = 1382 kg/m2
- Pengukuran jarak matahari dari bumi
 Dengan cara mengukur jarak planet terdekat dari bumi, yaitu venus dengan menggunakan gelombang radar
(microware)
 Diperoleh jarak matahari dari bumi + 143.600.000 km
- Pengukuran jari-jari matahari
R = Qr
Sehinga jari-jari matahari = 6,9 x 105 km
- Pengukuran massa matahari
m = 42 r2
Gt2
Sehingga massa matahari = 1,997 x 1030 kg
- Spektrum matahari
 Spektrum matahari tergolong dalam spektrum absorpsi
 Spektrum absorpsi adalah spektrum yang pada suatu lebar frekuensi tertentu mengandung urut-urutan frekuensi yang
tidak terputus.
- Susunan kimia matahari
Unsur Lambang Unsur Persen dari matahari
Hidrogen H 76,4
Helium He 21,8
Oksigen O2 0,8
Karbo C -,4
Neon Ne 0,2
Besi Fe 0,1
Nitrogen N 0,1
Silikon Si 0,08
Magnesiu Mg 0,07
Sulfur S 0,05
Nikel Ni 0,01

- Suhu matahari
Kita tidak dapat mengukur suhu matahari secara langsung karena suhunya sangat tinggi. Para astronom hanya
menggabungkan metode-metode pengamatan dan berbagai teori untuk menaksir kondisi-kondisi di dalam matahari, misalnya
teori penyusutan Helmholtz memperkirakan bahwa suhu di pusat matahari mencapai 15 juta Kelvin. Suhu ini dipercaya
sebagai suhu dalam inti matahari.
Energi yang memancar dari inti matahari memanaskan permukaan luarnya (fotosfer), kira-kira suhu fotosfer +57000k.
- Susunan matahari
 Matahari disusun oleh 4 lapisan :
1. Inti
2. Fotosfer
3. Kromosfer
4. Korona

1. Inti matahari
 Suhu inti = 15 juta 0k
 Tekanannya = 200 miliar kali tekanan permukaan bumi
2. Fotosfer
 Merupakan sebuah daerah yang agak tipis dengan kedalaman + 500 km.
 Cahaya fotosfer dapat terlihat dan berwarna kuning dari bumi karena gas-gas panas pada fotosfer memancarkan
cahaya dengan intensitas sangat kuat.
 Kira-kira disusun oleh 94% hidrogen, 5,9% helium, 0,1% elemen-elemen lebih berat.
3. Kromosfer
 Lapisan bawah atau yang paling dekat dengan fotosfer (bola warna)
 Lapisan kromosfer menjulang 12.000 km diatas fotosfer
 Tebal + 2400 km
 Suhu dibagian atasnya lebih dari 10.000 k
4. Korona
 Atmosfer matahari sbelah luar atau lapisan yang terdapat diatas kromosfer.
 Suhunya 2 juta0k
 Korona disebut juga mahkota matahari
 Untuk melihat korona kita dapat menggunakan teleskop khusus yaitu koronagraf.
- Kegiatan-kegiatan yang terjadi difotosfer
1. Bintik matahari (sunspot)
 Adalah daerah gelap pada fotosfer
 Tampak gelap karena suhunya 4000 k – 5000 k
 Dapat dilihat dengan mata telanjang ketika matahari tertutup oleh kabut atau sebuah kaca gelap.
 Teori baru menganggap bahwa bintik matahari merupakan daerah dingin yan dihasilkan oleh reaksi antara gas
matahari yang bermuatan listrik dengan medan magnetik matahari. Sebuah medan magnetik lokal menerobos permukaan
fotosfer, dan meninggalkan sebuah bintik (noda hitam) pada permukaan fotosfer.
2. Gumpalan matahari
 Merupakan gas fotosfer yang karena lebih panas dari permukaan sekitarnya bergerak secara hebat an
berkesinambungan
 Suhunya + 1000k.
 Akibat gerakan yang hebat muncul seperti butiran cerah selebar 970 km (granulasi) dan 29.000 km (super granulasi)
3. Fakula
 Merupakan daerah kecil yang panas dan cerah
 Terbentuk di fotosfer bagian atas sesaat sebelum munculnya bintik matahari.
 Pertama kali ditemukan oleh (Scheiner + tahun 1611)

- Kegiatan-kegiatan yang terjadi di kromosfer


1. Prominensa
 Terjadi pada kromosfer bagian tepi.
 Merupakan gas panas yang tersembur dengan dahsyat dari kromosfer.
 Bentuknya seperti pita, loop, spiral, atau tabir.
 Kita dapat mengamatinya dengan mata telanjang pada saat gerhana matahari atau menggunakan koronagraf.
2. Spikula
 Pancaran gas kromosfer yang jauh lebih kecil.
 Terjadi akibat gerakan cepat dari gas kromosfer yang panas.
3. Flare
 Pertama kali diamati oleh R.Carrington pada 1 September 1859 dalam cahaya putih
 Adalah suatu kilatanm cahaya yang berlangsung sangat cepat dan terjadi dalam kromosfer.
MISTERI ALAM SEMESTA
“(Allah) Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha
Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang.” (Al-
Mulk:3)
Pertanyaan paling mendasar yang senantiasa hangat diperbincangkan oleh para ilmuan
adalah dari manakah alam semesta ini berasal, dan kemanakah alam semesta ini akan pergi?
Bagaimana dan mengapa semesta ada? Semesta ini abadi atau akan berakhi? Seandainya
berakhir, bagaimanakah semesta berakhir? Apakah semesta mempunyai awal? Seandainya
semesta memiliki awal, apa yang ada dan terjadi sebelum awal semesta? Lalu bagaimanakah
sifat waktu yang membuat hadirnya awal dan akhir, sebelum dan sesudah?
Tentu pertanyaan-pertanyaan ini mengusik kita. Sebab, implikasi atas jawaban dari
pertanyaan ini akan memberikan dampak yang ‘ekstrim’ dalam kehidupan manusia. Sedari
itu, tulisan ini akan mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan itu yang merupakan hasil
tinjauan (kajian) penulis dari berbagai literatur.

Teori Steady-State
Menurut sejumlah “teori kuno”, semesta bermula pada suatu saat di masa lampau. Argumentasi tentang adanya awal ini
dibutuhkan untuk menjelaskan eksistensi alam semesta.

Sebaliknya, Aristoteles dan kebanyakan filsuf Yunani tidak menyukai ide penciptaan karena terlalu banyak melibatkan
campur tangan “agen asing”. Mereka percaya bahwa semesta telah ada dan tetap akan ada untuk selamanya. (Sandi
Setiawan dalam Theory Of Everything).

Inilah yang disebut dengan teori Steady-state dimana dinyatakan bahwa alam semsta berukuran tak hingga dan kekal
sepanjang masa.

Pemikiran Aristoteles ini, banyak diadopsi oleh ilmuan-ilmuan modern. George Politzer, dalam bukunya Principes
Fondamentaux de Philosophie, juga menyebutkan bahwa alam semesta bukanlah sesuatu yang diciptakan. Oleh karena
fanatik pada keyakinannya bahwa “Tuhan tidak ada” para ilmuan seperti Politzer ngotot mempertahankan pendapat, bahwa
alam semesta bukanlah sesuatu yang diciptakan. Melainkan ada begitu saja, dengan sendirinya.

Paham ini, sering disebut dengan Materialisme yang meyakini model “alam semesta tak hingga” sebagai dasar berpijak
paham ateis mereka. Menurut mereka alam semesta adalah sesuatu yang diam, luas tak terbatas, tak berkembang, kekal
abadi, tidak berawal dan tidak berakhir. Jelas bahwa pandangan ini menolak keberadaan Sang Pencipta. Namun, seiring
dengan berbagai penemuan sains dan teknologi yang berkembang di abad ke-20 akhirnya meruntuhkan gagasan kono
materialisme ini.

Alam Semesta Diciptakan

Edwin Hubble, observatorium Mount Wilson California, pada tahun 1929, ahli astronomi Amerika, membuat penemuan
terbesar di sepanjang sejarah astronomi. Ia mendapati bahwa ke manapun kita melihat galaksi-galaksi jauh, semuanya
bergerak menjauhi kita. Ini menunjukkan bahwa semesta raya sedang mengembang (berekspansi). Hal ini berarti, pada
masa lalu benda-benda ini berada pada jarak yang lebih dekat satu sama lain.

Ketika mengamati bintang-bintang dengan teleskop raksasa, ia menemukan bahwa mereka memancarkan cahaya merah
sesuai dengan jaraknya. Hal ini berarti bahwa bintang-bintang ini “bergerak menjauhi” kita. Sebab, menurut hukum fisika
yang diketahui, spektrum dari sumber cahaya yang sedang bergerak mendekati pengamat cenderung ke warna ungu,
sedangkan yang menjauhi pengamat cenderung ke warna merah.

Jauh sebelumnya, Hubble telah membuat penemuan penting lain. Bintang dan galaksi bergerak tak hanya menjauhi kita, tapi
juga menjauhi satu sama lain. Dengan kata lain, alam semesta terus-menerus mengembang. Sebagai ilustrasi, alam
semesta diumpamakan sebagai permukaan balon yang mengembang. Sebagaimana titik-titik di permuakaan balon yang
bergerak menjauhi satu sama lain ketika balon membesar, benda-benda di ruang angkasa juga bergerak satu sama lain
ketika alam semesta terus mengembang,

Dari pengamatan yang dilakukan oleh Hubble ini memunculkan argumentasi bahwa terdapat suatu saat –disebut Big Bang-
ketika semesta berada dalam keadaan sangat-sangat kecil dan berapat tak hingga. Dalam keadaan seperti ini, semua hukum
sains tidak berlaku. Akibatnya, semua kemampuan untuk memprakirakan masa depan juga terhenti. Sehingga waktu
sebenarnya bermula pada Big Bang, dan waktu yang lebih awal dari situasi ini tidak didefinisikan. Dengan kata lain, teori Big
Bang menunjukkan, semua benda di alam semesta pada awalnya adalah satu wujud, dan kemudian terpisah-pisah.

Fakta ini, sebenarnya sudah ditemukan secara teoritis oleh Albert Einstein. Ia menyimpulkan bahwa alam semesta tidak
mungkin statis. Dengan demikian, semakin tampak bahwa teori ini mematahkan paham kaum materialis yang mengabaikan
penciptaan (eksistensi Tuhan) dan mempertahankan gagasan alam semesta tak hingga. Hal ini telah memberikan petunjuk
nyata bahwa alam semesta telah ‘diciptakan dari ketiadaan’.

Argumen ini (teori Big Bang), sampai saat ini, ditentang oleh para astronom yang meyakini paham materialis. Mereka
(astronom materialis) mempertahankan gagasan bahwa alam semesta adalah tak hingga. Salah seorang fisikawan materialis
terkenal yang mengatakan: “Secara filosofis, gagasan tentang permulaan tiba-tiba dari tatanan Alam yang ada saat ini
sungguh menjijikkan bagi saya”. Ungkapan ini, jelas sekali menunjukkan sikap penolakan mereka.

Pembuktian teori Big Bang, semakin kuat dengan gagasan yang muncul dari Gerge Gamov pada tahun 1948. Ia
mengatakan, setelah pembentukan alam semesta melalui ledakan raksasa, sisa radiasi yang ditinggalkan oleh ledakan ini
haruslah ada di alam. Selain itu, radiasi ini haruslah tersebar merata di segenap penjuru alam semesta.
Bukti yang ‘seharusnya ada‘ ini pada akhirnya diketemukan. Pada tahun 1965, dua peneliti bernama Arno Penziaz dan
Robert Wilson menemukan gelombang ini tanpa sengaja. Radiasi ini, yang disebut ‘radiasi latar kosmis‘, tidak terlihat
memancar dari satu sumber tertentu, akan tetapi meliputi keseluruhan ruang angkasa. Demikianlah, diketahui bahwa radiasi
ini adalah sisa radiasi peninggalan dari tahapan awal peristiwa Big Bang. Penzias dan Wilson dianugerahi hadiah Nobel
untuk penemuan mereka.

Pada tahun 1989, NASA mengirimkan satelit Cosmic Background Explorer [COBE] ke ruang angkasa untuk melakukan
penelitian tentang radiasi latar kosmis. Hanya perlu 8 menit bagi COBE untuk membuktikan perhitungan Penziaz dan Wilson.
COBE telah menemukan sisa ledakan raksasa yang telah terjadi di awal pembentukan alam semesta. Dinyatakan sebagai
penemuan astronomi terbesar sepanjang masa, penemuan ini dengan jelas membuktikan teori Big Bang. (Harun Yahya
dalam Teori Bingung Alam Semesta).

Sir Fred Hoyle, yang akhirnya harus menerima teori Big Bang setelah bertahun-tahun menentangnya, mengungkapkan hal ini
dengan jelas: “Teori Big Bang menyatakan bahwa alam semesta berawal dari satu ledakan tunggal. Tapi, sebagaimana
diketahui, ledakan hanya menghancurkan materi berkeping-keping, sementara Big Bang secara misterius telah
menghasilkan dampak yang berlawanan -yakni materi yang saling bergabung dan membentuk galaksi-galaksi.”

Jika alam semesta tak memiliki permulaan dan jika ia telah ada sejak dulu kala, maka unsur hidrogen ini seharusnya telah
habis sama sekali dan berubah menjadi helium. Namun hal ini berbeda dari fakta. Dalam berbagai penelitian, diketahui
bahwa konsentrasi hidrogen-helium di alam semesta bersesuaian dengan perhitungan teoritis konsentrasi hidrogen-helium
sisa peninggalan peristiwa Big Bang. Ini juga bukti penting lain bagi pembenaran teori Big Bang. Segala bukti meyakinkan ini
menyebabkan teori Big Bang diterima oleh masyarakat ilmiah. Begitulah, alam semesta ini telah diciptakan oleh Allah Yang
Maha Perkasa dengan sempurna tanpa cacat.

Model Pengembangan Semesta

Kenyataannya terdapat tiga jenis model berbeda yang tunduk pada dua asumsi dasar Friedmann (Friedmann menemukan
satu). Model pertama (yang ditemukan Friedmann) menyatakan bahwa galaksi bergerak saling menjauhi dengan gerakan
sangat lambat sehingga tarikan gravitasi antar galaksi akan menghentikan pengembangan (ekspansi) dan kemudian galaksi-
galaksi itu bergerak saling mendekati dan semesta mengalami pengerutan (kontraksi).

Sedangkan model kedua menyatakan bahwa semesta mengembang sedemikian cepat sehingga tarikan gravitasi antar
galaksi tak mampu menghentikan geraknya, sekalipun kepesatan pengembangan ini sedikit berkurang, dan semesta terus
mengembang sampai selamanya. Sedangkan model ketiga menyatakan bahwa semesta mengembang (galaksi-galaksi
bergerak saling menjauhi) pada laju kritis dimana gerak ini hanya cukup untuk menghindarkan semesta dari keruntuhannya
kembali. Dalam keadaan ini kelajuan menjauhnya galakasi menjadi semakin kecil sekalipun tidak pernah mencapai nol.
(disarikan dari artikel Sandi Setiawan yang berjudul Semesta yang Memuai).

Dewasa ini, baru terdapat tiga gagasan model pengembangan alam semesta. Namun yang paling kuat adalah model
pertama. Harun Yahya mengungkapkan rancangan dan tatanan tanpa tara di alam semesta ini tentulah membuktikan
keberadaan Pencipta, beserta Ilmu, Keagungan dan Hikmah-Nya yang tak terbatas, Yang telah menciptakan materi dari
ketiadaan dan Yang berkuasa mengaturnya tanpa henti. Sang Pencipta ini adalah Allah, Tuhan seluruh sekalian alam.

Begitulah ilmu fisika. Roda putarnya masih jauh dalam perjalanannya mengungkap rahasia alam yang misterius dan –tiada
lain- menyingkap kebesaran Tuhan, Allah swt. Lantas hal apalagi yang membuat kita enggan tuk bertakwa kepada-Nya?
[Frenky Suseno Manik]

Ditulis oleh: Frenky Suseno Manik

MENGINTIP JAGAD RAYA NEPTUNUS SI RAKSASA LEMBUT OLEH : LEO SUTRISNO

Planet kedelapan dari penjelajahan kita di dalam tata surya adalah planet Neptunus. Seperti planet Uranus, Netunus
mengandung lebih banyak gas dan es daripada batuan. Gambar 1 menunjukkan posisi planet Neptunus terhadap planet-
planet yang lain.

Garis tengah planet Neptunus sekitar 49493 km dengan massa sekitar 17 kali massa bumi (102.4x10^24 kilograms).
Seandainya planet ini 'bolong' maka ada sekitar 60 bumi kita yang dapat dimasukkan ke dalamnya. Dengan demikian massa
jenisnya kurang lebih 1,638 kg/m^3. Percepatan gravitasi Neptunus 11 m/s^2 (atau 1.12 x gravitasi Bumi kita). Suhu rata-rata
-210o C.

Ia berada pada jarak dari Bumi sekitar 4.3 juta km atau berada pada jarak antara 4.46 juta km dan 4.54 juga km dari
matahari. Seperti juga Bumi kita, Neptunus berputar pada sumbunya selama 17.24 jam dan beredar mengelilingi matahari
selama 165 tahun.

Planet kedelapan dari matahari ini merupakan planet pertama yang lokasinya ditetapkan secara perkiraan matematis.
Matematikawan Urbania, Joseph Le Verrier, setelah Neptunus tidak ditemukan pada lintasan yang telah diperkirakan secara
matematis, mengajukan perkiraan matematis yang baru dan dikirimkan kepada Johann Gottfried Galle di Observatorium
Berlin. Pada tahun 23 September 1846 ditemukanlah Neptunus sesuai yang telah diperkirakan secara matematis oleh
kawannya itu. Neptunus adalah dewa lautan dalam mitologi Yunani.

Tujuh belas hari kemudian ditemukan bulannya yang terbesarm Triton. Radius bulan ini sekitar 1350 km, berada pada
ketinggian 354800 km di atas awan planet Neptunus. Triton merupakan bulan terbesar di antara para bulan dari planet-planet
tata surya. Troton sangat dingin karena tertutup es. Namun demikian juga terdapat geyser. Geyser terpanjang sekitar 8 km.

Belangkang ditemukan planet ini memiliki 13 bulan. Bulan Naiad, merupakan bulan terkhir yang ditemukan memiliki radius 54
km dan berda sejauh 23000 km di atas awan planet ini. Bulan ini beredar mengelilingi Neptunus dalam waktu 7 jam. Ia
beredar searah dengan arah rotasi Neptunus. Bulan-bulan yang lain adalah: Thalassa, Despina, Galatea, Larissa, Proteus,
dan Nereid
Informasi kita tentang planet raksasa yang lembut ini, karena lebih banyak mengandung gas daripada batuan, berdasarkan
gambar-gambar yang dikirimkan oleh pesawat penjelajah angkasa luar Voyeger 2 yang mendekati Neptunus pada jarak
280.000 km, serta Teleskop ruang angkasa Hubble. Neptunus terlihat berwarna biru karena cahaya yang lain diserap oleh
gas metana yang dikandung oleh planet ini. Dua per tiga bagian dari planet Neptunus adalah campuran batuan, air, cairan
ammonia dan metana. Sepertiga lainnya, di bagian luar, berupa capuran gas Metana (2%), Helium (85%), dan Hydrogen
(13%). Karena itulah planet ini tampak lembut. Lihat Gambar 2.

Neptunus juga memiliki cincin. Ada empat cicin yang sudah ditemukan. Mereka ini berada pada jarak sekitar 40 000 - 60 000
km di sebelah luar planet. Lebarnya juga berbeda-beda, ada yang hanya 15 km tetapi ada juga yang mendekati 6000 km.
bahkan ada dua cicin yang terpilin (Lihat Gambar 3).

Pada bagian dekat ekuatornya tampak semacam awan Cyrus di Bumi kita, putih bagai kapas. Hingga kini, angina yang
paling kuat yang telah ditemukan dalam semua planet dalam tata surya kita ada di planet Neptunus ini, yaitu sekitar 2 000 km
per jam. Bayangkan, dalam waktu satu jam.angin itu menempuh jarak Anyer - Banyuwangi pp.

Proses pembentukannya dapat dibayangkan seperti menampi beras. Beras bercampur butir-butir padi dihamparkan merata
di atas penampi (tampah). Dalam keadaan seperti ini beras dan padi masih bercampur tidak teratur. Kemudian tampah
diputar. Butiran-butiran beras dan padi turut berputar searah dengan putaran penampi. Lama kelamaan butiran-butiran itu
terpisahkan, yang kecil terdorong ke arah luar dan yang besar terdorong ke dalam. Akhirnya pada bagian tengah adalah
butiran-butiran padi yang paling bernas sedangkan di bagian paling luar adalah butiran-butiran beras yang sangat kecil. Lihat
Gambar 4. Demikian juga pembentukan planet. Mula-mula gas dan butiran batuan tercampur sembarang membentuk bola
raksasa.

Bola ini berputar terus-menerus sehingga butiran-butiran batuan terdorong ke bagian dalam dan gas terdorong ke luar (Lihat
Gambar 4).

Inilah 'cerita' tentang planet raksasa keempat dalam tata surya kita, Neptunus si dewa laut bangsa Romawi. Sesungguhnya
ia kurang perkasa, asalnya pun tidak jelas. Ketia 'dikenalkan di Romawi ia telah memiliki sifat-sifat Poseidon Yunani. Tetapi
tidak sepopuler Poseidon. Memang planet Neptunus sungguh si raksasa yang lembut.***

TEORI BIG BANG DIRAGUKAN : SEMESTA TAK MEMILIKI AWAL DAN AKHIR

Apa yang bakal terjadi jika teori Big Bang itu ternyata salah" Bagaimana jika ternyata semesta tidak pernah memiliki awal dan
akhir" Dua ahli fisika, yakni Paul Steinhardt dari Princeton University dan Neil Turok dari Cambridge University memunculkan
pertanyaan ini lewat konsep baru yang mereka tawarkan.
Teori Big Bang, selama beberapa dekade, dipercaya memberikan penjelasan paling masuk akal tentang kelahiran alam
semesta. Teori ini menerangkan bahwa semesta lahir sekitar 14 miliar tahun lalu lewat dentuman besar entitas zat dan
energi.
Segera setelah ledakan pertama tersebut, semesta meluas dengan cepat, dalam sebuah fenomena yang disebut para
astronom sebagai inflasi. Proses perluasan semesta berlanjut dengan periode sangat singkat dan pendinginan sangat cepat,
diikuti dengan ekpansi yang lebih tenang. Big Bang menjadi awal pembentukan ruang dan waktu.
Tapi model tersebut, dalam kaca mata Steinhardt dan Turok, memiliki beberapa kekurangan. Model tersebut tidak dapat
menerangkan apa yang terjadi sebelum Big Bang dan menjelaskan hasil akhir dari semesta.
Akhir Teori Big Bang
Steinhardt dan Turok dari Cambridge, dalam laporan di jurnal Science, menguraikan bahwa Big Bang hanyalah salah satu
bagian dari pembuatan semesta, tapi bukan pelopor dari kelahiran semesta. Ia hanya bagian kecil dari proses pembentukan
semesta yang tidak memiliki awal dan akhir.
Sehingga penentuan umur semesta, yang muncul dari teori Big Bang, merupakan kesimpulan mengada-ada. Penambahan
dan penyusutan semesta terjadi secara terus-menerus, berlangsung bukan dalam miliar tapi triliunan tahun.
"Waktu tidak mesti memiliki awal," ujar Steinhardt dalam wawancara telepon dengan Associated Press. Ia mengatakan
bahwa teori waktu sebenarnya hanya transisi atau tahap evolusi dari fase sebelum semesta ada ke fase perluasan semesta
yang ada saat ini.
Para ilmuwan yang menyokong teori Big Bang melihat ekspansi semesta ditentukan oleh sejumlah energi yang
memperlambat dan mempercepat ekspansi. Energi yang memperlambat ekspansi ini kemudian bergerombol dalam galaksi,
bintang dan planet. Energi yang mempercepat ekspansi ini diistilahkan sebagai "energi gelap".
Namun Steinhardt dan Turok melihat bahwa materi semesta tidak sekadar terdiri dari energi biasa dan "energi gelap", tapi
juga "spesies ketiga". "Kami melihat rasio energi yang membentuk semesta adalah 70 persen materi unik dan 30 persen
materi biasa," ujar Steinhardt.
Materi biasa yang dimaksud Steinhardt adalah materi yang membuat ekspansi semesta lebih pelan, yang mengijinkan
gravitasi menciptakan galaksi, bintang dan planet, termasuk bumi.
Sementara percepatan ekspansi didorong oleh "energi gelap" yang menyatukan sejumlah zat dan energi. "Energi ini, sekali
mengambil alih semesta, mendorong segala seuatu pada pusat percepatan. Sehingga semesta akan berukuran dua kali lipat
setiap 14 hingga 15 miliar tahun sepanjang ada energi gravitasi yang mendominasi semesta," ujar Steinhardt.
Dentuman besar muncul ketika "energi gelap" mengubah karakter ini. Dengan alasan inilah, kedua ilmuwan fisika tersebut
menolak menerima argumen bahwa Big Bang merupakan penyebab kelahiran alam semesta. Karena semesta sudah ada
sebelum dentuman itu terjadi.
Penulis kosmologi Marcus Chown Concedes mengakui pembuktian model semesta memang rumit. Ia bahkan mengatakan
sejarah semesta adalah sejarah kesalahan kita sebagai manusia.
Karena kita hendak menyelidiki materi yang luar biasa besar, sementara kita hanya bisa duduk di sebuah planet kecil yang
menjadi bagian dari materi tersebut.
Sumber : Sinar Harapan (29 April 2002)
BIG BANG, LEDAKKAN YANG MENGHANCURKAN PAHAM MATERIALISME (1)

Gagasan Kuno Abad 19: Alam Semesta Kekal


Gagasan yang umum di abad 19 adalah bahwa alam semesta merupakan kumpulan materi berukuran tak hingga yang telah
ada sejak dulu kala dan akan terus ada selamanya. Selain meletakkan dasar berpijak bagi paham materialis, pandangan ini
menolak keberadaan sang Pencipta dan menyatakan bahwa alam semesta tidak berawal dan tidak berakhir.
Materialisme adalah sistem pemikiran yang meyakini materi sebagai satu-satunya keberadaan yang mutlak dan menolak
keberadaan apapun selain materi. Berakar pada kebudayaan Yunani Kuno, dan mendapat penerimaan yang meluas di abad
19, sistem berpikir ini menjadi terkenal dalam bentuk paham Materialisme dialektika Karl Marx.

Para penganut materalisme meyakini model alam semesta tak hingga sebagai dasar berpijak paham ateis mereka.
Misalnya, dalam bukunya Principes Fondamentaux de Philosophie, filosof materialis George Politzer mengatakan bahwa
"alam semesta bukanlah sesuatu yang diciptakan" dan menambahkan: "Jika ia diciptakan, ia sudah pasti diciptakan oleh
Tuhan dengan seketika dan dari ketiadaan".

Ketika Politzer berpendapat bahwa alam semesta tidak diciptakan dari ketiadaan, ia berpijak pada model alam semesta
statis abad 19, dan menganggap dirinya sedang mengemukakan sebuah pernyataan ilmiah. Namun, sains dan teknologi
yang berkembang di abad 20 akhirnya meruntuhkan gagasan kuno yang dinamakan materialisme ini.

Astronomi Mengatakan: Alam Semesta Diciptakan

Pada tahun 1929, di observatorium Mount Wilson California, ahli astronomi Amerika, Edwin Hubble membuat salah satu
penemuan terbesar di sepanjang sejarah astronomi. Ketika mengamati bintang-bintang dengan teleskop raksasa, ia
menemukan bahwa mereka memancarkan cahaya merah sesuai dengan jaraknya. Hal ini berarti bahwa bintang-bintang
ini "bergerak menjauhi" kita. Sebab, menurut hukum fisika yang diketahui, spektrum dari sumber cahaya yang sedang
bergerak mendekati pengamat cenderung ke warna ungu, sedangkan yang menjauhi pengamat cenderung ke warna
merah. Selama pengamatan oleh Hubble, cahaya dari bintang-bintang cenderung ke warna merah. Ini berarti bahwa
bintang-bintang ini terus-menerus bergerak menjauhi kita. Jauh sebelumnya, Hubble telah membuat penemuan penting
lain. Bintang dan galaksi bergerak tak hanya menjauhi kita, tapi juga menjauhi satu sama lain. Satu-satunya yang dapat
disimpulkan dari suatu alam semesta di mana segala sesuatunya bergerak menjauhi satu sama lain adalah bahwa ia
terus-menerus "mengembang".

Agar lebih mudah dipahami, alam semesta dapat diumpamakan sebagai permukaan balon yang sedang mengembang.
Sebagaimana titik-titik di permukaan balon yang bergerak menjauhi satu sama lain ketika balon membesar, benda-benda
di ruang angkasa juga bergerak menjauhi satu sama lain ketika alam semesta terus mengembang.

Sebenarnya, fakta ini secara teoritis telah ditemukan lebih awal. Albert Einstein, yang diakui sebagai ilmuwan terbesar
abad 20, berdasarkan perhitungan yang ia buat dalam fisika teori, telah menyimpulkan bahwa alam semesta tidak
mungkin statis. Tetapi, ia mendiamkan penemuannya ini, hanya agar tidak bertentangan dengan model alam semesta
statis yang diakui luas waktu itu. Di kemudian hari, Einstein menyadari tindakannya ini sebagai 'kesalahan terbesar dalam
karirnya'.

Apa arti dari mengembangnya alam semesta? Mengembangnya alam semesta berarti bahwa jika alam semesta dapat
bergerak mundur ke masa lampau, maka ia akan terbukti berasal dari satu titik tunggal. Perhitungan menunjukkan bahwa
'titik tunggal' ini yang berisi semua materi alam semesta haruslah memiliki 'volume nol', dan 'kepadatan tak hingga'. Alam
semesta telah terbentuk melalui ledakan titik tunggal bervolume nol ini.

Ledakan raksasa yang menandai permulaan alam semesta ini dinamakan 'Big Bang', dan teorinya dikenal dengan nama
tersebut. Perlu dikemukakan bahwa 'volume nol' merupakan pernyataan teoritis yang digunakan untuk memudahkan
pemahaman. Ilmu pengetahuan dapat mendefinisikan konsep 'ketiadaan', yang berada di luar batas pemahaman
manusia, hanya dengan menyatakannya sebagai 'titik bervolume nol'. Sebenarnya, 'sebuah titik tak bervolume' berarti
'ketiadaan'. Demikianlah alam semesta muncul menjadi ada dari ketiadaan. Dengan kata lain, ia telah diciptakan. Fakta
bahwa alam ini diciptakan, yang baru ditemukan fisika modern pada abad 20, telah dinyatakan dalam Alqur'an 14 abad
lampau: "Dia Pencipta langit dan bumi" (QS. Al-An'aam, 6: 101)

Teori Big Bang menunjukkan bahwa semua benda di alam semesta pada awalnya adalah satu wujud, dan kemudian
terpisah-pisah. Ini diartikan bahwa keseluruhan materi diciptakan melalui Big Bang atau ledakan raksasa dari satu titik
tunggal, dan membentuk alam semesta kini dengan cara pemisahan satu dari yang lain.

PENENTUAN JARAK BINTANG

Pada dasarnya jarak suatu bintang dapat ditentukan dengan teknik yang disebut trigonometri paralaks. Apabila sebuah
bintang “dekat” dicatat posisinya dari dua titik di sisi yang berlawanan di orbit Bumi (misalnya, dalam selang waktu 6 bulan),
suatu perubahan posisi sudut yang sangat kecil akan terlihat. Pergeseran posisi ini — disebut sebagai paralaks — diamati
relatif terhadap bintang di latar belakang, yang biasanya adalah bintang yang sangat jauh sehingga posisinya relatif tetap.

Dengan menggunakan radius (jari-jari) Bumi sebagai patokan, jarak dari bintang bersangkutan dapat ditentukan melalui
sudut paralaksnya (p). Apabila p = 1” (satu detik busur), maka jarak bintang tersebut adalah 206.265 kali jarak Bumi ke
Matahari. Apabila dinyatakan dalam satuan tahun cahaya, maka jarak tersebut setara dengan 3,26 tahun cahaya. Besaran ini
dijadikan suatu satuan jarak yang disebut “parsek”, yang didefinisikan sebagai jarak dari suatu objek dimana objek tersebut
menunjukkan paralaks sebesar 1 detik busur. Jadi, satu parsek = 3,26 tahun cahaya.
Karena paralaks berbanding terbalik dengan jarak, maka sebuah bintang sejauh 10 parsek akan memiliki paralaks sebesar
0,1”. Bintang yang jaraknya lebih jauh memiliki paralaks yang lebih kecil, dan dengan demikian lebih sulit untuk diukur
jaraknya secara langsung. Untuk bintang-bintang semacam itu, para astronom menggunakan metode tidak langsung,
diantaranya dengan memanfaatkan bintang-bintang variabel cepheid.

Bintang terdekat dari Matahari, Proxima Centauri, memiliki paralaks sebesar 0,76”, yang berati bahwa jaraknya adalah 1/0,76
atau 1,32 parsek, atau 4,3 tahun cahaya. Paralaks dari bintang terdekat berikutnya, bintang Barnard, terukur sebesar 0,55”,
jadi jaraknya hampir 6 tahun cahaya. Tingkat kesalahan (error) dari metode ini berkisar 0,01”, yang artinya, ada 50 persen
kemungkinan bahwa sebuah bintang yang paralaksnya terukur sebesar 0,065” berada pada jarak antara 13,3 dan 18,2
parsek (berhubungan dengan paralaks sebesar 0,075” dan 0,055”), dan dengan kemungkinan yang sama besar bahwa
bintang tersebut berada pada jarak di luar kisaran tersebut.

Metode trigonometri paralaks hanya bisa diterapkan untuk bintang-bintang dekat, yang berjarak beberapa ratus tahun
cahaya. Pada kenyataannya, diantara 100 miliar bintang di galaksi Bima Sakti, hanya sekitar 700 bintang yang cukup dekat
untuk bisa diukur paralaksnya secara akurat.

- Diposting oleh Dhani @ 23:04 Senin 16 April 2007

Nukleosintesis pada Masa Awal Kosmos

Istilah nukleosintesis merujuk pada pembentukan elemen yang lebih berat, inti atom dengan lebih banyak proton dan
neutron, dari fusi (penggabungan) elemen yang lebih ringan. Teori Big Bang (dentuman besar) memprediksi bahwa alam
semesta di masa awal adalah tempat yang sangat panas. Satu detik setelah dentuman besar, temperatur alam semesta
berkisar 10 miliar derajat Kelvin, dan sebagian besar tersusun atas neutron, proton, elektron, anti-elektron (positron), foton,
dan neutrino. Saat alam semesta mendingin, neutron dapat meluruh kedalam proton dan elektron, atau bergabung bersama
proton untuk membentuk deuterium (isotop hidrogen). Dalam tiga menit pertama usia alam semesta, sebagian besar
deuterium bergabung untuk membentuk helium. Sejumlah lithium juga terbentuk pada waktu itu. Proses pembentukan
elemen ringan pada masa awal terbentuknya alam semesta ini disebut “Big Bang nucleosynthesis” (BBN).

Kelimpahan deuterium, helium, dan lithium yang diprediksi, bergantung pada


kerapatan materi biasa di masa awal alam semesta, seperti ditunjukkan oleh
gambar di sebelah kiri (klik untuk memperbesar). Dari sini terlihat bahwa produksi
helium relatif kurang sensitif terhadap kelimpahan materi biasa, diatas ambang
tertentu. Secara umum, diperkirakan bahwa sekitar 24% dari materi biasa di alam
semesta terbentuk dari helium pada proses Big Bang. Angka ini sesuai dengan
hasil observasi dan merupakan suatu pencapaian penting dari teori Big Bang.

Namun demikian, model dentuman besar dapat diuji lebih jauh. Untuk memprediksi
pembentukan elemen ringan lainnya sesuai dengan hasil observasi, kerapatan
rata-rata dari materi biasa semestinya sekitar 4% dari nilai kerapatan kritis
(mengenai nilai kerapatan kritis, silahkan baca kembali artikel berikut). Satelit
WMAP diluncurkan untuk melakukan pengukuran secara langsung terhadap
kerapatan materi biasa di alam semesta, dan membandingkannya dengan prediksi
nukleosintesis Big Bang. Hasil pengamatan ini nantinya sangat krusial terhadap
model Big Bang. Apabila hasilnya tidak sesuai dengan prediksi, maka hal itu dapat
disebabkan oleh: (1) Kesalahan (error) pada data, (2) Pemahaman yang kurang
menyeluruh terhadap proses nukleosintesis Big Bang, (3) Kesalahan pengertian
mengenai mekanisme yang menghasilkan fluktuasi radiasi latar kosmis, atau (4)
Adanya masalah yang lebih fundamental pada teori Big Bang.

Elemen yang lebih berat dari lithium dihasilkan didalam bintang. Seperti sudah berkali-kali dibahas disini, pada tahapan akhir
evolusi bintang, bintang yang masif membakar helium menjadi karbon, oksigen, silikon, sulfur, dan besi. Elemen yang lebih
berat dari besi diproduksi dalam dua cara: dalam lapisan terluar yang melingkupi bintang super-raksasa, dan dari ledakan
supernova. Segala bentuk kehidupan di muka Bumi yang berbasis karbon secara harafiah tersusun dari debu bintang.

- Diposting oleh Dhani @ 22:56


Jumat 13 April 2007

LOGIKA YANG BERALASAN


Untuk simpati semacam ini, meski bermental ragu-ragu, Penulis kitab (Al-Qur' an) menggunakan berbagai macam tipe
argumen untuk memecahkan keraguannya. Bagi orang-orang atheis dan yang ragu-ragu, pengejek dan bimbang, orang yang
mempunyai sangat banyak ilmu pengetahuan dan orang yang menganggap dirinya sebagai "raksasa intelektual", masalah
tersebut diarahkan kembali ke dasar bahwa mereka pada kenyataannya seperti "orang kerdil". Mereka seperti orang kerdil
yang mengalami perkembangan tidak normal dalam bagian apapun dari panca indera, seperti ukuran kepala yang terlalu
besar pada tubuh yang kecil, Pencipta Yang Maha Tinggi mempertanyakannya.

Tetapi sebelum kita mengajukan pertanyaan Tuhan kepadanya, izinkan saya memuaskan keingintahuan saya sendiri. "Anda
orang berpengetahuan yang telah belajar astronomi dan yang mempelajari alam semesta kita melalui teleskop Anda yang
hebat seperti jika meneliti dengan cermat sebuah obyek yang berada dalam kekuasaan Anda; katakan pada saya bagaimana
terjadinya alam semesta ini?" Orang berpengetahuan ini meski kurang dalam pemahaman spiritual, sangat murah hati dalam
membagi pengetahuannya. Dia dengan segera memberi tanggapan. "Baik," ia memulai,

"Milyaran tahun yang lalu alam semesta kita adalah sebuah bagian zat, dan kemudian terjadi sebuah "Big Bang" di pusat
gumpalan zat raksasa tersebut dan bongkahan zat yang kuat itu mulai berterbangan ke segala arah. Dari "Big Bang" tersebut
sistem solar kita berasal, begitu juga galaksi, dan sejak itu tidak ada pertahanan di angkasa terhadap momentum yang
dibangkitkan oleh ledakan awal, bintang-bintang dan planet-planet berotasi dalam orbitnya...."

Pada titik waktu ini, ingatan saya menggelitik --teman-teman materialis tampak dengan rahasia menyerap pengetahuan
mereka dari Surat Yaasiin.

"Dan, matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui. Dan,
telah Kami tetapkan manzilah-manzilah, sehingga (setelah dia sampai kepada manzilah yang terakhir) kembalilah dia
sebagai bentuk tandan yang tua. Tidaklah mungkin matahari mendapatkan bulan dan malam pun tidak dapat mendahului
siang. Dan, masing masing beredar pada garis edar nya." (QS. Yaasiin: 38-40)

Ilmuwan atheis tersebut melanjutkan. "Kita adalah 'perluasan' alam semesta. Galaksi surut dari kita dengan kecepatan yang
selalu bertambah cepat, dan suatu saat mencapai kecepatan cahaya, kita tidak akan dapat melihatnya lagi. Secepat mungkin
kita harus membuat teleskop yang lebih besar dan lebih baik untuk mempelajarinya, jika tidak kita akan ketinggalan"

"Kapan Anda menemukan cerita dongeng ini?" kami bertanya. "Tidak, ini bukanlah cerita dongeng tetapi fakta ilmu
pengetahuan!" teman kami meyakinkan kami. "Baiklah, kami menerima kenyataan yang Anda katakan, tetapi kapan Anda
benar-benar mengetahui kenyataan tersebut?"

"Baru kemarin!" Dia menjawab. Lima puluh tahun, sesudah semuanya, baru 'kemarin' dalam sejarah umat manusia.
"Seorang Arab yang tidak berpengetahuan pada padang pasir lebih dari 1400 tahun yang lalu tidaklah mungkin mempunyai
pengetahuan 'Big Bang' dan "perluasan alam semesta" Anda, benar?" kami bertanya. "Tidak, tidak pernah!" ia menjawab
dengan sombong. "Baik, jika demikian dengar apa yang dikatakan Nabi ummi tersebut:"

"Dan, Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing dari keduanya itu beredar di
dalam garis edarnya." (QS. Al-Anbiyaa': 33).

TEORI 'BIG BANG'

Tak dapatkah Anda melihat kata-kata "Orang yang tidak percaya" dalam kutipan pertama di atas secara khusus ditujukan
kepada Anda --orang-orang yang berpengetahuan-- para ahli geografi astronomi, orang yang setelah membuat penemuan
yang menakjubkan dan menyampaikan penemuan tersebut kepada umat manusia, masih tetap "buta" seperti tidak 'melihat'
penulisnya? "Dengan pengetahuan dan ensiklopedi, kita mungkin melupakan ketuhanan, dalam percobaan-percobaan kita
itu", kata Thomas Carlyle.

Dimanakah pada bumi ini seorang pengendara unta di padang pasir dapat mengumpulkan sedikit demi sedikit 'Fakta-fakta
Anda 14 abad yang lalu, kecuali dari pembuat 'Big Bang' sendiri?

Asal Mula Kehidupan


"Dan Anda para ahli biologi yang kelihatannya me-nguasai seluruh mahluk hidup, namun mempunyai keberani-an
mengingkari sumber kehidupan, yaitu Tuhan: katakan kepada saya, berdasarkan penelitian kebanggaan Anda; dimana dan
bagaimana asalnya kehidupan?

Seperti sekutunya, ahli astronomi 'yang tidak percaya', ia juga memulai--"Baik. Milyaran tahun lalu zat di laut mulai
menghasilkan protoplasma yang darinya datanglah amoeba; dan dari lumpur di dalam laut tersebut datanglah segala sesuatu
yang hidup. Dalam satu kata "semua kehidupan" berasal dari laut, yaitu air!"

"Dan, kapan Anda menemukan fakta bahwa semua benda yang hidup berasal dari air?"
Jawabnya tidak berbeda dengan teman astronomnya yang terdahulu, "Kemarin!"
"Tidak ada manusia terpelajar, tidak seorang filosof atau penyair telah pernah dapat menebak penemuan biologis Anda 14
abad yang lalu, benar?", kami bertanya.
"Tidak, tidak pernah!", katanya.
"Baik, maka, dengarkanlah anak tak berpendidikan dari padang pasir ini!"
"Dan, apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya adalah suatu yang padu.
Kemudian Kami pisahkan antar keduanya. Dan, dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka
tiada juga beriman?" (QS. Al-Anbiyaa': 30).

Pernyataan di atas diuraikan lebih jauh dalam Kitab Tuhan:


"Dan, Allah telah menciptakan semua jenis hewan dari air, maka sebagian dari hewan itu ada yang berjalan di atas perutnya
dan sebagian berjalan dengan dua kaki; sedang sebagian (yang lain) berjalan dengan empat kaki: Allah menciptakan apa
yang dikehendaki-Nya, sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu." (QS. An-Nuur: 45).

Anda tidak akan kesulitan memperhatikan bahwa kata-kata dari pencipta alam semesta Yang Maha Kuasa, Yang Maha Tahu
ditujukan kepada Anda orang-orang yang berpengetahuan dalam menjawab keragu-raguan Anda saat ini. Ini kenyataan yang
berasal dari luar mereka melebihi kemampuan penduduk padang pasir 14 abad yang lalu. Penulis tersebut (Tuhan Yang
Maha Kuasa) sedang memberi alasan kepada Anda, orang-orang yang berpengetahuan, bagaimana Anda dapat tidak
mempercayai Tuhan? Anda seharusnya orang yang paling akhir mengingkari keberadaan-Nya namun ternyata Anda yang
pertama! Kelemahan apa yang telah membuat Anda mengikuti ego menutupi perasaan logis Anda?

Dan kepada para ahli botani, zoologi dan psikologi yang, berlawanan dengan pengetahuan mereka yang mengagumkan ke
dalam kealamiahan segala sesuatu, menolak mengenali Tuhan Pencipta. Biarkan mereka kemudian menilai ucapan
Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam juru bicara Tuhan.

"Maha suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan
dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui." (QS. Yaasiin: 36).
* "Diciptakan Berpasangan" Misteri seks berlaku atas semua ciptaan --pada manusia, pada kehidupan hewan, pada
kehidupan tumbuhan, dan pada sesuatu yang lain yang kita tidak tahu. Kemudian terdapat kekuatan pasangan berlawanan di
alam, misalnya listrik positif dan negatif dan lain-lain. Atom itu sendiri terdiri dari inti yang bermuatan positif atau proton,
dikelilingi oleh elektron yang bermuatan negatif. Hukum materi itu sendiri karenanya mengacu sebagai pasangan energi yang
berlawanan. (Komentar oleh A. Yusuf Ali).

TEORI BIG BANG

Alam semesta ini berasal dari sebuah ledakan yang sangat dahsyat, ledakan ini disebut Big Bang (Dentuman Besar). Dahulu
ilmu yang mempelajari asal-usul alam semsta disebut Kosmogoni. Namun dewasa ini, Kosmogoni telah diperluas, tidak
hanya mempelajari tentang asal-usul alam semesta dan evolusinya tetapi juga meliputi isi alam semesta dan organisasinya
sehingga disebut Kosmologi.

 Menurut prinsip Kosmologi modern, dasar terbentuknya alam semesta dapat dikelompokkan ke dalam tiga teori :
1. Teori Keadaan Tetap
“Alam semsta sama di manapun atau bilamanapun atau dengan kata lain alam semesta sama di mana-mana setiap saat.”
Hipotesis ini disebut Kosmologi Keadaan Tetap (Steady-State Cosmology). Namun teori ini tergoyahkan karena alam
semesta cenderung mengembang dan tidak tetap.
2. Teori Osilasi
“Materi alam semesta bergerak saling menjauhi kemudian akan berhenti, lalu akan mengalami pemampatan demikian
seterusnya secara periodik.”
Teori ini mengemukakan bahwa alam semesta sekarang sedang mengembang karena sebelumnya telah terjadi penyusutan.
Dalam proses ini tidak ada materi yang rusak atau hilang ataupun tercipta, hanya mampat atau merenggang.
3. Teori Dentuman Besar / Big Bang
“ Seluruh materi dan energi dalam alam semesta pernah bersatu membentuk sebuah bola raksasa. Kemudian bola raksasa
ini meledak sehingga seluruh materi mengembang karena pengaruh energi ledakan yang sangat besar.”

Tahapan terjadinya Dentuman Besar :


1) Segera setelah terjadi dentuman besar, alam semesta mengembang dengan cepat hingga kira-kira 2000 kali matahari.
2) Sebelum berusia satu detik, semua partikel hadir dalam keseimbangan. Satu detik setelah dentuman, alam semesta
membentuk partikel-partikel dasar, yaitu elektron, proton, neutron, dan neutrino pada suhu 10 miliar kelvin.
3) Kira-kira 500 ribu tahun setelah terjadi ledakan, lambat laun alam semesta menjadi dingin hingga mencapai suhu
3000K. Partikel-partikel dasar membentuk benih kehidupan alam semesta.
4) Gas hidrogen dan helium membentuk kelompok-kelompok gas rapat yang tak teratur. Dalam kelompok-kelompok
tersebut mulai terbentuk protogalaksi.
5) Antar satu dan dua miliar tahun setelah terjadinya dentuman besar, protogalaksi-protogalaksi melahirkan bintang-
bintang yang lambat laun berkembang menjadi raksasa merah dan supernova yang merupakan bahan baku kelahiran
bintang-bintang baru dalam galaksi.
6) Satu di antara miliaran galaksi ytang terbentuk adalah galaksi Bimasakti. Di dalam galaksi ini terdapat tata surya kita,
dengan matahri adalah bintang yang terdekat dengan bumi.

Radiasi Isotropis 3K
Radiasi isotropik sinar kosmik yang redup dari radiasi gelombang mikro yang bersuhu sangat rendah yaitu sekitar tiga
derajat kelvin (3K) atau 270oC sekarang dapat dilihat di seluruh alam semesta, menurut ahli astronomi, merupakan sisa-sisa
dentuman besar yang disebut radiasi isotropis 3K. Arno Penzias dan Robert Wilson dari New Jersey, Amerika Serikat, pada
tahun 1965 ternya menangkap radiasi dari gelombang mikro tersebut dari segala arah. Dari arah datangnya radiasi para ahli
astronomi mengharapkan dapat menemukan pusat alam semesta. Karena radiasi ditangkap dari segala arah maka dapat
disimpulkan bahwa pusat alam semesta maupun asal mulanya ada di sekeliling kita. Sumber radiasi isotropik 3K yang identik
dengan benda hitam seharusnya berasal dari pusat dentuman besar, karena pusat dentuman menjadi kosong atau disebut
Black Hole. (PNDX ‘2005)

ADA APA SEBELUM BIG BANG?

Lantas, bagaimana rupa alam semesta sebelum terjadinya big bang? Masalahnya, para astronom mengukur usia alam
semesta mulai dari terjadinya big bang. Dan karena peristiwa big bang menandai awal waktu dan terbentuknya ruang, maka
tidak ada momen “sebelum big bang”. Saat itu, baik konsep “ruang” atau “waktu” tidak ada, dan karenanya alam semesta
juga tidak eksis.

Penjelasan ini mungkin akan lebih gampang dimengerti melalui contoh yang serupa: Di permukaan Bumi, Kutub Utara
menandai garis bujur 90 derajat. Apabila kita pergi ke utara melintasi sembarang garis bujur, kita tidak akan bisa pergi
melewati garis bujur 90 derajat. Sekali kita mencapai bujur 90 derajat (kutub utara), kita akan mengarah ke selatan. Jadi,
pertanyaan “apa yang ada di utara kutub utara?” tidak punya jawaban yang berarti, sama seperti pertanyaan di awal catatan
ini.

Tapi tentu saja kesulitan seperti itu tidak menghentikan para penyusun teori :). Mungkin saja sebelum big bang, waktu adalah
khayalan, mungkin juga bahkan tidak ada apa-apa, dan alam semesta berasal dari suatu fluktuasi dari kondisi hampa. Tentu
saja masih ada segudang kemungkinan lain. Sayangnya, teori-teori itu akan sulit untuk didukung oleh percobaan, karena
suhu yang luar biasa tinggi saat terjadinya big bang sama sekali tidak menyisakan struktur atom maupun sub atom yang
mungkin ada sebelum big bang.

- Diposting oleh Dhani @ 23:14

USIA ALAM SEMESTA


Berapa sih sebenarnya umur alam semesta ini? Para astronom sejauh ini telah menerapkan beberapa teknik untuk
menentukan usia alam semesta. Salah satunya adalah dengan memperkirakan usia elemen di Bima Sakti berdasarkan
peluruhan radioaktif dari elemen yang waktu paruhnya telah diketahui, lalu menganggap bahwa elemen-elemen itu tercipta
(dalam supernova bintang raksasa) dalam kecepatan yang tetap. Berdasar metode ini, umur alam semesta diperkirakan
sekitar 14,5 ± 3 miliar tahun.

Teknik yang lain mengukur usia kelompok bintang, berdasar anggapan mengenai dinamika dan jarak kelompok itu. Kelompok
tertua diperkirakan berusia 11,5 ± 1,3 miliar tahun, sehingga usia alam semesta sekitar 11 sampai 14 miliar tahun.

Dengan menggunakan kecepatan pengembangan alam semesta dan jaraknya sampai benda yang paling jauh untuk
mengukur umur alam semesta, maka didapat angka sekitar 13 sampai 14 miliar tahun. Penemuan terakhir mengenai
kecepatan pengembangan yang meningkat membuat perhitungan ini makin tidak pasti.

Akhir-akhir ini, metode mandiri yang lengkap telah disempurnakan. Teleskop ruang angkasa Hubble, yang bekerja di dekat
batas pengamatannya, telah mengukur suhu bintang kerdil putih tertua di kelompok globular M4. Teknik yang digunakan
mirip seperti mengukur sejak kapan api menyala dengan mengukur suhu baranya. Dengan metode ini, bintang kerdil putih
tertua berumur antara 12 hingga 13 miliar tahun. Dengan menganggap bintang-bintang pertama terbentuk kurang dari 1
miliar tahun setelah big bang, menghasilkan perkiraan bahwa alam semesta secara keseluruhan berusia antara 13 hingga 14
miliar tahun.

Perkiraan yang saat ini dianggap paling akurat diperoleh pada bulan Februari 2003 oleh wahana antariksa Wilkinson
Microwave Anistropy Probe (WMAP). Berdasarkan data yang diperoleh, usia alam semesta saat ini diperkirakan sekitar 13,7
± 0,2 miliar tahun.

Anda mungkin juga menyukai