Anda di halaman 1dari 27

Pengertian pemarintahan presidensial dan pemerintahan

parlementer?
pengertian pemarintahan presidensial dan pemerintahan parlementer di indonesia
 5 bulan lalu

Lapor Penyalahgunaan

by Baskoro
Anggota sejak:
05 Oktober 2007
Total poin:
1423 (Level 3)
 Tambahkan ke Kontak Saya
 Blokir Pengguna

Jawaban Terbaik - Dipilih oleh Suara Terbanyak


Presidensil adalah : Sistem pemerintahan, dimana semua menteri bertanggung jawab
kepada Presiden. Dapat dikatakan bahwa wewenang penuh dalam aktivitas pemerintahan
dipegang oleh Presiden.

Sedangkan parlementer : Sistem pemerintahan, dimana semua menteri bertanggung jawab


kepada parlemen (DPR/MPR). Pada sistem ini, pemegang wewenang penuh dalam
aktivitas pemerintahan adalah Perdanan mentri. Sedangkan Presiden atau Raja dapat
dikatakan hanya sebagai Simbol (seperti di Indonesia waktu RIS, Presidennya Soekarno
dan Perdana Menterinya Syahrir)

 pemerintahan presidential adalah sistem pemerintahan suatu negara dimana dewan


menteri bertanggung jawab penuh kepada presiden, sedangkan
pemerintahan parlementer adalah sistem pemerintahan suatu negara dimana
dewan menteri bertnggung jawab kepada parlemen

saya mau tanya,,,


1. apa kelebihan sistem pemerintahan presidensial di indonesia?
2. apa kekurangannya?
terima kasih
 1 bulan lalu

Lapor Penyalahgunaan
by Chingoks...

Anggota sejak:
14 Juni 2008
Total poin:
20343 (Level 6)
Gambar Badge:

Berkontribusi Dalam:
Pemerintah
Politik
Lain-lain - Politik & Pemerintahan
 Tambahkan ke Kontak Saya
 Blokir Pengguna

Jawaban Terbaik - Dipilih oleh Suara Terbanyak


Bro, mo berbagi...

Ciri-ciri dari sistem pemerintaha presidensial adalah sebagai berikut.

1. Penyelenggara negara berada ditangan presiden. Presiden adalah kepala negara


sekaligus kepala pemerintahan. Presiden tidak dipilih oleh parlemen, tetapi dipilih
langsung oleh rakyat atau suatu dewan majelis.
2. Kabinet (dewan menteri) dibentuk oleh presiden. Kabinet bertangungjawab kepada
presiden dan tidak bertanggung jawab kepada parlemen atau legislatif.
3. Presiden tidak bertanggungjawab kepada parlemen. Hal itu dikarenakan presiden tidak
dipilih oleh parlemen.
4. Presiden tidak dapat membubarkan parlemen seperti dalam sistem parlementer.
5. Parlemen memiliki kekuasaan legislatif dan sebagai lembaga perwakilan. Anggota
parlemen dipilih oleh rakyat.
6. Presiden tidak berada dibawah pengawasan langsung parlemen.

Kelebihan Sistem Pemerintahan Presidensial:

1. Badan eksekutif lebih stabil kedudukannya karena tidak tergantung pada parlemen.
2. Masa jabatan badan eksekutif lebih jelas dengan jangka waktu tertentu. Misalnya, masa
jabatan Presiden Amerika Serikat adalah empat tahun, Presiden Indonesia adalah lima
tahun.
3. Penyusun program kerja kabinet mudah disesuaikan dengan jangka waktu masa
jabatannya.
4. Legislatif bukan tempat kaderisasi untuk jabatan-jabatan eksekutif karena dapat diisi
oleh orang luar termasuk anggota parlemen sendiri.

Kekurangan Sistem Pemerintahan Presidensial:


1. Kekuasaan eksekutif diluar pengawasan langsung legislatif sehingga dapat
menciptakan kekuasaan mutlak.
2. Sistem pertanggungjawaban kurang jelas.
3. Pembuatan keputusan atau kebijakan publik umumnya hasil tawar-menawar antara
eksekutif dan legislatif sehingga dapat terjadi keputusan tidak tegas dan memakan waktu
yang lama.

Apa persamaan dan perbedaan sistem presidensial dan


parlementer?
 1 bulan lalu

Lapor Penyalahgunaan

by Ve
Anggota sejak:
06 Desember 2007
Total poin:
1414 (Level 3)
 Tambahkan ke Kontak Saya
 Blokir Pengguna

Jawaban Terbaik - Dipilih oleh Penanya


Sistem parlementer adalah sebuah sistem pemerintahan di mana parlemen memiliki
peranan penting dalam pemerintahan. Dalam hal ini parlemen memiliki wewenang dalam
mengangkat perdana menteri dan parlemen pun dapat menjatuhkan pemerintahan, yaitu
dengan cara mengeluarkan semacam mosi tidak percaya.
Sistem parlemen dapat memiliki seorang presiden dan seorang perdana menteri yang
berwenang terhadap jalannya pemerintahan.

Dalam presidensiil, presiden berwenang terhadap jalannya pemerintahan, namun dalam


sistem parlementer presiden hanya menjadi simbol kepala negara saja.

Sistem parlementer dibedakan oleh cabang eksekutif pemerintah tergantung dari


dukungan secara langsung atau tidak langsung cabang legislatif, atau parlemen, sering
dikemukakan melalui sebuah veto keyakinan. Oleh karena itu, tidak ada pemisahan
kekuasaan yang jelas antara cabang eksekutif dan cabang legislatif, menuju kritikan dari
beberapa yang merasa kurangnya pemeriksaan dan keseimbangan yang ditemukan dalam
sebuah republik kepresidenan.

Sistem presidensiil (presidensial), atau disebut juga dengan sistem kongresional,


merupakan sistem pemerintahan negara republik di mana kekuasan eksekutif dipilih
melalui pemilu dan terpisah dengan kekuasan legislatif.

Ciri-ciri pemerintahan presidensiil yaitu:


Dikepalai oleh seorang presiden sebagai kepala pemerintahan sekaligus kepala negara.

Kekuasan eksekutif presiden diangkat berdasarkan demokrasi rakyat dan dipilih langsung
oleh mereka atau melalui badan perwakilan rakyat.

Presiden memiliki hak prerogratif (hak istimewa) untuk mengangkat dan memberhentikan
menteri-menteri yang memimpin departemen dan non-departemen.

Menteri-menteri hanya bertanggung jawab kepada kekuasan eksekutif presiden bukan


kepada kekuasaan legislatif.

Presiden tidak bertanggung jawab kepada kekuasaan legislatif.

Sistem parlemen dipuji, dibanding dengan sistem presidensiil, karena kefleksibilitasannya


dan tanggapannya kepada publik. Kekurangannya adalah dia sering mengarah ke
pemerintahan yang kurang stabil, seperti dalam Republik Weimar Jerman dan Republik
Keempat Perancis. Sistem parlemen biasanya memiliki pembedaan yang jelas antara
kepala pemerintahan dan kepala negara, dengan kepala pemerintahan adalah perdana
menteri, dan kepala negara ditunjuk sebagai dengan kekuasaan sedikit atau seremonial.
Namun beberapa sistem parlemen juga memiliki seorang presiden terpilih dengan banyak
kuasa sebagai kepala negara, memberikan keseimbangan dalam sistem ini.

. Sistem Pemerintahan

Istilah sistem pemerintahan merupakan gabungan dari dua kata,


“sistem” dan “pemerintahan”. “Sistem” adalah suatu keseluruhan,
terdiri dari beberapa bagian yang mempunyai hubungan fungsional,
baik antara bagian-bagian maupun hubungan fungsional terhadap
keseluruhannya, sehingga, hubungan itu menimbulkan suatu
ketergantungan antara bagian-bagian yang akibatnya jika salah satu
bagian tidak bekerja dengan baik, maka akan mempengaruhi
keseluruhannya itu. (Carl J. Friedrich).

Sistem pemerintahan di dunia terbagi atas sistem pemerintahan


parlementer dan presidensial. Pada umumnya, negara-negara di dunia
menganut salah satu dari sistem pemerintahan tersebut. Adanya
sistem pemerintahan lain dianggap sebagai variasi atau kombinasi dari
dua sistem pemerintahan di atas. Negara Inggris dianggap sebagai tipe
ideal dari negara yang menganut sistem pemerintahan parlementer.
Bahkan, Inggris disebut sebagai “mother of parliaments” (induk
parlementer), sedangkan Amerika Serikat merupakan tipe ideal dari
negara dengan sistem pemerintahan presidensial.

Kedua negara tersebut disebut sebagai tipe ideal karena menerapkan


ciri-ciri yang ideal dari sistem pemerintahan yang dijalankannya.
Inggris adalah negara pertama yang menjalankan model pemerintahan
parlementer. Amerika Serikat juga sebagai pelopor dalam
pemerintahan presidensial. Kedua negara tersebut sampai sekarang
tetap konsisten dalam menjalankan prinsip-prinsip dari sistem
pemerintahannya. Dari dua negara tersebut, kemudian sistem
pemerintahan diadopsi oleh negara-negara lain di belahan dunia.

1. Sistem Pemerintahan Parlementer

Sistem parlementer adalah sebuah sistem permerintahan di mana


parlemen memiliki peranan penting dalam pemerintahan. Dalam hal ini
parlemen memiliki wewenang dalam mengangkat perdana menteri dan
parlemen pun dapat menjatuhkan pemerintahan, yaitu dengan cara
mengeluarkan semacam mosi tidak percaya. Berbeda dengan sistem
presidensil, di mana sistem parlemen dapat memiliki seorang presiden
presiden dan seorang perdana menteri, yang berwenang terhadap
jalannya pemerintahan. Dalam presidensil, presiden berwenang
terhadap jalannya pemerintahan, namun dalam sistem parlementer
presiden hanya menjadi simbol kepala negara saja.

Sistem parlementer, terlahir dari adanya pertanggung jawaban


menteri. Seperti halnya yang terjadi di Inggris, di mana seorang raja
tak dapat diganggu gugat (the king can do no wrong), maka jika
terjadi perselisihan antara raja dengan rakyat, menterilah yang
bertanggung jawab terhadap segala tindakan raja. Sebagai contoh,
Thomas Wentworth salah seorang menteri pada masa Raja Karel I
dituduh melakukan tindak pidana oleh majelis rendah. Kemudian
karena terbukti, menteri tersebut dijatuhi hukuman mati oleh majelis
tinggi.
Dari pertanggung jawaban pidana ini, kemudian lahir pertanggung
jawaban politik, di mana para menteri harus bertanggung jawab atas
seluruh kebijaksanaan pemerintah terhadap parlemen. Sistem
parlemen telah terjadi sejak permulaan abad ke-18 di Inggris. Dari
sejarah ketatanegaraan, dapatlah dikatakan, bahwa sistem
parlementer ini adalah kelanjutan dari bentuk negara Monarchi
Konstitusionil, di mana kekuasaan raja dibatasi oleh konstitusi. Karena
itu dalam sistem parlementer, raja atau ratu dan presiden,
kedudukannya adalah sebagai kepala negara. Contoh kedudukan ratu
di Inggris, raja di Muangthai dan presiden di India.
Selanjutnya yang disebut eksekutif dalam sistem parlementer adalah
kabinet itu sendiri. Kabinet yang terdiri dari perdana menteri dan
menteri-menteri, bertanggung jawab sendiri satau bersama-sama
kepada parlemen. Kesalahan yang dilakukan oleh kabinet tidak dapat
melibatkan kepala negara. Karena itulah di Inggris dikenal istilah “the
king can do no wrong”. Pertanggung jawaban menteri kepada
parlemen tersebut dapat berakibat kabinet meletakkan jabatan dan
mengembalikan mandat kepada kepala negara manakala parlemen
tidak lagi mempercayai kabinet.
Sebagai catatan, bahwa dalam pemerintahan kabinet parlementer,
perlu dicapai adanya keseimbangan melalui mayoritas partai untuk
membentuk kabinet atas kekuatan sendiri. Kalau tidak, maka dibentuk
suatu kabinet koalisi berdasarkan kerjasama antara beberapa partai
yang bersama-sama mencapai mayoritas dalam badan legislatif.
Beberapa negara, seperti Negera Belanda dan negara-negara
Skandinavia, pada umumnya berhasil mencapai suatu keseimbangan,
sekalipun tidak dapat dielakkan suatu “dualisme antara pemerintah
dan dewan perwakilan rakyat”

a. Ciri-ciri Sistem Pemerintahan Parlementer

Beberapa ciri dari sistem pemerintahan parlementer, adalah sebagai


berikut :
1) Raja/ratu atau presiden adalah sebagai kepala negara. Kepala
negara ini tak bertanggung jawab atas segala kebijaksanaan yang
diambil oleh kabinet.

2) Kepala negara tidak sekaligus sebagai kepala pemerintahan. Kepala


pemerintahan adalah perdana menteri. Kepala negara tak memiliki
kekuasaan pemerintahan. Ia hanya berperan sebagai simbol
kedaulatan dan keutuhan negara.

3) Badan legislatif atau parlemen adalah satu-satunya badan yang


anggotanya dipilih lansung oleh rakyat melalui pemilihan umum.
Parlemen memiliki kekuasaan besar sebagai badan perwakilan dan
lembaga legislatif.

4) Eksekutif bertanggung jawab kepada legislatif. Dan yang disebut


sebagai eksekutif di sini adalah kabinet. Kabinet harus meletakkan
atau mengembalikan mandatnya kepada kepala negara, manakala
parlemen mengeluarkan mosi tidak percaya kepada menteri tertentu
atau seluruh menteri.

5) Dalam sistem dua partai, yang ditunjuk sebagai pembentuk kabinet


dan sekaligus sebagai perdana menteri adalah ketua partai politik yang
memenangkan pemilu. Sedangkan partai politik yang kalah akan
berlaku sebagai pihak oposisi.

6) Dalam sistem banyak partai, formatur kabinet harus membentuk


kabinet secara koalisi, karena kabinet harus mendapat dukungan
kepercayaan dari parlemen.

7) Apabila terjadi perselisihan antara kabinet dan parlemen dan kepala


negara beranggapan kabinet berada dalam pihak yang benar, maka
kepala negara akan membubarkan parlemen. Dan menjadi tanggung
jawab kabinet untuk melaksanakan pemilu dalam tempo 30 hari
setelah pembubaran itu. Sebagai akibatnya, apabila partai politik yang
menguasai parlemen menang dalam pemilu tersebut, maka kabinet
akan terus memerintah. Sebaliknya, apabila partai oposisi yang
memenangkan pemilu, maka dengan sendirinya kabinet
mengembalikan mandatnya dan partai politik yang menang akan
membentuk kabinet baru.

Dalam hal terjadinya suatu krisis kabinet karena kabinet tidak lagi
memperoleh dukungan dari mayorits badan legislatif, kadang-kadang
dialami kesukaran untuk membentuk suatu kabinet baru, oleh karena
pandangan masing-masing partai tidak dapat dipertemukan. Dalam
keadaan semacam ini terpaksa dibentuk suatu kabinet ekstra-
parlementer, yaitu suatu kabinet yang dibentuk tanpa formateur
kabinet merasa terikat pada konstelasi kekuatan politik dalam badan
legislatif.

Dengan demikian bagi formateur kabinet cukup peluang untuk


menunjuki menteri berdasarkan keahlian yang diperlukan tanpa
menghiraukan apakah dia mempunyai dukungan partai. Kalaupun ada
menteri yang merupakan anggota pertai, maka secara formil dia tidak
mewakili partainya. Biasanya suatu kabinet ekstra-parlementer
mempunyai program kerja yang terbatas dan mengikat diri untuk
menangguhkan pemecahan masalah-masalah yang bersifat
fundamental.

b. Kelebihan dan kekurangan Sistem Pemerintahan Parlementer

1. Kelebihan

a. Pembuatan kebijakan dapat ditangani secara cepat karena mudah


terjadi penyesuaian pendapat antara eksekutif dan legislatif. Hal ini
karena kekuasaan legislatif dan eksekutif berada pada satu partai atau
koalisi partai.
b. Garis tanggung jawab dalam pembuatan dan pelaksanaan kebijakan
publik jelas
c. Adanya pengawasan yang kuat dari parlemen terhadap kabinet
sehingga kabinet menjadi berhati-hati dalam menjalankan
pemerintahan.
2. Kekurangan

a. Kedudukan badan eksekutif/kabinet sangat tergantung pada


mayoritas dukungan parlemen sehingga sewaktu-waktu kabinet dapat
dijatuhkan oleh parlementer

b. Kelangsungan kedudukan badan eksekutif atau kabinet tak bisa


ditentikan berakhir sesuai dengan masa jabatannya karena sewaktu-
waktu kabinet dapat bubar

c. Kabinet dapat mengendalikan parlemen. Hal ini terjadi bila para


anggota kabinet adalah anggota parlemen dan berasal darin partai
mayoritas. Karena pengaruh mereka yang besar di parlemen dan
partai, anggota kabinet pun dapat menguasai parlemen

d. Parlemen menjadi tempat kaderisasi bagi jabatan-jabatan eksekutif.


Pengalaman mereka menjadi anggota parlemen dimanfaatkan dan
menjadi bekal penting untuk menjadi menteri atau jabatan eksekutif
lainnya.

2. Sistem Pemerintahan Presidensial

Dalam sistem pemerintahan presidensial, kedudukan eksekutif tak


tergantung pada badan perwakilan rakyat. Adapun dasar hukum dari
kekuasaan eksekutif dikembalikan kepada pemilihan rakyat. Sebagai
kepala eksekutif, seorang presiden menunjuk pembantu-pembantunya
yang akan memimpin departemennya masing-masing dan mereka itu
hanya bertanggung jawab kepada presiden. Karena pembentukan
kabinet itu tak tergantung dari badan perwakilan rakyat atau tidak
memerlukan dukungan kepercayaan dari badan perwakilan rakyat,
maka menteri-pun tak bisa diberhentikan olehnya.
Sistem ini terdapat di Amerika Serikat yang mempertahankan ajaran
Montesquieu, di mana kedudukan tiga kekuasaan negara yaitu
legislatif, eksekutif dan legislatif, terpisah satu sama lain secara tajam
dan saling menguji serta saling mengadakan perimbangan (check and
balance). Kekuasaan membuat undang-undang ada di tangan
congress, sedangkan presiden mempunyai hak veto terhadap undang-
undang yang sudah dibuat itu. Kekuasaan eksekutif ada pada presiden
dan pemimpin-pemimpin departemen, yaitu para menteri yang tidak
bertanggung jawab pada parlemen. Karena presiden dipilih oleh
rakyat, maka sebagai kepala eksekutif ia hanya bertanggung jawab
kepada rakyat.
Pelaksanaan kekuasaan kehakiman menjadi tanggung jawab Supreme
Court (Mahkamah Agung), dan kekuasaan legislatif berada di tangan
DPR atau Konggres (Senat dan Parlemen di Amerika). Dalam
Praktiknya, sistem presidensial menerapkan teori Trias Politika
Montesqueu secara murni melalui pemisahan kekuasaaan (Separation
of Power ). Contohnya adalah Amerika dengan Chek and Balance.
Sedangkan yang diterapkan di Indonesia adalah pembagian kekuasaan
(Distribution of Power).

a. Ciri-ciri Sistem Pemerintahan Presidensial

1) Penyelenggara negara berada di tangan presiden. Presiden adalah


kepala negara dan sekaligus kepala pemerintahan. Presiden tak dipilih
oleh parlemen, tetapi dipilih langsung oleh rakyat atau suatu
dewan/majelis

2) Kabinet (dewan menteri) dibentuk oleh presiden. Kabinet


bertanggung jawab kepada presiden dan tidak bertanggung jawab
kepada parlemen/legislatif

3) Presiden tidak bertanggung jawab kepada parlemen karena ia tidak


dipilih oleh parlemen

4) Presiden tak dapat membubarkan parlemen seperti dalam sistem


parlementer

5) Parlemen memiliki kekuasaan legislatif dan menjabat sebagai


lembaga perwakilan. Anggotanya pun dipilih oleh rakyat
6) Presiden tidak berada di bawah pengawasan langsung parlemen

b. Kelebihan dan Kekurangan Sistem Pemerintahan Presidensial

1. Kelebihan

a. Badan eksekutif lebih stabil kedudu-kannya karena tidak tergantung


pada parlemen

b. Masa jabatan badan eksekutif lebih jelas dengan jangka waktu


tertentu. Misalnya, masa jabatan presiden Amerika Serikat adalah 4
tahun dan presiden Indonesia selama 5 tahun

c. Penyusunan program kerja kabinet mudah disesuaikan dengan


jangka waktu masa jabatannya

d. Legislatif bukan tempat kaderisasi untuk jabatan-jabatan eksekutif


karena dapat diisi oleh orang luar termasuk anggota parlemen sendiri

2. Kekurangan

a. Kekuasaan eksekutif di luar pengawasan langsung legislatif sehingga


dapat menciptakan kekuasaan mutlak

b. Sistem pertanggung jawabannya kurang jelas

c. Pembuatan keputusan/kebijakan publik umumnya hasil tawar-


menawar antara eksekutif dengan legislatif sehingga dapat terjadi
keputusan tidak tegas dan memakan waktu yang lama.

Menyadari adanya kelemahan dari masing-masing sistem


pemerintahan, negara-negara pun berusaha memperbaharui dan
berupaya mengkombinasikan dalam sistem pemerintahannya Hal ini
dimaksudkan agar kelemahan tersebut dapat dicegah atau
dikendalikan. Misalnya, di Amerika Serikat yang menggunakan sistem
presidensial, maka untuk mencegah kekuasaan presiden yang besar,
diadakanlah mekanisme cheks and balance, terutama antara eksekutif
dan legislatif.

Menurut Rod Hague, pada sistem pemerintahan presidensial terdiri dari


3 (tiga) unsur yaitu :

1) Presiden yang dipilih rakyat, menjalankan pemerintahan dan


mengangkat pejabat-pejabat pemerintahan yang terkait.

2) Masa jabatan yang tetap bagi presiden dan dewan perwakilan,


keduanya tidak bisa saling menjatuhkan (menggunakan kekuasaan
secara sewenang-wenang).

3) Tidak ada keanggotaan yang tumpang tindih antara eksekutif dan


legislatif

Apa sistem pemerintahan di amerika dan inggris?


ini tugas sekolah, bikin pusing...

plis, bantu ya.. thanks.


 5 hari lalu
 - 19 jam tersisa untuk voting

Lapor Penyalahgunaan

 0 bintang - tandai ini sebagai Pertanyaan Menarik!

Siapa yang menilainya menarik


Jadilah orang pertama yang menandai pertanyaan ini sebagai pertanyaan yang
menarik!

 Email
 Simpan
o Tambahkan ke Daftar Pantau pribadi
o Simpan ke My Web
o RSS

Jawaban (2)

 Penjawab 1

Kalo gak parlementer, presidensil

o 5 hari lalu

Sign in untuk memberikan suara!

o 0 Penilaian: Jawaban Bagus


o 0 Penilaian: Jawaban Buruk
o Lapor Penyalahgunaan
 Penjawab 2

Klo di Amerika Sistem Presidensiil artinya Kepala Pemerintahan mempunyai hak


membentuk Kabinet ( Menteri ) dan Kabinet bertanggung jawab kepada Presiden (
Kepala Pemerintahan sekaligus Kepala Negara )...Presiden bisa membubarkan
Kabinet.
Klo di Inggris Sistem Parlementer...artinya Kabinet ( Menteri ) dibentuk oleh
Parlemen ( semacam DPR ) dan dipimpin oleh Perdana Menteri....Kabinet
bertanggung jawab kepada Parlemen ....Perdana Menteri tdk bisa membubarkan
Kabinet ( ttp Parlemen bisa membubarkan kabinet ).....biasanya Perdana Menteri
berasal dari partai yg mempunyai kursi terbanyak di Parlemen .....( Kepala
Pemerintahannya Perdana Menteri.. tapi Kepala Negaranya Ratu Elzabeth II ).....

o 5 hari lalu

Sistem Parlementer versus Sistem


Presidensial, Beberapa Pemikiran

Oleh Harun Alrasid

Dari perspektif sejarah adalah menarik bahwa


sistem parlementer yang berlaku di Inggris tidak
dianut di Amerika Serikat yang nota bene adalah
bekas tanah jajahan (koloni) Inggris. Amerika
Serikat memakai sistem presidensial. Begitu pula
Indonesia sebagai bekas tanah jajahan Belanda
tidak menganut sistem pemerintahan yang
berlaku di negara yang menjajahnya, yaitu
sistem parlementer. UUD 1945 memakai sistem
presidensial.

Apakah sebabnya? Menurut pendapat saya


karena baik Inggris maupun Belanda
menempatkan raja/ratu sebagai Kepala Negara
(Head of State) sebagai lambang persatuan dan
kesatuan yang tidak bisa berbuat salah (The
King/Queen can do no wrong) sedangkan yang
bertanggung jawab mengenai kebijakan
pemerintahan ialah Perdana Menteri (serta para
Menteri) sebagai Kepala Pemerintah (Head of
Government). Dengan kelebihan suara yang
menyolok, dari 63 orang anggota Dokuritsu
Zyumbi Cho Sakai (Badan Penyelidik Usaha
Persiapan Kemerdekaan) yang hadir pada waktu
pemungutan suara, sebanyak 55 orang memilih
bentuk ”republik” yang dikepalai oleh seorang
presiden dan sistem pemerintahan yang dianut
ialah sistem presidensial. Namun perlu dicatat
bahwa belum sampai tiga bulan merdeka kita
meninggalkan sistem presidensial dan
menggantinya dengan sistem parlementer
dengan dibentuknya kabinet Sjahrir yang
pertama pada tanggal 14 November 1945.
Memang benar menjelang berakhirnya Republik
Pertama pada tanggal 27 Desember 1949 terjadi
tiga kali selingan dipakainya sistem presidensial,
namun hal ini merupakan ”exception to the rule.”

Selama Republik Kedua (27 Desember 1949-17


Agustus 1950) dan Republik Ketiga (17 Agustus
1950-5 Juli 1959), UUD 1949 dan UUD 1959
memakai sistem parlementer. Selama Republik
Keempat (5 Juli 1959 – sekarang) yaitu dengan
dikeluarkannya Dekrit Presiden, kita kembali
memakai sistem presidensial.

Adalah menarik untuk disadari bahwa dengan


berlakunya kembali UUD 1945 muncul diktator-
diktator. Memang UUD 1945 yang disusun dalam
Perang Dunia Kedua itu secara sadar memakai
sistem ”concentration of power and responsibility
upon the President” (pemusatan kekuasaan dan
tanggung jawab pada Presiden).

Apakah yang dimaksud dengan sistem


hubungan antara pemerintah dan badan yang
mewakili rakyat (Parlemen/DPR) di mana
Menteri tidak bertanggung jawab kepada
raja/ratu tetapi bertanggung jawab kepada
parlemen. Pemerintah (kabinet) sewaktu-waktu
dapat dijatuhkan oleh parlemen dengan
mengeluarkan mosi tidak percaya (mencapai
mayoritas suara) sehingga akibatnya Perdana
Menteri mengembalikan mandatnya kepada
raja/ratu yang akan menunjuk formatur untuk
membentuk kabinet baru (biasanya disebut
dengan nama sang Perdana Menteri). Inilah
yang lazim terjadi. Namun bisa juga terjadi
alternatif lain. Bukannya kabinet yang jatuh tetapi
parlemen yang dibubarkan oleh Kepala Negara
jika dinilainya tidak menyuarakan kemauan
rakyat, dengan perkataan lain tidak representatif
lagi. Tetapi syaratnya harus disusul dengan
pemilihan umum untuk membentuk parlemen
baru. Apabila ternyata sikap parlemen baru sama
saja dengan parlemen yang lama, maka Kepala
Negara tidak boleh membubarkan parlemen
untuk kedua kalinya. Jadi, kabinetlah yang harus
jatuh.

Batas masa kerja kabinet ialah antara dua


pemilihan umum. Contoh konkret ialah Kabinet
John Howard (koalisi Partai Liberal dan Partai
Nasional) yang memenangkan Pemilu 1998,
meskipun Juara I ialah Partai Buruh. Jika dalam
Pemilu 2001 Partai Buruh berhasil mencapai
mayoritas suara di parlemen (House of
Representatives), yaitu 75 kursi dari 148 kursi,
maka Partai Buruh-lah yang mendapat giliran
untuk memerintah selama tiga tahun mendatang
atau pemilu berikutnya, sebab tidak tertutup
kemungkinan terjadi pemilu yang dipercepat
(early election).

Berbeda dengan sistem (pemerintahan)


presidensial di mana Pemerintah (yaitu Presiden)
tidak dapat dijatuhkan dengan mosi tidak
percaya dari parlemen. Selama masa jabatan
Presiden (di Amerika 4 tahun, di Indonesia 5
tahun, di Filipina 6 tahun) dia dapat memerintah
dengan relatif aman (stabil). Memang betul
terdapat ”aturan main” yang memungkinkan
Presiden dijatuhkan dalam masa jabatannya
(removal from office) seperti di Amerika dan
Filipina, yaitu melalui lembaga impeachment,
namun dalam prakteknya betul ada satu
Presiden pun yang jatuh karena hasil
impeachment.

Satu-satunya kasus impeachment yang pernah


terjadi di Amerika ialah terhadapPresiden Andrew
Johnson (1865) namun pemungutan suara di
Senat tidak mencapai kuorum. Sedangkan
jatuhnya Presiden Estrada bukan karena hasil
proses impeachment tetapi karena dorongan
people’s power. Di Indonesia, menurut UUD
1945, tidak terdapat aturan main yang
memungkinkan jatuhnya Presiden.

Pertanyaan yang muncul akhir-akhir ini ialah


sistem pemerintahan manakah yang cocok untuk
negara kita?

Menurut pendapat saya yang cocok untuk


Indonesia ialah sistem presidensial, dengan
catatan bahwa sistem kepartaian harus
mengalami persesuaian. Pada Pemilu 2004 nanti
ada enam partai politik yang berhak ikut
pemilihan umum, yaitu PDI-P, Partai Golkar, PPP,
PKB, PAN dan PBB. Yang menjadi pertanyaan
ialah apakah jumlah kursi DPR yang harus diraih
(electoral threshold) masih tetap 2 (dua) persen
atau 10 kursi.

Dalam rangka untuk mencapai penyederhanaan


kepartaian yang pernah dilakukan oleh Presiden
Soekarno, saya menyarankan agar electoral
threshold dinaikkan dari 2% menjadi 10%. Ini
berarti partai pemenang pemilu harus meraih
minimal 50 kursi. Diharapkan Pemilu 2004 akan
menghasilkan empat besar (Big Four) seperti
pada Pemilu 1955.

Selanjutnya menjelang Pemilu 2009 UU Pemilu


diubah lagi, yaitu electoral threshold dinaikkan
dari 10% menjadi 20%. Ini berarti setiap partai
harus meraih minimal 100 kursi. Diharapkan
Pemilu 2009 akan menghasilkan Tiga Besar atau
Dua Besar. Alhasil, lambat laun sistem
multipartai akan berganti dengan sistem dua
atau tiga partai, yaitu jumlah partai yang ideal
untuk suatu sistem presidensial. Kalau tahap ini
sudah tercapai, barulah kita memakai sistem
pemilihan presiden secara langsung.

Bagaimana pun, dalil saya ialah sistem


presidensial inheren dengan sistem dua/tiga
partai. Namun prosesnya harus alamiah, dengan
perkataan lain, tidak dipaksakan dari atas seperti
pada masa Orde Baru.

Penulis adalah Guru Besar Hukum Tata Negara


Universitas Indonesia

Sistem parlementer adalah sebuah sistem pemerintahan di mana


parlemen memiliki peranan penting dalam pemerintahan. Dalam hal ini parlemen
memiliki wewenang dalam mengangkat perdana menteri dan parlemen pun
dapat menjatuhkan pemerintahan, yaitu dengan cara mengeluarkan semacam
mosi tidak percaya. Berbeda dengan sistem presidensiil, di mana sistem
parlemen dapat memiliki seorang presiden dan seorang perdana menteri, yang
berwenang terhadap jalannya pemerintahan. Dalam presidensiil, presiden
berwenang terhadap jalannya pemerintahan, namun dalam sistem parlementer
presiden hanya menjadi simbol kepala negara saja.

Sistem parlementer dibedakan oleh cabang eksekutif pemerintah


tergantung dari dukungan secara langsung atau tidak langsung cabang legislatif,
atau parlemen, sering dikemukakan melalui sebuah veto keyakinan. Oleh karena
itu, tidak ada pemisahan kekuasaan yang jelas antara cabang eksekutif dan
cabang legislatif, menuju kritikan dari beberapa yang merasa kurangnya
pemeriksaan dan keseimbangan yang ditemukan dalam sebuah republik
kepresidenan.

Sistem parlemen dipuji, dibanding dengan sistem presidensiil, karena


kefleksibilitasannya dan tanggapannya kepada publik. Kekurangannya adalah dia
sering mengarah ke pemerintahan yang kurang stabil, seperti dalam Republik
Weimar Jerman dan Republik Keempat Perancis. Sistem parlemen biasanya
memiliki pembedaan yang jelas antara kepala pemerintahan dan kepala negara,
dengan kepala pemerintahan adalah perdana menteri, dan kepala negara
ditunjuk sebagai dengan kekuasaan sedikit atau seremonial. Namun beberapa
sistem parlemen juga memiliki seorang presiden terpilih dengan banyak kuasa
sebagai kepala negara, memberikan keseimbangan dalam sistem ini.

Dalam sistem parlementer terdapat hubungan yang erat antara eksekutif


dan legislatif. Setiap kabinet yang dibentuk harus memperoleh dukungan
kepercayaan dengan suara terbanyak dari parlemen. Dengan demikian,
kebijaksanaan pemerintah atau kabinet tidak boleh menyimpang dari yang
dikehendaki oleh parlemen. Sebagai konsekuensi lebih lanjut, kabinet harus
mempertanggungjawabkan kebijaksanaannya kepada parlemen. Eksekutif dalam
sitem parlementer adalah kabinet, terdiri dari perdana menteri dan menteri-
menteri yang bertanggung jawab sendiri atau bersama-sama kepada parlemen.

Perlu ditegaskan, dalam sistem parlementer terdapat pemisahan tegas


antara kepala negara (raja, ratu, presiden) dan kepala pemerintahan (perdana
menteri). Karena itu, kesalahan yang dilakukan oleh kabinet tidak dapat
melibatkan kepala negara (The king can do no wrong). Pertanggungjawaban
menteri kepada parlemen, bila tidak dapat diterima dan parlemen tidak
mempercayai kabinet lagi, dapat berakibat cabinet meletakkan jabatan. Dengan
demikian, kabinet harus mengembalikan mandatnya kepada negara.

Hubungan parlemen dan eksekutif akan bersifat sangat mempengaruhi.


Mengingat posisi politik parlemen terhadap eksekutif sebagaimana dikatakan di
atas, maka pertanggungjawaban eksekutif (presiden) terhadap parlemen (MPR)
akan menjadi suatu yang bersifat nyata yang sewaktu-waktu dapat diminta oleh
parlemen. Hal ini akan terjadi jika kebijaksanaan eksekutif dirasakan oleh
parlemen telah menyimpang dari yang telah digariskan. Keadaan inilah yang
dimaksudkan dengan meningkatnya bobot parlementer dalam sistem
pemerintahan kita. Karena memang secara konstitusional parlemen (MPR) dapat
mengadakan sidang setiap waktu. Ini sesuai dengan pasal 2 ayat (2) UUD '45
yang menyatakan: "Majelis Permusyawaratan Rakyat bersidang sedikitnya sekali
dalam lima tahun", dan bukan hanya sekali dalam lima tahun.

Ciri- ciri sistem pemerintahan parlementer :

1. Memiliki seorang presiden dan seorang perdana mentri


2. Presiden dan Perdana Mentri berwenang terhadap jalannya pemerintahan
3. Tidak ada pemisahan kekuasaan yang jelas antara cabang eksekutif dan
cabang legislative
4. Eksekutif dalam sitem parlementer adalah kabinet
5. Perdana menteri diangkat parlemen
6. Kedudukan presiden rangkap sebagai kepala negara dan kepal a
pemerintahan
7. Pembentuk cabinet adalah parlemen
8. Pertanggungjawaban cabinet langsung ke parlemen
9. Pengaruh parlemen ke pemerintahan sangat mutlak
10. DPR sebagai lembaga legislative

Sistem Pemerintahan Bangsa Indonesia dan dasar hukumnya

Bahwa sistem pemerintahan Indonesia, walaupun dipimpin seorang


Presiden, tidaklah dapat sepenuhnya dikatakan menganut system Presidensil.
Karena beberapa ciri parlementer juga melekat dalam hubungan Presiden
dengan Parlemen. Sistem pemerintahan Indonesia di bawah Undang-undang
Dasar 1945 (UUD '45).

Dengan demikian, jika pencalonan presiden/wapres berlangsung seperti


disebut di atas, maka diperkirakan di masa depan bobot parlementer dalam
sistem pemerintahan akan meningkat. Karena dengan cara itu, di masa depan
Parlemen akan menjadi lebih kuat, dan hubungannya dengan eksekutif akan
bersifat sangat mempengaruhi.

Jika kita lihat dari Pasal 4 dan 17 Undang-undang Dasar 1945


sebelum/setelah perubahan, ditunjukkan bahwa Undang-undang Dasar 1945
menganut pemerintahan presidensial, yaitu presiden menjadi kepala eksekutif
dan mengangkat serta memberhentikan para menteri yang bertanggungjawab
kepadanya. Namun jika dilihat dari Pasal 5 ayat (1) sebelum/setelah perubahan
dalam hubungannya dengan Pasal 21 sebelum/setelah perubahan, maka terlihat
bahwa Undang-undang Dasar 1945 sebelum/setelah perubahan tidak menganut
sistem pemerintahan presidensial sepenuhnya, karena menurut pasal-pasal
tersebut di atas, Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat sama-sama berhak
untuk mengajukan rancangan undang-undang yang menunjukkan sistem
pemerintahan presidensial di Indonesia bukan merupakan pelaksanaan dari
ajaran trias politika. Pertanggungjawaban presiden kepada MPR mengandung
ciri-ciri parlementer dan juga kedudukan presiden sebagai mandataris pelaksana
GBHN menunjukkan supremasi dari majelis (parliamentary supremacy) yang
melambangkan sifat dari lembaga pemegang kedaulatan rakyat yang tidak habis
kekuasaannya dibagi-bagikan kepada lembaga-lembaga negara yang ada
dibawahnya. Karena itu majelis berwenang mengangkat dan mengesahkan suatu
pemerintah (eksekutif) dan sekaligus memberhentikan pemerintah yang
diangkatnya itu, jika ia gagal atau tidak mampu lagi dalam melaksanakan
kehendak rakyat melalui majelis.

Sehingga berdasarkan Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 17 UUD 1945 sebelum
perubahan, sistem pemerintahan Indonesia adalah presidensial, karena presiden
adalah eksekutif, sedangkan menteri-menteri adalah pembantu presiden. Dilihat
dari sudut pertanggungjawaban presiden kepada MPR, berarti eksekutif dapat
dijatuhkan oleh lembaga negara lain—kepada siapa presiden bertanggungjawab
—maka sistem pemerintahan di bawah UUD 1945 sebelum perubahan dapat
disebut sebagai “quasi presidensial.

Keunggulan dan kelemahan model parlementer

Keunggulan :

1. Pengaruh rakyat terhadap politik negara sangat besar


2. Pemerintah akan bekerja lebih professional agar tidak dijatuhkan oleh
parlemen
3. Model ini prinsip-prinsip demokrasi benar-benar dapat dilaksanakan
dengan baik

Kelemahan :

1. Kondisi negara labil sehingga pembangunan bisa terganggu


2. Sering jatuh bagunnya cabinet karena mosi tidak percaya parlemen
memicu terjadinya krisis kabinet
3. Sering terjadi protes dari rakyat sehingga situasinya cenderung lebih
rawan

Praktek sistem pemerintahan Parlementer

Bagi negara-negara penganut Parlementer umumnya mengikuti 2 type


yaitu model Inggris dan non inggris/eropa barat yang biasanya mengadopsi
model Spanyol dan Jerman. Secara umum perbedaannya sebagai berikut :
Model Inggris

1. Lebih mementingkan perdebatan formal dan serius di parlemen.


2. Menekankan pentingnya sidang paripurna parlemen dibanding sidang
komisi
3. Anggota parlemen dipilih langsung dalam pemilu

Model eropa barat (Spanyol-Jerman)

1. Perdebatan lebih moderat, menekankan pentingnya lobi diluar sidang


resmi
2. Lebih menekankan sidang komisi dimana terjadi perdebatan mengenai isu
kebijakan-kebijakan tertentu. Sidang paripurna kurang diberi tempat
3. Anggota parlemen dipilih berdasarkan daftar yang disodorkan partai
politik.

Rakyat memilih parpol dan parpol akan menentukan wakilnya berdasar urutan
nama calon yang sudah ditentukan sebelumnya

Model parlementer dianut juga oleh Swedia (sejak 1975), Republik Rakyat Cina
(sejak 1982), Jepang (sejak 1945)

Model presidensial dianut oleh Amerika Serikat, Filipina, Indonesia dan sebagian
besar negara-negara Amerika Latin dan Amerika Tengah.

Perbedaan Presidensial dengan Parlementer

Dalam mempelajari sistem pemerintahan terkait dengan lembaga


eksekutif, ada dua sistem besar yang dipakai di dunia, yaitu sistem pemerintah
parlementer dan sistem pemerintah presidensial. Perbedaan utama dari sistem
ini adalah kepala pemerintahan, dimana sstem presidensial dipimpin oleh
seorang presiden, sementara system parlementer dipimpin oleh seorang perdana
menteri. Disamping itu, masih juga terdapat perbedaan-perbedaan lain seperti
dapat dilihat dibawah ini:

Perbandingan Sistem Pemerintahan Parlementer dan Presidensial

Parlementer Presidensial
Kepala Negara Presiden atau Raja Presiden
Kepala Pemerintahan Perdana Menteri Presiden
Eksekutif/Kabinet Berasal dari Parlemen dan Merupakan Pembantu
disetujui oleh Perdana Presiden
Menteri
Parlementer Presidensial
Eksekutif anggota Ya Tidak
parlemen?
Eksekutif bisa Ya Tidak
membuabarkan parlemen?
Masa Jabatan Eksekutif Tidak Ya
Tertentu?
Parlemen Mengawasi Kadang-kadang Tidak
Eksekutif?
Pusat Kekuasaan Parlemen Tidak ada
Parlemen Mengatur Tidak Ya
Urusannya sendiri

Beberapa negara di dunia tidak menerapkan system presidensial ataupun


parlementer secara kaku, tetapi terkadang berupa variasi di antara keduanya.
Hal lain yang bisa dipelajari dari system ini adalah:

Syarat-syarat negara Presidensial yang stabil

1. Presiden harus dipilih langsung oleh rakyat


2. Presiden harus dipilih untuk masa jabatan tertentu
3. Presiden tidak bisa membubarkan atau mengurangi kekuasaan parlemen

Penyebab kegagalan pemerintahan presidensial

1. Munculnya Demokrasi Caesarisme (eksekutif sangat berkuasa dan


legislatif lemah)
2. Militer memperoleh kekuasaan politik
3. Eksekutif bisa mengatur suara dari parlemen

Penyebab kegagalan pemerintahan parlementer

1. Kepala negara memperoleh kekuasaan penuh


2. Parlemen bubar
3. Ada kekuatan di luar parlemen yang mengatur suara parlemen

Sistem Yang Dianut Indonesia

Berdasarkan tujuh kunci pokok sistem pemerintahan, sistem pemerintahan


Indonesia menurut UUD 1945 menganut sistem pemerintahan presidensial.
Sistem pemerintahan ini dijalankan semasa pemerintahan Orde Baru di bawah
kepemimpinan Presiden Suharto. Ciri dari sistem pemerintahan masa itu adalah
adanya kekuasaan yang amat besar pada lembaga kepresidenan. Hamper
semua kewenangan presiden yang di atur menurut UUD 1945 tersebut dilakukan
tanpa melibatkan pertimbangan atau persetujuan DPR sebagai wakil rakyat.

Karena itui tidak adanya pengawasan dan tanpa persetujuan DPR, maka
kekuasaan presiden sangat besar dan cenderung dapat disalahgunakan.
Mekipun adanya kelemahan, kekuasaan yang besar pada presiden juga ada
dampak positifnya yaitu presiden dapat mengendalikan seluruh penyelenggaraan
pemerintahan sehingga mampu menciptakan pemerintahan yang kompak dan
solid. Sistem pemerintahan lebih stabil, tidak mudah jatuh atau berganti. Konflik
dan pertentangan antarpejabat negara dapat dihindari. Namun, dalam praktik
perjalanan sistem pemerintahan di Indonesia ternyata kekuasaan yang besar
dalam diri presiden lebih banyak merugikan bangsa dan negara daripada
keuntungan yang didapatkanya

Menurut pendapat saya:

Sistem parlementer membuat kepala pemerintahan diangkat dan


diberhentikan oleh parlemen. Artinya, kepala pemerintahan mulai dari pusat
sampai daerah akan diangkat oleh DPR dan DPRD. Artinya, jika sistem
parlementer diberlakukan, akan muncul perubahan besar-besaran
ketatanegaraan. Persoalan mendasar bangsa ini sebenarnya bukanlah sistem
presidensiil atau parlementer, tapi adalah ketegasan dari Presiden sebagai
pemimpin negara. sebenarnya sejak masa presiden Soekarno sampai
Abdurrahman Wahid, berlaku sistem parlementer. Ini dibuktikan dengan
berhasilnya parlemen menjatuhkan presiden.

Jika Indonesia menginginkan pertumbuhan pembangunan demokrasi dan


stabilitas ekonomi jadi lebih baik, sistem parlementer jalannya. Dari hasil riset di
139 negara, menunjukkan sistem parlementer lebih populer untuk pertumbuhan
stabilitas ekonomi, demokrasi dan pembangunan.

Meski sistem presidensil juga turut mendorong pertumbuhan ekonomi,


namun tetap masih kalah rendah dari sistem parlementer. Apalagi, dalam sistem
presidensil sekarang ini, Presiden juga masih malu-malu menunjukkan
kekuasaannya lebih kuat dari parlem

PERBANDINGAN SISTEM PEMERINTAHAN PARLEMENTER ANTARA JEPANG DAN INGGRIS


Sistem parlementer adalah sebuah sistem pemerintahan di mana parlemen memiliki peranan penting dalam
pemerintahan. Dalam sistem ini terdapat seorang presiden dan seorang perdana menteri, yang berwenang
terhadap jalannya pemerintahan. Dalam hal ini presiden hanya menjadi simbol kepala negara sedangkan
perdana menteri ditunjuk sebagai kepala pemerintahan. Parlemen memiliki wewenang dalam mengangkat
perdana menteri dan parlemen pun dapat menjatuhkan pemerintahan, yaitu dengan cara mengeluarkan
semacam mosi tidak percaya. Sistem parlementer dibedakan oleh cabang eksekutif pemerintah tergantung
dari dukungan secara langsung atau tidak langsung cabang legislatif, atau parlemen, sering dikemukakan
melalui sebuah veto keyakinan. Oleh karena itu, tidak ada pemisahan kekuasaan yang jelas antara cabang
eksekutif dan cabang legislatif.

JEPANG
Jepun disebut Nippon atau Nihon dalam bahasa Jepang, yang berarti "negara matahari terbit" merujuk
kepada kedudukan relatif Jepang di sebelah timur benua Asia.
Periode kepemimpinan Jepang :

· Periode Tokugawa
Bangsa yang pernah terlibat dalam perang saudara selama kurang lebih 100 tahun ( periode Sengoku
/Warring States Period, 1467-1573 ) hampir merasakan persatuan pada masa Oda Nobunaga (1534-1582)
dan Toyotomi Hideyoshi (1537-1598). Namun hal itu menjadi kenyataan saat Tokugawa Leyasu (1543-
1616) berhasil mengalahkan pesaing-pesaingnya melalui suatu pertempuran di Sekigahara.

· Periode Meiji dan Taisho


Periode terakhir Tokugawa diwarnai dengan perpecahan pendapat antara mereka yang ingin membuka
negeri dan mereka yang ingin tetap mempertahankan politik menutup diri setelah rombongan Angkatan
Laut Amerika Serikat dibawah pimpinan Komodor Matthew Perry berlabuh di Teluk Uraga pada 1853 dan
menuntut Jepang agar membuka pelabuhan-pelabuhannya bagi perdagangan luar negeri. Perbedaan
pendapat tersebut akhirnya dimenangkan oleh mereka yang ingin membuka diri. Hal ini terwujud dalam
sebuah gerakan reformasi untuk mengembalikan Kaisar sebagai pemegang kekuasaan politik ( Restorasi
Meiji ). Dalam periode ini kemajuan, baik di bidang ekonomi, pendidikan, impor teknologi, dan angkatan
bersenjata maju dengan pesat. Periode Meiji merupakan periode dimana Jepang sebagai negara Asia
pertama yang memperkenalkan kehidupan berkonstitusi, yaitu dengan ditetapkannya Konstitusi Meiji pada
1889. konstitusi ini mengikuti model Konstitusi Prussia dimana kekuasaan tertinggi negara dinyatakan
berada di tangan Kaisar dan bukan di tangan rakyat. Kekuasaan negara yang sangat besar pada periode
Meiji menjadi lebih longgar pada masa Kaisar Taisho (1912-1926). Kehidupan politik berkembang sangat
pesat sehingga periode ini disebut sebagai Taisho Democracy karena masyarakat memperoleh pengalaman
dalam menyelenggarakan kehidupan demokrasi.

· Periode Showa
Pada periode ini terbagi menjadi dua periode, yaitu Early Showa (1926-1945) dan Later Showa (1945-
1989). Early showa merupakan masa kemunduran kehidupan politik demokratis yang dirintis pada masa
Taisho karena pihak militer ternyata mengeksploitasi kelemahan Konstitusi Meiji. Masa Later Showa
merupakan masa dimana secara politik Jepang menjalankan praktek kehidupan demokrasi parlementer yang
relatif stabil dan secara ekonomi berhasil membangun dirinya kembali dalam waktu yang relatif singkat.
· Periode Heisei
Periode ini ditandai dengan pemerintahan yang kurang stabil setelah berakhirnya dominasi Liberal
Democrtic Party (LDP). Konstitusi 1947 juga bahkan tidak luput dari usaha reformasi walaupun saat itu
Jepang sedang diduduki Amerika Serikat. Sampai saat ini periode Heisei belum berakhir dan masih
berlangsung hingga saat ini.
Konstitusi (Undang-Undang Dasar) Jepang yang mulai berlaku pada tahun 1947, didasarkan pada tiga
prinsip : kedaulatan rakyat, hormat terhadap hak-hak asasi manusia, dan penolakan perang. Konstitusi ini
memberlakukan sistem pemerintahan berbentuk parlementer, dimana kekuasaan legislatif (Diet atau
Parlemen), eksekutif (kabinet), dan yudikatif (pengadilan) terpisah dan bekerja dengan cara check and
balance antara satu dengan lainnya.

Ø BADAN LEGISLATIF ( Parlemen Jepang, Diet - Kokkai atau Diet Nasional )


“Parlemen Jepang merupakan organisasi tertinggi dalam kekuasaan (wewenang) negara, dan satu-satunya
organ pembuat undang-undang”.[1] Parlemen Jepang atau Diet Nasional terdiri dari dua kamar (majelis),
yaitu majelis rendah (House of Representative) dan majelis tinggi (House of Concillors). Anggota kedua
majelis adalah hasil pemilu dan menjadi wakil seluruh rakyat. Jumlah kursi yang tersedia sejak tahun 2000
untuk Majelis Rendah adalah 480, sedangkan untuk Majelis Tinggi adalah 247.
Anggota dari Majelis Rendah dipilih berdasarkan sistem pemilihan distrik, yang disebut Sistem Distrik
Menegah (Chusen Kyoku-Sei), dimana satu distrik diwakili 3-5 orang. Sedangkan anggota Majelis Tinggi
dipilih melalui dua sistem cara yang berbeda, yaitu 100 orang dipilih berdasarkan sistem proporsional
berimbang dan sisanya dipilih berdasarkan sistem distrik dari distrik pemilihan yang dibentuk pada 47
prefektur (semacam propinsi). Dalam konstitusi dinyatakan bahwa seseorang tidak diperbolehkan menjadi
anggota dua majelis tersebut, atau dengan kata lain seseorang hanya diperbolehkan menjadi salah satu
anggota majelis saja. Diantara kedua majelis ini, Majelis Rendah lebih tinggi kedudukannya terutama dalam
masalah pembuatan RUU, pembuatan anggaran belanja negara, ratifikasi perjanjian luar negeri, dan
penunjukan perdana Menteri, dimana dalam masalah ini Majelis Tinggi lebih berperan sebagai badan
pertimbangan guna menjamin pembahasan secara mendalam.

Ø BADAN EKSEKUTIF ( Kabinet )


Pemerintahan di Jepang menganut sistem kabinet perlementer. Kekuasaan eksekutif berada di tangan
kabinet yang terdiri dari perdana menteri dan para menteri yang secara kolektif bertanggung jawab kepada
Diet. Kedudukan dan tugas-tugas kabinet selain melakukan tugas administrasi adalah [2] :
• Mengurus hukum secara jujur, melaksanakan urusan-urusan Negara.
• Mengelola urusan-urusan Luar Negeri.
• Menyelesaikan perjanjian-perjanjian. Meskipun demikian, hal tersebut harus sebelumnya memperoleh,
atau tergantung pada keadaan, persetujuan kemudian dari Diet.
• Mengurus dinas-dinas sipil, sesuai dengan standar yang diadakan oleh undang-undang.
• Mempersiapkan anggaran belanja dan pendapatan Negara, dan mengajukan kepada Diet.
• Menyatakan berlakunya keputusan-keputusan kabinet.
• Memutuskan atas amnesti umum, amnesti khusus, pengurangan hukuman, menunda pelaksanaan hokum

[
[
dan pemulihan hak-hak.

Ø BADAN YUDIKATIF ( Peradilan )


Kekuasaan yudikatif terletak di tangan Mahkamah Agung dan pengadilan-pengadilan yang lebih rendah,
seperti pengadilan tinggi, pengadilan distrik, dan pengadilan sumir. Mahkamah Agung terdiri dari Ketua
Mahkamah Agung, dan 14 Hakim lainnya, semuanya ditunjuk oleh kabinet. Kebanyakan kasus ditangani
oleh pengadilan distrik yang bersangkutan. Juga ada pengadilan sumir, yang menangani kasus seperti
pelanggaran lalu-lintas, dll.

KEDUDUKAN KAISAR
Sesuai dengan Konstitusi 1947, kaisar adalah lambang negara dan persatuan rakyat. Kaisar hanya
melakukan tugas sermonial yang tercantum dalam Konstitusi, seperti melantik Perdana Menteri serta Ketua
Mahkamah Agung yang masing-masing ditunjuk oleh Diet dan Kabinet, serta atas nama rakyat melakukan
tugas-tugas seperti mengumumkan undang-undang.

KEDUDUKAN PERDANA MENTERI


Perdana Menteri mengepalai kabinet. Perdana Menteri mempunyai kekuasaan seperti yang tercantum dalam
Konstitusi, yaitu mengajukan rancangan undang-undang atas nama kabinet kepada parlemen, memilih dan
memecat anggota-anggota kabinet termasuk di dalamnya menteri-menteri negara, selain itu juga memiliki
wewenang untuk mengawasi berbagai macam cabang-cabang administrasi.

INGGRIS
Inggris adalah negara bagian terbesar dan terpadat penduduknya dari negara-negara bagian yang
membentuk Persatuan Kerajaan Britania Raya dan Irlandia Utara (United Kingdom of Great Britain and
Northern Ireland). Inggris adalah negara yang berbentuk kerajaan. Kepala negara dijabat oleh Ratu dan
kepala pemerintahan oleh Perdana Menteri. Dewan kerajaan berkembang menjadi parlemen
Menyusul Perjanjian Persatuan pada tahun 1707, UU Parlemen kembar digolkan secara berturut-turut,
Parlemen Inggris dan Parlemen Skotlandia membentuk Kerajaan Britania Raya yang baru dan
membubarkan kedua perlemen itu, dengan menggantikannya dengan Parlemen Britania Raya yang berbasis
di bekas tempat parlemen Inggris.

PARLEMEN DAN INSTITUSI POLITIK


Parlemen sebagai institusi politik telah berkembang ratusan tahun yang lalu. Selama periode tersebut
terdapat dua dewan, yaitu dewan masyarakat umum (House of Commons) dan dewan kerajaan yang
dimunculkan dan perimbangan kekuatan antara parlemen dan kerajaan berubah secara dramatis.
Asal usul parlemen atau dewan kerajaan
Kembali pada abad 12 dimana dewan kerajaan selain membahas tentang politik , pertimbangan serta
perpajakan namun juga membahas tentang keikutsertaannya baron dan uskup. Dari waktu ke waktu, dewan
ini mengambil aturan lebih formal dan masing-masing perwakilan mewakili daerah atau propinsinya, ini
merupakan awal dari bergabungnya masyarakat dalam parlemen.
Pada abad 14, dewan umum dan dewan kerajaan telah berkembang. Dewan umum merupakan perwakilan
daerah atau propinsi, kota maupun kota besar. Sedangkan dewan kerajaan mewakili kaum bangsawan dan
alim ulama.
PARLEMEN DAN KERAJAAN
Pertentangan besar antara raja dan parlemen terjadi di masa pengganti James I, Charles I. House of
Commons mengirimi Petition of Right, meminta mereka agar kembali memiliki hak, pada tahun 1628.
Meski menyetujui petisi itu, sang raja kemudian menutup parlemen dan berkuasa tanpa mereka selama 11
tahun. Hanya setelah ada masalah keuangan sebagai akibat perang, ia terpaksa memanggil parlemen agar
bisa mengatur perpajakan. Parlemen baru cukup suka melawan, sehingga raja menutup kembali setelah baru
3 minggu; ini disebut Parlemen Pendek. Namun, hal ini tak menolong raja dengan masalah keuangannya,
sehingga ia sadar untuk memanggil kembali parlemen lain. Pertentangan untuk kekuasaan dengan raja
menimbulkan Perang Saudara Inggris. Mereka yang mendukung parlemen disebut parlementarian atau
'Roundheads'. Pada tahun 1649, Charles dihukum mati oleh Rump Parliament dan digantikan oleh
kediktatoran militer Oliver Cromwell. Namun, setelah kematian Cromwell, monarki dikembalikan pada
tahun 1660. Menyusul Restorasi, penguasa setuju untuk memanggil parlemen secara berkala. Namun tiada
jaminan jelas atas kebebasan parlemen hingga masa James II, penguasa Katolik tak populer, dipaksa
meninggalkan negeri pada tahun 1688. Parlemen memutuskan bahwa ia telah meletakkan tahtanya, dan
menawarkannya kepada puterindanya yang Protestan Mary, daripada puterandanya yang Katolik. Mary II
berkuasa bersama suaminya William III.

ANALISIS
Pemaparan data diatas menunjukkan asal usul, periode serta proses suatu sistem pemerintahan berkembang.
Dalam analisis ini saya akan mencoba membandingkan sistem pemerintahan parlementer antara Jepang dan
Inggris. Sebelumnya saya akan sedikit membahas mengenai sistem parlamenter itu sendiri, yang kemudian
dilanjutkan oleh kelebihan dan kekurangan sistem pemerintahan kedua Negara tersebut
Seperti kita tahu bahwa perlemen merupakan badan legislatif yang anggotanya terdiri atas wakil-wakil
rakyat yang dipilih melalui pemilu. Nama parlemen sendiri biasanya digunakan untuk lembaga DPR, MPR.
Sistem parlementer sendiri merupakan sistem pemerintahan dimana terdapat seorang presiden dan seorang
perdana menteri, yang tentunya memiliki tugas dan wewenang yang berbeda satu sama lain. Dalam hal ini
presiden hanya menjadi simbol kepala negara, sedangkan perdana menteri ditunjuk sebagai kepala
pemerintahan.
Pemerintahan Jepang menganut sistem kabinet parlementer, dimana kekuasaan eksekutif berada di tangan
kabinet yang terdiri dari perdana menteri dan para menteri yang secara kolektif bertanggung jawab terhadap
Diet.
Kelebihan sistem parlementer Jepang salah satunya dapat dilihat pada peluang yang cukup rata bagi wakil
rakyat yang akan duduk di badan legislatif, yang notabene memiliki dua sistem majelis, yaitu sistem majelis
rendah (House of Representative) dan sistem majelis tinggi (House of Concillors), dimana wakil rakyat
yang telah mendapatkan kursi di salah satu majelis tidak dapat memperoleh kursi di majelis yang lain.
Selain itu fungsi dan kedudukan kaisar serta perdana menteri benar-benar dijalankan tanpa ada kecurangan.
Meskipun konstitusi 1947 dibuat pada masa pendudukan Amerika Serikat, namun lembaga eksekutif Jepang
tidak berbentuk sistem presidensiil model Amerika Serikat, melainkan model parlementer Inggris.
Kelebihan lain dari sistem perlementer Jepang adalah pada saat kabinet harus mengundurkan diri apabila
majelis rendah Diet mengeluarkan mosi tidak percaya atau menolak mosi percaya terhadap pemerintah,
kecuali apabila majelis rendah dibubarkan dalam waktu 10 hari setelah diterimanya mosi itu. Saran dan
persetujuan kabinet diperlukan untuk semua tindakan Kaisar. Hal itu menunjukan bahwa masing-masing
lembaga mempunyai hubungan yang erat satu sama lain.
Kekurangan sistem pemerintahan parlementer Jepang adalah dalam hal pemilihan perdana menteri.
Dikatakan bahwa seorang perdana menteri boleh saja ditunjuk dari anggota kedua majelis (majelis rendah
dan majelis tinggi), namun sampai saat ini belum pernah anggota majelis tinggi yang menjadi perdana
menteri.
Kekurangan sistem pemerintahan parlementer Inggris dapat dilihat salah satunya dari asal usul parlemen
atau dewan kerajaan yang merupakan representasi dari kaum bangsawan dan alim ulama. Mengapa tidak
ada dewan yang merupakan representasi dari kaum buruh atau setingkatnya.
Kelebihan sistem parlementer Inggris adalah pada saat perjanjian hak asasi manusia disetujui tahun 1689,
hal ini menghasilkan kekuasaan parlemen melebihi kekuasaan kerajaan. Parlemen bertanggung jawab
dalam memberikan ataupun mencabut semua hukum. Disini dapat terlihat bahwa meskipun raja adalah
seorang kepala negara tapi yang berhak mengatur pemerintahannya adalah perdana menteri sebagai kepala
pemerintahan.

KESIMPULAN
Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa sistem pemerintahan parlementer antara Jepang dan
Inggris kurang lebih mempunyai fungsi dan kedudukan yang sama. Dimana Raja hanya mempunyai
kedudukan sebagai kepala negara, sedangkan perdana menteri sebagai kepala pemerintahan.
Hubungan kekuasaan antara ketiga lembaga (legislatif, eksukutif, dan yudikatif) dalam sistem pemerintahan
parlementer Jepang merupakan wujud check and balance, yaitu : Diet dapat memilih Perdana Menteri dan
melakukan mosi tidak percaya pada kabinet, sedangkan kabinet dapat membubarkan majelis rendah.
Kabinet memilih ketua Mahkamah Agung dan Hakim Agung, sedangkan Mahkamah Agung dapat
mengawasi berjalannya cabinet apakah sesuai dengan undang-undang atau tidak.
Parlemen Inggris pun memiliki hubungan yang saling kait mengkait satu sama lain, hal ini dapat dilihat
pada adanya dewan masyarakat umum (House of Commons) dan dewan kerajaan beserta perimbangan
kekuatan antara parlemen dapat membuat kerajaan berubah secara dramatis.

Anda mungkin juga menyukai