Anda di halaman 1dari 39

MAKALAH

HAKIKAT MANUSIA DAN HAKIKAT PENDIDIKAN

OLEH:

SHOFIA RANTI
16175030

DOSEN PEMBIMBING :

Prof. Dr. Festiyed, MS

PENDIDIKAN FISIKA
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah tentang “Hakikat Manusia
dan Hakikat Pendidikan” yang dibimbing oleh Ibu Prof. Dr. Festiyed, MS.
Makalah yang ditulis dari berbagai sumber baik dari buku maupun dari internet
dan membuat gagasan dari beberapa sumber yang ada tersebut.Penulis berterima kasih
kepada beberapa pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian makalah
ini.Hingga tersusunlah makalah yang sampai dihadapan pembaca pada saat ini.
Penulis juga menyadari bahwa makalah yang penulis tulis ini masih terdapat
banyak kekurangan.Oleh karena itu sangat diharapkan bagi pembaca untuk
menyampaikan saran atau kritik yang membangun demi tercapainya makalah yang jauh
lebih baik.

Padang, September 2017

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................................... ii
BAB I................................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ............................................................................................................ 1
A. Latar Belakang ........................................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 2

C. Tujuan Penulisan ..................................................................................................... 2

BAB II .............................................................................................................................. 3
KAJIAN TEORI ............................................................................................................... 3
A. Hakikat Manusia ..................................................................................................... 3

BAB III ........................................................................................................................... 23


PEMBAHASAN............................................................................................................. 23
BAB IV ........................................................................................................................... 35
PENUTUP ...................................................................................................................... 35
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 36

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia dan pendidikan pada hakikatnya merupakan dua hal yang saling
berhubungan erat.Manusia dan pendidikan merupakan dua hal yang tak
terpisahkan.Manusia membutuhkan pendidikan untuk menjadikannya manusia yang
seutuhnya.Pendidikan dilaksanakan oleh manusia dan bertujuan untuk memanusiakan
manusia itu sendiri.Dewasa ini, pendidikan berpengaruh besar dalam meningkatkan
kualitas hidup manusia.
Pendidikan merupakan pilar utama kemajuan sebuah bangsa dan
peradaban.Seiring perkembangan peradaban manusia, pendidikan dilaksanakan secara
lebih sistematis dan terorganisir dalam bentuk pendidikan formal di sekolah. Dalam hal
ini manusia pada dasarnya bisa sebagai subjek sekaligus objek pendidikan. Sebagai
subjek pendidikan berarti manusia berperan aktif dalam proses dan pelaksanaan
pendidikan, manusia bertanggung jawab sebagai perencana, pengelola sekaligus pihak
yang harus mengevaluasi dan mengawasi proses berlangsungnya pendidikan itu sendiri.
Sebagai objek berarti manusia merupakana sasaran yang dituju oleh pendidikan.
Interaksi yang terjadi antara pendidik dan peserta didik dalam proses pendidikan
merupakan interaksi di mana pihak pendidik berusaha mempengaruhi peserta didik agar
peserta didik dapat berkembangan secara optimal. Untuk mewujudkan keinginan
tersebut pendidik harus membekali dirinya dengan seperangkat persyaratan, diantaranya
adalah pemahaman mengenai perilaku manusia, baik tentang dirinya sendiri (self
understanding) maupun orang lain, khususnya peserta didik (understanding the other).
Tanpa disertai dengan pema-haman yang baik tentang perilaku manusia atau tepatnya
kepribadian, akan sulit mewujudkan interaksi edukatif.
Dalam makalah ini akan dibahas tentang “Hakikat Manusia dan Hakikat
Pendidikan”. Dengan pemahaman yang baik dan benar mengenai manusia dan
pendidikan, diharapkan orang-orang yang berkecimpung dalam dunia pendidikan
mampu memahami dan melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai insan
pendidikan dengan tidak mengabaikan atau meninggalkan tanggung jawabnya.

1
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada makalah ini adalah:
1. Apa yang dimaksud dengan hakikat manusia?
2. Apa yang dimaksud dengan hakikat pendidikan?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk:
1. Menjelaskan tentang Hakikat Manusia.
2. Menjelaskan tentang Hakikat Pendidikan.

2
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Hakikat Manusia
1. Menurut Pandangan Islam
a. Manusia sebagai Makhluk Tuhan YME
Dalam perjalanan hidupnya manusia mempertanyakan tentang asal-usul alam
semesta dan asal-usul keberadaan dirinya sendiri.Terdapat dua aliranpokok filsafat
yang memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut, yaituEvolusionisme dan
Kreasionisme (J.D. Butler, 1968). Menurut Evolusionisme,manusia adalah hasil puncak
dari mata rantai evolusi yang terjadi di alamsemesta. Manusia sebagaimana halnya
alam semesta ada dengansendirinya berkembang dari alam itu sendiri, tanpa Pencipta.
Penganut aliran iniantara lain Herbert Spencer, Charles Darwin, dan Konosuke
Matsushita.Sebaliknya, filsafat Kreasionisme menyatakan bahwa asal usul manusia
sebagaimana halnya alam semesta adalah ciptaan suatu Creative Cause
atauPersonality, yaitu Tuhan YME. Penganut aliran ini antara lain ThomasAquinas dan
Al-Ghazali.
Firman Allah SWT mengenai penciptaan manusia dalam Q.S. Al-Hajj ayat 5 :

“Wahai manusia! Jika kamu meragukan (hari) kebangkitan, maka sesungguhnya kami
telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari
segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang
tidak sempurna, agar kami jelaskan kepada kamu; dan Kami tetapkan dalam rahim,

3
menurut kehendak kami sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian kami
keluarkan kamu sebagai bayi, Kemudian (dengan berangsur-angsur) kamu sampai
kepada usia dewasa, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (ada pula) di antara
kamu yang dikembalikan sampai usia sangat tua (pikun), sehingga dia tidak mengetahui
lagi sesuatu yang telah diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila
telah kami turunkan air hujan di atasnya, hiduplah bumi itu dan menjadi subur dan
menumbuhkan berbagai jenis pasangan tetumbuhan yang indah” (Q.S. Al-Hajj: 5).
Firman tersebut menjelaskan pada manusia tentang asal muasal dirinya, bahwa
hanya manusia pertama Nabi Adam AS yang diciptakan langsung dari tanah, sedang
istrinya diciptakan dari satu bagian tubuh suaminya. Setelah itu semua manusia
berikutnya diciptakan melalui perantaraan seorang ibu dan dari seorang ayah, yang
dimulai dari setetes air mani yang dipertemukan dengan sel telur di dalam rahim.
Pola pemikiran ini bertolak dari pandangan manusia sebagai homo
religiosus.Salah satu tokohnya adalah Mircea Eliade. Pandangan Eliade dapat dilihat
pada tulisan Mangunhardjono dalam buku Manusia Multi Dimensional: Sebuah
renungan filsafat, 1982:38). Menurut Eliade, homo religiosus adalah tipe manusia yang
hidup dalam suatu alam yang sakral, penuh dengan nilai-nilai religius dan dapat
menikmati sakralitas yang ada dan tampak pada alam semesta, alam materi, alam
tumbuh-tumbuhan, dan manusia. Pengalaman dan penghayatan akan Yang Suci ini
selanjutnya mempengaruhi, membentuk, dan ikut menentukan corak serta cara
hidupnya.
Kita dapat mengakui kebenaran tentang adanya proses evolusi di alam semesta
termasuk pada diri manusia, tetapi tentunya kita menolak pandangan yang
menyatakanadanya manusia di alam semesta semata-mata sebagai hasil evolusi dari
alam itu sendiri, tanpa Pencipta. Penolakan ini terutama didasarkan atas keimanan kita
terhadap Tuhan YME sebagai Maha Pencipta. Adapun secara filosofis penolakan
tersebut antara lain didasarkan kepada empat argumen berikut ini, sebagaimana
dikemukakan oleh Tatang Syaripudin (2008: 9-10), yaitu sebagai berikut:
1) Argumen ontologis: Semua manusia memiliki ide tentang Tuhan. Sementara itu,
bahwa realitas (kenyataan) lebih sempurna daripada ide manusia. Sebab itu, Tuhan
pasti ada dan realitas ada-Nya itu pasti lebih sempurna daripada ide manusia tentang
Tuhan.

4
2) Argumen kosmologis: Segala sesuatu yang ada mesti mempunyai suatu sebab.
Adanya alam semesta - termasuk manusia - adalah sebagai akibat. Dialam semesta
terdapat rangkaian sebab-akibat, namun tentunya mesti ada sebab pertama yang tidak
disebabkan oleh yang lainnya. Sebab Pertama adalah sumber bagi sebab-sebab yang
lainnya, tidak berada sebagai materi, melainkan sebagai “Pribadi” atau “Khalik”.
3) Argumen Teleologis: Segala sesuatu memiliki tujuan (contoh: mata untuk melihat,
kaki untuk berjalan dsb.). Sebab itu, segala sesuatu (realitas) tidak terjadi dengan
sindirinya, melainkan diciptakan oleh Pengatur tujuan tersebut, yaitu Tuhan.
4) Argumen Moral: Manusia bermoral, ia dapat membedakan perbuatan yang baik dan
yang jahat, dsb. Ini menunjukkan adanya dasar, sumber dan tujuan moralitas. Dasar,
sumber, dan tujuan moralitas itu adalah Tuhan.

b. Manusia sebagai Kesatuan Badan-Ruh


Menurut Julien de La Mettrie, salah seorang penganut aliran Materialisme bahwa
esensi manusia semata-mata bersifat badani, esensi manusia adalahtubuh/fisiknya.
Sebab itu, segala hal yang bersifat kejiwaan, spiritual ataurohaniah dipandang hanya
sebagai resonansi dari berfungsinya badan atau organtubuh. Tubuhlah yang
mempengaruhi jiwa. Contoh: Jika ada organ tubuh lukamuncullah rasa sakit. Pandangan
hubungan antara badan dan jiwa seperti itudikenal sebagai Epiphenomenalisme (J.D.
Butler, 1968).Sebaliknya, menurut Plato salah seorang penganut aliran Idealisme bahwa
esensi manusia bersifat kejiwaan/ spiritual/rohaniah.
Pandangan hubungan antara badan dan jiwa seperti itu dikenal sebagai
Paralelisme (J.D. Butler, 1968). Semua pandangan di atas dibantah oleh E.F.
Schumacher (1980). MenurutSchumacher manusia adalah kesatuan dari yang bersifat
badani dan rohani yangsecara prinsipal berbeda daripada benda, tumbuhan, hewan,
maupun Tuhan.Sejalan dengan ini Abdurahman Sholih Abdullah (1991) menegaskan:
“meskimanusia merupakan perpaduan dua unsur yang berbeda, ruh dan badan, namunia
merupakan pribadi yang integral”.Sebagai kesatuan badani-rohani manusia hidup dalam
ruang dan waktu,memiliki kesadaran (consciousnesss), memiliki penyadaran diri
(selfawareness),mempunyai berbagai kebutuhan, instink, nafsu, serta mempunyaitujuan.
Manusia mempunyai potensi untuk beriman dan bertaqwa kepada TuhanYME dan
potensi untuk berbuat baik, namun di samping itu karena hawanafsunya ia pun memiliki

5
potensi untuk berbuat jahat. Selain itu, manusiamemiliki potensi untuk mampu berpikir
(cipta), potensi berperasaan (rasa),potensi berkehendak (karsa), dan memiliki potensi
untuk berkarya. Adapundalam eksistensinya manusia berdimensi individualitas/
personalitas, sosialitas,moralitas,keberbudayaan dan keberagamaan. Implikasi dari
semua itu, manusiamemiliki historisitas, berinteraksi/berkomunikasi, dan memiliki
dinamika.

c. Individualitas/personalitas
Dari uraian di atas telah dipahami bahwa manusia bukan hanya badannya, bukan
pula hanya rohnya. Manusia adalah kesatuan yang tak dapat dibagi antara aspek badani
dan rohaninya, dst. Dalam kehidupan sehari-haripun menyaksikan adanya perbedaan
pada setiap orang, sehingga masing-masing bersifat unik. Perbedaan ini berkenaan
dengan postur tubuhnya, kemampuan berpikirnya, minat, hobi, cita-citanya, dsb. Jika
dibandingkan, manusia kembar siam sekalipun tidak memiliki kesamaan dalam
keseluruhannya bukan? Selain itu, karena setiap manusia memiliki subjektivitas (ke-
dirisendirian), maka ia hakikatnya adalah pribadi, ia adalah subjek. Sebagai pribadi atau
subjek, setiap manusia bebas mengambil tindakan atas pilihan serta tanggung jawabnya
sendiri (otonom) untuk menandaskan keberadaanya di dalam lingkungan. Dengan
demikian dapat Anda simpulkan bahwa manusia adalah individu/ pribadi, artinya
manusia adalah satu kesatuan yang tak dapatdibagi, memiliki perbedaan dengan yang
lainnya sehingga bersifat unik, dan merupakan subjek yang otonom.

d. Sosialitas
Sekalipun setiap manusia adalah individual/personal, tetapi ia tidak hidup
sendirian, tak mungkin hidup sendirian, dan tidak mungkin hidup hanya untuk dirinya
sendiri, melainkan hidup pula dalam keterpautan dengan sesamanya. Dalam hidup
bersama dengan sesamanya (bermasyarakat), setiap individu menempati kedudukan
(status) tertentu, mempunyai dunia dan tujuan hidupnya masing-masing, namun
demikian sekaligus ia pun mempunyai duniabersama dan tujuanhidup bersamadengan
sesamanya. Melalui hidup dengan sesamanyalah manusia akan dapat mengukuhkan
eksistensinya. Sehubungan dengan ini Aristoteles menyebut manusia sebagai makhluk
sosial atau makhluk bermasyarakat (Ernst Cassirer, 1987).

6
Surat Al Mujadalah Ayat 11

Terdapat hubungan pengaruh timbal balik antara individu dengan masyarakatnya.


Ernst Cassirer menyatakan: “manusia takkan menemukan diri, manusia takkan
menyadari individualitasnya kecuali melalui perantaraan pergaulan sosial. Adapun Theo
Huijbers mengemukakan bahwa “dunia hidupku dipengaruhi oleh orang lain sedemikian
rupa, sehingga demikian mendapat arti sebenarnya dari aku bersama orang lain itu”
(Soerjanto P. dan K. Bertens,1983).

e. Keberbudayaan
Kebudayaan adalah “keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya
manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik manusia dengan
belajar” (Koentjaraningrat, 1985). Ada tiga jenis wujud kebudayaan, yaitu: 1) sebagai
kompleks dari ide-ide, ilmu pengetahuan, nilai-nilai, normanorma, peraturan-peraturan,
dsb.; 2) sebagai kompleks aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat;
dan 3) sebagai benda-benda hasil karya manusia.
Manusia memiliki inisiatif dan kreatif dalam menciptakan kebudayaan, ia hidup
berbudaya dan membudaya. Manusia menggunakan kebudayaan dalam rangka
memenuhi berbagai kebutuhannya atau untuk mencapai berbagai tujuannya. Di samping
itu kebudayaan menjadi milik manusia, menyatu dengan dirinya, ia hidup sesuai dengan
kebudayaannya. Karena itu, kebudayaan bukan sesuatu yang ada di luar manusia,
melainkan meliputi perbuatan manusia itu sendiri. Bahkan manusia itu baru menjadi
manusia karena dan bersama kebudayaannya. Di dalam kebudayaan dan dengan
kebudayaan itu manusia menemukan dan mewujudkan diri. Berkenaan dengan ini Ernst
Cassirer menegaskan: “Manusia tidak menjadi manusia karena sebuah faktor di dalam
dirinyanya, seperti misalnya naluri atau akal budi, melainkan fungsi kehidupannya,
yaitu pekerjaannya, kebudayaannya. Demikianlah kebudayaan termasuk hakikat
manusia (C.A. Van Peursen, 1988).

7
f. Moralitas
Eksistensi manusia memiliki dimensi moralitas. Manusia memiliki dimensi
moralitas sebab ia memiliki kata hati yang dapat membedakan antara baik dan jahat.
Adapun menurut Immanuel Kant disebabkan pada manusia terdapat rasio praktis yang
memberikan perintah mutlak (categorical imperative). Contoh: jika Anda meminjam
buku milik teman, rasio praktis atau kata hati Anda menyatakan bahwa buku itu wajib
dikembalikan (S.E. Frost Jr., 1957; P.A. van der Weij, 1988). Sebagai subjek yang
otonom (memiliki kebebasan) manusia selalu dihadapkan pada suatu alternatif
tindakan/perbuatan yang harus dipilihnya. Adapun kebebasan untuk bertindak/berbuat
itu selalu berhubungan dengan norma-norma moral dan nilai-nilai moral yang juga
harus dipilihnya. Karena manusia mempunyai kebebasan memilih untuk
bertindak/berbuat, maka selalu ada penilaian moral atau tuntutan pertanggungjawaban
atas setiap perbuatannya.

g. Keberagamaan
Keberagamaan merupakan salah satu karakteristik esensial eksistensi manusia
yang terungkap dalam bentuk pengakuan atau keyakinan akan kebenaran suatu agama
yang diwujudkan dalam sikap dan perilakunya. Hal ini terdapat pada manusia manapun,
baik dalam rentang waktu (dulu-sekarang-akan datang), maupun dalam rentang
geografis dimana manusia berada. Seperti telah Anda pahami, manusia memiliki potensi
untuk mampu beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME. Di lain pihak, Tuhan pun
telah menurunkan wahyu melalui Utusan-utusanNya, dan telah menggelar tanda-tanda
di alam semesta untuk dipikirkan oleh manusia agar (sehingga) manusia beriman dan
bertaqwa kepadaNya. Dalam keberagamaan ini manusia dapat merasakan hidupnya
menjadi bermakna. Ia memperoleh kejelasan tentang asal-usulnya, dasar hidupnya, tata
cara hidupnya, dan menjadi jelas pula ke mana arah tujuan hidupnya.

h. Historisitas, Komunikasi/Interaksi dan Dinamika


Berbagai dimensi eksistensi manusia sebagaimana telah diuraikan terdahulu
mengimplikasikan bahwa eksistensi manusia memiliki dimensi historisitas,
komunikasi/interaksi, dan dinamika.Hal ini selaras dengan apa yang dijelaskan oleh MI.
Soelaeman (1985) dan Tatang Syaripudin (2008) dan Y. Suyitno (2008).

8
1) Historisitas
Eksistensi manusia memiliki dimensi historisitas, artinya bahwa keberadaan
manusia pada saat ini terpaut kepada masa lalunya, ia belum selesai mewujudkan
dirinya sebagai manusia, ia mengarah ke masa depan untuk mencapai tujuan hidupnya.
Historisitas memiliki fungsi dalam eksistensi manusia. Historisitas turut membangun
eksistensi manusia. Sehubungan dengan ini Karl Jaspers menyatakan: “Manusia harus
tahu siapa dia tadinya, untuk menjadi sadar kemungkinan menjadi apa dia nantinya.
Masa lampaunya yang historis adalah faktor dasar yang tidak dapat dihindarkan bagi
masa depannya” (Fuad Hasan, 1973). Manusia telah melampaui masa lalunya, adapun
keberdaannya pada saat ini adalah sedang dalam perjalanan hidup, perkembangan dan
pengembangan diri. Sejak kelahirannya, manusia memang adalah manusia, tetapi ia
juga harus terus berjuang untuk hidup sesuai kodrat dan martabat kemanusiaannya.
Karena itu, ia “belum selesai” menjadi manusia,“belum selesai” mengaktualisasikan
diri demi mencapai tujuanhidupnya.
2) Komunikasi atau Interaksi
Dalam rangka mencapai tujuan hidupnya, manusia berinteraksi/berkomunikasi.
Komunikasi/interaksi ini dilakukannya baik secara vertikal, yaitu dengan Tuhannya;
secara horizontal yaitu dengan alam dan sesama manusia serta budayanya; dan bahkan
dengan “dirinya sendiri”. Demikianlah interaksi/komunikasi tersebut bersifat multi
dimensi.
3) Dinamika
N. Drijarkara S.J. (1986) menyatakan bahwa manusia mempunyai atau berupa
dinamika (manusia sebagai dinamika), artinya manusia tidak pernah berhenti, selalu
dalam keaktifan, baik dalam aspek fisiologik maupun spiritualnya. Dinamika
mempunyai arah horisontal (ke arah sesama dan dunia) maupun arah transendental (ke
arah Yang Mutlak). Adapun dinamika itu adalah untuk penyempurnaan diri baik dalam
hubungannya dengan sesama, dunia dan Tuhan.
Manusia adalah subjek, sebab itu ia dapat mengontrol dinamikanya. Namun
demikian karena ia adalah kesatuan jasmani-rohani (yang mana ia dibekali nafsu),
sebagai insan sosial, dsb., maka dinamika itu tidak sepenuhnya selalu dapat
dikuasainya. Terkadang muncul dorongan-dorongan negatif yang bertentangan dengan
apa yang seharusnya, kadang muncul pengaruh negatif dari sesamanya yang tidak sesuai

9
dengan kehendaknya, kadang muncul kesombongan yang tidak seharusnya diwujudkan,
kadang individualitasnya terlalu dominan atas sosialitasnya, dsb. Sehubungan dengan
itu, idealnya manusia harus secara sengaja dan secara prinsipal menguasai dirinya agar
dinamikanya itu betul-betul sesuai dengan arah yang seharusnya.

i. Eksistensi Manusia adalah untuk Menjadi Manusia


Seperti telah dikemukakan di atas, manusia memiliki dimensi dinamika, sebab itu
eksistensi manusia bersifat dinamis. Bagi manusia bereksistensi berarti mengadakan
dirinya secara aktif. Bereksistensi berarti merencanakan, berbuat dan menjadi.
Permasalahannya, manusia itu bereksistensi untuk menjadi siapa? Eksistensi manusia
tiada lain adalah untuk menjadi manusia. Inilah tugas yang diembannya. Tugasnya ia
harus menjadi manusia ideal (manusia yang diharapkan, dicita-citakan, atau menjadi
manusia yang seharusnya). Idealitas (keharusan, cita-cita/harapan) ini bersumber dari
Tuhan melalui ajaran agama yang diturunkanNya, bersumber dari sesama dan
budayanya, bahkan dari diri manusia itu sendiri. Coba Anda rumuskan, gambaran
manusia ideal menurut Tuhan atau agama yang Anda yakini; manusia ideal menurut
masyarakat/bangsa dan budayanya; dan manusia ideal menurut Anda sendiri!
Manusia ideal adalah manusia yang mampu mewujudkan berbagai potensinya
secara optimal, sehingga beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia,
sehat, cerdas, berperasaan, berkemauan, dan mampu berkarya; mampu memenuhi
berbagai kebutuhannya secara wajar, mampu mengendalikan hawa nafsunya;
berkepribadian, bermasyarakat dan berbudaya.

j. Keharusan Pendidikan: Manusia sebagai Makhluk yang Perlu Dididik dan


Perlu Mendidik Diri
Ada berbagai pandangan yang menginterpretasikan manusia sebagai makhluk,
baik makhluk social, individual, politik, berakal, berbicara, dan lain-lain. Dalam kajian
ini erat kaitannya dengan permasalahan pendidikan yang mengasumsikan bahwa
manusia harus dididik.
Sebagaimana dijelaskan oleh Tatang Syaripudin (2008), dan MI.Soelaeman
(1985) bahwa eksistensi manusia terpaut dengan masa lalunya sekaligus mengarah ke
masa depan untuk mencapai tujuan hidupnya. Dengan demikian, manusia berada dalam

10
perjalanan hidup, dalam perkembangan dan pengembangan diri. Ia adalah manusia
tetapi sekaligus “belum selesai” mewujudkan dirinya sebagai manusia (prinsip
historisitas). Bersamaan dengan hal di atas, dalam eksistensinya manusia mengemban
tugas untuk menjadi manusia ideal. Sosok manusia ideal merupakan gambaran manusia
yang dicita-citakan atau yang seharusnya. Sebab itu, sosok manusia ideal tersebut belum
terwujudkan melainkan harus diupayakan untuk diwujudkan (prinsip idealitas).
Permasalahannya, bagaimana mungkin manusia dapat menjadi manusia? Untuk
menjawab pertanyaan itu mari terlebih dahulu kita bandingkan sifat perkembangan
hewan dan sifat perkembangan manusia. Perkembangan Pendapat lain mengenai
Hakekat Manusia adalah sebagai berikut :
a. Makhluk yang memiliki tenaga dalam yang dapat menggerakkan hidupnyauntuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhannya
b. Individu yang memiliki sifat rasional yang bertanggung jawab atas tingkah laku
intelektual dan social
c. Yang mampu mengarahkan dirinya ke tujuan yang positif mampu mengatur dan
mengontrol dirinya dan mampu menentukan nasibnya
d. Makhluk yang dalam proses menjadi berkembang dan terus berkembang tidak
pernah selesai (tuntas) selama hidupnya.
e. Individu yang dalam hidupnya selalu melibatkan dirinya dalam usaha untuk
mewujudkan dirinya sendiri, membantu orang lain dan membuat dunia lebih baik
untuk ditempati
f. Suatu keberadaan yang berpotensi yang perwujudanya merupakan ketakterdugaan
dengan potensi yang tak terbatas.

Pada dasarnya ada dua pokok persoalan tentang hakikat manusia. Pertama,
tentang manusia atau hakikat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan di muka bumi
ini. Kedua, tentang sifat manusia dan karakteristik yang menjadi ciri khususnya serta
hubungannya dengan fitrah manusia.

2. Menurut Pandangan Indonesia


Menurut kaum eksistensialis (dalam Tirta Raharja dan La Sulo, 1985: 4-11)
wujud sifat hakekat manusia melputi:

11
a. Kemampuan menyadari diri: yakni bahwa manusia itu berbeda dengan
makhluklain, karena manusia mampu mengambil jarak dengan obyeknya termasuk
mengambiljarak terhadap dirinya sendiri. Dia bisa mengambil jarak terhadap obyek
di luar maupunke dalam diri sendiri. Pengambilan jarak terhadap obyek di luar
memungkinkan manusiamenegmbangkan aspek sosialnya. Sedangkan pengambilan
jarak terhadap diri sendiri,memungkinkaan manusia mengembangkan aspek
individualnya.
b. Kemampuan bereksistensi: dengan kemampuan mengambil jarak dengan
obyekya,berarti manusia mampu menembus atau menerobos dan mengatasi batas-
batas yangmembelenggu dirinya. Kemampuan menerobos ini bukan hanya dalam
kaitannya dengansoal ruang melainkan juga soal waktu. Manusia tidak terbelenggu
oleh ruang (di ruang iniatau di sini), dia juga tidak terbelenggu oleh waktu (waktu
ini atau sekarang ini), tetapimampu menembus ke masa depan atau ke masa
lampau. Kemampuan menempatkan diridan menembus inilah yang disebut
kemampuan bereksistensi. Justru karena mampubereksistensi inilah, maka dalam
dirinya terdapat unsur kebebasan.
c. Kata hati (geweten atau conscience yang artinya pengertian yang ikut serta):
kata hatiadalah kemampuan membuat keputusan tentang yang baik dan yang buruk
bagi manusiasebagai manusia. Orang yang tidak memiliki pertimbangan dan
kemampuan untukmengambil keputusan tentang yang baik atau yang buruk, atau
pun kemampuannyadalam mengambil keputusan tersebut dari sudut pandang
tertentu saja, misalnya darisudut kepentingannya sendiri dikatakan bahwa kata
hatinya tidak cukup tajam. Manusiamemiliki pengertian yang menyertai tentang apa
yang akan , yang sedang dan yang telahdibuatnya, bahkan mengerti pula akibat
keputusannya baik atau buruk bagi manusiasebagai manusia.
d. Tanggung jawab: adalah kesediaan untuk menanggung akibat dari perbuatan
yangmenuntut jawab. Wujud tanggung jawab bermacam-macam. Ada tanggung
jawab kepadadiri sendiri, kepada masyarakat dan kepada Tuhan. Tanggung jawab
kepada diri sendiriberarti menanggung tuntutan kata hati, misalnya dalam bentuk
penyesalan yangmendalam. Tanggung jawab kepada masyarakat berarti
menanggung tuntutan norma-norma sosial, yang berarti siap menanggung sangsi
sosial manakala tanggung jawabsocial itu tidak dilaksanakan. Tanggung jawab

12
kepada Tuhan berarti menanggungtuntutannorma-norma agama, seperti siap
menanggung perasaan berdosa, terkutuk dsb.
e. Rasa kebebasan: adalah perasaan yang dimiliki oleh manusia untuk tidak terikat
olehsesuatu, selain terikat (sesuai) dengan tuntutan kodrat manusia. Manusia bebas
berbuatsepanjang tidak bertentangan (sesuai) dengan tuntutan kodratnya sebagai
manusia. Oranghanya mungkin merasakan adanya kebebasan batin apabila ikatan-
ikatan yang ada telahmenyatu dengan dirinya, dan menjiwai segenap perbuatannya.
f. Kewajiban dan hak adalah dua macam gejala yang timbul sebagai manifestasi
darimanusia sebagai makhluk social. Keduanya tidak bisa dilepaskan satu sama
lain, karenayang satu mengandaikan yang lain. Hak tak ada tanpa kewajiban, dan
sebaliknya. Dalamkenyataan sehari-hari, hak sering diasosiasikan dengan sesuatu
yang menyenangkan,sedangkan kewajiban sering diasosiasikan dengan beban.
Ternyata, kewajiban itu suatukeniscayaan, artinya, selama seseorang menyebut
dirinya manusia dan mau dipandangsebagai manusia, maka wajib itu menjadi suatu
keniscayaan, karena jika mengelaknyaberarti dia mengingkari kemanusiaannya
sebagai makhluk social.
g. Kemampuan menghayati kebahagiaan: bahwa kebahagiaan manusia itu
tidakterletak pada keadaannya sendiri secara faktual, atau pun pada rangkaian
prosesnya,maupun pada perasaan yang diakibatkannya, tetapi terletak pada
kesanggupannya ataukemampuannya menghayati semuanya itu dengan keheningan
jiwa, dan mendudukkanhal-hal tersebut dalam rangkaian atau ikatan tiga hal, yaitu:
usaha, norma-norma dantakdir.

3. Menurut Pandangan Barat


Ilmu yang mempelajari tentang hakekat manusia disebut Antropologi
Filsafat.Berikut pembahasan mengenai manusia sebagai berikut.
a. Masalah Rohani dan Jasmani
Setidaknya terdapat empat aliran pemikiran yang berkaitan tentang masalah rohani
dan jasmani (sudut pandang unsur pembentuk manusia) yaitu: Aliran serba zat,
aliran serba ruh, aliran dualisme, dan aliran aksistensialisme.
1) Aliran Serba zat (Faham Materialisme)

13
Aliran serba zat fahan Materialisme yaitu Julien de La Mettrie ini mengatakan
yang sungguh-sunguh ada itu adalah zat atau materi, alam ini adalah zat atau
materi dan manusia adalah unsur dari alam, maka dari itu manusia adalah zat atau
materi. Manusia ialah apa yang nampak sebagai wujudnya, terdiri atas zat (darah,
daging, tulang). Jadi, aliran ini lebih berpemahaman bahwa esensi manusia adalah
lebih kepada zat atau materinya. Manusia bergerak menggunakan organ, makan
dengan tangan, berjalan dengan kaki, dll. Semua serba zat atau meteri. Berdasar
aliran ini, maka dalam pendidikan manusia harus melalui proses mengalami atau
pratek (psikomotor).
2) Aliran Serba Ruh (Faham Idealisme)
Aliran ini berpendapat bahwa segala hakikat sesuatu yang ada di dunia ini adalah
ruh, juga hakekat manusia adalah ruh. Ruh disini bisa diartikan juga sebagai jiwa,
mental, juga rasio/akal. Karena itu, jasmani atau tubuh (materi, zat) merupakan
alat jiwa untuk melaksanakan tujuan, keinginan dan dorongan jiwa (rohani, spirit,
ratio) manusia. Jadi, aliran ini beranggapan bahwa yang menggerakkan tubuh itu
adalah ruh atau jiwa. Tanpa ruh atau jiwa maka jasmani, raga atau fisik manusia
akan mati, sia-sia dan tidak berdaya sama sekali. Dalam pendidikan, maka tidak
hanya aspek pengalaman saja yang diutamakan, faktor dalam seperti potensi
bawaan (kemauan dan perasaan) memerlukan perhatian juga.
3) Aliran Dualisme
Aliran ini menganggap bahwa manusia itu pada hakekatnya terdiri dari dua
substansi, yaitu jasmani dan rohani. Aliran ini melihat realita semesta sebagai
sintesa kedua kategori animate dan inanimate, makhluk hidup dan benda mati.
Demikian pula manusia merupakan kesatuan rohani dan jasmani, jiwa dan raga.
Misalnya ada persoalan: dimana letaknya mind (jiwa, rasio) dalam pribadi
manusia. Mungkin jawaban umum akan menyatakan bahwa ratio itu terletak pada
otak. Akan tetapi akan timbul problem, bagaiman mungkin suatu immaterial
entity (sesuatu yang non-meterial) yang tiada membutuhkan ruang, dapat
ditempatkan pada suatu materi (tubuh jasmani) yang berada pada ruang wadah
tertentu. Jadi, aliran ini meyakini bahwa sesungguhnya manusia tidak dapat
dipisahkan antara zat/raga dan ruh/jiwa. Karena pada hakekatnya keduanya tidak
dapat dipisahkan. Masing-masing memiliki peranan yang sama-sama sangat vital.

14
Jiwa tanpa ruh ia akan mati, ruh tanpa jiwa ia tidak dapat berbuat apa-apa. Dalam
pendidikan pun, harus memaksimalkan kedua unsur ini, tidak hanya salah satu
saja karena keduanya sangat penting.
4) Aliran Eksistensialisme
Aliran filsafat modern berpikir tentang hakekat manusia merupakan eksistensi
atau perwujudan sesungguhnya dari manusia. Jadi intinya hakikat manusia itu
yaitu apa yang menguasai manusia secara menyeluruh. Disini manusia tidak
dipandang dari serba zat, serba ruh atau dualisme dari kedua aliran itu, tetapi
memandangnya dari segi eksistensi manusia itu sendiri di dunia.
b. Sudut Pandang Antropologi
Dari segi antropologi terdapat tiga sudut pandang hakekat manusia, yaitu manusia
sebagai makhluk individu, makhluk sosial dan makhluk susila. Berikut penjelasan
dari ketiganya:
1) Manusia Sebagai Makhluk Individu (Individual Being)
Dalam bahasa filsafat dinyatakan self-existence adalah sumber pengertian
manusia akan segala sesuatu. Self-existence ini mencakup pengertian yang amat
luas, terutama meliputi: kesadaran adanya diri diantara semua relita, self-respect,
self-narcisme, egoisme, martabat kepribadian, perbedaan dan persamaan dengan
pribadi lain, khususnya kesadaran akan potensi-potensi pribadi yang menjadi
dasar bagi self-realisasi. Manusia sabagai individu memiliki hak asasi sebagai
kodrat alami atau sebagi anugrah Tuhan kepadanya.Hak asasi manusia sebagai
pribadi itu terutama hak hidup, hak kemerdekaan dan hak milik.Disadari atau
tidak menusia sering memperlihatkan dirinya sebagai makhluk individu, seperti
ketika mereka memaksakan kehendaknya (egoisme), memecahkan masalahnya
sendiri, percaya diri, dll.Menjadi seorang individu manusia mempunyai ciri
khasnya masing-masing. Antara manusia satu dengan yang lain berbeda-beda,
bahkan orang yang kembar sekalipun, karena tidak ada manusia di dunia ini yang
benar-benar sama persis. Fisik boleh sama, tetapi kepribadian tidak. Jadi dalam
pendidikan seorang guru sangat perlu memahami hakekat manusia sebagai
individu. Itu kaitanya dengan menghargai perbedaan dalam setiap anak didiknya,
agar sang guru tidak semena-mena dan memaksakan kehendaknya (diskriminasi)

15
kepada peserta didik. Perbedaan itu bisa berupa fisik, intelejensi, sikap,
kepribadian, agama, dan sebagainya.
2) Manusia Sebagai Makhluk Sosial (Sosial Being)
Telah kita ketahui bersama bahwa manusia tidak dapat hidup sendirian, manusia
membutuhkan manusia lain agar bisa tetap eksis dalam menjalani kehidupan ini,
itu sebabnya manusia juga dikenal dengan istilah makhluk sosial. Keberadaanya
tergantung oleh manusia lain. Esensi manusia sebagai makhluk sosial ialah adanya
kesadaran manusia tentang status dan posisi dirinya dalam kehidupan bersama dan
bagaimana tanggung jawab dan kewajibannya di dalam kebersamaan itu. Adanya
kesadaran interdependensi dan saling membutuhkan serta dorongan-dorongan
untuk mengabdi sesamanya adalah asas sosialitas itu. Kehidupan individu di
dalam antar hubungan sosial memang tidak usah kehilangan identitasnya. Sebab,
kehidupan sosial adalah realita sama rielnya dengan kehidupan individu itu
sendiri. Individualitas itu dalam perkembangan selanjutnya akan mencapai
kesadaran sosialitas. Tiap manusia akan sadar akan kebutuhan hidup bersama
segera setelah masa kanak-kanak yang egosentris berakhir. Seorang guru dalam
kegiatan pembelajaran perlu menanamkan kerjasama kepada peserta didiknya,
agar kesadaran sosial itu dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Hal tersebut
dapat dicapai dengan penerapan strategi dan metode yang tepat, juga dengan
pemberian motivasi tentang kebersamaan.
3) Manusia Sebagai Makhluk Susila (Moral Being)
Asas pandangan bahwa manusia sebagai makhluk susila bersumber pada
kepercayaan bahwa budi nurani manusia secara apriori adalah sadar nilai dan
pengabdi norma-norma. Kesadaran susila (sense of morality) tak dapat dipisahkan
dengan realitas sosial, sebab, justru adanya nilai-nilai, efektivitas nilai-nilai,
berfungsinya nilai-nilai hanyalah di dalam kehidupan sosial. Artinya, kesusilaan
atau moralitas adalah fungsi sosial. Asas kesadaran nilai, asas moralitas adalah
dasar fundamental yang membedakan manusia dari pada hidup makhluk-makhluk
alamiah yang lain. Rasio dan budi nurani menjadi dasar adanya kesadaran moral
itu.

Ketiga esensi diatas merupakan satu kesatuan yang tidak terlepaskan dari diri
manusia, tinggal ia sadar atau tidak. Beberapa individu mempunyai kecenderungan

16
terhadap salah satu esensi itu.Ada yang cenderung esensi pertama yang lebih menonjol,
ada yang kedua dan ada yang ketiga.Semua tergantung pemahaman dan pendidikan
yang dialami oleh si individu tersebut.Fungsi pendidikan adalah mengembangkan
ketiganya secara seimbang.Agar manusia dapat menempatkan diri sesuai situasi dan
kondisi yang sedang dialami.Sesuatu yang berlebihan atau malah kurang itu tidak baik,
jadi yang terbaik itu adalah seimbang.

A. Hakikat Pendidikan
1. Hakikat Pendidikan Pandangan Indonesia
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
Pasal 1 angka 1 menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Hak atas pendidikan sebagai bagian dari hak asasi manusia di Indonesia tidak
sekadar hak moral melainkan juga hak konstitusional. Ini sesuai dengan ketentuan
UUD 1945 (pascaperubahan), khususnya Pasal 28 C Ayat (1) yang menyatakan,
“Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya,
berhak memperoleh pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan
teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi
kesejahteraan umat manusia.” Kemudian Pasal 31 ayat (1) menyatakan “Setiap warga
Negara berhak mendapat pendidikan.”Hak-hak dasar itu adalah akibat logis dari dasar
negara Pancasila yang dianut oleh bangsa Indonesia.
Permendikbud no 20 Tahun 2016 menjelaskan tentang Sesuai sasaran
pembelajaran mencakup pengembangan ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan
yang dielaborasi untuk setiap satuan pendidikan. Ketiga ranah kompetensi tersebut
memiliki lintasan perolehan (proses psikologis) yang berbeda. Sikap diperoleh melalui
aktivitas “menerima, menjalankan, menghargai, menghayati, dan mengamalkan”.
Pengetahuan diperoleh melalui aktivitas “mengingat, memahami, menerapkan,
menganalisis, mengevaluasi, mencipta”. Keterampilan diperoleh melalui aktivitas
“mengamati, menanya, mencoba, menalar, menyaji, dan mencipta”. Karaktersitik

17
kompetensi beserta perbedaan lintasan perolehan turut serta mempengaruhi
karakteristik standar proses
Ki Hajar Dewantara (1977:14), merumuskan pengertian pendidikan yaitu pendidikan
pada umumnya berarti daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti
(kekuatan, batin, karakter), pikiran (intelek dan tubuh anak), dalam taman siswa tidak
boleh dipisah-pisahkan bagian-bagian itu agar supaya kita memajukan kesempurnaan
hidup, kehidupan dan peghidupan anak-anak yang kita didik, selaras dengan dunianya.
Mudyahardjo dalam Kadir (2012: 55) Pendidikan dalam arti luas adalah
hidup.Pendidikan adalah segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala
lingkungan dan sepanjang hidup.Pendidikan adalah segala situasi hidup yang
memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan hidup. Jika diamati secara seksama
pengertian di atas mengandung beberapa kekhususan sebagai berikut:
1) Lingkungan pendidikan, Pendidikan berlangsung dalam segala lingkungan baik yang
khusus diciptakan untuk kepentingan pendidikan maupun yang ada dengan
sendirinya.
2) Masa pendidikan, Pendidikan berlangsung setiap saat, seumur hidup selama ada
pengaruh lingkungan.
3) Bentuk kegiatan, Pendidikan berbentuk segala macam pengalaman belajar dalam
hidup. Pendidikan berlangsung dalam berbagai bentuk, pola, dan lembaga.
Pendidikan dapat terjadi sembarang, kapan dan dimanapun dalam hidup. Pendidikan
lebih berorientasi pada peserta didik.
4) Tujuan pendidikan, Tujuan pendidikan adalah pertumbuhan. Tujuan pendidikan tidak
terbatas, tujuan pendidikan adalah sama dengan tujuan hidup.
Pendidikan dalam arti sempit adalah sekolah.Pendidikan adalah pengajaran yang
diselenggarakan di sekolah sebagai lembaga pendidikan formal.Pendidikan adalah
segala pengaruh yang diupayakan oleh sekolah terhadap anak yang bersekolah agar
mempunyai kemampuan yang sempurna dan kesadaran penuh terhadap hubungan-
hubungan dan tugas-tugas sosial mereka. Jika diperinci dari pengertian di atas terdapat
beberapa komponen pendidik antara lain sebagai berikut:
1) Lingkungan pendidikan. Pendidikan berlangsung dalam lingkungan pendidikan yang
diciptakan khusus untuk menyelenggarakan pendidikan. Secara teknis pendidikan
berlangsung di kelas.

18
2) Bentuk kegiatan. Isi pendidikan tersusun secara terprogram dalam bentuk kurikulum.
Kegiatan pendidikan lebih berorientasi pada kegiatan guru dan siswa-siswi sehingga
guru mempunyai peran yang sentral dan menentukan kegiatan pendidikan terjadwal
dan materinya pun tertentu.
3) Masa pendidikan. Pendidikan berlangsung dalam waktu terbatas yaitu untuk anak-
anak dan remaja
4) Tujuan. Tujuan pendidikan ditentukan oleh pihak luar. Tujuan pendidikan ditentukan
terbatas pada kemampuan tertentu tujuan pendidikan adalah mempersiapkan hidup.
Pengertian alternatif dan luas terbatas Pendidikan adalah usaha sadar yang
dilakukan masyarakat dan pemerintah melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau
latihan, yang berlangsung di sekolah dan di luar sekolah sepanjang hayat untuk
mempersiapkan peserta didik untuk dapat memainkan peranan dalam berbagai
lingkungan hidup secara tepat pada masa yang akan datang. Pendidkan adalah
pengalaman-pengalaman belajar terprogram dalam bentuk pendidikan formal, non
formal dan informal di sekolah dan luar sekolah yang berlangsung seumur hidup,
bertujuan untuk mengoptimalisasi kemampuan-kemampuan individu
1) Lingkungan pendidikan, Pendidikan berlangsung dalam sebagian lingkungan hidup.
Pendidikan tidak berlangsung dalam lingkungan yang alami, pendidikan hanya
berlangsung dalam lingkungan hidup kultural
2) Bentuk kegiatan, Pendidikan dalam bentuk formal, informal, dan nonformal.
Kegiatan pendidikan bisa berupa bimbingan, pengajaran, atau latihan pendidikan
selalu merupakan usaha yang direncanakan.
3) Tujuan, Tujuan pendidikan merupakan perpaduan tujuan-tujuan yang bersifat
pengembangan-kemampuan-kemapuan individu secara optimal dengan tujuan-tujuan
yang bersifat sosial untuk dapat memainkan perannya sebagai warga dalam berbagai
lingkungan dan kelompok sosial.
4) Masa pendidikan, Pendidikan berlangsung seumur hidup, yang kegiatan-kegiatannya
tidak berlangsung sembarang tetapi pada waktu tertentu

2. Hakikat Pendidikan Pandangan Barat


Berikut merupakan penjelasan pengertian pendidikan menurut beberapa ahli:

19
1) John Dewey. Pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan
fundamental secara intelektual, emosional ke arah alam dan sesama manusia
2) Menurut buku “Higher Education For America Democracy”: Education is an
institution of civilized society, but the purposes of education are not the same in all
societies, an educational system finds it‟s the guiding principles and ultimate goals
in the aims and philosophy of the social order in which it functions (11: 5)
“pendidikan adalah suatu lembaga dalam tiap -tiap masyarakat yang beradab, tetapi
tujuan pendidikan tidaklah sama dalam setiap masyarakat. Sistem pendidikan suatu
masyarakat (bangsa) dan tujuan-tujuan pendidikannya didasarkan atas prinsip -
prinsip (nilai) cita-cita dan filsafat yang berlaku dalam suatu masyarakat (bangsa)”.
3) M.J. Longeveled, Pendidikan adalah usaha, pengaruh, perlindungan dan bantuan
yang diberikan kepada anak agar tertuju kepada kedewasaannya, atau lebih tepatnya
membantu anak agar cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri.
4) Thompson, Pendidikan adalah pengaruh lingkungan terhadap individu untuk
menghasilkan perubahan-perubahan yang tetap dalam kebiasaan perilaku, pikiran
dan sifatnya.
5) Frederick J. Mc Donald, Pendidikan adalah suatu proses atau kegiatan yang
diarahkan untuk merubah tabiat (behavior) manusia.
6) H. Horne, Pendidikan adalah proses yang terus-menerus dari penyesuaian yang
berkembang secara fisik dan mental yang sadar dan bebas kepada Tuhan.
7) J.J. Russeau, Pendidikan adalah pembekalan yang tidak ada pada pada saat anak-
anak, akan tetapi dibutuhkan pada saat dewasa.
Dari beberapa penjelasan dapat disimpulkan bahwa pendidikan merupakan suatu
proses, pendidikan merupakan kegiatan manusiawi, pendidikan merupakan hubungan
antar pribadi, dan pendidikan merupakan untuk mencapai tujuan.

3. Hakikat Pendidikan Pandangan Islam


Dalam konteks ajaran Islam hakikat pendidikan adalah mengembalikan nilai-nilai
ilahiyah pada manusia (fitrah) dengan bimbingan Alquran dan as-Sunnah (Hadits)
sehingga menjadi manusia berakhlakul karimah (insan kamil).
Agama Islam menempatkan pendidikan dalam posisi yang sangat vital, lima ayat
pertama yang diturunkan dalam surat al-‘Alaq bukanlah suatu kebetulan. Ayat yang

20
diturunkan pertama kali kepada Nabi Muhammad tersebut dimulai dengan membaca
‘iqra’ yang secara tidak langsung mengandung makna dan implikasi pendidikan.Dalam
sebuah hadist disebutkan:
ْ ‫ ُك ُّل َم ْولُو ٍد يُولَد ُ َعلَى ْال ِف‬:‫ى صلى هللا عليه وسلم‬
‫ فَأ َبَ َواهُ يُ َه ّ ِودَانِ ِه‬، ِ‫ط َرة‬ ُّ ِ‫ضيَاللّ ُهعَن ْهقَا َل قَا َل النَّب‬ ِ ‫َع ْنأبَيِ ُه َريرة ََر‬
َ ‫ص َرانِ ِه أ َ ْو يُ َم ِ ّج‬
‫سانِ ِه‬ ّ ِ َ‫أ َ ْو يُن‬

Artinya:

Dari Abi Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda: “Setiap anak lahir dalam keadaan
fiitrah. Kedua orang tuanyalah yang menjadikan anak itu beragama Yahudi, Nasrani
atau Majusi.” (HR. Bukhari)

Dalam term pendidikan Islam, sering dijumpai kata dalam bahasa arab tarbiyah
untuk menggantikan kata pendidikan dalam bahasa Indonesia. Selain kata tarbiyah
terdapat pula kata ta’lim (pengajaran) dan ta’dib yang ada hubungannya dengan kata
adab yang berarti sopan santun.
Ketiga term tersebut memiliki kesamaan makna.Namun secara esensial, setiap
term memiliki perbedaan, baik secara tekstual maupun secara kontekstual. Oleh karena
itu dibawah ini akan diuraikan secara singkat masing-masing term pendidikan tersebut.

1. at-Tarbiyah

Istilah at-Tarbiyah berasal dari kata Arab, yang berarti:


a. bertambah dan berkembang (‫ يربو – تربية‬- ‫)ربا‬
b. tumbuh dan berkembang (‫ تربية‬- ‫ يربي‬- ‫) ربي‬
c. memperbaiki, menguasai, memelihara, merawat, memperindah, mengatur, dan
menjaga kelestariannya (‫ تربية‬- ّ‫ يُرب‬- ّ‫)رب‬
Dari pengertian tersebut, dalam konteks yang luas pengertian pendidikan Islam
terkandung dalam term al-Tarbiyah yang meliputi empat unsur, yaitu: pertama, unsur
memelihara dan menjaga fitrah anak didik menjelang dewasa. Kedua, mengembangkan
seluruh potensi menuju kesempurnaan.Ketiga, mengarahken seluruh fitrah menuju
kesempurnaan.Dan keempat, melaksanakan pendidikan secara lengkap.

Jadi istilah at-Tarbiyah memberikan pengertian mencakup semua aspek


pendidikan, yaitu aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.Tidak hanya mencakup
aspek jasmaniah tetapi juga mencakup aspek rohaniah secara harmonis.

21
2. al-Ta’lim

Kata yang kedua ini bersumber dari kata ‘allama yang berarti pengajaran yang
bersifat pemberian, atau penyampaian, pengertian, pengetahuan, dan keterampilan.
Dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 31 disebutkan:

َ ‫َؤُالء ِإ ْن ُك ْنت ُ ْم‬


)٣١( َ‫صا ِدقِين‬ ِ ‫اء ه‬ ِ ‫ض ُه ْم َعلَى ْال َمالئِ َك ِة فَقَا َل أ َ ْن ِبئُونِي ِبأ َ ْس َم‬
َ ‫َو َعلَّ َم آدَ َم األ ْس َما َء ُكلَّ َها ث ُ َّم َع َر‬

Artinya:

“dan Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama (benda-benda) seluruhnya,


kemudian mengemukakannya kepada Para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah
kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!"

Bila dilihat dari batasan pengertian yang ditawarkan dari kata ta’lim (allama) pada
ayat di atas, terlihat pengertian pendidikan yang terlalu sempit. Pengertiannya hanya
sebatas proses pentranferan seperangkat ilmu pengetahuan atau nilai antara manusia. Ia
hanya dituntut untuk menguasai ilmu atau nilai yang ditranfer secara kognitif dan
psikomotorik, akan tetapi tidak dituntut pada domain afektif.

3. al-Ta’dib

Secara bahasa, kata al-ta’dib merupakan masdar dari kata “addaba” yang berarti:

a. Ta’dib, berasal dari kata dasar “aduba – ya’dubu yang bererti melatih,
mendisiplinkan diri untuk berperilaku yang baik dan sopan santun.

b. Berasal dari kata “adaba – ya’dibu” yang berarti mengadakan pesta atau
perjamuan yang berbuat dan berperilaku sopan.

c. Kata “addaba” sebagai bentuk kata kerja “ta’dib” mengandung pengertian


mendidik, melatih, memperbaiki, mendisiplin da memberi tindakan.

Dalam hadist Nabi disebutkan:

َ ْ‫أَدَّبَنِي َربِّي فَأَح‬


(‫ (رواه العكسري عن علي‬.‫سنَ ت َأ ِد ْيبِي‬

Artinya:

“Tuhan telah mendidikku, maka ia sempurnakan pendidikanku” ( HR. al-Aksary dari


Ali Ra)

22
Dari pengertian dan hadist tersebut, dapat disimpulkan bahwa kata “ta’dib”
mengandung pengertian usaha untuk menciptakan situasi dan kondisi sedemikian rupa,
sehingga anak didik terdorong dan tergerak jiwa dan jiwanya untuk berperilaku dan
bersifat sopan santun yang baik sesuai dengan yang diharapkan. Orientasi kata al-ta’dib
lebih terfokus pada upaya pembentukan pribadi muslim yang berakhlak mulia

Dengan demikian hakikat pendidikan adalah sangat ditentukan oleh nilai-nilai,


motivasi dan tujuan dari pendidikan itu sendiri. Maka hakikat pendidikan dapat
dirumuskan sebagi berikut :
1. Pendidikan merupakan proses interaksi manusiawi yang ditandai keseimbangan
antara kedaulatan subjek didik dengan kewibawaan pendidik;
2. Pendidikan merupakan usaha penyiapan subjek didik menghadapi lingkungan yang
mengalami perubahan yang semakin pesat;
3. Pendidikan meningkatkan kualitas kehidupan pribadi dan masyarakat;
4. Pendidikan berlangsung seumur hidup; Pendidikan merupakan kiat dalam
menerapkan prinsip-prinsip ilmu.
Hakekat pendidikan adalah proses transformasi ilmu pengetahuan
serta ta’db yaitu penanaman nilai-nilai adab, sopan santun yang dalam bahasa agama
disebut akhlak. Dari penanaman nilai-nilai tersebut akan melahirkan masyarakat muslim
yang memiliki peradaban yang kokoh bersendikan ajaran Islam.

BAB III
PEMBAHASAN

A. Hakikat Manusia

Pandangan Islam Pandangan Indonesia Pandangan Barat

23
Pandangan Islam Pandangan Indonesia Pandangan Barat
Manusia sebagai makhluk Tidak ada teori tentang Tidak ada teori tentang
ciptaan Tuhan YME ketuhanan atau ketuhanan atau
Kita dapat mengakui kebenaran keberagamaan keberagamaan
tentang adanya proses evolusi di
alam semesta termasuk pada
diri manusia, tetapi tentunya
kita menolak pandangan yang
menyatakanadanya manusia di
alam semesta semata-mata
sebagai hasil evolusi dari alam
itu sendiri, tanpa Pencipta.Pola
pemikiran ini bertolak dari
pandangan manusia sebagai
homo religiosus. Salah satu
tokohnya adalah Mircea Eliade.
Menurut Eliade, homo
religiosus adalah tipe manusia
yang hidup dalam suatu alam
yang sakral, penuh dengan nilai-
nilai religius dan dapat
menikmati sakralitas yang ada
dan tampak pada alam semesta,
alam materi, alam tumbuh-
tumbuhan, dan manusia.
Pengalaman dan penghayatan
akan Yang Suci ini selanjutnya
mempengaruhi, membentuk,
dan ikut menentukan corak serta
cara hidupnya.

Keberagamaan
Keberagamaan merupakan salah
satu karakteristik esensial
eksistensi manusia yang
terungkap dalam bentuk
pengakuan atau keyakinan akan
kebenaran suatu agama yang
diwujudkan dalam sikap dan
perilakunya. Dalam
keberagamaan ini manusia
dapat merasakan hidupnya
menjadi bermakna. Ia
memperoleh kejelasan tentang
asal-usulnya, dasar hidupnya,
tata cara hidupnya, dan menjadi
jelas pula ke mana arah tujuan
hidupnya.

24
Pandangan Islam Pandangan Indonesia Pandangan Barat

Moralitas Kata hati Manusia sebagai makhluk


Manusia memiliki dimensi Kata hati adalah kemampuan susila
moralitas sebab ia memiliki kata membuat keputusan tentang Manusia sebagai makhluk
hati yang dapat membedakan yang baik dan yang buruk bagi susila bersumber pada
antara baik dan jahat. Sebagai manusia sebagai manusia. kepercayaan bahwa budi
subjek yang otonom (memiliki Manusia memiliki pengertian nurani manusia secara
kebebasan) manusia selalu yang menyertai tentang apa apriori adalah sadar nilai dan
dihadapkan pada suatu alternatif yang akan, yang sedang, dan pengabdi norma-norma.
tindakan/perbuatan yang harus yang telah dibuatnya, bahkan Kesadaran susila (sense of
dipilihnya. Adapun kebebasan mengerti pula akibat morality) tak dapat
untuk bertindak/berbuat itu keputusannya baik atau buruk dipisahkan dengan realitas
selalu berhubungan dengan bagi manusia sebagai manusia. sosial, sebab, justru adanya
norma-norma moral dan nilai- nilai-nilai, efektivitas nilai-
nilai moral yang juga harus nilai, berfungsinya nilai-nilai
dipilihnya. hanyalah di dalam
kehidupan sosial. Artinya,
kesusilaan atau moralitas
adalah fungsi sosial. Asas
kesadaran nilai, asas
moralitas adalah dasar
fundamental yang
membedakan manusia dari
pada hidup makhluk-
makhluk alamiah yang lain.
Manusia sebagai kesatuan Tidak ada teori tentang Aliran serba zat
badan-ruh jasmaniah Manusia ialah apa yang
Manusia adalah kesatuan dari Kemampuan menghayati nampak sebagai wujudnya,
yang bersifat badani dan rohani kebahagiaan terdiri atas zat (darah,
yangsecara prinsipal berbeda Kebahagiaan manusia itu tidak daging, tulang). Manusia
daripada benda, tumbuhan, terletak pada keadaannya bergerak menggunakan
hewan, maupun Tuhan.Sebagai sendiri secara faktual, atau pun organ, makan dengan
kesatuan badani-rohani manusia pada rangkaian prosesnya, tangan, berjalan dengan
hidup dalam ruang dan maupun pada perasaan yang kaki, dll. Berdasar aliran ini,
waktu,memiliki kesadaran diakibatkannya, tetapi terletak maka dalam pendidikan
(consciousnesss), memiliki pada kesanggupannya atau manusia harus melalui
penyadaran diri kemampuannya menghayati proses mengalami atau
(selfawareness),mempunyai semuanya itu dengan pratek (psikomotor).
berbagai kebutuhan, insting, keheningan jiwa, dan
nafsu, serta mempunyaitujuan. mendudukkan hal-hal tersebut Aliran serba ruh
Manusiamemiliki potensi untuk dalam rangkaian atau ikatan Segala hakikat sesuatu yang
mampu berpikir (cipta), potensi tiga hal, yaitu: usaha, norma- ada di dunia ini adalah ruh,
berperasaan (rasa),potensi norma dan takdir. juga hakekat manusia adalah
berkehendak (karsa), dan ruh. . Tanpa ruh atau jiwa
memiliki potensi untuk maka jasmani, raga atau
berkarya. fisik manusia akan mati, sia-

25
Pandangan Islam Pandangan Indonesia Pandangan Barat
sia dan tidak berdaya sama
sekali. Dalam pendidikan,
maka tidak hanya aspek
pengalaman saja yang
diutamakan, faktor dalam
seperti potensi bawaan
(kemauan dan perasaan)
memerlukan perhatian juga.

Aliran dualism
Manusia tidak dapat
dipisahkan antara zat/raga
dan ruh/jiwa. Masing-
masing memiliki peranan
yang sama-sama sangat
vital. Jiwa tanpa ruh ia akan
mati, ruh tanpa jiwa ia tidak
dapat berbuat apa-apa.
Dalam pendidikan pun,
harus memaksimal-kan
kedua unsur ini, tidak hanya
salah satu saja karena
keduanya sangat penting
Individualitas/personalitas Kemampuan menyadari diri Manusia sebagai individu
Setiap individu memiliki Manusia itu berbeda dengan Disadari atau tidak manusia
keunikan. Setiap anak manusia makhluk lain, karena manusia sering memperlihatkan
sebagai individu ketika mampu mengambil jarak dirinya sebagai makhluk
dilahirkan telah dikaruniai dengan obyeknya termasuk individu, seperti ketika
potensi untuk menjadi diri mengambil jarak terhadap mereka memaksakan
sendiri yang berbeda dari yang dirinya sendiri. Pengambilan kehendaknya (egoisme),
lain. Tidak ada diri individu jarak terhadap obyek di luar memecahkan masalahnya
yang identik dengan orang lain memungkinkan manusia sendiri, percaya diri, dll.
di dunia ini. Manusia memiliki menegmbangkan aspek Menjadi seorang individu
subjektivitas (ke-dirisendirian), sosialnya. Sedangkan manusia mempunyai ciri
maka ia hakikatnya adalah pengambilan jarak terhadap diri khasnya masing-masing.
pribadi, ia adalah subjek. sendiri, memungkinkaan Antara manusia satu dengan
Sebagai pribadi atau subjek, manusia mengembangkan yang lain berbeda-beda,
setiap manusia bebas aspek individualnya. bahkan orang yang kembar
mengambil tindakan atas pilihan sekalipun, karena tidak ada
serta tanggung jawabnya sendiri Rasa Kebebasan manusia di dunia ini yang
(otonom) untuk menandakan Manusia bebas berbuat benar-benar sama persis.
keberadaanya di dalam sepanjang tidak bertentangan
lingkungan. (sesuai) dengan tuntutan
kodratnya sebagai manusia.
Orang hanya mungkin
merasakan adanya kebebasan

26
Pandangan Islam Pandangan Indonesia Pandangan Barat
batin apabila ikatan-ikatan yang
ada telah menyatu dengan
dirinya, dan menjiwai segenap
perbuatannya.

Tanggung Jawab
Wujud tanggung jawab
bermacam-macam. Ada
tanggung jawab kepada diri
sendiri, kepada masyarakat dan
kepada Tuhan. Tanggung jawab
kepada diri sendiri berarti
menanggung tuntutan kata hati,
misalnya dalam bentuk
penyesalan yang mendalam.
Tanggung jawab kepada
masyarakat berarti menanggung
tuntutan norma-norma sosial,
yang berarti siap menanggung
sangsi sosial manakala
tanggung jawab social itu tidak
dilaksanakan. Tanggung jawab
kepada Tuhan berarti
menanggung tuntutannorma-
norma agama, seperti siap
menanggung perasaan berdosa,
terkutuk dsb.
Sosialitas Hak dan Kewajiban Manusia sebagai makhluk
Manusia adalah Kewajiban dan hak adalah dua sosial
individual/personal, tetapi ia macam gejala yang timbul Manusia tidak dapat hidup
tidak hidup sendirian, tak sebagai manifestasi dari sendirian, manusia
mungkin hidup sendirian, dan manusia sebagai makhluk membutuhkan manusia lain
tidak mungkin hidup hanya sosial. Keduanya tidak bisa agar bisa tetap eksis dalam
untuk dirinya sendiri, melainkan dilepaskan satu sama lain, menjalani kehidupan ini, itu
hidup pula dalam keterpautan karena yang satu mengandaikan sebabnya manusia juga
dengan sesamanya. Dalam yang lain. Hak tak ada tanpa dikenal dengan istilah
hidup bersama dengan kewajiban, dan sebaliknya. makhluk sosial.
sesamanya (bermasyarakat), Keberadaanya tergantung
Kewajiban itu suatu
setiap individu menempati oleh manusia lain. Esensi
keniscayaan, artinya, selama
kedudukan (status) tertentu, manusia sebagai makhluk
seseorang menyebut dirinya
mempunyai dunia dan tujuan sosial ialah adanya
manusia dan mau dipandang
hidupnya masing-masing, kesadaran manusia tentang
namun demikian sekaligus ia sebagai manusia, maka wajib status dan posisi dirinya
pun mempunyai duniabersama itu menjadi suatu keniscayaan, dalam kehidupan bersama
dan tujuanhidup bersamadengan karena jika mengelaknya berarti dan bagaimana tanggung
sesamanya. dia mengingkari jawab dan kewajibannya di
kemanusiaannya sebagai dalam kebersamaan itu.

27
Pandangan Islam Pandangan Indonesia Pandangan Barat
Historitas/ interaksi/ makhluk sosial. Adanya kesadaran
dinamika interdependensi dan saling
Keberadaan manusia pada saat membutuhkan serta
ini terpaut kepada masa lalunya, dorongan-dorongan untuk
ia belum selesai mewujudkan mengabdi sesamanya adalah
dirinya sebagai manusia, ia asas sosialitas itu.
mengarah ke masa depan untuk
mencapai tujuan hidupnya.
Historisitas memiliki fungsi
dalam eksistensi manusia.
Historisitas turut membangun
eksistensi manusia.Dalam
rangka mencapai tujuan
hidupnya, manusia
berinteraksi/berkomunikasi.
Komunikasi/interaksi ini
dilakukannya baik secara
vertikal, yaitu dengan
Tuhannya; secara horizontal
yaitu dengan alam dan sesama
manusia serta budayanya; dan
bahkan dengan “dirinya
sendiri”.manusia tidak pernah
berhenti, selalu dalam keaktifan,
baik dalam aspek fisiologik
maupun spiritualnya. Dinamika
mempunyai arah horisontal (ke
arah sesama dan dunia) maupun
arah transendental (ke arah
Yang Mutlak). Adapun
dinamika itu adalah untuk
penyempurnaan diri baik dalam
hubungannya dengan sesama,
dunia dan Tuhan.

Keberbudayaan
Kebudayaan memiliki fungsi
positif bagi kemungkinan
eksistensi manusia, namun
demikian perlu dipahami pula
bahwa apabila manusia kurang
bijaksana dalam
mengembangkan dan/atau
menggunakannya, maka
kebudayaan pun dapat
menimbulkan kekuatan-

28
Pandangan Islam Pandangan Indonesia Pandangan Barat
kekuatan yang mengancam
eksistensi manusia. Kebudayaan
tidak bersifat statis, melainkan
dinamis. Kodrat dinamika pada
diri manusia mengimplikasikan
adanya perubahan dan
pembaruan kebudayaan. Hal ini
tentu saja didukung oleh
pengaruh kebudayaan
masyarakat/bangsa lain terhadap
kebudayaan masyarakat tertentu,
serta dirangsang pula oleh
tantangan yang datang dari
lingkungan.
Eksistensi manusia adalah Kemampuan bereksistensi Aliran Eksistensi
untuk menjadi manusia Kemampuan menembus atau Hakikat manusia merupakan
Eksistensi manusia bersifat menerobos dan mengatasi eksistensi atau perwujudan
dinamis. Bagi manusia batas-batas yang membelenggu sesungguhnya dari manusia.
bereksistensi berarti dirinya. Kemampuan Disini manusia tidak
mengadakan dirinya secara menempatkan diri dan dipandang dari serba zat,
aktif. Bereksistensi berarti menembus inilah yang disebut serba ruh atau dualisme dari
merencanakan, berbuat dan kemampuan bereksistensi. kedua aliran itu, tetapi
menjadi. Eksistensi manusia Justru karena mampu memandangnya dari segi
tiada lain adalah untuk menjadi bereksistensi inilah, maka eksistensi manusia itu
manusia. Inilah tugas yang dalam dirinya terdapat unsur sendiri di dunia.
diembannya. Tugasnya ia harus kebebasan. Menurut Soerjanto
menjadi manusia ideal(manusia Poespowardojo sebagaimana
yang diharapkan, dicita-citakan, dimuat dalam Sekitar Manusia:
atau menjadi manusia yang Bunga Rampai tentang Filsafat
seharusnya) Manusia (1978: 3) bahwa untuk
memahami manusia bukan dari
kacamata seorang antropolog,
biolog atau psikolog, karena hal
itu lebih merupakan interpretasi
perorangan. Titik tolak
pembahasan tentang manusia
sebaiknya dari kondisi manusia
yang sewajarnya dan keaslian
hidupnya. Jadi, manusia yang
ditempatkan dalam konteks
kenyataan yang riil. Menurut
pelopor eksistensialisme Soren
Kierkegaard dalam karyanya
Either/Or sebagaimana dikutip
oleh Poespowardojo dalam
buku tersebut, bahwa manusia

29
Pandangan Islam Pandangan Indonesia Pandangan Barat
wajar adalah manusia konkret,
seperti yang kita saksikan
dalam kehidupan sehari-hari.
Oleh karena itu, manusia yang
demikian, harus disaksikan dan
dihayati: semakin mendalam
penghayatan kita perihal
manusia, maka akan semakin
bermaknalah kehidupannya.
Manusia sebagai makhluk Tidak ada teori khusus Tidak ada teori khusus
yang perlu dididik dan perlu tentang manusia sebagai tentang manusia sebagai
mendidik diri makhluk yang perlu dididik makhluk yang perlu dididik
Ada berbagai pandangan yang dan perlu mendidik diri dan perlu mendidik diri
menginterpretasikan manusia
sebagai makhluk, baik makhluk
social, individual, politik,
berakal, berbicara, dan lain-lain.
Dalam kajian ini erat kaitannya
dengan permasalahan
pendidikan yang
mengasumsikan bahwa manusia
harus dididik.
Eksistensi manusia terpaut
dengan masa lalunya sekaligus
mengarah ke masa depan untuk
mencapai tujuan hidupnya.
Dengan demikian, manusia
berada dalam perjalanan hidup,
dalam perkembangan dan
pengembangan diri. Ia adalah
manusia tetapi sekaligus
“belum selesai” mewujudkan
dirinya sebagai manusia
(prinsip historisitas).

B. Hakikat Pendidikan

Pandangan Islam Pandangan Indonesia Pandangan Barat


Pendidikan dalam arti luas Pendidikan dalam arti luas Pendidikan dalam arti luas
Pendidikan adalah proses
Pendidikan adalah Pendidikan adalah segala pembentukan kecakapan-
mengembalikan nilai-nilai pengalaman belajar yang kecakapan fundamental
ilahiyah pada manusia (fitrah) berlangsung dalam segala secara intelektual, emosional
dengan bimbingan Alquran dan lingkungan dan sepanjang ke arah alam dan sesama
as-Sunnah (Hadits) sehingga hidup. Pendidikan adalah segala manusia.

30
Pandangan Islam Pandangan Indonesia Pandangan Barat
menjadi manusia berakhlakul situasi hidup yang (John Dewey)
karimah (insan kamil). memengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan hidup. Pendidikan adalah proses
Dalam konteks yang luas - Pendidikan berlangsung yang terus-menerus dari
pengertian pendidikan Islam dalam segala lingkungan penyesuaian yang
terkandung dalam term al- berkembang secara fisik dan
baik yang khusus
Tarbiyah yang meliputi empat mental yang sadar dan bebas
unsur, yaitu: pertama, unsur diciptakan untuk kepada Tuhan
memelihara dan menjaga fitrah kepentingan pendidikan (H. Horne).
anak didik menjelang dewasa. maupun yang ada dengan
Kedua, mengembangkan sendirinya. Pendidikan adalah pengaruh
seluruh potensi menuju - Pendidikan berlangsung lingkungan terhadap
kesempurnaan. Ketiga, setiap saat, seumur hidup individu untuk menghasilkan
mengarahkan seluruh fitrah perubahan-perubahan yang
selama ada pengaruh
menuju kesempurnaan. Dan tetap dalam kebiasaan
keempat, melaksanakan lingkungan. perilaku, pikiran dan
pendidikan secara lengkap. - Pendidikan berbentuk sifatnya.
segala macam pengalaman (M.J. Longeveled)
belajar dalam hidup.
Pendidikan berlangsung
dalam berbagai bentuk,
pola, dan lembaga.
Pendidikan dapat terjadi
sembarang, kapan dan
dimanapun dalam hidup.
- Tujuan pendidikan adalah
pertumbuhan. Tujuan
pendidikan tidak terbatas,
tujuan pendidikan adalah
sama dengan tujuan hidup.

Pendidikan dalam arti sempit Pendidikan dalam arti sempit Pendidikan dalam arti
sempit
Batasan pengertian yang Pendidikan dalam arti sempit
ditawarkan dari kata ta’lim adalah sekolah. Pendidikan Pendidikan adalah suatu
(allama) merupakan pendidikan adalah pengajaran yang lembaga dalam tiap-tiap
yang terlalu sempit. diselenggarakan di sekolah masyarakat yang beradab,
Pengertiannya hanya sebatas sebagai lembaga pendidikan tetapi tujuan pendidikan
proses pentranferan seperangkat formal. Pendidikan adalah tidaklah sama dalam setiap
ilmu pengetahuan atau nilai segala pengaruh yang masyarakat. Sistem
antara manusia. Ia hanya diupayakan oleh sekolah pendidikan suatu masyarakat
dituntut untuk menguasai ilmu terhadap anak yang bersekolah (bangsa) dan tujuan-tujuan
atau nilai yang ditranfer secara agar mempunyai kemampuan pendidikannya didasarkan
kognitif dan psikomotorik, akan yang sempurna dan kesadaran atas prinsip - prinsip (nilai)
tetapi tidak dituntut pada penuh terhadap hubungan- cita-cita dan filsafat yang

31
Pandangan Islam Pandangan Indonesia Pandangan Barat
domain afektif. hubungan dan tugas-tugas berlaku dalam suatu
sosial mereka. masyarakat (bangsa)
- Lingkungan pendidikan.
Pendidikan berlangsung
dalam lingkungan
pendidikan yang
diciptakan khusus untuk
menyelenggarakan
pendidikan. Secara teknis
pendidikan berlangsung di
kelas.
- Bentuk kegiatan.
Isi pendidikan tersusun
secara terprogram dalam
bentuk kurikulum.
Kegiatan pendidikan lebih
berorientasi pada kegiatan
guru dan siswa-siswi
sehingga guru mempunyai
peran yang sentral dan
menentukan kegiatan
pendidikan terjadwal dan
materinya pun tertentu.
- Masa pendidikan.
Pendidikan berlangsung
dalam waktu terbatas yaitu
untuk anak-anak dan
remaja
- Tujuan.
Tujuan pendidikan
ditentukan oleh pihak luar.
Tujuan pendidikan
ditentukan terbatas pada
kemampuan tertentu
tujuan pendidikan adalah
mempersiapkan hidup.
Pendidikan dalamarti luas Pendidikan dalamarti luas Pendidikan dalamarti luas
terbatas terbatas terbatas

Pendidikan merupakan usaha Pendidikan adalah usaha sadar Pendidikan adalah


untuk menciptakan situasi dan yang dilakukan masyarakat dan pembekalan yang tidak ada
kondisi sedemikian rupa, pemerintah melalui kegiatan pada pada saat anak-anak,

32
Pandangan Islam Pandangan Indonesia Pandangan Barat
sehingga anak didik terdorong bimbingan, pengajaran dan atau akan tetapi dibutuhkan pada
dan tergerak jiwa dan jiwanya latihan, yang berlangsung di saat dewasa.
untuk berperilaku dan bersifat sekolah dan di luar sekolah (J.J Russau)
sopan santun yang baik sesuai sepanjang hayat untuk
dengan yang diharapkan. mempersiapkan peserta didik Pendidikan adalah suatu
Orientasi kata al-ta’dib lebih untuk dapat memainkan proses atau kegiatan yang
terfokus pada upaya peranan dalam berbagai diarahkan untuk merubah
pembentukan pribadi muslim lingkungan hidup secara tepat tabiat (behavior) manusia.
yang berakhlak mulia pada masa yang akan datang. (Frederick J. Mc Donald)
Pendidkan adalah pengalaman-
pengalaman belajar terprogram
dalam bentuk pendidikan
formal, non formal dan
informal di sekolah dan luar
sekolah yang berlangsung
seumur hidup, bertujuan untuk
mengoptimalisasi kemampuan-
kemampuan individu.
- Lingkungan pendidikan.
Pendidikan berlangsung
dalam sebagian
lingkungan hidup.
Pendidikan tidak
berlangsung dalam
lingkungan yang alami,
pendidikan hanya
berlangsung dalam
lingkungan hidup kultural
- Bentuk kegiatan.
Pendidikan dalam bentuk
formal, informal, dan
nonformal. Kegiatan
pendidikan bisa berupa
bimbingan, pengajaran,
atau latihan pendidikan
selalu merupakan usaha
yang direncanakan.
- Tujuan
Tujuan pendidikan
merupakan perpaduan
tujuan-tujuan yang
bersifat pengembangan-

33
Pandangan Islam Pandangan Indonesia Pandangan Barat
kemampuan-kemapuan
individu secara optimal
dengan tujuan-tujuan yang
bersifat sosial untuk dapat
memainkan perannya
sebagai warga dalam
berbagai lingkungan dan
kelompok sosial.
- Masa pendidikan
Pendidikan berlangsung
seumur hidup, yang
kegiatan-kegiatannya
tidak berlangsung
sembarang tetapi pada
waktu tertentu

34
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Hakikat manusia pada dasarnya adalah sebagai makhluk yang memiliki kesadaran
susila (etika) dalam arti ia dapat memahami norma-norma sosial dan mampu
berbuat sesuai dengan norma dan kaidah etika yang diyakininya.Hakikat manusia
dapat juga diartikan sebagai ciri-ciri karateristik, yang secara prinsipiil (jadi bukan
hanya gradual) membedakan manusia dari hewan. Adanya sifat hakikat tersebut
memberikan tempat kedudukan pada manusia sedemikian rupa sehingga
derajatnya lebih tinggi daripada hewan.
2. Hakikat pendidikan adalah segala situasi hidup yang memengaruhi pertumbuhan
dan perkembangan hidup. Pendidikan juga merupakan suatu proses, pendidikan
merupakan kegiatan manusiawi, pendidikan merupakan hubungan antar pribadi,
dan pendidikan merupakan untuk mencapai tujuan.
B. Saran

Sebagai pribadi kita perlu lebih memahami siapa kita, apa dan siapa manusia itu.
Kita perlu lebih banyak belajar agar hidup kita bisa lebih berkualitas sebagai seorang
manusia. Selanjutnya sebagai guru atau insan pendidikan kita wajib memiliki dan
mengaktualisasikan kegelisahan-kegelisahan intelektual dan profesi guru atas
ketimpangan kondisi ideal dan realita pendidikan dengan senantiasa menggali tahu
hakikat pendidikan dan tujuan pendidikan agar dalam menjalankan tugas dan kewajiban
kita tidak asal-asalan apa lagi menyimpang dari yang seharusnya sehingga dari rahim
pendidikan kita akan terlahir generasi-generasi dengan pondasi spiritual, intelektual,
mental dan moral yang kokoh guna menahkodai membawa arah kapal negeri ini
menuju masa depan yang baldatun thoyyibatun wa rabbun gafuur.

35
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, A.R.S.(1991). Educational Theory, A Quranic Outlook (Alih
bahasa:Mutammam). CV Diponegoro :Bandung.
Butler, J. D.(1957). Four Philosophies and Their Practice in Education andReligion,
Harper & Brothers Publishers :New York.
Cassirer, E.(1987). An Essay On Man. (Terj.: Alois A. Nugroho).Gramedia :Jakarta
Friedman, S. M.(1954). Martin Buber, The. Life of Dialogue, Routledge andBegan Paul
Ltd :London.
Frost Jr., S.E.(1957). Basic Teaching of.The. Great Philosophers,Barnes &Nobles :
New York.
Hasan, F., (1973), Berkenalan dengan Eksistensialisme, Pustaka Jaya, Jakarta.
Kadir,. 2012. Dasar-dasar Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Poespowardojo, S. dan Bertens, K., (1983), Sekitar Manusia.: Bunga Rampaitentang
Filsafat Manusia. Gramedia :Jakarta.
PurwantoNanang.(2014). PengantarPendidikan.Malang :GrahaIlmu
Schumacher, E.F.(1980). A Guide for The Perflexed, Sphere BooksLtd :London.
Soelaeman, M.I., (1988), Suatu, Telaah tentang Manusia-
Religi.Pendidikan,Depdikbud.
Suyitno, Y.(2008). Pemahaman Mahasiswa UPI tentang Hakikat Manusia
danPendidikan, dalam Kerangka Kesiapan Menjadi Guru, SekolahPasca
Sarjana,Bandung.
Syaripudin, T.(1994).Implikasi Eksistensi Manusia terhadap KonsepPendidikanUmum
(Thesis).Program Pascasarjana IKIP :Bandung.
Tirtarahardja, Umar. 2008. Pengantar Pendidikan. Rineka Cipta : Jakarta
Van Peursen, C.A.(1982). Tubuh-Jiwa-Roh.(Terj.: K. Bertens) Jakarta: BPK
GunungMulia.

36

Anda mungkin juga menyukai